Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKALAH

AGAMA ISLAM

PENCURIAN, PERAMPOKAN DAN PENJAMBRETAN

OLEH
Ade Putra Syawal

Amelia Simon

Asrani Purwanti

Asriyuni Adha

Astri Alami

Auliyah

SMAK MAKASSAR
PENCURIAN, PERAMPOKAN DAN PENJAMBRETAN
Mencuri adalah mengambil harta orang lain dengan cara diam-diam atau
sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanan.

Merampas atau merampok adalah mengambil harta orang lain dengan


kekerasan atau ancaman dengan senjata dan kadang disertai dengan pembunuhan.

Dampak dari perbuatn mencuri merampok bagi pelakunya :

a. Hidupnya tidak akan pernah tenang, akan mengalami kegelishan batin


karena merasa bersalah dan dikejar-kejar serta khawatir jika hasil
perbuatan itu diketahui orang lain.
b. Jika tertangkap, tentu akan dijatuhi hukuman sesuai dengan UU yang
berlaku, tidak jarang pelaku di adili oleh massa hingga tewas karena
merasa jengkel.
c. Perbuatan tersebut mencemarkan nama baik pelakunya
d. Perbuatan tersebut dapat merusak iman karena ia melakukan dosa.
Jika tidak sempat berobat,, kemudian mati dalam keadaan fisik, tentu
ia akan mendapat siksa pedih di akhirat nanti.

Hukum Islam kepada pencurian, perampokan, dan


penjambretan.

Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam pernah memotong tangan orang yang


