Anda di halaman 1dari 36

PENDAHULUAN

Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis
selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari
plasenta ke janin.

Di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat


endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian
sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Biasanya infeksi malaria tidak
membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan akan tetapi yang paling
berisiko adalah ibu hamil, karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
ibu maupun janin.

Daerah dengan kasus malaria klinis tinggi tahun 2005 dilaporkan dari kawasan
Timur Indonesia antara lain dari Provinsi Papua dengan AMI 208,82 per1.000
penduduk, Nusa Tenggara Timur 100,4 per 1.000 penduduk, Maluku Utara 67,24
per 1.000 penduduk dan Sulawesi Tenggara 6,92 per 1.000 penduduk. Untuk
kawasan Indonesia bagian barat API masih cukup tinggi antara lain di Provinsi
Jambi 13,55 per 1.000 penduduk, Bangka Belitung 11,18 per 1.000 penduduk dan
Sumatera Utara 7,24 per 1.000 penduduk.

Penelitian Nasution (2005) di Kecamatan Panyabungan Kota, Kabupaten


Mandailing Natal tahun 2004 terdapat 1.772 penderita malaria, 770 orang
(43,45%) laki-laki dan 1.002 orang (56,55%) perempuan, kelompok umur 1-5
tahun 482 orang (27,20%), 6-11 tahun 346 orang (19,52%), 12-18 tahun 174
orang (9,82%), 19-55 tahun 702 orang (39,62%) dan 56 tahun 68 orang (3,84%).
ISI

A. Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium


bentuk aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang infektif.6

Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan demam
yang dapat meningkat hingga 410C atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala
menggigil, anemia dan splenomegali. Malaria positif adalah penderita dengan
gejala malaria dan dalam darahnya ditemukan parasit Plasmodium melalui
pemeriksaan mikroskopis.7,8

B. Epidemiologi Penyakit Malaria

1. Distribusi Penyakit Malaria

Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis
selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari
plasenta ke janin. Namun, bayi yang lahir dari ibu dengan malaria plasenta, lebih
41% kemungkinan mengalami malaria parasitemia pada usia yang lebih muda.
Diagnosis malaria plasenta ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam
sel darah merah atau pigmen malaria dalam monosit pada sediaan darah yang
diambil dari plasenta bagian maternal atau darah tali pusat melalui biopsi pada
saat pelepasanplasenta sewaktu partus. Gambaran histologik infeksi aktif berupa
plasenta yang berwarna hitam/abu-abu, eritrosit terinfeksi pada sisi maternal.9,10
Plasenta selain sebagai sumber makanan bagi janin, juga mempunyai fungsi
sebagai protective barrier dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu
sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya
dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta. Prevalensi malaria
plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada malaria pada sediaan darah tepi
wanita hamil, hal ini karena plasenta merupakan tempat parasit bermultiplikasi.10

Biasanya infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau


perempuan akan tetapi yang paling berisiko adalah ibu hamil, karena dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin.8

Data Steketee dkk dalam Suparman (2005), tentang pengaruh buruk malaria pada
kehamilan di daerah endemis malaria (Sub-Sahara Afrika) tahun 1985-2000 cukup
tinggi. Resiko anemi 3-15%, BBLR 13-70%, dan kematian neonatal 3-8%. 10

Wanita hamil, terutama gravida pertama, tampak sangat rentan terhadap infeksi
malaria. Pada daerah geografis endemis Plasmodium falciparum, ditemukan
angka serangan 4-12 kali lebih besar daripada angka serangan pada wanita tidak
hamil. Angka serangan yang lebih tinggi pada wanita hamil mungkin disebabkan
sebagian hilangnya imunitas selama kehamilan. Laporan dari berbagai negara
menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El
vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil, dari berbagai tempat
bervariasi antara 2-76%.11

Jika ditemukan perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan
atau pada berbagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain
seperti aktivitas, imunitas dan status gizi.8
2. Determinan Penyakit Malaria

Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor yang disebut host,


agent, dan environtment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga
komponen tersebut di atas saling mendukung.8
a. Host
Host Intermediate (Manusia)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang
dapat terinfeksi oleh agent (parasit/Plasmodium) dan merupakan
tempat berkembang biaknya agent. Faktor-faktor instrinsik yang
mempengaruhi kerentanan host terhadap agent, antara lain :
5,8,13,19,

Usia
Anak-anak lebih rentan dibanding orang dewasa terhadap
infeksi parasit malaria karena daya tahan tubuhnya (imun)
lebih rendah dari pada orang dewasa. WHO (2000),
melaporkan bahwa sekitar satu juta anak-anak di bawah
lima tahun meninggal karena Plasmodium falciparum di
Afrika. Kebanyakan disebabkan karena malaria serebral dan
anemia.
Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria. Misalnya, di Afrika di
mana prevalensi dari hemoglobin S (Hb S) cukup tinggi,
penduduknya ternyata lebih tahan terhadap akibat dari
infeksi Plasmodium falciparum. Hb S terdapat pada
penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit
turunan/herediter yang disebut sickle cell anaemia.

Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria.
Misalnya tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di
luar rumah pada malam hari.
Status Gizi
Anak-anak yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah
endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.
Kekebalan/Immunitas
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat
digolongkan menjadi dua, yakni kekebalan tidak spesifik
(non-spesific resistance) dan kekebalan spesifik (spesific
resistance). Kekebalan tidak spesifik adalah pertahanan
tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi
badan dari suatu penyakit. Untuk kekebalan spesifik dapat
diperoleh dari dua sumber yaitu genetik dan kekebalan yang
diperoleh (acquired immunity). Kekebalan yang bersumber
dari genetik biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit)
dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam
cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis
vivax. Kekebalan yang diperoleh (acquired immunity) ini
diperoleh dari luar tubuh anak. Kekebalan dapat bersifat
aktif, dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat
diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu,
kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi,
yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme
patogen penyakit. Kekebalan pasif diperoleh dari ibu
melalui plasenta dan dapat juga diperoleh melalui serum
anti bodi. Kekebalan pasif hanya bersifat sementara.

