Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis
selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari
plasenta ke janin.
Daerah dengan kasus malaria klinis tinggi tahun 2005 dilaporkan dari kawasan
Timur Indonesia antara lain dari Provinsi Papua dengan AMI 208,82 per1.000
penduduk, Nusa Tenggara Timur 100,4 per 1.000 penduduk, Maluku Utara 67,24
per 1.000 penduduk dan Sulawesi Tenggara 6,92 per 1.000 penduduk. Untuk
kawasan Indonesia bagian barat API masih cukup tinggi antara lain di Provinsi
Jambi 13,55 per 1.000 penduduk, Bangka Belitung 11,18 per 1.000 penduduk dan
Sumatera Utara 7,24 per 1.000 penduduk.
A. Definisi Malaria
Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang
disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan demam
yang dapat meningkat hingga 410C atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala
menggigil, anemia dan splenomegali. Malaria positif adalah penderita dengan
gejala malaria dan dalam darahnya ditemukan parasit Plasmodium melalui
pemeriksaan mikroskopis.7,8
Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu
bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis
selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari
plasenta ke janin. Namun, bayi yang lahir dari ibu dengan malaria plasenta, lebih
41% kemungkinan mengalami malaria parasitemia pada usia yang lebih muda.
Diagnosis malaria plasenta ditegakkan dengan menemukan parasit malaria dalam
sel darah merah atau pigmen malaria dalam monosit pada sediaan darah yang
diambil dari plasenta bagian maternal atau darah tali pusat melalui biopsi pada
saat pelepasanplasenta sewaktu partus. Gambaran histologik infeksi aktif berupa
plasenta yang berwarna hitam/abu-abu, eritrosit terinfeksi pada sisi maternal.9,10
Plasenta selain sebagai sumber makanan bagi janin, juga mempunyai fungsi
sebagai protective barrier dari berbagai kelainan yang terdapat dalam darah ibu
sehingga parasit malaria akan ditemukan di plasenta bagian maternal dan hanya
dapat masuk ke sirkulasi janin bila terdapat kerusakan plasenta. Prevalensi malaria
plasenta biasanya ditemukan lebih tinggi daripada malaria pada sediaan darah tepi
wanita hamil, hal ini karena plasenta merupakan tempat parasit bermultiplikasi.10
Data Steketee dkk dalam Suparman (2005), tentang pengaruh buruk malaria pada
kehamilan di daerah endemis malaria (Sub-Sahara Afrika) tahun 1985-2000 cukup
tinggi. Resiko anemi 3-15%, BBLR 13-70%, dan kematian neonatal 3-8%. 10
Wanita hamil, terutama gravida pertama, tampak sangat rentan terhadap infeksi
malaria. Pada daerah geografis endemis Plasmodium falciparum, ditemukan
angka serangan 4-12 kali lebih besar daripada angka serangan pada wanita tidak
hamil. Angka serangan yang lebih tinggi pada wanita hamil mungkin disebabkan
sebagian hilangnya imunitas selama kehamilan. Laporan dari berbagai negara
menunjukan insidens malaria pada wanita hamil umumnya cukup tinggi, dari El
vador 55,75% yaitu 63 kasus dari 113 wanita hamil, dari berbagai tempat
bervariasi antara 2-76%.11
Jika ditemukan perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan
atau pada berbagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain
seperti aktivitas, imunitas dan status gizi.8
2. Determinan Penyakit Malaria
Usia
Anak-anak lebih rentan dibanding orang dewasa terhadap
infeksi parasit malaria karena daya tahan tubuhnya (imun)
lebih rendah dari pada orang dewasa. WHO (2000),
melaporkan bahwa sekitar satu juta anak-anak di bawah
lima tahun meninggal karena Plasmodium falciparum di
Afrika. Kebanyakan disebabkan karena malaria serebral dan
anemia.
Ras
Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai
kekebalan alamiah terhadap malaria. Misalnya, di Afrika di
mana prevalensi dari hemoglobin S (Hb S) cukup tinggi,
penduduknya ternyata lebih tahan terhadap akibat dari
infeksi Plasmodium falciparum. Hb S terdapat pada
penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit
turunan/herediter yang disebut sickle cell anaemia.
Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh terhadap penularan malaria.
Misalnya tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di
luar rumah pada malam hari.
Status Gizi
Anak-anak yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah
endemis malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.