mencuri sebuah perisai yang harganya 3 dirham. (1) Beliau Shallallahu Alaihi
Wasallam juga pernah menetapkan bahwa tangan pencuri tidak boleh dipotong
kalau hasil curiannya kurang dari dinar. (HR. Al-Bukhari (12/89), Muslim
(1684), Malik (2/832), At-Tirmidzi (1445) dan Abu Daud (4383) dari hadits Aisyah
-radhiallahu anha-.) Telah shahih dari beliau bahwa beliau bersabda, Potonglah
tangan pada pencurian senilai dinar, dan jangan kalian memotong kalau nilainya
di bawah dari itu. Disebutkan oleh Imam Ahmad -rahimahullah-. (HR. Ahmad
(6/80) dari hadits Aisyah -radhiallahu anha- dengan sanad yang kuat) Aisyah
-radhiallahu anha- berkata, Tidak pernah ada pemotongan tangan pencuri di
zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pada curian yang nilainya kurang
dari harga perisai, tameng dan setiap dari benda ini mempunyai nilai. (HR. Al-
Bukhari (12/89), Muslim (1684) dan Malik dalam Al-Muwaththa` (2/832)) Telah
shahih dari beliau bahwa beliau bersabda, Allah melaknat pencuri yang mencuri
seutas tali lalu tangannya dipotong, dan yang mencuri sebutir telur lalu tangannya
dipotong. (HR. Al-Bukhari (12/94), Muslim (1687) dan An-Nasa`i (8/65)) Ada
yang mengatakan: Yang dimaksud di sini adalah tali tambang kapal sedangkan
telur maksudnya adalah besi. Ada yang mengatakan: Bahkan yang dimaksud
adalah semua tali dan telur. Ada yang mengatakan: Ini adalah pengabaran terhadap
sebuah kenyataan yang pernah terjadi, maksudnya: Dia mencuri barang itu lalu
mengakibatkan tangannya dipotong karena pencurian kecil itu mengantarkannya
untuk mencuri barang yang lebih besar nilainya daripada itu. Al-Amasy berkata,
Mereka (para tabiin) menganggap yang dimaksud di situ adalah besi putih
sedangkan tali adalah tali yang setara harganya dengan beberapa dirham. Beliau
menghukumi seorang perempuan yang pernah meminjam perhiasan lalu dia tidak
mengakuinya, dengan memotong tangannya. (2) Ahmad -rahimahullah-
berpendapat dengan hukum ini (3) dan tidak ada dalil yang bertentangan
dengannya. Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam menghukumi menggugurkan
hukum potong tangan dari al-muntahib (mencuri dari harta ghanimah), al-
mukhtalis (perampas), dan al-kha`in (4), dan yang dimaksud dengan al-kha`in
adalah yang mengkhianati barang yang dia pinjam. Adapun orang yang tidak
mengakui barang yang dia pinjam, maka dia termasuk ke dalam golongan pencuri
menurut syariat, karena tatkala para sahabat berbicara kepada Nabi r mengenai
seorang perempuan yang meminjam perhiasan lalu dia mengingkarinya maka
beliau memotong tangannya, dan beliau bersabda, Demi Yang jiwaku berada di
tangan-Nya, seandainya Fathimah bintu Muhammad mencuri niscaya saya akan
memotong tangannya. (5) Maka beliau Shallallahu Alaihi Wasallam
menggolongkan orang yang tidak mengakui barang pinjaman ke dalam nama
pencuri, sebagaimana beliau memasukkan semua jenis makanan yang
memabukkan ke dalam nama khamar, maka cermatilah hal ini. Ini adalah
pengenalan kepada umat mengenai apa yang Allah inginkan dari firman-Nya.
Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam menggugurkan hukum potong tangan dari
pencuri buah-buahan dan katsar. Beliau menetapkan bahwa siapa saja yang
memakan darinya dengan mulutnya (yakni: Memakannya di atas pohon dan tidak
memetiknya dari tangkainya, pent.) karena dia membutuhkannya maka tidak ada
hukuman atasnya, dan barangsiapa yang keluar dengan membawanya maka dia
wajib mengganti nilainya dua kali lipat dan mendapatkan hukuman. Barangsiapa
yang mencuri sesuatu darinya dari dalam jarinnya maka tangannya wajib dipotong
