Anda di halaman 1dari 10

de tentang hak asasi manusia yang berlaku saat ini merupakan senyawa yang dimasak di kancah

Perang Dunia II. Selama perang tersebut, dipandang dari segi apa pun akan terlihat bahwa satu
aspek berbahaya dari pemerintahan Hitler adalah tiadanya perhatian terhadap kehidupan dan
kebebasan manusia. Karenanya, perang melawan kekuatan Poros dibela dengan mudah dari segi
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Negara Sekutu menyatakan di
dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Declaration by United Nations) yang terbit pada
1 Januari 1942, bahwa kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan,
independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan
keadilan." Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres, Presiden Franklin D.
Roosevelt mengidentifikasikan empat kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam
perang tersebut: kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari
hidup berkekurangan, dan kebebasan dari ketakutan akan perang.
Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Dunia II menggugah suatu kebulatan
tekad untuk melakukan sesuatu guna mencegah perang, untuk membangun sebuah organisasi
internasional yang sanggup meredakan krisis internsional serta menyediakan suatu forum untuk
diskusi dan mediasi. Organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa / PBB, yang telah
memainkan peran utama dalam pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi
manusia.
Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya
pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. Lantaran keyakinan ini,
konsepsi-konsepsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang paling awal pun bahkan sudah
memasukkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan kebebasan. Naskah awal Piagam
PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh
negara manapun yang bergabung di dalam organisasi tersebut, namun sejumlah kesulitan muncul
berkenaan dengan pemberlakuan ketentuan semacam itu. Lantaran mencemaskan prospek
kedaulatan mereka, banyak negara bersedia untuk "mengembangkan" hak asasi manusia namun
tidak bersedia "melindungi" hak itu.
Akhirnya diputuskan untuk memasukkan sedikit saja acuan tentang hak asasi manusia di dalam
Piagam PBB (UN Charter), di samping menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission
on Human Rights) -- komisi yang dibentuk PBB berdasarkan sebuah ketetapan di dalam piagam
tersebut -- untuk menulis sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia. Piagam itu
sendiri menegaskan kembali "keyakinan akan hak asasi manusia yang mendasar, akan martabat
dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara
besar dan negara kecil." Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk "melakukan aksi
bersama dan terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi ini "untuk memperjuangkan"
penghargaan universal bagi, dan kepatuhan terhadap, hak asasi manusia serta kebebasan-
kebebasan mendasar untuk seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau
agama."

Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi
manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini,
yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights),
diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan
semua negara" Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat "pengajaran dan pendidikan" serta
lewat "langkah1angkah progresif, secara nasional dan internasional, guna menjamin pengakuan,
dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif terhadapnya." 5
Dua puluh satu pasal pertama Deklarasi tersebut menampilkan hak-hak yang sama dengan yang
terdapat di dalam Pernyataan Hak Asasi Manusia (Bill of Rights) yang termaktub di dalam
Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana yang telah diperbarui saat ini. Hak-hak sipil dan politik
ini meliputi hak atas perlindungan yang sama dan tidak pandang bulu, perlindungan hukum
dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi, serta partisipasi politik. Namun pasal 22
sampai 27 menciptakan kebiasaan baru. Pasal-pasal ini mengemukakan hak atas tunjangan
ekonomi dan sosial seperti jaminan sosial -- suatu standar bagi kehidupan yang layak -- dan
pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa, sesungguhnya, semua orang mempunyai hak atas
pelayanan-pelayanan dari negara kesejahteraan.
Hak asasi manusia, sebagaimana yang dipahami di dalam dokumen-dokumen hak asasi manusia
yang muncul pada abad kedua puluh seperti Deklarasi Universal, mempunyai sejumlah ciri
menonjol. Pertama, supaya kita tidak kehilangan gagasan yang sudah tegas, hak asasi manusia
adalah hak. Makna istilah ini tidak jelas -- dan akan menjadi salah satu obyek penelitian saya --
namun setidaknya kata tersebut menunjukkan bahwa itu adalah norma-norma yang pasti dan
memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat wajib.
Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena
ia adalah manusia. Pandangan ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa karakteristik seperti
ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial, dan kewarganegaraan tidak relevan untuk
mempersoalkan apakah seseorang memiliki atau tidak memiliki hak asasi manusia. Ini juga
menyiratkan bahwa hak-hak tersebut dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri khusus
dari hak asasi manusia yang berlaku sekarang adalah bahwa itu merupakan hak internasional.
Kepatuhan terhadap hak serupa itu telah dipandang sebagai obyek perhatian dan aksi
internasional yang sah.
Ketiga, hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada
pengakuan dan penerapannya didalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu.
Hak ini boleh jadi memang belum merupakan hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut
hukum, namun hak itu eksis sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada
penerapan hukumnya.
Keempat, hak asasi manusia dipandang sebagai norma-norma yang penting. Meski tidak
seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, hak asasi manusia cukup kuat kedudukannya
sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma
nasional yang bertentangan, dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi hak
asasi manusia. Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak disusun menurut
prioritas; bobot relatifnya tidak disebut. Tidak dinyatakan bahwa beberapa di antaranya bersifat
absolut. Dengan demikian hak asasi manusia yang dipaparkan oleh Deklarasi itu adalah sesuatu
yang oleh para filsuf disebut sebagai prima facie rights.
Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya
kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak
bergantung pada penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-
orang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati
pemerintah dari orang tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk
mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu.
Akhirnya, hak-hak ini menetapkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan
kenegaraan yang layak. Tidak seluruh masalah yang lahir dari kekejaman atau pementingan diri
sendiri dan kebodohan merupakan problem hak asasi manusia. Sebagai misal, suatu pemerintah
yang gagal untuk menyediakan taman-taman nasional bagi rakyatnya memang dapat dikecam
sebagai tidak cakap atau tidak cukup memperhatikan kesempatan untuk rekreasi, namun hal
tersebut tidak akan pernah menjadi persoalan hak asasi manusia.
Akhirnya, hak-hak ini menetapkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan
kenegaraan yang layak. Tidak seluruh masalah yang lahir dari kekejaman atau pementingan diri
sendiri dan kebodohan merupakan problem hak asasi manusia. Sebagai misal, suatu pemerintah
yang gagal untuk menyediakan taman-taman nasional bagi rakyatnya memang dapat dikecam
sebagai tidak cakap atau tidak cukup memperhatikan kesempatan untuk rekreasi, namun hal
tersebut tidak akan pernah menjadi persoalan hak asasi manusia.
Pasal 1
Hak asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam
Pernyataan ini tanpa perkecualian apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,
politik atau pendapat yang berlainan, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik,
kelahiran ataupun kedudukan lain.
Di samping itu, tidak diperbolehkan melakukan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum
atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari
negara yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di
bawah batasan kedaulatan yang lain.
Pasal 3
Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu.

Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak
dalam bentuk apapun mesti dilarang.
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau
dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi
yang bertentangan dengan Pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada
diskriminasi semacam itu.
Pasal 8
Setiap orang berhak atas bantuan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk
tindakan pelanggaran hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau
hukum.
Pasal 9
Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
Pasal 10
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas pengadilan yang adil dan terbuka oleh
pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya
serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11
1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran hukum dianggap
tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang
terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
2. Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran hukum karena perbuatan atau
kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau
internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan
hukuman lebih berat daripada hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran hukum
itu dilakukan.
Pasal 12
Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribadinya, keluarganya,
rumah-tangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas
kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap
gangguan atau pelanggaran seperti itu.
Pasal 13
1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara.
2. Setiap orang berhak meninggalkan sesuatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak
kembali ke negerinya.
Pasal 14
1. Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari
pengejaran.
2. Hak ini tidak berlaku untuk kasus pengejaran yang benar-benar timbul karena kejahatan-
kejahatan yang tak berhubungan dengan politik, atau karena perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 15
1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarga-negaraan.
2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dicabut kewarga-negaraannya atau ditolak
haknya untuk mengganti kewarga-negaraan.
Pasal 16
1. Pria dan wanita yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarga-negaraan atau
agama, berhak untuk nikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama
dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan pada saat perceraian.
2. Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh
kedua mempelai.
3. Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapat
perlindungan dari masyarakat dan Negara.
Pasal 17
1. Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
2. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena.
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk
kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama atau
kepercayaan dengan cara mengajarkannya, mempraktekkannya, melaksanakan ibadahnya dan
mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun
sendiri.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini
termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang
batas-batas (wilayah).
Pasal 20
1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai.
2. Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki sesuatu perkumpulan.
Pasal 21
1. Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui
wakil-wakil yang dipilih dengan bebas.
2. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan
negerinya.
3. Kehendak rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kehendak ini harus dinyatakan
dalam pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala dan jujur dan yang dilakukan menurut
hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan, dan dengan pemungutan suara
yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan memberikan suara.
Pasal 22
Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan
dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerjasama internasional, dan sesuai dengan
organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap Negara, hak-hak ekonomi, sosial dan
kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya.f
Pasal 23
1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas
syarat-syarat perburuhan yang adil serta baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran.
2. Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang
sama.
3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang
menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu kehidupan yang pantas untuk manusia yang
bermartabat, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi
kepentingannya.

Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang
layak dan hari libur berkala, dengan menerima upah.
Pasal 25
1. Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk
dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya
serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,
menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan mata
pencarian yang lain karena keadaan yang berada di luar kekuasaannya.
2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik
yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang
sama.
Pasal 26
1. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis, setidak-tidaknya untuk
tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan
teknik dan jurusan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pengajaran tinggi harus
secara adil dapat diakses oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
2. Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta
memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pendidikan
harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa,
kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa
dalam memelihara perdamaian.
3. Orang-tua mempunyai hak utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada
anak-anak mereka.
Pasal 27
1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat,
untuk mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan
manfaatnya.
2. Setiap orang berhak untuk memperoleh perlindungan atas kepentingan-kepentingan moril dan
material yang diperoleh sebagai hasil dari sesuatu produksi ilmiah, kesusasteraan atau kesenian
yang diciptakannya.
Pasal 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-
kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.
Pasal 29
1. Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat satu-satunya di mana ia
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan leluasa.
2. Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya
pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak terhadap hak-hak dan kebebasan-
kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal kesusilaan,
ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis.
3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini dengan jalan bagaimana pun sekali-kali tidak boleh
dilaksanakan bertentangan dengan tujuan dan dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 30
Tidak satu pun di dalam Pernyataan ini boleh ditafsirkan memberikan sesuatu Negara, kelompok
ataupun seseorang, hak untuk terlibat di dalam kegiatan apa pun atau melakukan perbuatan yang
bertujuan untuk merusak hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang mana pun yang termaktub di
dalam Pernyataan ini dan manusia yang ingin hak asasinya diakui juga tidak boleh mengabaikan
kewajiban asasi yang timbul bersamaan dengan hak tersebut.karena kedua hal tersebut selalu
beriringan.
HAM KHAS INDONESIA

Prestasi Boedi Oetomo yang paling spektakuler adalah jati diri bangsa. Indonesia sesungguhnya
sudah punya HAM sendiri, yang jauh lebih berat untuk dilaksanakan dari pada Human Right
PBB tahun 1948. Sayangnya bangsa ini tak pernah mau mempelajari, mengupas dan
mendiskripsikannya.

Akhir-akhir ini ada kemelut nasional menyoal HAM. Setidaknya antara Menhan, Komnas-HAM
dan Purnawirawan TNI. Issuenya adalah tentang terapan HAM-PBB di alam Indonesia. Untuk
mendudukkan persoalan, mungkin wacana HAM-Indonesia yang sudah dipraktekkan di tahun
1908-1949 layak dibuka kembali. Kala itu HAM-Indonesia mampu membangkitkan kemampuan
setiap insan Indonesia menjadi manusia seutuhnya, dan menyadarkan bangsa Belanda.
Tertulisnya di Pembukaan UUD 1945, alinea 1 dan 2.

Penjajahan Itu
Di alinea 1 tersurat kemerdekaan adalah hak segala bangsa, jelaslah kemerdekaan Indonesia
tidak menganut hak individu. Selama bangsa itu tidak mau dijajah, siapapun tidak mungkin
menjajahnya. Sedangkan apabila hak itu diperjuangkan oleh kelompok-kelompok kecil, apalagi
individu, tentu daya tahannya tidak sekuat bila bersama-sama dalam satu ikatan bangsa yang
mampu memaksakan pengakuan kedaulatan NKRI.

Sikap bangsa Indonesia terhadap hak azasi manusia, yaitu penjajahan di dunia harus
dihapuskan. Dengan bahasa telanjang begitu, Indonesia dianggap berbahaya oleh Negara maju
mantan penjajah maka dikemas dengan istilah tidak sesuai peri-keadilan dan peri-
kemanusiaan. Sikap itu disukai oleh Negara Asia-Afrika, setidaknya terlihat di Konperensi AA
di tahun 1955. Namun, sebelum menghapuskan sebaiknya jauhkan sikap perilaku bangsa
terjajah yang akut di dalam sanubari warga. Hak azasi bagi Indonesia lebih bicara soal
penindasan bangsa atas bangsa lain, yang di dalamnya otomatis menolak penindasan terhadap
manusia.