Kekebalan/Immunitas
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat
digolongkan menjadi dua, yakni kekebalan tidak spesifik
(non-spesific resistance) dan kekebalan spesifik (spesific
resistance). Kekebalan tidak spesifik adalah pertahanan
tubuh pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi
badan dari suatu penyakit. Untuk kekebalan spesifik dapat
diperoleh dari dua sumber yaitu genetik dan kekebalan yang
diperoleh (acquired immunity). Kekebalan yang bersumber
dari genetik biasanya berhubungan dengan ras (warna kulit)
dan kelompok-kelompok etnis, misalnya orang kulit hitam
cenderung lebih resisten terhadap penyakit malaria jenis
vivax. Kekebalan yang diperoleh (acquired immunity) ini
diperoleh dari luar tubuh anak. Kekebalan dapat bersifat
aktif, dan dapat bersifat pasif. Kekebalan aktif dapat
diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit tertentu,
kekebalan aktif juga dapat diperoleh melalui imunisasi,
yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme
patogen penyakit. Kekebalan pasif diperoleh dari ibu
melalui plasenta dan dapat juga diperoleh melalui serum
anti bodi. Kekebalan pasif hanya bersifat sementara.
c. Environment (Lingkungan)
Environment adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk
berada. Nyamuk akan berkembang biak bila lingkungannya sesuai
dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang
biak. Faktor lingkungan dapat dikelompokkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu :8,13, 20
A. Lingkungan Fisik
Suhu Udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus
sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu
(sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi
ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu terhadap
masa inkubasi ekstrinsik berbeda bagi tiap spesies. Pada
suhu yang melebihi 320C, parasit dalam tubuh nyamuk
akan mati, meskipun dalam tubuh manusia parasit dapat
tetap hidup pada suhu 400C.
Kelembaban Udara
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit serta pola istirahat nyamuk. Tingkat
kelembaban 63%, merupakan angka yang paling rendah
untuk memungkinkan hidupnya nyamuk.
Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan
perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar
kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya
hujan, jumlah hari hujan, jenis vektor, dan jenis tempat
perindukan(breeding places). Hujan yang diselingi oleh
panas akan memperbesar kemungkinan berkembang
biaknya Anopheles.
B. Lingkungan Kimiawi
Lingkungan yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar
garam dari tempat perindukan. Sebagai contoh An. sundaicus
tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar
antara 12-180/00 dan tidak dapat berkembang pada kadar garam
diatas 400/00, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara
An. sundaicusditemukan pula dalam air tawar. An. letifer dapat
hidup di tempat yang asam /pH rendah.13
C. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk
karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau
melindungi dari serangan makhluk hidup lain.
Di dalam lambung nyamuk terjadi proses awal pematangan parasit. Dari satu
mikrogametosit akan terbentuk 4-8 mikrogamet, dan dari satu
makrogametosit akan terbentuk satu makrogamet. Fusi antara mikrogamet
dengan makrogamet akan menghasilkan zigot yang dalam waktu 24 jam akan
berkembang menjadi ookinet.
Pada gambar di bawah ini (Gambar 2.1.) dapat dilihat daur hidup
Plasmodium dalam tubuh nyamuk dan dalam tubuh manusia.
D. Penularan Penyakit Malaria
b. Secara Mekanik
malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Kecuali bagi
diketahui ada hewan lain yang dapat menjadi sumber bagi plasmodium
E. Gejala
1. Demam
berbagai macam antigen, antigen ini akan merangsang sel makrofag, sel
monosit dan limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin. Antara lain
TNF (Tumor Necrosis Factor). TNF ini akan dibawa oleh darah ke hipotalamus
yang merupakan pusat pengaturan suhu tubuh dan terjadi demam. Proses
skizogoni pada empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda beda. P.
jam. Demam pada P.Falsifarum dapat terjadi setiap hari. P. vivax/ovale selang
Secara klinis, gejala dari penyakit malaria infeksi tunggal terdiri atas
beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang
diselingi oleh suatu periode (periode laten) dimana penderita bebas dari
demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah, sakit kepala,
tidak ada nafsu makan, mual atau muntah. Pada penderita dengan infeksi
majemuk (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis Plasmodium
tetapi infeksi berulang dalam jarak waktu berbeda), maka serangan
panasnya bisa terus-menerus (tanpa interval), sedangkan pada yang imun,
maka gejalanya minimal.11,23
Suatu paroksisme biasanya terdiri atas tiga stadium yang berurutan yakni
stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage), stadium
berkeringat (sweating stage). Paroksisme ini biasanya jelas pada orang
dewasa, namun pada anak dan bayi paroksisme ini makin jarang pada
yang usianya masih muda, kebanyakan bereaksi sebagai kejang.