kalau nilai curiannya setara dengan nilai perisai (6). Inilah keputusan tetap beliau
dan hukum beliau yang adil. Beliau menetapkan tentang kambing yang dicuri dari
tempat pengembalaannya, harus diganti dengan harganya dua kali lipat dan
pencurinya dipukul sebagai pelajaran. Adapun yang dicuri dari kandangnya, maka
tangan pencurinya dipotong kalau nilainya setara dengan harga perisai. (HR.
Ahmad (2/180), An-Nasa`i (8/86) dan Ibnu Majah (2596) dari hadits Amr bin
Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, dan sanadnya hasan) Beliau telah menetapkan
memotong tangan pencuri selendang Shafwan bin Umayyah ketika dia sedang
tertidur di masjid, lalu Shafwan berniat memberikan selendang itu kepadanya atau
menjualnya kepadanya, maka beliau bersabda, Kenapa kamu tidak melakukannya
sebelum kamu membawa dia kepadaku? (HR. Abu Daud (4394) dan An-Nasa`i
(8/68, 69, 70) dengan sanad yang shahih) Beliau memotong tangan pencuri yang
mencuri perisai dari shaf perempuan di masjid. (HR. Ahmad (2/145), Abu Daud
(4386) dan An-Nasa`i dari hadits Ibnu Umar, dan sanadnya shahih) Beliau
mencegah pemotongan seorang budak yang termasuk dari budak-budak al-khumus,
yang dia mencuri dari al-khumus (7),dan beliau bersabda, Itu adalah harta Allah
yang saling mencuri antara satu sama lain. HR. Ibnu Majah (8). Pernah
didatangkan kepada beliau seorang pencuri lalu pencuri itu mengaku akan tetapi
tidak ditemukan padanya barang curian, maka beliau bersabda, Apa yang
membuat dia mengira bahwa dirinya mencuri? dia menjawab, Betul saya
mencuri. Lalu beliau mengulangi ucapannya sebanyak dua atau tiga kali lalu
beliau memerintahkan agar tangannya dipotong. (9) Ada pencuri lain yang pernah
dibawa kepada beliau lalu beliau bersabda, Apa yang membuat dia mengira
bahwa dirinya mencuri? dia menjawab, Betul saya mencuri. Maka beliau
bersabda, Bawalah dia lalu potonglah tangannya kemudian obatilah dia sampai
darahnya berhenti mengalir kemudian bawalah dia kembali kepadaku. Maka
tangannya dipotong kemudian dia didatangkan lagi kepada Nabi Shallallahu
Alaihi Wasallam lalu beliau bersabda, Bertaubatlah kamu kepada Allah, maka
dia berkata, Saya bertaubat kepada Allah, lalu beliau bersabda, Allah telah
menerima taubatmu. (10) Dalam riwayat At-Tirmidzi beliau bahwa beliau pernah
memotong tangan seorang pencuri dan menggantungkan tangannya di atas
tengkuknya. Dia (At-Tirmidzi) berkata, Ini adalah hadits yang hasan. (11) Fasal
Hukum beliau Shallallahu Alaihi Wasallam kepada orang yang menuduh orang
lain mencuri Abu Daud meriwayatkan dari Azhar bin Abdillah bahwa ada sebuah
kaum yang kecurian barang lalu mereka menuduh sekelompok orang dari Al-
Hakah yang telah mencurinya. Mereka kemudian mendatangi An-Numan bin
Basyir sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam , maka dia memenjarakan
mereka selama beberapa malam lalu setelah itu melepaskan mereka. Melihat hal
itu, mereka lalu mendatanginya dan berkata, Engkau melepaskan mereka tanpa
ada pukulan dan ujian? dia berkata, Apa yang kalian inginkan: Jika kalian mau
saya memukulnya, maka saya akan memukulnya kalau barang kalian ditemukan
pada mereka, tapi jika tidak maka saya akan memukul pungung-punggung kalian
sebagaimana saya memukul punggung-punggung mereka. Maka mereka berkata,
Apa ini hukummu? dia menjawab, Ini adalah hukum Allah dan Rasul-Nya.
(HR. Abu Daud (4382) dalam Al-Hudud: Bab Menguji dengan pukulan dan An-
Nasa`i (8/66) dalam As-Sariq: Bab Menguji pencuri dengan pukulan, dan sanadnya
kuat) Fasal Hukum-hukum ini mengandung beberapa perkara: Pertama: Tidak