Host Defenitive (Nyamuk Anopheles)


Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, darah
ini diperlukan untuk proses pematangan telurnya. Faktor
perilaku nyamuk merupakan hal yangsangat menentukan dalam
proses penularan malaria disamping faktor lain seperti : umur
nyamuk, kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit,
frekuensi menggigit manusia dan siklus gonotrofik yaitu waktu
yang diperlukan untuk matangnya telur.10
b. Agent ( Parasit/Plasmodium)

Parasit/Plasmodium hidup di dalam tubuh manusia dan dalam tubuh


nyamuk. Parasit/Plasmodium hidup dalam tubuh nyamuk dalam
tahap daur seksual (pembiakan melalui kawin) dan hidup dalam
tubuh manusia pada daur aseksual (pembiakan tidak kawin, melalui
pembelahan diri).

Agent penyebab malaria dari genus Plasmodium, familia


Plasmodiidae, dan dari Orde Coccidiidae. Penyebab malaria di
Indonesia sampai saat ini ada empat macam Plasmodium yaitu :
Plasmodium falciparum, penyebab penyakit malaria tropika.
Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana.
Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria kuartana.
Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya
banyak di Afrika dan Pasifik Barat.

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis


Plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran
(mixed infection). Tapi umumnya hanya dua jenis parasit yaitu
campuran antara Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax
atau Plasmodium malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali
terjadi.8

c. Environment (Lingkungan)
Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk
berada. Nyamuk akan berkembang biak bila lingkungannya sesuai
dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang
biak. Faktor lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu :8,13, 20

A. Lingkungan Fisik
Suhu Udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus
sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu
(sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi
ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu terhadap
masa inkubasi ekstrinsik berbeda bagi tiap spesies. Pada
suhu yang melebihi 320C, parasit dalam tubuh nyamuk
akan mati, meskipun dalam tubuh manusia parasit dapat
tetap hidup pada suhu 400C.
Kelembaban Udara
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit serta pola istirahat nyamuk. Tingkat
kelembaban 63%, merupakan angka yang paling rendah
untuk memungkinkan hidupnya nyamuk.
Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan
perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar
kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya
hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor, dan jenis tempat
perindukan(breeding places). Hujan yang diselingi oleh
panas akan memperbesar kemungkinan berkembang
biaknya Anopheles.

Menurut Stasiun Klimatologi Gabe Hutaraja, Kabupaten


Mandailing Natal, curah hujan relatif rata-rata di Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2008 mencapai 2.990 mm/tahun.
Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam
yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke
luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan
jumlah kontak antara manusia dan nyamuk.
Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva
nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat
yang teduh, sebaliknya An. hyrcanus spp lebih menyukai
tempat yang terbuka. An. barbirostris dapat hidup baik
ditempat teduh maupun di tempat terang.
Arus Air
An. barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya
statis atau mengalir sedikit. An. minismus menyukai tempat
perindukan yang alirannya cukup deras dan An. letifer di
tempat yang airnya tergenang.

B. Lingkungan Kimiawi
Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar
garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus
tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar
antara 12-180/00 dan tidak dapat berkembang pada kadar garam
diatas 400/00, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara
An. sundaicusditemukan pula dalam air tawar. An. letifer dapat
hidup di tempat yang asam /pH rendah.13

C. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk
karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
melindungi dari serangan makhluk hidup lain.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala


timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan
mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu
adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi
jumlah gigitan nyamuk pada manusia apabila kandang hewan
tersebut diletakkan di luar rumah, tetapi tidak jauh jaraknya dari
rumah.13

D. Lingkungan Sosial Budaya


Faktor ini terkadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan
dengan faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada di
luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya lebih bersifat
eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan
penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya
berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat akan
mempengaruhi angka kesakitan malaria.10

Penelitian oleh Zaluchu dan Arma (2007) di Kecamatan


Gunungsitoli, Kabupaten Nias, menemukan ternyata malaria
yang telah sekian lama menjadi suatu penyakit masyarakat,
dianggap tidak lagi menjadi penyakit yang berbahaya atau
penyakit biasa dan bahkan menyatakan malaria bukan penyakit
menular yang harus dikuatirkan.21

C. Siklus Hidup Plasmodium


Siklus hidup Plasmodium berlangsung pada manusia dan nyamuk. Di dalam
tubuh manusia yang merupakan hospes perantara, terjadi siklus hidup
aseksual yang terdiri dari empat tahapan yaitu tahap skizogoni, tahap
skizogoni eksoeritositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni.
Tahap skizogoni preeritrositik dan skizogoni eksoeritrositik berlangsung di
dalam sel-sel hati, sedangkan tahap skizogoni eritrositik dan tahap
gametogoni berlangsung di dalam sel-sel eritrosit.

Pada tahap skizogoni preeritrositik, stadium sprozoit yang masuk bersama


gigitan nyamuk, mula-mula masuk dan berkembang biak di dalam jaringan
sel-sel parenkim hati. Tahap skizogoni preeritrositik berlangsung selama 8
hari pada Plasmodium vivax, 6 hari pada Plasmodium falciparum dan 9 hari
pada Plasmodium ovale. Lamanya tahap ini pada Plasmodium malariae sukar
ditentukan. Siklus preeritrositik di dalam jaringan hati pada Plasmodium
falciparum hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies lainnya
siklus ini dapat berlangsung berulang kali. Keadaan ini disebut skizogoni
eksoeritrositik yang merupakan sumber pembentukan stadium aseksual
parasit yang menjadi penyebab terjadinya kekambuhan pada malaria vivax,
malaria ovale dan malaria malariae.

