Refkas LEPTOSPIROSIS
Refkas LEPTOSPIROSIS
Disusun oleh:
Lisa Ikha Herwiani
012116435
Pembimbing :
dr. Syamsul Hadi, Sp.PD
A. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Tn. N K
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Demak
Pekerjaan : Petani
Ruang : Lily
No. RM :
Tanggal Masuk : 14 Maret 2017
Tanggal Keluar : 18 Maret 2017
B. DATA DASAR
1. Anamnesis
Keluhan utama : demam 1 minggu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Sunan Kalijaga Demak pada tanggal 14 Maret 2017
dirujuk dari puskesmas Mijen oleh keluarga.
o Onset: 1 minggu SMRS
o Lokasi: seluruh tubuh
o Kuantitas: demam naik turun dirasakan sepanjang hari dan terus menerus
o Kualitas: pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
o Kronologi: Pasien datang dengan keluhan demam 1 minggu naik turun
dan tinggi saat malam hari, menggigil, dan keringat dingin. Mual (+),
muntah (+) 5x berisi air dan dahak, bab (+), bak (+) warna kuning pekat.
Nafsu makan pasien juga berkurang belakangan ini. Pasien juga merasakan
pegal di kedua tungkainya dan nyeri semakin lama semakin bertambah sampai
tidak bisa jalan sehingga menganggu aktifitas pasien. Nyeri bertambah saat pasien
melakukan aktifitas. Sehari-hari pasien bekerja sebagai petani di sawah dan
mengaku apabilakakinya sering tertusuk keong sawah. Kesehariannya pasien
bekerja di sawah tanpa alas kaki dan kedua kakinya sering terendam air sawah.
Kemudian pasien dibawa oleh keluarganya ke puskesmas dan dirujuk ke
RSUD Sunan Kalijaga Demak.
o Faktor memperingan: Keluhan pasien dirasakan lebih ringan ketika
istirahat.
o Faktor memperberat: Saat melakukan aktivitas sehari-hari pasien
merasakan lemas .
o Keluhan lain: -
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat demam lama disangkal. Riwayat sering mudah lelah atau kebiruan sejak
kecil disangkal. Riwayat lahir dengan gangguan jantung disangkal. Riwayat
merokok diakui.
Riwayat Penyakit Keluarga: Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien seorang petani, tinggal bersama istri dan
anaknya. Biaya pengobatan pasien menggunakan JKN PBI.
2. Pemeriksaan Fisik
Status Pasien
Kesadaran Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Usia : 30 tahun
BB : 68 kg
TB : 170 cm
Vital Sign
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78x/ menit, reguler
Suhu : 37,6oC
RR : 20 x/ menit
Pemeriksaan Fisik
a. Status Internus
Kepala : Mesocephal, alopesia (-)
Mata : Konjungtiva Scuffer (+/+), Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Telinga : Bentuk normal (+/+), discharge (-/-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), nyeri telan (-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (-)
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), JVP (+)
Extremitas :
Ekstremitas Superior Inferior
Oedem -/- -/-
b. PF Thorax - Paru
ANTERIOR POSTERIOR
INSPEKSI RR : 25x/min, Hyperpigmentasi RR : 25x/min, Hiperpigmentasi
Statis (-), tumor (-), inflammation (-), (-), tumor (-), inflammation (-),
spider nevi (-), Hemithorax D=S, spider nevi (-), Hemithorax D=S,
ICS Normal, Diameter AP < LL ICS Normal, Diameter AP < LL
INSPEKSI Pergerakan Hemithorax kanan = Pergerakan hemithorax kanan =
Dinamik kiri, tidak terlihat gerakan otot kiri, tidak terlihat gerakan otot
bantu nafas, retraksi ICS (-) bantu nafas, retraksi ICS (-)
PALPASI Nyeri tekan (-), tumor (-), Arcus Nyeri tekan (-), tumor (-),
costae angle < 90, pelebaran ICS pelebaran ICS (-), Sterm
(-), Stem fremitus D S fremitus D S
PERKUSI Dominan redup di paru sinistra Sonor di kedua lapang paru
Sonor di paru dekstra
AUSKULTASI Suara nafas dasar vesikuler, Suara nafas dasar vesikuler,
ronchi basah halus (-) , wheezing ronchi basah halus (-) , wheezing
(-) (-)
c. PF Thorax - Jantung
INSPEKSI
Ictus cordis tidak tampak
PALPASI
kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm lateral di ICS 5 linea midclavikula sinistra, pulsus
parasternal (-), pulsus epigastrium (-)
PERKUSI
Redup
Batas atas jantung
: ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung
Kanan jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung
: ICS IV linea sternalis dekstra
: ICS VI linea axillaris anterior sinistra, 2cm ke medial
AUSKULTASI
katup aorta : SD I-II murni
katup trikuspidal
: SD I-II murni
katup pulmonal
katup mitral : SD I-II murni
bising
: SD I-II murni
:-
Denyutan reguler
d. PF abdomen
INSPEKSI
bentuk datar, simetris, sikatrik (-), striae (-), caput medusa (-), hiperpigmentasi (-), spider nevi
(-), tanda peradangan pada umbilikus (-)
AUSKULTASI
PERKUSI
Perkusi 4 regio : timpani
Hepar : pekak (+), liver span dextra 8 cm, sinistra 5 cm. Tepi tajam. Permukaan licin.