boleh memotong tangan pencuri kalau nilai barang curiannya lebih kecil dari 3
dirham atau dinar. Kedua: Bolehnya melaknat para pelaku dosa-dosa besar
secara umum, bukan per individu. Sebagaimana beliau r telah melaknat pencuri,
melaknat pemakan riba dan yang memberi makan dengannya, melaknat peminum
khamar dan yang memerasnya, serta melaknat orang yang melakukan amalan
kaum Luth (12). Beliau melarang dari melaknat Abdullah Himar yang baru saja
habis meminum khamar. (Hadits shahih, dan takhrijnya telah berlalu pada halaman
43 (kitab asli)) Tidak ada kontradiksi antara kedua perkara ini, karena sifat yang
laknat tertuju padanya mengharuskan hal tesebut. Adapun per individu maka bisa
jadi ada perkara-perkara yang menghalangi sampainya laknat ini kepadanya,
misalnya dia mempunyai kebaikan yang menghapuskan kesalahannya, atau taubat
atau musibah-musibah yang menghapuskan dosa atau ampunan dari Allah
kepadanya. Karenanya boleh melaknat jenis perbuatan tapi tidak boleh
individunya. Ketiga: Adanya arahan untuk menutup pintu-pintu dosa, karena beliau
mengabarkan bahwa pencurian seutas tali dan sebutir telur tidak akan
menjadikannya jera sampai tangannya dipotong. Keempat: Memotong tangan
orang yang tidak mengakui barang pinjamannya, dan dia dinamakan sebagai
pencuri menurut syariat, sebagaimana yang telah berlalu. Kelima: Orang yang
mencuri harta yang nilainya tidak sampai menyebabkan tangannya dipotong maka
ganti ruginya dilipatgandakan dua kali. Imam Ahmad -rahimahullah- telah
menegaskan hal ini dan berkata, Setiap orang yang hukum potong tangan gugur
darinya maka ganti ruginya dilipatgandakan. Telah berlalu hukum dari Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam dengan hukum ini pada dua keadaan: Pencurian buah
yang masih tergantung di pohonnya dan kambing yang ada di pengembalaannya.
Keenam: Penggabungan tazir dengan ganti rugi, dan ini merupakan penggabungan
antara dua hukuman: Hukuman yang bersifat materi dan fisik. Ketujuh:
Diperhitungkannya penjagaan barang. Karena beliau Shallallahu Alaihi Wasallam
menggugurkan hukum potong tangan dari pencuri buah-buahan yang masih ada di
pohonnya tapi beliau mewajibkan hukum ini kepada orang yang mencurinya dari
al-jarin.. Menurut Abu Hanifah, hal itu karena kekurangan hartanya akibat dari
mempercepat kerusakan menimpa harta itu, dan dia menjadikan hal ini sebagai
dalil dalam semua kejadian yang hartanya berkurang dengan mempercepat
kerusakan menimpa harta itu. Tapi pendapat mayoritas ulama lebih tepat karena
beliau Shallallahu Alaihi Wasallam menjadikan harta itu mempunyai tiga keadaan:
(1) Keadaan yang tidak ada apa-apa padanya, yaitu jika dia makan buah itu (di
pohonnya) langsung dengan mulutnya. (2) Keadaan yang dia harus diganti dua kali
lipat dan pencurinya dipukul tanpa memotong tangannya, yaitu jika dia mengambil
dan memetiknya dari pohon itu. (3) Keadaan yang tangannya dipotong karenanya,
yaitu jika dia mencurinya dari baidar (tempat penyimpanan) nya, baik dia sudah
kering sempurna maupun belum, karena yang menjadi patokan adalah tempat dan
penjagaan, bukan kering atau masih basahnya dia. Ini ditunjukkan oleh perbuatan
beliau r yang menggugurkan hukum potong tangan dari orang yang mencuri
kambing dari pengembalaannya, dan beliau mewajibkan potong tangan kepada
orang yang mencurinya dari kandangnya, karena itu adalah tempat penjagaannya.
Kedelapan: Penetapan adanya hukuman secara materi, yang dalam permasalahan
ini ada banyak sunnah yang tsabit dan tidak ada yang menentangnya. Para khulafa
ar-rasyidun dan selainnya dari kalangan sahabat Radhiallahu anhum telah