Bangsa lain pasti terpanggil untuk menjajah, selama perilaku bangsa terjajah tidak disingkirkan.
Mereka akan menyandera para elite dengan HAM-PBB untuk dihadapkan dengan rakyatnya
sendiri. Untuk menghindari, para Pendiri Negara (baca elite bangsa) berikrar untuk mengantar
rakyat menjadi merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (alinea 2). Di sini tersirat dua
pengakuan mendasar tentang kenyataan bangsa Indonesia.

Satu, rakyat belum merdeka, belum bisa bersatu, apalagi berdaulat, sehingga tak tahu arti adil
sebagai syarat kemakmuran. Dua, ada jarak laten yang tak mudah dijembatani antara elite
(ambtenaar) dan rakyat (inlander). Untuk menyelaraskan keduanya dirumuskan, supaya elite
mengantar sedangkan Rakyat agar suka diantar. Itulah arti HAM khas versi Indonesia. Bukan
rakyat menuntut dan elite menolak, tetapi elite harus mengantarkan rakyat agar mengerti hak-
haknya. Dimulai dari membuat rakyat merdeka di dalam kebersatuan, dan mendorongnya supaya
cepat berdaulat. Hanya dengan berdaulat, manusia akan tahu makna adil. Pada saat itu HAM-
PBB akan tambah kaya, dan mampu membantu untuk memakmurkan dunia.

Hak Berpancasila.Kenapa rakyat harus diantar? Kalaulah seluruh hak azasi diberikan, belum
tentu rakyat bisa memanfaatkannya untuk hidup berkualitas. Kecenderungan yang ada adalah
liburan akan diperbanyak. Jangankan wong cilik, elite karbitan banyak di sini. Elite itu saja
belum tahu kewajiban, sehingga tidak tahu batas untuk menggunakan hak (apapun). Contoh,
korupsi berjemaah bisa subur, dan putusnya urat malu. Apalagi kebanyakan rakyat yang
kurang beruntung menerima cukup pendidikan.

Masalah muncul ketika sang elite tidak melakukan kegiatan mengantar Rakyat menuju ke arah
sesuai kaidah. Sementara Rakyat cuma manut dan mengeluh, yang agak terdidik lebih suka
protes menggunakan nilai-nilai PBB yang menyandera value-Bangsa. Situasi demikian sudah
sering dialami oleh para Pendiri Negara saat berjuang. Antisipasi untuk itu adalah Pancasila.

Perlakuan di ranah Lumpur Sidoarjo bisa menjelaskan tentang penyimpangan elit terhadap
persepsi bangsa atas HAM Indonesia. Hak merdeka untuk menjunjung tinggi acara ritual tradisi,
dianggap kuno. Hak bersatu atau guyub, atau senasib sepenanggungan tidak dilindungi. 602 KK
yang melakukannya di pengungsian (menolak pemberian uang kontrak) diperlakukan seperti
anak tiri. Alasannya cuma 7 %. Mayoritas 93%, menerima uang kontrak, disebar tempat
tinggalnya dan kehilangan nilai-nilai tradisional. Sekalipun punya uang, tapi mereka menjadi
bukan siapa-siapa lagi di tengah komunitas barunya. Mereka sudah menjadi orang asing di
dusunnya sendiri.

Hak berdaulat ditampilkan oleh 602 KK tersebut dengan cara menghormati hu-kum yang
berlaku, tetapi taat prinsip. Mereka bukan dihargai tapi justru selalu dihardik sebagai
dessident/mbalelo. Sudah empat kali diupayakan untuk disingkirkan dari tempat pengungsian,
dan kini jatah makan pun sudah dicabut. Bila ketiga hak yang diamanatkan dalam Pembukaan
UUD 1945 tidak diwujudkan (hak merdeka, bersatu dan berdasulat), apakah bukan berarti rakyat
telah tercabut dari nilai-nilai Pancasila? Rasa adil dalam masyarakat pun tidak mungkin digapai,
apalagi kemakmuran. Sebelum ribut soal HAM-PBB, ada baiknya bercermin diri, siapa kita?
Sudahkah sistem NKRI membangun elite sang pengantar?.

