Anda di halaman 1dari 14

MENTERI KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN


NOMOR 70/PMK.04/2007

TENTANG

KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A
ayat (9), Pasal 11A ayat (7), Pasal 32 ayat (4), dan Pasal 43 ayat (4) Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Kawasan Pabean dan Tempat
Penimbunan Sementara;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3481);
2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3493);
3. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3613);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 128);
7. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KAWASAN PABEAN


DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di
Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau Tempat Lain yang ditetapkan untuk
lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan dan pelabuhan khusus.
3. Pelabuhan yaitu tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar
muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran
dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan
intra dan antar moda transportasi.
4. Pelabuhan Khusus yaitu pelabuhan yang dikelola untuk kepentingan
sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
5. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk
mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang,
dan/atau bongkar muat kargo dan/atau pos, serta dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan
antar moda transportasi.
6. Tempat Lain adalah tempat tertentu di daratan yang berada dalam
kawasan/area industri dan tempat tertentu lainnya yang berfungsi
sebagai pelabuhan laut, yang mendukung kegiatan impor dan/ atau
ekspor.
7. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan/atau lapangan
atau tempat lain yang disamakan dengan itu di kawasan pabean untuk
menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau
pengeluarannya.
8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas
tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
10. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB II
KAWASAN PABEAN
Bagian Kesatu
Persyaratan dan Tatacara Penetapan Sebagai Kawasan Pabean

Pasal 2
Penetapan suatu kawasan sebagai Kawasan Pabean ditetapkan oleh Direktur
Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 3
(1) Untuk memperoleh penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pengelola Pelabuhan Laut, Bandar Udara, atau
Tempat Lain mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal atau
Pejabat yang ditunjuknya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
memuat data tentang identitas penanggung jawab, badan usaha, dan
lokasi serta ukuran luas kawasan yang akan dimintakan penetapan
sebagai Kawasan Pabean, dan dilampiri dengan :
a. Salinan Akte Pendirian Perusahaan sebagai Badan Hukum;
b. Surat Izin Usaha dari instansi terkait;
c. Bukti penetapan sebagai Pelabuhan Laut atau Bandar Udara, kecuali
untuk Tempat Lain;
d. Bukti status kepemilikan dan/atau penguasaan tempat atau
kawasan;
e. Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
f. Ukuran luas kawasan;
g. Gambar denah lokasi; dan
h. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi.

Pasal 4
(1) Atas permohonan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Direktur Jenderal atau Pejabat yang
ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan memberikan persetujuan atau
penolakan dalam jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari
sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Penetapan sebagai Kawasan
Pabean oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama
Menteri Keuangan.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


dilakukan dengan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan oleh
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri
Keuangan yang disertai dengan alasan penolakan.
(4) Keputusan penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan adanya
pencabutan.

Pasal 5
(1) Untuk kepentingan pengawasan di bidang kepabeanan, Direktur
Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan
menetapkan batas-batas kawasan dan pintu masuk/keluar atas suatu
tempat atau kawasan yang diajukan permohonan untuk penetapan
sebagai Kawasan Pabean.
(2) Kawasan Pabean merupakan kawasan yang terbatas (restricted area).

Bagian Kedua
Larangan Penimbunan di Kawasan Pabean

Pasal 6
Barang selain untuk tujuan impor dan/atau ekspor dilarang untuk ditimbun,
dimasukkan, dan/atau dikeluarkan ke dan/atau dari Kawasan Pabean,
kecuali untuk tujuan pengangkutan selanjutnya.

Bagian Ketiga
Pencabutan Penetapan Sebagai Kawasan Pabean

Pasal 7
(1) Penetapan sebagai Kawasan Pabean dicabut dalam hal :
a. Kawasan Pabean tidak menjalankan kegiatan/usaha dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun secara terus-menerus;
b. pengelola Kawasan Pabean terbukti bersalah telah melakukan
pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap;
c. pengelola Kawasan Pabean dinyatakan pailit; dan/atau
d. Pengelola Kawasan Pabean mengajukan permohonan sendiri untuk
dilakukan pencabutan.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri
Keuangan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pejabat Bea
dan Cukai.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

BAB III
TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
Bagian Kesatu
Penetapan dan Jenis Tempat Penimbunan Sementara

Pasal 8
(1) Penetapan suatu kawasan, bangunan, dan/atau lapangan sebagai
Tempat Penimbunan Sementara ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau
Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan.
(2) Tempat Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa :
a. Lapangan Penimbunan;
b. Lapangan Penimbunan Peti Kemas;
c. Gudang Penimbunan; dan/atau
d. Tangki penimbunan.
(3) Penambahan jenis Tempat Penimbunan Sementara selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Bagian Kedua
Persyaratan dan Tatacara Penetapan
Sebagai Tempat Penimbunan Sementara