mengamalkannya, dan yang paling sering menerapkannya adalah Umar
Radhiallahu anhu. Kesembilan: Seorang dianggap menjaga sebagai tempat
penjagaan pakaian dan alas tidurnya yang dia tidur di atasnya dimanapun dia
berada, baik dia tidur di masjid atau selainnya. Kesepuluh: Masjid dianggap
sebagai tempat penjagaan bagi barang-barang yang biasa di simpan di situ, karena
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memotong tangan orang yang mencuri perisai
darinya. Karenanya orang yang mencuri terpal, pelita dan karpet dari masjid juga
harus dipotong tangannya, dan ini adalah salah satu dari dua pendapat dalam
mazhab Ahmad dan selainnya. Adapun ulama yang tidak mewajibkan tangannya
dipotong maka dia mengatakan: Karena dia mempunyai hak padanya, karenanya
jika dia tidak punya hak maka tangannya dipotong, misalnya kalau dia adalah kafir
dzimmi. Kesebelas: Meminta barang yang dicuri adalah syarat bolehnya
memotong tangan, karenanya jika pemiliknya memberikannya kepada pencurinya
atau menjualnya kepadanya sebelum kasusnya diangkat kepada imam, maka
hukum potong tangan pun gugur. Sebagaimana yang Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam sebutkan dengan tegas, Kenapa kamu tidak melakukannya sebelum
kamu membawa dia kepadaku? (Hadits shahih, telah berlalu pada halaman 47
(kitab asli)) Kedua belas: Hal itu tidak menggugurkan hukum potong tangan kalau
kasusnya sudah sampai kepada imam, dan demikian pula halnya dengan semua
hukum had yang sudah sampai kepada imam. Telah tsabit dari beliau r akan tidak
bolehnya hukum had digugurkan, dalam As-Sunan dari beliau, Kalau hukum had
sudah sampai kepada imam maka Allah melaknat yang memberikan syafaat
(bantuan) dan yang diberikan syafaat (dibantu). (13) Ketiga belas: Orang yang
mencuri dari sesuatu yang dia mempunyai hak padanya, tangannya tidak dipotong.
Keempat belas: Tangan pencuri tidak dipotong kecuali setelah dia mengakuinya
sebanyak dua kali atau dengan dua orang saksi, karena pencuri tadi mengaku di sisi
beliau lalu beliau bersabda, Darimana kamu tahu kalau kamu mencuri? dia
menjawab, Betul saya mencuri, maka barulah ketika itu beliau memotong
tangannya, dan beliau tidak memotongnya sampai beliau mengatakan kepadanya
ucapan itu sebanyak dua kali. Kelima belas: Menganjurkan kepada pencuri agar
dia tidak mengaku dan agar dia menarik kembali pengakuannya. Tapi ini bukanlah
hukum untuk semua pencuri, bahkan di antara pencuri ada yang nanti mengaku
setelah dihukum dan diancam, sebagaimana yang akan datang insya Allah Taala.
Keenam belas: wajib atas imam untuk menyembuhkannya setelah tangannya
dipotong agar dia tidak mati. Dalam sabda beliau, Sembuhkanlah dia, ada dalil
bahwa biaya perawatan bukan ditanggung oleh pencuri. Ketujuh belas:
Menggantung tangan pencuri di tengkuknya sebagai pelajaran baginya dan bagi
orang lain yang melihatnya. Kedelapan belas: Memukul orang yang menuduh jika
nampak darinya tanda-tanda kedustaan. Nabi r telah memberikan hukuman kepada
orang yang menuduh dan memenjarakan orang yang menuduh. Kesembilan belas:
Wajib melepaskan tertuduh jika tidak nampak darinya sesuatu pun dari yang
dituduhkan kepadanya. Dan bahwa jika penuduh ridha kalau tertuduh dipukul: Jika
hartanya ditemukan padanya (tertuduh) maka tidak masalah, tapi jika tidak maka
dia (penuduh) harus dipukul seperti pukulan yang diberikan kepada orang yang dia
tuduh kalau dia menerimanya. Ini semua bersamaan dengan adanya tanda-tanda
yang kedustaan, sebagaimana yang An-Numan bin Basyir putuskan dan beliau