Kekeliruan memosisikan HAM-PBB, dan tak mau tahu tentang HAM-Indonesia, telah
memakan korban. Purnawirawan TNI sebagai tataran elite dan Korban Lumpur Lapindo sebagai
tataran Rakyat. Dua-duanya tetap hidup di alam keterjajahan, sebagai ambtenaar dan inlander.
Seabad Kebangkitan Nasional, semoga bisa mengingatkan kembali pentingnya nilai-nilai
Indonesia

HAMpun memiliki beberapa ciri khusus, yaitu sebagai berikut:


Hakiki (ada pada setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan).
Universal, artinya hak itu berlaku untuk semua orang.
Permanen dan tidak dapat dicabut.
Tak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak.
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dihormat3.Macam-Macam HAM
Perkembangan tuntutan HAM berdasar tingkat kemajuan peradaban budaya dapat dibagi secara
garis besar meliputi bidang sebagai berikut.
1. Hak asasi pribadi (personal rights)
2. Hak asasi di bidang politik (politic rights)
3. Hak asasi di bidang ekonomi (economic and property rights)
4. Hak asasi di bidang sosial budaya (social and cultural rights)
5. Hak untuk memajukan ilmu dan teknologi
1. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural
rights)
2. Hak asasi di bidang HANKAM (defense and security rights)
1. Peran Serta dalam Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia di
Indonesia
Kategori pelanggaran HAM sebagai berikut.
Pembunuhan besar-besaran (genocide), Rasialisme resmi (politik apartheid), Terorisme resmi
berskala besar, Pemerintahan Totaliter, Penolakan secara sadar,Perusakan kualitas lingkungan
(ecocide) , Kejahatan perang.
Upaya penegakan HAM merupakan kewajiban bersama. Untuk mengetahui secara pasti tentang
partisipasi perlindungan dan penegakkan HAM di Indonesia makaKOMNAS HAM menekankan
Membantu terwujudnya peradilan kredibel;
Memprakarsai dan menfasilitasi pembentukan komnas HAM di daerah-daerah;
Mengatasi pelanggaran HAM berat;
Meningkatkan kemampuan para penegak hukum;
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat;
Menjamin berlanjutnya proses hokum;
Membuat kriteria dan indikator pelanggaran HA
Telah di jelaskan pada pembangian sebelumnya bahwa Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari
tiga bagian yang mempunyai kedudukan yang sama, yaitu pembukaan, batang tubuh yang terdiri
dari Pasal 37.dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 banyak menyebutkan hak-hak asasi
sejak alinia 1 sampai alinia ke4.
- Alinea pertama pada hakekatnya adalah merupakan pengakuan akan adanya kebebasan untuk
merdeka.pengakuan akan perikemanusiaan adalah inti sari dari hak-hak asasi manusia,
- Alinea kedua : Indonesia sebagai negara yang adil
- Alinea ketiga : Dapat disimpulkan bahwa rakyat indonesia menyatakan kemerdekaannya
supaya tercapai kehidupan bangsa indonesia yang bebas.
- Alinea ke empat: berisikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi dalam segala
bidang,dan dalam batang tubuhUndang-undang dasar 1945 mengatur hak-hak asasi manusia
dalam 7 pasal ,yaitu Pasal-Pasal yang langsung berbicara mengenai hak-hak asasi. Ketujuh pasal
tersebut adalah :
1. Pasal 27: Tentang persamaan dalam hukum dan penghidupan yang layak bagi manusia.
2. Pasal 28: Tentang kebebasan berserikat,berkumpul,dan mengeluarkan pikiran secara lisan
maupun tulisan.
3. Pasal 29: Tentang kemerdekaan untuk memeluk agama
4. Pasal 31: Tentang hak untuk mendapat pengajaran
5. Pasal 32: Perlindungan yang bersifat kulturil
6. Pasal 33: Tentang hak ekonomi
7. Pasal 34: Tentang kesejahteraan sosial
Namun dalam hal ini yang perlu dicatat, bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
dan dalam batang tubuh UUD 1945. Hak-hak asasi itu telah ada. Karena itu tidak heranlah
bahwasannya Negara Indonesia saat ini telah mengatur masalah UUD 1945, dan yang harus
dipikirkan oleh pemerintah adalah bagaimana supaya segera menyusun undang-undang
pelaksanaannya.Bangsa Indonesia menyatakan hak-hak asasinya dalam berbagai peraturan
perundangan sebagai berikut.
1. UUD 1945
2. Tap. MPR No. XXVI/MPR/1998 tentang HAM
3. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
4. UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia di Indonesia mempunyai tugas pokok, yaitu meningkatkan
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di Indonesia. Sedangkan Pengadilan HAM memiliki
wewenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk
yang dilakukan di luar territorial wilayah Negara RI oleh Warga Negara Indonesia.
Diposkan oleh irul di 22.57

Anda mungkin juga menyukai