Pasal 9
(1) Untuk dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Sementara,
Pengusaha tempat penimbunan harus mengajukan permohonan
penetapan suatu kawasan, bangunan, dan/atau lapangan sebagai
Tempat Penimbunan Sementara kepada Direktur Jenderal atau Pejabat
yang ditunjuknya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
dengan:
a. Salinan Akte Pendirian Perusahaan sebagai Badan Hukum;
b. Surat Izin Usaha dari instansi terkait;
c. Izin dari Pemerintah Daerah setempat;
d. Foto copy bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan,
tempat atau kawasan yang mempunyai batas-batas yang jelas;
e. Bukti Nomor Pokok Wajib Pajak;
f. Gambar denah dan batas-batasnya yang meliputi tempat
penimbunan barang impor, ekspor, barang untuk diangkut ke dalam
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean, dan tempat


pemeriksaan barang dan ruang kerja Pejabat Bea dan Cukai;
g. Daftar peralatan dan fasilitas penunjang kegiatan usaha yang
dimiliki dan surat pernyataan sanggup untuk menyediakan
peralatan dan fasilitas yang memadai;
h. Surat keterangan dari pengusaha atau penanggung jawab Kawasan
Pabean tentang penggunaan bangunan dan/atau lapangan atau
tempat lain yang disamakan dengan itu di dalam Kawasan Pabean
bersangkutan sebagai Tempat Penimbunan Sementara;
i. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi;
j. Surat pernyataan sanggup melaksanakan administrasi pembukuan
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia; dan
k. Surat pernyataan sanggup memenuhi peraturan perundang-
undangan di bidang kepabeanan.

Pasal 10
(1) Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri
Keuangan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap
permohonan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dalam jangka waktu paling lama
45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima secara lengkap
dan benar.
(2) Persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan menerbitkan Keputusan Penetapan Sebagai Tempat
Penimbunan Sementara oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang
ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan.
(3) Penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan menerbitkan surat pemberitahuan penolakan oleh
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri
Keuangan yang disertai dengan alasan penolakan.
(4) Keputusan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sejak tanggal ditetapkan
sampai dengan adanya pencabutan.

Bagian Ketiga
Penimbunan Barang di Tempat Penimbunan Sementara

Pasal 11
(1) Penimbunan barang impor dan barang ekspor sementara menunggu
pengeluaran atau pemuatannya, dilakukan di tempat penimbunan yang
telah mendapatkan penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

(2) Barang yang berasal dari dalam daerah pabean dilarang ditimbun di
Tempat Penimbunan Sementara kecuali untuk :
a. tujuan ekspor;
b. tujuan reekspor; atau
c. tujuan dikirim ke tempat lain dalam daerah pabean dengan melewati
tempat di luar daerah pabean.

Pasal 12
(1) Penimbunan barang di dalam Tempat Penimbunan Sementara wajib
dipisahkan antara barang impor, barang ekspor, dan barang untuk
diangkut ke dalam daerah pabean lainnya melalui luar daerah pabean.
(2) Barang-barang berbahaya, merusak, dan/atau yang memiliki sifat dapat
mempengaruhi barang-barang lain atau yang memerlukan instalasi atau
penanganan khusus, wajib ditimbun di tempat khusus yang disediakan
untuk itu.
(3) Peti kemas kosong wajib ditimbun di tempat khusus yang disediakan
untuk itu.
(4) Barang impor, ekspor, atau untuk diangkut ke dalam daerah pabean
lainnya melalui luar daerah pabean yang ditimbun di gudang
penimbunan, wajib diberi identitas secara jelas.

Pasal 13
(1) Peti kemas atau kemasan barang-barang lainnya yang ditimbun dalam
Tempat Penimbunan Sementara hanya dapat dibuka untuk kepentingan
pemeriksaan fisik barang dalam rangka pemeriksaan pabean.
(2) Dalam hal terdapat permohonan tertulis dari pemilik barang atau
kuasanya, Pejabat Bea dan Cukai dapat memberikan persetujuan untuk
membuka peti kemas atau kemasan barang untuk tujuan selain yang
dimaksud pada ayat (1).

Pasal 14
(1) Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara yang berada di
dalam area pelabuhan laut atau bandar udara ditetapkan paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal penimbunan.
(2) Penimbunan barang di Tempat Penimbunan Sementara yang berada di
tempat lain, ditetapkan paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
penimbunan.
(3) Barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara yang tidak
dikeluarkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan sebagai Barang yang Dinyatakan Tidak Dikuasai.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Bagian Keempat
Kewajiban dan Tanggung Jawab
Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara
Pasal 15
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyediakan tempat
atau bangunan dan sarana yang memadai untuk tempat pemeriksaan
barang yang ditimbun di dalam Tempat Penimbunan Sementara.
(2) Tempat, bangunan, dan sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi persyaratan yang memungkinkan dapat dilakukannya
pengeluaran, pemeriksaan, dan pemasukan barang dari dan ke peti
kemas atau kemasan barang lainnya serta mengurangi resiko terjadinya
kehilangan atau kerusakan barang.