mengabarkan bahwa itu adalah hukum Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam .
Kedua puluh: Adanya kisas dalam hal pemukulan dengan cambuk, tongkat dan
semacamnya. Fasal Abu Daud meriwayatkan dari beliau bahwa beliau pernah
memerintahkan untuk membunuh seorang pencuri, lalu mereka (para sahabat)
berkata, Dia hanya mencuri, maka beliau bersabda, Potonglah tangannya.
Kemudian orang itu didatangkan lagi untuk kedua kalinya lalu beliau
memerintahkan untuk membunuhnya lalu mereka (para sahabat) berkata, Dia
hanya mencuri, maka beliau bersabda, Potonglah tangannya. Kemudian orang
itu didatangkan lagi untuk ketiga kalinya lalu beliau memerintahkan untuk
membunuhnya lalu mereka (para sahabat) berkata, Dia hanya mencuri, maka
beliau bersabda, Potonglah tangannya. Kemudian orang itu didatangkan lagi
untuk keempat kalinya lalu beliau memerintahkan untuk membunuhnya lalu
mereka (para sahabat) berkata, Dia hanya mencuri, maka beliau bersabda,
Potonglah tangannya. Kemudian orang itu didatangkan lagi untuk kedua kalinya
lalu beliau memerintahkan untuk membunuhnya lalu mereka pun akhirnya
membunuhnya. (14) Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum ini: An-
Nasa`i dan selainnya tidak menshahihkan hadits ini. An-Nasa`i berkata, Ini adalah
hadits yang mungkar, Mushab bin Tsabit bukanlah rawi yang cukup kuat (laisa bil
qawi). Yang lainnya menshahihkan hadits uni dan mengatakan kalau ini adalah
hukum yang khusus berlaku kepada laki-laki itu saja, tatkala Rasulullah r
mengetahui adanya maslahat dengan membunuhnya. Kelompok ketiga menerima
hadits ini dan berpendapat dengannya, yaitu bahwa jika seorang pencuri sudah
mencuri sampai lima kali maka dia dibunuh pada pencurian yang kelima. Di antara
yang berpendapat dengan mazhab ini adalah Abu Mushab dari kalangan Al-
Malikiah. Dalam hukum ini ada keterangan bolehnya memotong keempat anggota
tubuh pencuri. Abdurazzaq meriwayatkan dalam Al-Mushannaf: Bahwa
didatangkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam seorang budak yang
mencuri da dia telah didatangkan kepada beliau sebanyak empat kali tapi beliau
membiarkannya. Kemudian dia didatangkan pada kali kelima maka beliau
memotong satu tangannya, kemudian pada kali keenam beliau memotong satu
kakinya, kemudian pada kali ketujuh beliau memotong tangannya yang lain,
kemudian pada kali kedelapan beliau memotong kakinya yang lain. (15) Para
sahabat dan para ulama setelah mereka berbeda pendapat dalam hal: Apakah semua
anggota tubuhnya boleh dipotong atau tidak? Ada dua pendapat: Asy-Syafii,
Malik dan Ahmad -dalam salah satu riwayat- berkata: Boleh dipotong semuanya.
Sedangakan Abu Hanifah dan Ahmad -dalam riwayat kedua- berkata: Tidak boleh
dipotong melebihi dari satu tangan dan satu kaki. Dibangun di atas pendapat ini,
apakah yang terlarang adalah (1) menghilangkan fungsi anggota tubuh yang sejenis
atau (2) menghilangkan dua anggota tubuh pada sisi tubuh yang sama? Dalam
masalah ini ada dua sisi, yang akan nampak pengaruhnya dalam masalah: Jika
yang tangan yang terpotong hanyalah yang kanan saja, atau kaki yang terpotong
hanyalah yang kiri saja. Kalau kita mengatakan: Boleh memotong semua anggota
tubuhnya maka hal ini tidak berpengaruh. Tapi jika kita mengatakan: Tidak boleh
memotong semuanya, maka pada bentuk pertama yang dipotong adalah kaki
kirinya dan pada bentuk kedua yang dipotong adalah tangan kanannya berdasarkan
kedua sebab di atas. Jika yang terpotong adalah tangan kiri bersama kaki kanan
maka dia tidak dipotong berdasarkan kedua sebab di atas, dan jika yang dipotong
adalah tangan kiri saja, maka tangan kanannya tidak potong berdasarkan kedua