Tahap skizogoni eritrositik berlangsung di dalam sel darah merah (eritrosit).


Tahap ini berlangsung selama 48 jam pada Plasmodium vivax, Plasmodium
falciparum dan Plasmodium ovale, sedangkan pada Plasmodium malariae
berlangsung setiap 72 jam. Pada tahap ini akan terjadi bentuk-bentuk
trofozoit, skizon dan merozoit. Bentuk-bentuk tersebut mulai dijumpai 12
hari sesudah terinfeksi Plasmodium vivax, dan 9 hari sesudah terinfeksi
Plasmodium falciparum.

Multiplikasi malaria pada tahap skizogoni eritrositik akan menyebabkan


pecahnya sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya demam yang khas pada
gejala klinik malaria.
Sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung beberapa kali, sebagian dari
merozoit akan berkembang menjadi bentuk gametosit. Perkembangan ini
terjadi di dalam eritrosit yang terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan
sumsum tulang. Tahap ini disebut tahap gametogoni yang berlangsung selama
96 jam. Gametosit tidak menyebabkan gangguan klinik pada penderita
malaria, sehingga penderita dapat bertindak sebagai karier malaria.

Di dalam tubuh nyamuk Anopheles yang bertindak sebagai hospes definitive,


berlangsung siklus hidup seksual (sporogoni). Bentuk gametosit yang terhisap
bersama darah manusia, di dalam tubuh nyamuk akan berkembang menjadi
bentuk gamet dan akhirnya menjadi bentuk sporozoit yang infektif bagi
manusia.

Di dalam lambung nyamuk terjadi proses awal pematangan parasit. Dari satu
mikrogametosit akan terbentuk 4-8 mikrogamet, dan dari satu
makrogametosit akan terbentuk satu makrogamet. Fusi antara mikrogamet
dengan makrogamet akan menghasilkan zigot yang dalam waktu 24 jam akan
berkembang menjadi ookinet.

Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk, masuk ke jaringan


antara lapisan epitel dan membran basal dinding lambung, berubah menjadi
ookista yang bulat bentuknya. Di dalam ookista akan terbentuk ribuan
sprozoit. Jika ookista telah matang, dindingnya pecah dan sporozoit menyebar
ke berbagai organ nyamuk, terutama masuk ke dalam kelenjar ludah nyamuk.
Dalam keadaan ini nyamuk vektor yang infektif.22

Pada gambar di bawah ini (Gambar 2.1.) dapat dilihat daur hidup
Plasmodium dalam tubuh nyamuk dan dalam tubuh manusia.
D. Penularan Penyakit Malaria

Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan


melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif. Sebagian besar nyamuk
Anopheles akan menggigit pada waktu senja atau malam hari, pada beberapa
jenis nyamuk puncak gigitannya adalah tengah malam sampai fajar. Malaria
ditularkan dengan berbagai cara yang pada umumnya dibagi atas alamiah dan
tidak alamiah.8

1. Penularan Secara Alamiah


Penularan malaria yang berlangsung secara alamiah yaitu melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina infektif. Nyamuk menggigit orang sakit
malaria maka parasit akan ikut terhisap bersama darah penderita. Di
dalam tubuh nyamuk parasit akan berkembang dan bertambah banyak,
kemudian nyamuk menggigit orang sehat, maka melalui gigitan tersebut
parasit ditularkan ke orang lain.8

2. Penularan yang Tidak Alamiah

a. Malaria Bawaan (Kongenital)


Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan, karena ibunya menderita
malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta. Malaria
kongenital dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu :10,23
True Congenital Malaria (acquired during pregnancy)
Pada malaria kongenital ini sudah terjadi kerusakan plasenta
sebelum bayi dilahirkan. Parasit malaria ditemukan pada darah
perifer bayi dalam 48 jam setelah lahir dan gejalanya ditemukan
pada saat lahir atau 1-2 hari setelah lahir.
False Congenital Malaria (acquired during labor)
Malaria kongenital ini paling banyak dilaporkan dan terjadi
karena pelepasan plasenta diikuti transmisi parasit malaria ke
janin. Gejala-gejalanya muncul 3-5 minggu setelah bayi lahir.

b. Secara Mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik.


Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis
yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian.
Kadang-kadang seorang anak atau bayi dapat terinfeksi oleh
transfusi darah yang didonor seorang donor darah terinfeksi, tetapi
asimtomatik.10,23

c. Secara oral (melalui mulut)

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium)

burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi). Pada umumnya


sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit

malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi

simpanse di Afrika yang dapat terinfeksi oleh penyakit malaria, belum

diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium

yang biasanya menyerang manusia.

Malaria, baik yang disebabkan oleh P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan

P. ovale semuanya ditularkan oleh nyamuk anopheles. Nyamuk yang

menjadi vektor penular malaria adalah Anopheles sundaicus, Anopheles

aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus, dan sebagainya.

E. Gejala

Gejala klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi


infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis Plasmodium,
daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur penderita,
keadaan kesehatan dan nutrisi. Gejala-gejala permulaan malaria sering tidak
spesifik dan serupa dengan gejala yang terjadi pada penderita penyakit virus
sistemik. Malaria berat pada anak, biasanya menimbulkan gejala berupa
kelemahan, anemia, pembesaran limpa dan hati. Demam selalu dijumpai
tetapi bervariasi, muntah, nyeri perut dan diare juga sering dijumpai. Tanda
dan gejala batuk pada anak-anak dengan malaria berat juga sangat umum
terjadi. 1,24,25

1. Demam

Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan

berbagai macam antigen, antigen ini akan merangsang sel makrofag, sel

monosit dan limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin. Antara lain

TNF (Tumor Necrosis Factor). TNF ini akan dibawa oleh darah ke hipotalamus

yang merupakan pusat pengaturan suhu tubuh dan terjadi demam. Proses
skizogoni pada empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda beda. P.