Pasal 16

(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang telah mendapatkan


Keputusan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), sebelum memulai
operasional kegiatan sebagai Tempat Penimbunan Sementara wajib
menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi
Tempat Penimbunan Sementara.
(2) Besarnya jumlah jaminan ditetapkan dengan memperhatikan kapasitas,
jenis, dan/atau volume Tempat Penimbunan Sementara.
(3) Bentuk jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. uang tunai;
b. jaminan bank; dan/atau
c. jaminan dari perusahaan asuransi.

Pasal 17

Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang akan memulai operasional


kegiatan sebagai Tempat Penimbunan Sementara wajib memberitahukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.

Pasal 18
Tempat Penimbunan Sementara yang berada di bawah pengawasan Kantor
Pabean yang telah menerapkan sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE)
Kepabeanan wajib memiliki aplikasi pengelolaan barang di Tempat
Penimbunan Sementara dan menyediakan media komunikasi data elektronik
yang terhubung (on-line computer) dengan aplikasi kepabeanan Kantor
Pabean.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 19
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib memberitahukan setiap
perubahan data, tata letak lapangan atau bangunan, dan/atau pengalihan
pengusahaan Tempat Penimbunan Sementara kepada Direktur Jenderal
atau Pejabat yang ditunjuknya.
(2) Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut
perubahan terhadap kapasitas, jenis, dan/atau volume Tempat
Penimbunan Sementara yang mengakibatkan perubahan besarnya
jaminan, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib melakukan
penyesuaian besarnya jaminan ke Kantor Pabean yang mengawasi.

Pasal 20
Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyampaikan daftar
barang yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara yang telah
melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan
ayat (2) kepada Kepala Kantor Pabean.

Pasal 21
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyelenggarakan
pembukuan dan menyimpan catatan dan dokumen, termasuk data
elektronik, yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang
yang ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara untuk jangka waktu
10 (sepuluh) tahun.
(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib menyerahkan laporan
keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data
elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
kepabeanan untuk kepentingan audit kepabeanan.

Pasal 22
(1) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara bertanggung jawab atas bea
masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor yang terutang
atas barang yang ditimbun dalam Tempat Penimbunan Sementara
terhitung sejak saat penimbunan sampai dengan tanggal Pemberitahuan
Pabean atas Impor.
(2) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara dibebaskan dari tanggung
jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal barang yang
ditimbun di Tempat Penimbunan Sementaranya:
a. musnah tanpa sengaja;
b. telah diekspor kembali, diimpor untuk dipakai, atau diimpor
sementara; atau
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

c. telah dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara lain, Tempat


Penimbunan Berikat atau Tempat Penimbunan Pabean.
(3) Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara yang tidak dapat
mempertanggungjawabkan barang yang seharusnya berada di tempat
penimbunannya, wajib membayar bea masuk dan/atau cukai serta pajak
dalam rangka impor yang terutang dan dikenakan sanksi administrasi
berupa denda sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari bea masuk yang
seharusnya dibayar.
(4) Perhitungan bea masuk dan/atau cukai serta pajak dalam rangka impor
yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang tidak
dapat didasarkan pada tarif dan nilai pabean barang yang bersangkutan,
didasarkan pada tarif tertinggi untuk golongan barang yang tertera
dalam pemberitahuan pabean pada saat barang tersebut ditimbun di
Tempat Penimbunan Sementara dan nilai pabean ditetapkan oleh Pejabat
Bea dan Cukai.

Bagian Kelima
Sanksi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara

Pasal 23
Kapala Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Sementara
memberikan peringatan tertulis kepada Pengusaha Tempat Penimbunan
Sementara dalam hal pengusaha Tempat Penimbunan Sementara:
a. tidak mengindahkan ketentuan pemisahan penimbunan barang impor,
barang ekspor, dan barang untuk diangkut ke dalam daerah pabean
lainnya melalui luar daerah pabean, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1);
b. menimbun barang-barang berbahaya, merusak, dan yang karena sifatnya
dapat mempengaruhi barang-barang lain atau yang memerlukan instalasi
atau penanganan khusus, tidak di tempat khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (2);
c. menimbun peti kemas kosong, tidak di tempat khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3);
d. tidak memberikan identitas barang impor dan barang ekspor yang
ditimbun di gudang penimbunan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (4);
e. tidak lagi memenuhi ketentuan tentang tempat pemeriksaan barang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
f. tidak menyerahkan jaminan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 19;
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