sebab di atas. Dan ini kurang tepat maka cermatilah. Apakah pemotongan kaki kiri
dibangun di atas kedua sebab di atas? Jika kita menjadikan hilangnya manfaat
anggota tubuh sejenis sebagai sebab maka kakinya boleh dipotong, tapi jika kita
menjadikan hilangnya dua anggota tubuh pada sisi tubuh yang sama sebagai sebab
maka kakinya tidak boleh dipotong. Jika yang terpotong hanyalah kedua tangan
dan kita menjadikan hilangnya manfaat anggota tubuh sejenis sebagai sebab maka
kakinya kirinya dipotong, tapi jika yang kita jadikan sebab adalah hilangnya dua
anggota tubuh pada sisi tubuh yang sama maka tidak boleh dipotong. Ini adalah
penerapan kaidah ini. Pengarang Al-Hurrar berkata dalam masalah ini, Tangan
kanannya dipotong berdasarkan kedua riwayat. Dan harus dibedakan antara dia
dengan masalah orang yang terpotong kedua tangannya. Yang disebutkan dalam
perbedaannya: Kalau yang terpotong adalah kedua kakinya maka dia seperti orang
yang duduk, dan jika yang dipotong adalah salah satu tangannya maka dia bida
memanfaatkan tangan yang satunya untuk makan, minum, berwudhu, istijmar dan
selainya. Kalau yang terpotong adalah kedua tangannya maka dia tidak bisa
menggunakan anggota tubuhnya kecuali kedua kakinya, karenanya jika salah satu
kakinya tidak ada maka tidak mungkin baginya untuk menggunakan satu kaki
tanpa tangan. Di antara perbedaannya: Satu tangan bisa dimanfaatkan bersamaan
dengan tidak adanya manfaat berjalan, sedangkan satu kaki tidak bisa bermanfaat
tanpa adanya manfaat menyentuh. [ Diterjemahkan dari kitab Zaad Al-Ma'ad
karya Ibnu Al-Qayyim hal. 689-692 cet. Darul Kutub Al-Ilmiah (1 jilid)]
____________ 1. HR. Al-Bukhari (12/93, 94) dalam Al-Hudud: Bab firman Allah
Taala, Pencuri laki-laki dan perempuan maka potonglah tangan-tangan
keduanya, Muslim (1686) dalam Al-Hudud: Bab Hukum had pencurian dan
nishabnya, Malik (2/831), At-Tirmidzi (1446), Abu Daud (4385) dan An-Nasa`i
(8/76) dari hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma- 2. HR. Abu Daud (4395) dalam
Al-Hudud: Bab Pemotongan tangan karena barang pinjaman yang tidak diakui, An-
Nasa`i (8/70) dalam As-Sariq: Bab Apa yang merupakan penjagaan dan apa yang
bukan dan Ahmad (2/151) dari hadits Ibnu Umar -radhiallahu anhuma-.
Diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Ash-Shahih (1688) (10) dari hadits Aisyah
-radhiallahu anha- dia berkata, Ada seorang perempuan Makhzumiah yang
meminjam sebuah perhiasan lalu dia tidak mau mengakuinya, maka Nabi r
memerintahkan untuk memaotong tangannya. 3. Dan ini juga merupakan
pendapat Ishak bin Rahawaih sebagaimana dalam Syarh As-Sunnah (10/322) 4.
HR. Abu Daud (4391), At-Tirmidzi (1448), An-Nasa`i (8/89) dan Ibnu Majah
(2591) dari hadits Jabir bin abdillah -radhiallahu anhuma-. At-Tirmidzi berkata,
Hadits ini hasan shahih, dan telah dishahihkan oleh Ibnu hibban (1502, 1503)
dan Abdul Haq mendiamkannya dalam Al-Ahkam karyanya dan diikuti oleh Ibnu
Al-Qaththan setelahnya, yang mana ini berrati hadits ini shahih menurut keduanya.
5. HR. Al-Bukhari (12/76) dalam Al-Hudud: Bab Penegakan hukum had kepada
orang yang terpandang dan rakyat rendahan dan Muslim (1688) dari hadits Aisyah
-radhiallahu anha-. 6. HR. Abu Daud (1710, 1711, 1712, 1713, 4390), An-Nasa`i
(8/65, 86) dan Ahmad (6683, 6746) dari hadits Amr bin Syuaib dari ayahnya dari
kakeknya dengan sanad yang shahih. Dalam permasalahan ini ada juga hadits dari
Rafi bin Khadij dalam Al-Muwaththa` (2/839), At-Tirmidzi (1449), Abu Daud
(4388) dan Ibnu Majah (2593) dengan lafazh, Tidak ada pemotongan tangan pada
buah-buahan dan katsar, dan haditsnya shahih. Al-katsar adalah mayang pohon
korma, sedangkan al-jarin adalah tempat buah-buahan yang dia dikeringkan di
dalamnya, seperti al-baidar untuk gandum. 7. Dia adalah seperlima dari
keseluruhan harta ghanimah, yang diserahkan kepada Allah dan Rasul-Nya, pent.
8. HR. Ibnu Majah (2590) dari hadits Ibnu Abbas, dan dalam sanadnya ada Jubarah
bin Al-Mughallis dan Hajjaj bin Tamim, dan keduanya adalah rawi yang lemah. 9.
HR. Abu Daud (4380), An-Nasa`i (8/67) dan Ibnu Majah (2597) dari hadits Abu
Umayyah Al-Makhzumi, dan dalam sanadnya ada Abu al-Mundzir maula Abu
Dzar, seorang rawi yang majhul, dan rawi lainnya tsiqah. 10. HR. Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak (4/381) dari hadits Ad-Darawardi dari Yaziz bin Khushaifah dari
Muhammad bin Abdirrahman bin Tsauban dari Abu Hurairah , lalu dia (Al-
Hakim) menshahihkannya dan Adz-Dzahabi menyetujuinya. Akan tetapi Ad-
Daraquthni berkata (2/331) -setelah dia meriwayatkan hadits ini-, Ats-Tsauri telah
meriwayatkannya dari Yazid bin Khushaifah dari Muhammad bin Abdirrahman bin
Tsauban dari Nabi r secara mursal. Demikian pula Abu Daud meriwayatkannya
dalam Al-Marasil dari Ats-Tsauri secara mursal. Abdurrazzaq meriwayatkannya
(18923) dia berkata, Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami dari Ats-Tsauri secara
mursal, dan Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam meriwayatkannya dalam Gharib Al-
Hadits dia berkata, Ismail bin Jafar menceritakan kepada kami dari Yazid bin
Khushaifah dengannya secara mursal. 11. HR. Abu Daud (4411), At-Tirmidzi
(1447), An-Nasa`i (892, 93) dan Ibnu Majah (2587) dari hadits Fudhalah bin
Ubaid, dan dalam sanadnya ada Al-Hajjaj bin Artha`ah, seorang rawi yang sangat
banyak kesalahan dan tadlisnya, serta Abdurrahman bin Muhairiz, tidak ada yang
mentautsiqnya kecuali Ibnu Hibban. 12. Hadits tentang laknat kepada pencuri
diriwayatkan oleh Al-Bukhari (12/71, 72) dan Muslim (1687). Hadits tentang
laknat kepada pemakan riba diriwayatkan oleh Al-Bukhari (10/330) dan Muslim
(1597). Hadits tentang laknat kepada peminun khamar dan yang memerasnya,
diriwayatkan oleh Ahmad (5716), Abu Daud (3674) dan Ibnu Majah (3380) dari
hadits Ibnu Umar dengan sanad yang shahih. Hadits tentang laknat kepada orang
yang melakukan amalan kaum Luth , diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad
(1/217, 309, 317) dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban. 13. Hadits ini tidak
diriwayatkan oleh seorang pun dari pengarang As-Sunan, dia hanya diriwayatkan
dalam Al-Muwaththa` (2/835) dari Rabiah bin Abi Abdirrahman bahwa Az-Zubair
bin Al-Awwam 14. HR. Abu Daud (4410) dalam Al-Hudud: Pencuri yang telah
mencuri berulang kali dan An-Nasa`i (8/90, 91) dalam As-Sariq: Bab Memotong
kedua tangan dan kedua kaki pencuri dari hadits Jabir bin Abdillah. Dalam
sanadnya ada Mushab bin Tsabit, seorang rawi yang lemah sebagaimana yang
dikatakan oleh An-Nasa`i dan selainnya. Al-Hafizh berkata dalam At-Talkhish,
Saya tidak mengetahui ada satu pun hadits yang shahih dalam masalah ini. 15.
HR. Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (18773) dan Al-Baihaqi (8/273) dari hadits
Ibnu Juraij dia berkata: Abdu Rabbih bin Abi Umayyah mengabarkan kepadaku
bahwa Al-Harits bin Abdillah bin Abi Rabiah menceritakan kepadanya bahwa Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam Abdu Rabbih adalah seorang rawi yang majhul,
sedangkan riwayat Al-Harits bin Abdillah dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
adalah mursal.

Anda mungkin juga menyukai