Falcifarum memerlukan waktu 36-48 jam. P. vivax/ovale 48 jam. P. malariae 72

jam. Demam pada P.Falsifarum dapat terjadi setiap hari. P. vivax/ovale selang

satu hari. Dn P.malariae demam timbul selang dua hari.

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria infeksi tunggal terdiri atas
beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang
diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas dari
demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah, sakit kepala,
tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada penderita dengan infeksi
majemuk (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium
tetapi infeksi berulang dalam jarak waktu berbeda), maka serangan
panasnya bisa terus-menerus (tanpa interval), sedangkan pada yang imun,
maka gejalanya minimal.11,23

Suatu paroksisme biasanya terdiri atas tiga stadium yang berurutan yakni
stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), stadium
berkeringat (sweating stage). Paroksisme ini biasanya jelas pada orang
dewasa, namun pada anak dan bayi paroksisme ini makin jarang pada
yang usianya masih muda, kebanyakan bereaksi sebagai kejang.

Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik).


Masa inkubasi ini bervariasi antara 9-30 hari tergantung pada spesies
parasit, paling pendek pada Plasmodium falciparum dan paling panjang
pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung pada
intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, tingkat
imunitas penderita dan cara penularan. Penularan yang bukan alamiah
seperti melalui transfusi darah, masa inkubasi tergantung pada jumlah
parasit yang turut masuk bersama darah dan tingkat imunitas penerima
darah. Secara umum dapat dikatakan bahwa masa inkubasi bagi
Plasmodium falciparum adalah 10 hari setelah transfusi, Plasmodium
vivax setelah 16 hari, dan Plasmodium malariae setelah 40 hari atau
lebih. Setelah lewat masa inkubasi, maka gejala demam terlihat dalam
tiga stadium, biasanya lebih sering terjadi pada anak besar dan orang
dewasa, yaitu :23

a. Stadium Dingin (Cold Stage)


Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak, nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari
pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, penderita mungkin
muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium Demam (Hot Stage)


Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa
kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti
terbakar, sakit kepala, mual serta muntah seringkali terjadi. Nadi
menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu
badan dapat meningkat sampai 410C atau lebih. Stadium ini
berlangsung antara 2-4 jam. Demam disebabkan oleh karena
pecahnya sizon darah yang telah matang dan masuknya merosoit
darah kedalam aliran darah.

Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sizon-sizon dari


setiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali sehingga timbul
demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam
sebelumnya. Nama malaria tertiana bersumber dari fenomena ini.
Pada Plasmodium malariae, fenomena tersebut setiap 72 jam (setiap
hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium
falciparum setiap 24-48 jam. Serangan demam diikuti oleh periode
laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan
tingkat kekebalan yang kemudian timbul pada penderita.
c. Stadium Berkeringat (Sweating Stage)
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai-sampai
tempat tidurnya basah. Suhu badan menurun dengan cepat, kadang-
kadang sampai di bawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur
nyenyak, pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada
gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam.

Ketiga gejala klinis tersebut di atas ditemukan pada penderita yang


berasal daerah non endemis atau orang yang pertama kali menderita
malaria. Sedangkan di daerah endemis malaria, ketiga stadium klinis di
atas tidak berurutan bahkan tidaksemua stadium ditemukan pada
penderita, sehingga defenisi malaria klinis seperti di atas hanya dipakai
sebagai pedoman untuk penemuan penderita di daerah yang tidak
mempunyai fasilitas laboratorium.

2. Pembesaran Limpa (Splenomegali)


Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada malaria kronis atau
menahun. Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana
Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit.
Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
Limpa membengkak akibat penyumbatan oleh sel-sel darah merah yang
mengandung parasit malaria. Lama-kelamaan konsisten limpa menjadi
keras karena jaringan ikat pada limpa semakin bertambah. Dengan
pengobatan yang baik, limpa akan kembali normal.24,26,27

3. Anemia
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi.
Plasmodium falciparum menginfeksi seluruh stadium sel darah merah
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium
vivax hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya
2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1%
dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae umunya terjadi pada
keadaan kronis. 26

Gejala anemia berupa badan terasa lemah, pusing, pucat, penglihatan


kabur, jantung berdebar-debar dan kurang nafsu makan. Diagnosa anemia
ditentukan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah.27

4. Leukositosis
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel
darah putih. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh dari berbagai infeksi ; baik infeksi bakteri, virus,
parasit, dan sebagainya. Variasi kecil dalam jumlah leukosit tidak
mempunyai arti klinik, tetapi adanya infeksi dalam tubuh meningkatkan
leukosit sampai 20.000 bahkan 40.000 per mm3 darah. Terjadinya
leukositosis merupakan indikator prognosis buruk penyakit malaria.28

Sel darah putih (leukosit) dibagi menjadi dua kelompok besar fagosit dan
limfosit. Granulosit yang mencakup tiga jenis sel, neutrofil, eosinofil dan
basofil bersama-sama dengan monosit merupakan fagosit. Limfosit sel
prekursornya dan sel plasma membentuk populasi imunosit. Normal
hanya sel fagosit matang dan limfosit yang ditemukan dalam darah tepi.29

Tabel 2.1. Sel Darah Putih Normal


F. Diagnosa atas Dasar Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium


(mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa pemeriksaan laboratorium.
Pada daerah yang tidak tersedia fasilitas dan tenaga untuk pemeriksaan
laboratorium, maka diagnosis tanpa pemeriksaan laboratorium dapat
dilakukan berdasarkan anamnese dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa
malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Kasus malaria yang didiagnosis
hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis disebut kasus tersangka malaria
atau malaria klinis. Sampai saat ini diagnosis pasti malaria berdasarkan
ditemukannya parasit malaria dalam sediaan darah secara mikroskopik.27

Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit


malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan darah tepi
dapat dilakukan dengan membuat sediaan darah hapus tipis dan darah tebal
kemudian dilakukan pewarnaan preparat. Pewarnaan darah tipis untuk
melihat perubahan bentuk eritrosit, dapat dilakukan berdasarkan jumlah
eritrosit yang mengandung parasit per 1.000 sel darah merah, dan pewarnaan
darah tebal untuk melihat Plasmodium. Pewarnaan darah tebal merupakan
cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup
banyak dibandingkan preparat darah tipis. Hitung parasit pada sediaan darah
tebal dapat dilakukan dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit.

Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatip tidak mengenyampingkan


diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatip maka
diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan
oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit
malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat
meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.24
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut : bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa
ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan
sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka
diagnosis malaria disingkirkan.26
G. Diagnosis Malaria

Diagnosis malaria sama dengan mendiagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti malaria harus

ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnosis

cepat ( RDT Rapid Diagnostik Test)

A Anamnesis
1 Pada anamnesis sangat perlu diperhatikan:
a Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai

nyeri kepala, mual, mutah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
b Riwayat berkunjung atau bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah

endemik malaria.
c Riwayat tinggal di daerah endemic malaria.
d Riwayat sakit malaria
e Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
f Riwayat mendapat transfuse darah
2 Selain hal diatas pada tersangka malaria berat dapat ditemukan keadaan

berikut ini:
a Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
b Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
c Kejang kejang
d Panas sangat tinggi
e Mata dan tubuh kuning
f Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
g Napas cepat atau sesak napas
h Muntah terus menerus dan tidak dapat minum
i Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman
j Jumlah air seni kurang ( oliguria) sampai tidak ada (anuria)
k Telapak tangan sangat pucat
B Pemeriksaan Fisik
1 Demam ( 37,5 C)
2 Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3 Pembesaran limpa ( splenomegali)
4 Pembesaran hati ( hepatomegali )
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
1 Temperature rectal (40C)
2 Nadi cepat dan lemah
3 Hipotensi 70/50 mmHg
4 Frekuensi nafas > 35x per menit orang dewasa. > 40x per menit pada balita,

> 50 x per menit anak dibawah 1 tahun.


5 Penurunan derajat kesadaran dengan GCS < 11
6 Menifestasi perdarahan (pteqie,purpura, hematoma)
7 Danda dehidrasi ( mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir

kering, produksi air seni berkurang.


8 Tanda tanda anemia berat ( konjungtiva pucat, telalapak tangan pucat, lidah

pucat)
9 Ikterik
10 Adanya rongki
11 Pembesaran limpa dan hepar
12 Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai anuria
13 Gejala neurologi (kaku kuduk, reflex patologi)
C Pemeriksaan Lab

1. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di puskesmas/lapangan/rumah

sakit untuk menentukan :

1 Ada tidaknya parasit malaria


2 Spesies dan stadium plasmodium
3 Kepadatan parasit
a Semi kuantitatif
(-) = negative ( tidak ditemukan parasit dalam 100

LPB/Lapang Pandag Besar)


(+) =positif 1(ditemukan 1-10 parasit dalam 100LP)
(+)(+) =positif 2(ditemukan 11-100 parasit dalam

100LP)
(+)(+)(+) =positif 3(ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LP)
(+)(+)(+)(+) = positif 4(ditemukan >10 parasit dalam 1 LP)
b Kuantitaif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah

tebal (leukosit) atau sedian darah tipis(eritrosit)

Untuk penderita malaria berat perlu diperhatikan hal-hal berikut:


1 Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negative perlu diperiksa ulang setiap

6 jam sampai 3 hari berturut turut.


2 Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama tiga hari berturut-turut

tidak ditemukan maka diagnosis malaria disingkirkan.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (Rapit Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan Deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metode imunokromatografi, dalam bentuk dipstick. Tes ini sengat

bermanfaat pada unit gawat darurat atau pada saat terjadi kerjadian luar biasa.

Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu

a Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi P.Falciparum


b Combo yang mampu mendiagnosis P.Falciparum dan non Falciparum

2.8 Diagnosis Banding Malaria

malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan degan penyakit infeksi lain sebagai

berikut:

a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut, diare, lidah

kotor. Uji widal dan tubex positif bermakna.

b.. Demam Dengue

Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari. Disertai keluhan nyeri kepala, nyeri

tulang, nyeri ulu hati,sering muntah, penurunan jumlah trombosit, uji tourniquet

positif, IgG dan IgM anti dengue positif.

c ISPA
Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, sesak, napas cepat, tarikan dinding

dada kedalam dan adanya stridor

d Leptospirosis ringan

Demam tinggi, nyeri kepala mialgia,nyeri perut, mual muntah, tes leptodipstik

positif.

H. Komplikasi Malaria

Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria


berat yang menurut WHO (2000), didefenisikan sebagai infeksi Plasmodium
falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut antara lain :
malaria serebral (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan kesadaran.
Penilaian derajat kesadaran pada anak-anak dilakukan berdasarkan Blantyre
Coma Scale 3, atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang
tidak disebabkan oleh penyakit lain. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
Acidemia/acidosis dengan pH darah <7,25 atau plasma bikarbonat <15
mmol/liter. Komplikasi lain ditandai dengan anemia berat dengan Hb <5 g/dl
atau hematokrit <15% pada keadaan parasit >10.000/l.24,25

Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau
<1 ml/kg BB/jam pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi). Komplikasi
gagal ginjal akut jarang pada anak <5 tahun dengan malaria berat, dan
berkurangnya keluaran urin sering disebabkan oleh karena dehidrasi.
Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl), terutama sering terjadi pada usia yang
lebih muda (di bawah usia 3 tahun). Gagal sirkulasi atau syok, dengan
tekanan sistolik <70 mmHg (pada anak tekanan nadi 20 mmHg), disertai
keringat dingin.