g. tidak memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang


mengawasi sebelum memulai operasional kegiatan sebagai Tempat
Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
h. tidak memberitahukan perubahan data dan/atau kondisi fisik Tempat
Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
berdasarkan rekomendasi dalam Laporan Hasil Audit di bidang
kepabeanan atau dari unit pengawasan lainnya; dan/atau
i. tidak menyampaikan daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 24
(1) Keputusan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dibekukan dalam hal
pengusaha Tempat Penimbunan Sementara:
a. menimbun barang selain yang diijinkan untuk ditimbun di Tempat
Penimbunan Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(2);
b. tidak lagi memiliki dan menyelenggarakan sistem Pertukaran Data
Elektronik (PDE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
c. tidak menyelenggarakan pembukuan dan tidak bersedia
menyerahkan dokumen dan pembukuan lainnya sehubungan
dengan audit di bidang kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21;
d. tidak memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai
serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah penagihan;
e. tidak memenuhi ketentuan yang menjadi alasan diterbitkannya surat
peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dalam waktu 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal surat peringatan; dan/atau
f. direkomendasikan oleh unit pengawasan untuk dibekukan.
(2) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri
Keuangan dengan Surat Pemberitahuan Pembekuan atas Keputusan
Penetapan Sebagai Tempat Penimbunan Sementara berdasarkan hasil
penelitian atau audit yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(3) Selama dalam status pembekuan, Pengusaha Tempat Penimbunan
Sementara dilarang memasukkan barang ke dalam Tempat Penimbunan
Sementara.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Pasal 25
(1) Pembekuan Penetapan sebagai Tempat Penimbunan Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dicabut dalam hal pengusaha
Tempat Penimbunan Sementara:
a. telah mengeluarkan barang yang ditimbun selain yang diizinkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2);
b. telah memiliki dan menyelenggarakan sistem Pertukaran Data
Elektronik (PDE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sesuai
waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
c. telah menyelenggarakan pembukuan dan menyatakan bersedia
menyerahkan dokumen yang diminta sehubungan dengan audit
kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
d. telah memenuhi kewajiban pelunasan bea masuk dan/atau cukai
serta pajak dalam rangka impor, dan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3);
e. telah memenuhi ketentuan yang menjadi alasan diterbitkannya surat
peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan/atau
f. telah melaksanakan rekomendasi dari unit pengawasan.
(2) Pencabutan pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya dengan Surat
Pemberitahuan Pencabutan Pembekuan atas Keputusan Penetapan
Sebagai Tempat Penimbunan Sementara berdasarkan hasil penelitian
atau audit yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 26
(1) Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri
Keuangan melakukan pencabutan Keputusan Penetapan sebagai Tempat
Penimbunan Sementara berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Pejabat Bea dan Cukai.
(2) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal:
a. Tempat Penimbunan Sementara dalam status pembekuan dalam
waktu selama 6 (enam) bulan secara terus-menerus;
b. Tempat Penimbunan Sementara tidak menjalankan kegiatan/usaha
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun secara terus-menerus;
c. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara terbukti bersalah telah
melakukan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan
berdasarkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
d. Tempat Penimbunan Sementara dinyatakan pailit; dan/atau
e. Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara mengajukan
permohonan sendiri untuk dilakukan pencabutan.
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

(3) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi


tanggung jawab Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara untuk
menyelesaikan kewajiban pabean.
(4) Atas pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Pencabutan atas Penetapan Sebagai Tempat
Penimbunan Sementara.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27
(1) Terhadap Kawasan Pabean yang telah ditetapkan sebagai Kawasan
Pabean sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, wajib
diajukan permohonan oleh pengelola Kawasan Pabean sesuai ketentuan
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 3 atau diajukan permohonan untuk
melakukan pemutakhiran data (up-dating) kepada Direktur Jenderal
atau Pejabat yang ditunjuknya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh)
hari sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Terhadap Tempat Penimbunan Sementara yang telah ditetapkan sebagai
Tempat Penimbunan Sementara sebelum berlakunya Peraturan Menteri
Keuangan ini, wajib diajukan permohonan oleh pengusaha Tempat
Penimbunan Sementara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 9 kepada
Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya dalam jangka waktu 90
(sembilan puluh) hari sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini.
(3) Dalam hal pengelola Kawasan Pabean atau Pengusaha Tempat
Penimbunan Sementara tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Direktur Jenderal atau Pejabat
yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan memutuskan
pencabutan penetapan sebagai Kawasan Pabean atau Tempat
Penimbunan Sementara.

BAB V
PENUTUP

Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 29
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku maka :
a. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 573/KMK.05/1996 tentang
Tempat Penimbunan Sementara;
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 131/KMK.05/1997 tentang


Kawasan Pabean; dan
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.05/1997 tentang
Penunjukan Tempat Penimbunan Sementara,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 30
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juni 2007
MENTERI KEUANGAN,

ttd

SRI MULYANI INDRAWATI

Anda mungkin juga menyukai