Karakteristik dan Kebutuhan Pendidikan Anak yang Berkelainan Psikis
A. Hakikat Anak Berkelainan Psikis
Keterbelakangan mental adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan orang- orang yang mempunyai kesulitan-kesulitan dalam mengatasi masalah, memahami pemikiran-pemikiran dan konsep-konsep dan dalam mempelajari keterampilan-keterampilan akademik seperti membaca, menulis dan berhitung. Ketidakmampuan intelektual (Intellectual disability) menjadi istilah secara internasional. Ketidakmampuan intelektual mengidentifikasi sekelompok orang yang mempunyai karakteristik khusus. Permasalahan yang dihubungkan dengan : - Kesulitan dalam membangun interaksi social - Kesulitan dalam mempelajari keterampilan untuk diri sendiri - Kesulitan dalam mencari pekerjaan
Menurut Herbert Spencer dan Francis Galton :
Intelegensi sebagai fasilitator penyesuaian antara aspek-aspek berpikir, sensori dan fisik dari seseorang dengan lingkungannya.
Menurut Binet: Intelegensi sebagai bagian dasar manusia yang mencakup judgement, initiative dan adaptation terhadap suatu keadaan.
B. IQ dan Ketidakmampuan Intelektual
Menurut AAMR definisi ketidakmampuan Intelektual merujuk kepada skor IQ yang berada dua standar deviasi dibawah mean pada tes intelegensi yang baku, Tes IQ ini dapat memberikan estimasi yang berguna tentang potensi intelektual anak. Disamping itu juga dapat digunakan untuk membandingkan anak yang satu dengan yang lainnya pada usia yang sama. Penyimpangan perilaku merupakan istilah yang mencakup klasifikasi dari gangguan ringan sampai yang emosinya terganggu. Siswa dengan penyimpangan perilaku ialah mereka yang gagal merespon terhadap strategi pengelolaan yang dilaksanakan guru. Watherspoon membedakan antara perilaku yang sulit diatur dengan perilaku yang sangat sulit menyesuaikan diri. Menurut Bower, siswa yang emosinya terganggu mempunyai karakteristik : 1. Ketidakmampuan belajar 2. Ketidakmampuan membangun dan mempertahankan hubungan interpersonal dengan teman dan gurunya. 3. Bentuk perilaku dan perasaan yang tidak memadai tapi berada di bawah normal. 4. Menunjukkan ketidakbahagiaan dan berada dalam suasana depresi. Menurut Apter semua anak pada saat-saat tertentu menunjukkan perilaku menyimpang.
C. Peserta Didik Autis
Autis berasal dari bahasa Yunani dari kata autos yang berarti diri. Autis dipandang sebagai terjadinya gangguan fungsi otak yang mempengaruhi fungsi menerima, mengolah dan menerjemahkan informasi dalam prilaku. Selain faktor genetik dan lingkungan yang tercemar populasi , kelainan system system kerja otak, terutama pada lapisan korteks serebral, serebelum dan sistim limbik merupakan penyebab autis pada anak. 1. Karakteristik Anak Autis Menurut Laurent B. Alloy, ada 4 karakteristik pada anak Autis : - Isolasi diri - Keterbelakangan mental - Kemampuan bahasa rendah - Perilaku menyimpang Ciri khas pada perilaku anak autis : 1. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara 2. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain dan tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi yang lain atas perbuatannya. 3. Pemahaman anak sangat kurang 4. kadangkala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat 5. Anak mengalami kesukaran dalam mengekspresikan perasaannya. 6. Memperhatikan prilaku stimulus diri
2. Relasi Pendidik dan Peserta Didik dalam Seting Pembelajaran Autis
Pembelajaran untuk anak autis lebih bersifat individual (satu lawan sayu. Empati dan peran aktif keluarga memainkan peran yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran terhadap anak autis, Interaksi dengan anak-anak autis memerlukan kedekatan yang lebih dalam anara guru dan peserta didiknya. Menurut Ellen Sulaiman : Interaksi pembelajaran dalam konteks anak autis memposisikan guru dan anal secara timbale balik, berperan bergantian. 3. Strategi Pembelajaran Anak Autis Strategi individual didahulukan sebab anak-anak autis merupakan individu yang sangat unik. Artinya, dalam penerapannya baik memyangkut isi, metode dan tahapannya sangat bervariasi disesuaikan dengan taraf perkembangan peserta didik. Strategi yang kerap digunakan untuk anak autis mengacu pada teori A-B-C (Antecendent dan behavior-Consequance). Strategi ini dimulai dengan pemberian instruksi atau antecedent atau pra-kejadian, yaitu pemberian intrusi kepada anak baik berupa perintah meniru, pertanyaan atau visual dan memberi kesempatan kepada anak untuk memberikan respon. Intruksi diberikan letika anak sudah siap dan diberikan dengan suara yang jelas.