Terjadi perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. Makroskopik
hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut. Diagnosa dengan post-
mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada
jaringan otak. 26,30

Tabel 2.2. Perbedaan antara Malaria Berat pada Orang Dewasa dan
Pada Anak-anak23,25

I. Pencegahan Malaria

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah segala kegiatan yang dapat menghentikan


kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
Pencegahan primer penyakit malaria ditujukan kepada orang sehat yang
tidak imun terutamanya bagi orang yang bepergian ke daerah endemik
malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama seperti turis, peneliti,
pegawai kehutanan, dll.8,31

a. Pencegahan Terhadap Parasit (Pengobatan Profilaksis)


Usaha pencegahan yang dilakukan terhadap parasit yaitu dengan
pengobatan profilaksis yang bertujuan untuk mengurangi risiko
terinfeksi malaria, sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya
tidak berat. Pengobatan perorangan ini dilakukan oleh masing-
masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap penyakit
malaria selama ia berada di daerah malaria dan beberapa waktu
sesudah meninggalkan daerah itu. Oleh karena itu keberhasilan
usaha ini tergantung pada sikap disiplin si pemakai obat.
Pencegahan Plasmodium vivax dilakukan dengan minum klorokuin 5
mg/kgBB/minggu diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah
endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak
menggunakan klorokuin lebih dari 3-6 bulan. Efek samping yang
mungkin terjadi gangguan saluran cerna, sehingga dianjurkan minum
obat setelah makan.

Pencegahan Plasmodium falciparum dapat digunakan doksisiklin.


Dosis doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari selama tidak lebih dari 4-6
minggu, dan tidak dapat diberikan kepada anak-anak <8 tahun dan
ibu hamil.26

b. Pencegahan Terhadap Vektor/Gigitan Nyamuk


Pencegahan terhadap vektor/gigitan nyamuk, antara lain :8
Menghindari atau mengurangi gigitan nyamuk malaria dengan
cara tidur dengan menggunakan kelambu, pada malam hari tidak
berada di luar rumah, mengolesi badan dengan obat anti gigitan
nyamuk, memakai obat nyamuk, memasang kawat kasa pada
jendela dan memelihara ternak seperti sapi atau kerbau.
Membersihkan tempat sarang nyamuk, dengan cara
membersihkan semak belukar disekitar rumah, tidak
membiarkan pakaian yang bergantungan di dalam kamar dan
mengalirkan genangan-genangan air yang dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk anopheles.
Membunuh nyamuk dewasa (dengan penyemprotan insektisida)
Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan
jentik dan membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.
2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan


penyakit atau suatu perkembangan ke arah kerusakan atau
ketidakmampuan, yang ditujukan kepada mereka yang sudah tertular oleh
parasit penyebab malaria atau menderita malaria positif.8

Pencegahan sekunder pada penderita malaria dapat dilakukan beberapa


cara antara lain :
a. Active Case Detection (ACD) dan Passive Case Detection (PCD)
Pencarian secara aktif penderita malaria melalui scrining oleh
petugas khusus dengan cara mengunjungi rumah secara teratur
(Active Case Detection) dan secara pasif dengan cara melakukan
pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria yaitu memeriksa
semua pasien yang berkunjung ke puskesmas dan rumah sakit yang
menunjukkan gejala klinis malaria (Passive Case Detection). Jika
status patogenik ditemukan lebih dini, diagnosis dan pengobatan dini
yang dilakukan dapat mencegah kondisi untuk berkembang,
menyebar di dalam populasi dan dapat menghentikan atau paling
tidak memperlambat perkembangan penyakit, ketidakmampuan,
gangguan atau kematian.8,31

b. Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria secara umum adalah untuk mengurangi
angka kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan
mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu, upaya pengobatan
mempunyai peranan penting lainnya yaitu mencegah kemungkinan
terjadinya penularan penyakit dari seseorang yang mengidap
penyakit kepada orang-orang sehat lainnya.32

Ada beberapa cara dan jenis pengobatan terhadap tersangka atau


penderita malaria antara lain pengobatan malaria klinis dan
pengobatan radikal. Pengobatan malaria klinis diberikan berdasarkan
gejala klinis dan ditujukan untuk menekan gejala klinis malaria
tersebut. Pengobatan radikal diberikan kepada penderita malaria
positif berdasarkan pemeriksaan laboratorium dengan tujuan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh penderita
baik di hati maupun di eritrosit. Adapun tujuan pengobatan radikal
untuk mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta
memutuskan rantai penularan.31

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan


malaria dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination
Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat
utama karena efektif dalam mengatasi Plasmodium yang resisten
dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh
Plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif
terhadap semua spesies, Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax
maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan
saat ini.