Lien : troube space (+)
Ginjal : nyeri ketok ginjal (-/-)
Pekak sisi, pekak alih: (-)
PALPASI
Superfisial Nyeri tekan abdomen di regio epigastrium (+), Massa (-), defence muscular (-)
Dalam Nyeri tekan dalam di regio epigastrium (-)
Organ Hepar tidak teraba membesar, lien schuffner (0), ginjal tidak teraba membesar
Tes undulasi (-)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
14 Maret 2017
15 Maret 2017
17 Maret 2017
TINJAUAN PUSTAKA
LEPTOSPIROSIS
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit
ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,
infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada
manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai
sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan
sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi
selama musim hujan.
III. ETIOLOGI
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L.
Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar
yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L.
canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2,3
Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang
sering menyebabkan leptospirosis adalah:
Gambar 1. Leptospira
IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung
dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan;
dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak
dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin
binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit
atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan ,
maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerja-
pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih
selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak
dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja
laboratorium.
V. PATOGENESIS2,3,4
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari
jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya
sekresi bilirubin.
Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism
akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira
dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah
terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.
VI. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan
antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada
otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal
ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah.
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat nekrosis
tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis
dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan
leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat
fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis
berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis, vakuolisasi
dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang
akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody,
tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme
immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel mononuclear
arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan
oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit
Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah
serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copenhageni dan bataviae.
Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau disfungsi vascular.
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjungtivitis,
mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotofobia.
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun
ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa
minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti
pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang
nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali
merupakan tanda awal dari meningitis.
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah
selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah
nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ),
hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 %
kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis,
iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama
beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa
bulan setelah awal penyakit.
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit
kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
- sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin
tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis.
- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul
seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3
Leptospirosis anikterik *
Leptospirosis ikterik
* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)
DIAGNOSIS
I. ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan
dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif
di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk
wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan
adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak,
keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha.
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Pemeriksaan laboratorium umum
a. Pemeriksaan darah
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif
dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay,
Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.
Komplikasi di hati ditandai dengan peninggian transaminase dan bilirubin. Pada 50%
kasus didapat peninggian Creatinin Fosfokinase (CPK) pada fase awal sampai mencapai 5x
normal. Hal ini tidak terjadi pada hepatitis viral. Jadi jika terdapat peninggian transaminase dan
CPK, maka diagnosis leptospirosis lebih mungkin daripada hepatitis viral.
Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering gagal
dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada Leptospirosis yang
sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan sel-sel PMN ( pada awal )
tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS normal atau meningkat,
sedangkan glukosanya normal.
VI. DIAGNOSIS2,3
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis
sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya
serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih
Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13
Table 5 : Endemicity and titer13
BAB IV
DIAGNOSIS BANDING2
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah dengue,
malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan kimia, demam tifoid, demam
enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat, hepatitis virus,
demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal failure, demam berdarah virus
lain dengan komplikasi.
KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan
sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma
pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, disusul
dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada
leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan
tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal
oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam.
Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27
Invasi leptospira menyebabkan kerusakan tubulus dan glomerulus sebagai efek langsung
dari migrasi leptospira yang menyebar hematogen ke kapiler peritubuler menuju jaringan
interstitium tubulus dan lumen tubulus. Kerusakan jaringan tidak jelas apakah hanya efek
migrasi atau efek endotoksin leptospira.
2. Reaksi immunologi
Reaksi immunologi berlangsung cepat, adanya kompleks immune dalam sirkulasi dan
endapan komplemen dan adanya electron dance bodies pada glomerulus membuktikan adanya
proses immune cmplexs glomerulonephritis, dan terjadi tubule interstitial nefritis (TIN).
Iskemia ginjal
Temasuk disini adalah produksi urine <600ml/24jam dan penderita sudah dalam keadaan
hidrasi yang baik, kadar kreatinin darah >2gr%. Terjadi kira-kira pada 54% penderita
leptospirosis, dan mempunyai mortalitas yang tinggi serta prognosis yang kurang baik. Faktor-
faktor yang meramalkan prognosis kurang baik adalah:
Terdapat 50% darin leptospirosis, produksi urine >600ml/24jam, mortalitas lebih rendah
dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang baik, dengan
mortalitas 50-90%.
1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan
endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan infiltrasi sel radang pada
jaringan interstitialis.
2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium tanpa
adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap vasopressin,
sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria.
1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan fractional urinary excretion (Fe) kalium
yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K+ meningkat dan adanya gangguan
reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K+ dan FeNa berkorelasi dengan beratnya
GGA.
2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi kalium lewat
urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu penambahan kalium.
3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible.
TATALAKSANA
Suportif:
- Hidrasi dengan cairan yang mengandung elektrolit sampai tercapai rehidrasi.
- Monitoring elektrolit dan produksi urine dan balance cairan /24jam.
- Diuretika (furosemid/manitol), untuk mengubah GGA oliguria menjadi poliuria.
- Dopaminergik agent untuk memperbaiki perfusi ginjal (dopamine).
- Arterial natriuretik peptide.
- Untuk preservasi integritas sel: calcium channel blocker
- Stimulasi regenerasi sel (asam amino termasuk glysin, growth factor)
Antibiotika: eradikasi leptospira
Nutrisi:
- Meminimalkan balance nitrogen negative
- Intake kalori yang adequate.
- Mencegah volume overload.
Indikasi dialysis:
- Hiperkatabolik, produksi ureum > 60mg/24jam.
- Hiperkalemia, serum kalium >6meq/L.
- Asidosis metabolic, HCO3 < 12meq/L/
- Perdarahan.
- Kadar ureum yang sangat tinggi diikuti gejala klinik.
Hemodialisis tidak lebih menguntungkan untuk terapi pengganti pada GGA leptospirosis,
lebih dipilih tindakan dialysis peritoneal bila telah ada indikasi. Imam Parsudi (1976), dialysis
peritoneal pada GGA leptospirosis disamping dapat mengkoreksi kelainan biokimiawi akibat
GGA, juga dapat mengeluarkan bahan-bahan toksik akibat penurunan faal hati. 17
Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga akibat
dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis terjadi
pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan berupa:
kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear. Manifestasi
klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga menyebabkan
asfiksia. 13,20
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
V. Shock20
Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran
pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi.
Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh
efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi
intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada
mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari
peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini
menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ. 1,13
VI. Miokarditis
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian
akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab
aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal. 13,20
VII. Enchepalophaty
Didapatkan gejala meningitis atau meningoenchepalitis, nyeri kepala, pada cairan
cerebrospinalis (LCS) didapatkan pleositosis, santokrom, hitung sel leukosit 10-100/mm3, sel
terbanyak sel leukosit neutrofil atau sel mononuclear, glukosa dapat normal atau rendah, protein
meningkat (dapat mencapai 100mg%). Kadang-kadang didapatkan tanda-tanda menngismus
tanpa ada kelainan LCS, sindroma Gullian Barre. Pada pemeriksaan patologi didapatkan:
infiltrasi leukosit pada selaput otak dan LCS yang pleositosis. Setiap serotip leptospira yang
patologis mungkin dapat menyebabkan meningitis aseptic, paling sering Conikola,
Icterohaemorrhagiae dan Pamoma.12,20
BAB VI
TERAPI
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi
yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada
penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektans seperti lisol. Maka upaya Lisolisasi upaya "lisolisasi" seluruh permukaan lantai ,
dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah
berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan
menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari hewan
piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak dengan
kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan air
kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika kulit ada luka,
borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau
membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih sehat
diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki risiko tinggi
terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Di AS sejak Desember 2000 lalu, ada
anjuran bagi orang yang berisiko tinggi terjangkit leptospirosis diberikan terapi profilaksis
dengan doksisiklin 200 mg 1 x seminggu.
Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan
pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas hariannya di peternakan, atau yang bergiat di
ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang
mungkin singgah ke peternakan dan pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah, dan
berolahraga di danau atau sungai. Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan
diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat
mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai
setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine herds
disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan jauh dari
sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan.
B. KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
1. Treatment
a. Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
Penatalaksanaan konservatif
Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap
fungsi ginjal sangat perlu.
Terapi untuk leptospirosis berat16
Antipiretik
Nutrisi dan cairan.
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun
maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan
kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan protein essensial
dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan
kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada
fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase ologurik pemberian cairan harus
dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu banyak atau cairan yang justru
membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer laktat misalnya, justru akan
membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian cairan yang berlebihan akan
menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan dalam jumlah yang cukup
atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan
secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan nutrisinya.
Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang
memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan
beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional
tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.
Penanganan kegagalan ginjal.
Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis. Kelainan
ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat diketahui dengan
melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio <1). Juga dengan melihat
perbandingankreatinin urine dan plasma, renal failire index dll.
Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20
U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.
6. Perdarahan transfusi
Merupakan komplikasi penting pada leptospirosis, dan sering mnakutkan.
Manifestasi perdarahan dapat dari ringan sampai berat. Perdarahan kadang0-
kadang terjadi pada waktu mengerjakan dialisis peritoneal. Untuk
menyampingkan enyebab lain perlu dilakukan pemeriksaan faal koagulasi
secara lengkap. Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan
akibat trpmbositopati.
7. Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik, dialisis.17
BAB VII
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5
% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %
BAB VIII
KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman leptospira.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Leptospi Gejala
klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.
Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat
mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah
perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang beresiko tinggi
terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4.
FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.
2. Speelman, Peter. (2005). Leptospirosis, Harrisons Principles of Internal Medicine,
16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana Kasus
dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI
: Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor :
Jakarta. 2002.
5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
6. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis Kumpulan Makalah Sim-
posium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
7. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis
guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva : WHO.2003.109
8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional Bahaya Dan
Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan No. 15
Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di RSUPNCM,
2002.
11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients with severe
leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII PETRI,
Malang, Juli 2002.
12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as
dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002
13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in northeastern
Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J Trop Med Public Health
2002; 33: 155-60
14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection in an
urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8
15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with leptospirosis and
acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):327-32
16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure; (Brenners &
Rectors) ed WB Saunders. 2001: 465-83
17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars of
Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals of Semarang.
Konas PETRI, 2002.
18. Grenn-Mckenzie J, Shoff WH. Leptospirosis in humans. Sept, 13, 2006.
http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm
19. Anonymous. Leptospirosis. Sept. 2006. www.hpa.org.uk/infections/topics az
/zoonoses/leptospirosis/gen info.htm
20. http://eprints.undip.ac.id/12852/1/2005PPDS4403.pdf
21. http://www.infokedokteran.com/wp-content/uploads/2010/04/3943463557_219650aaf5.jpg
22. http://4.bp.blogspot.com/_JNo1RsgGHH4/SGip9wROLqI/AAAAAAAAAq0/1PSVnW4OGIc/s3
20/engalgo.gif
23. http://www.kalbe.co.id/files/dod/images/leptospirosis.jpg
24. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Leptospira
25. http://www.vetmed.hokudai.ac.jp/organization/microbiol/_src/sc395/elepm.jpg
26. http://caribbean.scielo.org/img/revistas/wimj/v54n1/a09tab3.gif
27. http://www.physicianbyte.com/images/LEPTOSPIROSIS_Image1.jpg
28. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f2.jpg
29. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f1.jpg