3. Anemia
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi.
Plasmodium falciparum menginfeksi seluruh stadium sel darah merah
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium
vivax hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya
2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1%
dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae umunya terjadi pada
keadaan kronis. 26
4. Leukositosis
Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel
darah putih. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk
melindungi tubuh dari berbagai infeksi ; baik infeksi bakteri, virus,
parasit, dan sebagainya. Variasi kecil dalam jumlah leukosit tidak
mempunyai arti klinik, tetapi adanya infeksi dalam tubuh meningkatkan
leukosit sampai 20.000 bahkan 40.000 per mm3 darah. Terjadinya
leukositosis merupakan indikator prognosis buruk penyakit malaria.28
Sel darah putih (leukosit) dibagi menjadi dua kelompok besar fagosit dan
limfosit. Granulosit yang mencakup tiga jenis sel, neutrofil, eosinofil dan
basofil bersama-sama dengan monosit merupakan fagosit. Limfosit sel
prekursornya dan sel plasma membentuk populasi imunosit. Normal
hanya sel fagosit matang dan limfosit yang ditemukan dalam darah tepi.29
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnosis
A Anamnesis
1 Pada anamnesis sangat perlu diperhatikan:
a Keluhan utama : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai
nyeri kepala, mual, mutah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
b Riwayat berkunjung atau bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah
endemik malaria.
c Riwayat tinggal di daerah endemic malaria.
d Riwayat sakit malaria
e Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
f Riwayat mendapat transfuse darah
2 Selain hal diatas pada tersangka malaria berat dapat ditemukan keadaan
berikut ini:
a Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat
b Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
c Kejang kejang
d Panas sangat tinggi
e Mata dan tubuh kuning
f Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
g Napas cepat atau sesak napas
h Muntah terus menerus dan tidak dapat minum
i Warna air seni seperti the tua dan dapat sampai kehitaman
j Jumlah air seni kurang ( oliguria) sampai tidak ada (anuria)
k Telapak tangan sangat pucat
B Pemeriksaan Fisik
1 Demam ( 37,5 C)
2 Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3 Pembesaran limpa ( splenomegali)
4 Pembesaran hati ( hepatomegali )
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut :
1 Temperature rectal (40C)
2 Nadi cepat dan lemah
3 Hipotensi 70/50 mmHg
4 Frekuensi nafas > 35x per menit orang dewasa. > 40x per menit pada balita,
pucat)
9 Ikterik
10 Adanya rongki
11 Pembesaran limpa dan hepar
12 Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai anuria
13 Gejala neurologi (kaku kuduk, reflex patologi)
C Pemeriksaan Lab
100LP)
(+)(+)(+) =positif 3(ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LP)
(+)(+)(+)(+) = positif 4(ditemukan >10 parasit dalam 1 LP)
b Kuantitaif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan Deteksi antigen parasit malaria, dengan
bermanfaat pada unit gawat darurat atau pada saat terjadi kerjadian luar biasa.
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu
malaria tanpa komplikasi harus dapat dibedakan degan penyakit infeksi lain sebagai
berikut:
a. Demam tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut, diare, lidah
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari. Disertai keluhan nyeri kepala, nyeri
tulang, nyeri ulu hati,sering muntah, penurunan jumlah trombosit, uji tourniquet
c ISPA
Batuk, beringus, sakit menelan, sakit kepala, sesak, napas cepat, tarikan dinding
d Leptospirosis ringan
Demam tinggi, nyeri kepala mialgia,nyeri perut, mual muntah, tes leptodipstik
positif.
H. Komplikasi Malaria
Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau
<1 ml/kg BB/jam pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi). Komplikasi
gagal ginjal akut jarang pada anak <5 tahun dengan malaria berat, dan
berkurangnya keluaran urin sering disebabkan oleh karena dehidrasi.
Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dl), terutama sering terjadi pada usia yang
lebih muda (di bawah usia 3 tahun). Gagal sirkulasi atau syok, dengan
tekanan sistolik <70 mmHg (pada anak tekanan nadi 20 mmHg), disertai
keringat dingin.
Terjadi perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler. Makroskopik
hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut. Diagnosa dengan post-
mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada
jaringan otak. 26,30
Tabel 2.2. Perbedaan antara Malaria Berat pada Orang Dewasa dan
Pada Anak-anak23,25
I. Pencegahan Malaria
1. Pencegahan Primer
b. Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria secara umum adalah untuk mengurangi
angka kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan
mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu, upaya pengobatan
mempunyai peranan penting lainnya yaitu mencegah kemungkinan
terjadinya penularan penyakit dari seseorang yang mengidap
penyakit kepada orang-orang sehat lainnya.32
c. Pengobatan Khusus
Pengobatan malaria klinis pada anak-anak dapat diberikan pada hari
I yaitu klorokuin basa dengan dosis 10 mg/kgBB dan primakuin 0,75
mg/kgBB, hari II klorokuin basa 10 mg/kgBB, hari III klorokuin basa
5 mg/kgBB. Bila dengan pengobatan pada hari IV masih panas atau
hari ke VIII masih dijumpai parasit maka diberikan kina 30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 7 hari. Apabila pada hari
IV setelah pengobatan lini kedua, penderita tetap demam segera
dirujuk untuk mendapatkan diagnosis yang pasti.21
Pemberian Kina selama 7 hari, pada anak usia <1 tahun harus
berdasarkan berat badan, diberikan 3 kali sehari dengan dosis
10mg/kgBB/kali. Doksisiklin tidak diberikan pada anak usia <8
tahun, Doksisiklin diberikan 2 x 1 tablet/hari selama 7 hari, bila tidak
ada Doksisiklin dapat digunakan Tetrasiklin. Tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak umur <12 tahun, Tetrasiklin diberikan dengan
dosis 4 x 1 tablet/hari selama 7 hari. Primakuin tidak boleh diberikan
pada anak usia <1 tahun.
3. Pencegahan Tertier
Apabila parasit di dalam sel darah merah tidak dimusnahkan oleh daya tahan
tubuh atau pengobatan, dan jumlah parasit dalam sel darah merah meningkat
disertai dengan gejala-gejala klinis, maka keadaan ini yang disebut
rekrudesensi. Pada semua spesies dapat terjadi rekrudesensi. Bila infeksi pada
sel darah merah dapat diatasi dan di kemudian hari terjadi relaps akibat invasi
baru oleh merozoit hati, hal ini disebut rekurens atau relaps yang
sesungguhnya.34
KESIMPULAN
8. Depkes RI, 1999. Modul Epidemiologi Malaria 1. Ditjen PPM & PLP.
Jakarta.
10. Suparman E., 2005. Malaria pada Kehamilan. Jurnal Cermin Dunia
Kedokteran No 146. Jakarta.
11. Chahaya I., 2003. Pengaruh Malaria Selama Kehamilan. USU Digital
Library.
14. WHO, 2009. World Malaria Report 2009. WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data.
16. Lubis C. P. dan Pasaribu S., 2002. Malaria in North Sumatera Province
The Situation and Characteristics. Department of Child Health Medical
School, University of Sumatera Utara. USU Digital Library. Medan.
17. Depkes RI, 2009. Buku Pedoman Peringatan Hari Malaria Sedunia Ke 2,
25 April 2009. Jakarta.
19. WHO. 2000. WHO Expert Comite on Malaria. WHO Technical Report
Series. Geneva.
21. Zaluchu, F. dan Arma A., 2007. Studi Kualitatif Sosio-Psikologi Masyarakat
Terhadap Penyakit Malaria di Daerah Endemis Malaria (Studi Kasus di
Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias). Jurnal Info Kesehatan
Masyarakat. FKM USU. Medan.
23. Rampengan T.H. dan Laurentz I.R., 1990. Penyakit Infeksi Tropik pada
Anak. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
24. Sudoyo A.W., 2006. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
28. Fawcett, Don W., 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
29. Hoffbrand, A.V. dan Pettit J.E., 1996. Kapita Selekta : Hematologi
(Essential Haematology). Edisi II. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
32. Depkes RI, 2002. Modul Penemuan Penderita dan Pengobatan Malaria
Buku 5. Ditjen PPM & PLP. Jakarta.