Golongan obat yang termasuk ACT adalah Artesunat, Artemeter,


Artemisin, Dihidroartemisinin, Artheether dan Asam artelinik. Untuk
pemakaian obat golongan artemisinin harus disertai/dibuktikan
dengan pemeriksaan parasit yang positif. Bila malaria klinis/tidak
ada hasil pemeriksaan parasitologik yang tetap maka menggunakan
obat non-ACT.
Golongan obat yang termasuk non-ACT yaitu Klorokuin
Difosfat/sulfat, Sulfadoksin-pirimetamisin, Kina sulfat, Primakuin.
Penggunaan obat-obat non-ACT terhadap malaria dilaporkan telah
resisten di seluruh provinsi di Indonesia, namun beberapa daerah
masih cukup efektif dengan obat-obat non-ACT seperti klorokuin
dan Sulfadoksin pirimetamin (kegagalannya masih kurang 25%).
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum terjadi
multiresistensi, dan belum tersedianya obat golongan artemisinin
dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh
kombinasi ini adalah sebagai berikut : Kombinasi klorokuin +
sulfadoksin-pirimetamin (SP), kombinasi SP + kina, kombinasi
klorokuin + doksisiklin/tetrasiklin, kombinasi SP +
doksisiklin/tetrasiklin, kombinasi kina + doksisiklin/tetrasiklin.
Pemakaian obat-obat kombinasi ini juga harus dilakukan monitoring
respon pengobatan sebab perkembangan resistensi terhadap obat
malaria berlangsung cepat dan meluas.24

c. Pengobatan Khusus
Pengobatan malaria klinis pada anak-anak dapat diberikan pada hari
I yaitu klorokuin basa dengan dosis 10 mg/kgBB dan primakuin 0,75
mg/kgBB, hari II klorokuin basa 10 mg/kgBB, hari III klorokuin basa
5 mg/kgBB. Bila dengan pengobatan pada hari IV masih panas atau
hari ke VIII masih dijumpai parasit maka diberikan kina 30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 7 hari. Apabila pada hari
IV setelah pengobatan lini kedua, penderita tetap demam segera
dirujuk untuk mendapatkan diagnosis yang pasti.21

Bila pada pemeriksaan laboratorium sediaan darah ditemukan


Plasmodium falciparum, maka obat pilihan yang digunakan adalah :
Lini Pertama : tablet Artesunat + tablet Amodiakuin + tablet
Primakuin
Tabel 2.3. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum26,33

Semua pasien (kecuali anak usia <1 tahun) diberikan tablet


Primakuin dengan dosis 0,75 mg basa/kgBB/oral. Bila terjadi gagal
pengobatan lini pertama, maka diberikan pengobatan lini kedua.
Lini Kedua : tablet Kina + tablet Tetrasiklin/Doksisiklin + tablet
Primakuin.

Tabel 2.4. Pengobatan Lini Kedua Malaria Falciparum26,33

Pemberian Kina selama 7 hari, pada anak usia <1 tahun harus
berdasarkan berat badan, diberikan 3 kali sehari dengan dosis
10mg/kgBB/kali. Doksisiklin tidak diberikan pada anak usia <8
tahun, Doksisiklin diberikan 2 x 1 tablet/hari selama 7 hari, bila tidak
ada Doksisiklin dapat digunakan Tetrasiklin. Tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak umur <12 tahun, Tetrasiklin diberikan dengan
dosis 4 x 1 tablet/hari selama 7 hari. Primakuin tidak boleh diberikan
pada anak usia <1 tahun.

Bila pada pemeriksaan laboratorium ditemukan Plasmodium vivax,


maka diberikan pengobatan yang sesuai pada Lini Pertama : tablet
Klorokuin + tablet Primakuin.
Tabel 2.5. Pengobatan Malaria Vivax26,33

Primakuin diberikan selama 14 hari, dan sama dengan pengobatan


falciparum, Primakuin tidak boleh diberikan kepada anak usia <1
tahun.26,33

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier ditujukan kepada penderita malaria berat atau malaria


dengan komplikasi agar tidak terjadi komplikasi lain. Penanganan yang
tepat dapat memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan tertier
pada penderita malaria dilakukan penanganan berupa pengobatan segera
akibat lanjutan dari komplikasi malaria, rehabilitasi yang tepat baik
secara mental/psikologis, sosial dan spiritual serta pemulihan
pascapengobatan.8,31

J. Pemeriksaan Hasil Pengobatan

Pemeriksaan hasil pengobatan penderita malaria falciparum dilakukan setelah


3 hari pada pengobatan lini pertama atau 7 hari setelah pengobatan lini kedua.
Penderita malaria vivax dilakukan hari 4 atau hari 7 sampai 14 hari setelah
pengobatan lini pertama. Pemeriksaan hasil pengobatan seorang penderita
malaria dikategorikan sebagai berikut :8,26
a. Negatif adalah : sediaan darah yang diperiksa dari penderita malaria tidak
ditemukan parasit, dengan ketentuan 100 lapangan pandang pemeriksaan.
b. Positif adalah : pada sejumlah lapangan pandang sediaan darah yang
diperiksa ditemukan adanya Plasmodium.
c. Pemeriksaan berhenti : penderita malaria tidak melanjutkan pemeriksaan
sehingga tidak diketahui apakah di dalam darah penderita masih terdapat
Plasmodium atau penderita benar-benar telah sembuh.
Pengobatan malaria dipengaruhi oleh disiplin penderita dalam pengobatan
dan efektivitas obat dinilai dari sensitivitas serta resistensi terhadap obat
tersebut. Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria adalah kemampuan
sejenis parasit untuk terus hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan
menimbulkan gejala penyakit walaupun telah diberikan pengobatan secara
teratur baik dengan dosis standar maupun dosis yang lebih tinggi, yang masih
bisa ditoleransi oleh pemakai obat. Terjadinya resistensi oleh parasit ini
terhadap berbagai obat antimalaria merupakan salah satu kendala dalam
memberantas dan mengendalikan malaria.22,26

Apabila parasit di dalam sel darah merah tidak dimusnahkan oleh daya tahan
tubuh atau pengobatan, dan jumlah parasit dalam sel darah merah meningkat
disertai dengan gejala-gejala klinis, maka keadaan ini yang disebut
rekrudesensi. Pada semua spesies dapat terjadi rekrudesensi. Bila infeksi pada
sel darah merah dapat diatasi dan di kemudian hari terjadi relaps akibat invasi
baru oleh merozoit hati, hal ini disebut rekurens atau relaps yang
sesungguhnya.34
KESIMPULAN

Dari referat ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :


1. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
bentuk aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah
manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk
Anopheles betina yang infektif.
2. Malaria disebabkan oleh parasit sporozoa Plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina infektif.
3. Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor yang disebut host, agent,
dan environtment. Penyebaran malaria terjadi apabila ketiga komponen
tersebut saling mendukung.
4. Siklus hidup Plasmodium berlangsung pada manusia dan nyamuk. Di dalam
tubuh manusia yang merupakan hospes perantara, terjadi siklus hidup
aseksual yang terdiri dari empat tahapan yaitu tahap skizogoni, tahap
skizogoni eksoeritositik, tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni.
5. Gejala klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi
infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis Plasmodium,
daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur penderita,
keadaan kesehatan dan nutrisi.
6. Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
(mikroskopik, tes diagnostik cepat) dan tanpa pemeriksaan laboratorium.
7. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria
berat yang menurut WHO (2000), didefenisikan sebagai infeksi Plasmodium
falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut antara lain :
malaria serebral (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan kesadaran.
8. Tujuan pengobatan malaria secara umum adalah untuk mengurangi angka
kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan mengurangi
kerugian akibat sakit.
9. Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan
memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy).
10. Pemeriksaan hasil pengobatan penderita malaria falciparum dilakukan setelah
3 hari pada pengobatan lini pertama atau 7 hari setelah pengobatan lini kedua.
Penderita malaria vivax dilakukan hari 4 atau hari 7 sampai 14 hari setelah
pengobatan lini pertama.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto, 2010. Malaria Dari Molekuler Ke Klinis. Edisi 2. Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

2. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan. Jakarta.

3. Idun U., 2008. Karakteristik Penderita Malaria Dengan Parasit Positif


Yang Di Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Karimun Tahun
2005-2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan

4. Nasution H. A., 2005. Study Prevalensi dan Analisis Pelaksanaan


Program Pemberantasan Penyakit Malaria Di Kecamatan Panyabungan
Kota Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat USU. Medan.

5. WHO, 2008. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak . Editor


Erita Agustin Hardiyanti. EGC. Jakarta.

6. Depkes RI, 2009. Buku Saku Pengendalian dan Pencegahan Malaria :


Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Ditjen PP & PL.
Jakarta.

7. Fak. Kedokteran UI, 2005. Buku Kuliah 2 : Ilmu Kesehatan Anak.


Infomedika. Jakarta.

8. Depkes RI, 1999. Modul Epidemiologi Malaria 1. Ditjen PPM & PLP.
Jakarta.

9. Mutabingwa T. K., 2005. Ibu Malaria dan Gravidity Berinteraksi untuk


Memodifikasi Bayi Rentan Terhadap Malaria. Journal Pmed 0020407
Published Online 2005 November 8. http://www.plosmedicine.org

10. Suparman E., 2005. Malaria pada Kehamilan. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran No 146. Jakarta.

11. Chahaya I., 2003. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan. USU Digital
Library.

12. Balyan, 2003. Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingginya


Kasus Malaria Di Desa Aek Badak Jae Kec. Batang Angkola Jae Kab.
Tapanuli Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Medan.
13. Depkes RI, 1983. Malaria : Epidemiologi 1. Ditjen P3M. Jakarta.

14. WHO, 2009. World Malaria Report 2009. WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data.

15. Depkes RI, 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta.

16. Lubis C. P. dan Pasaribu S., 2002. Malaria in North Sumatera Province
The Situation and Characteristics. Department of Child Health Medical
School, University of Sumatera Utara. USU Digital Library. Medan.

17. Depkes RI, 2009. Buku Pedoman Peringatan Hari Malaria Sedunia Ke 2,
25 April 2009. Jakarta.

18. Depkes RI, 2006. Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan


Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Malaria. Ditjen PP & PL. Jakarta.

19. WHO. 2000. WHO Expert Comite on Malaria. WHO Technical Report
Series. Geneva.

20. Stasiun Klimatologi Sampali Medan, 2010. Tabel-Tabel Geografi.


http://www.bps.go.id,

21. Zaluchu, F. dan Arma A., 2007. Studi Kualitatif Sosio-Psikologi Masyarakat
Terhadap Penyakit Malaria di Daerah Endemis Malaria (Studi Kasus di
Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias). Jurnal Info Kesehatan
Masyarakat. FKM USU. Medan.

22. Soedarto, 2008. Parasitologi Klinik. Airlangga University Press. Surabaya.

23. Rampengan T.H. dan Laurentz I.R., 1990. Penyakit Infeksi Tropik pada
Anak. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

24. Sudoyo A.W., 2006. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.

25. Gilles H.M., 1995. Penatalaksanaan Malaria Berat dan Berkomplikasi.


Hipokrates. Jakarta.

26. Depkes RI, 2005. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria Di Indonesia.


Ditjen PPM & PL. Jakarta.

27. Prabowo A., 2004. Malaria, Mencegah dan Mengatasinya. Cetakan 1.


Puspa Swara. Jakarta.

28. Fawcett, Don W., 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
29. Hoffbrand, A.V. dan Pettit J.E., 1996. Kapita Selekta : Hematologi
(Essential Haematology). Edisi II. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

30. Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan


dan Pemberantasannya. Erlangga Medical Series. Jakarta.

31. Timmreck, T. C., 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

32. Depkes RI, 2002. Modul Penemuan Penderita dan Pengobatan Malaria
Buku 5. Ditjen PPM & PLP. Jakarta.

33. Depkes RI, 2007. Kepmenkes RI No. 041/MENKES/SK/I/2007 Tentang


Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria. Jakarta.

34. Garcia, L.S., 2006. Diagnostik Parasitologik Kedokteran . Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai