Makalah Keracunan
Makalah Keracunan
Disusun oleh :
1. Alviono Lusi
2. Febri Christian
3. Imade Suarnada
4. Marta Tri Andika
5. Maria Goreti M
6. Veronika Ayu S
7. Wulan Puspita S
c. Esofagus
Esofagus terletak dibelakang trakea dan didepan tulang punggung
setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam abdomen
menyambung dengan lambung. Lapisan dalam esofagus yaitu mukosa,
submukosa, otot (longitudinal dan sirkuler) dan jaringan ikat renggang.
Fungsi esofagus adalah menggerakkan makanan dari faring kelambung
melalui gerak peristaltik.
d. Lambung
Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan
esofagus melalui orifisium pilori terletak dibawah diafragma didepan
pankreas dan limfa menempel disebelah kiri fundus uteri. Fungsi
lambung adalah menampung makanan, menghancurkan dan
menghaluskan oleh peristaltik lambung dan getah lambung,
memproduksi kimus, digesti proterin, produksi mukus, memproduksi
faktor intrinsik yaitu glikoproterin, dan mengabsorbsi.
Di lambung terdapat beberapa enzim, yaitu asam lambung, enzim
renin, dan enzim pepsin. Asam lambung (HCL) adalah zat kimia yang
berperan dalam membunuh bakteri yang terdapat pada makanan di
dalam lambung dan juga membantu kerja enzim pepsin. Enzim renin
di dalam lambung berperan dalam mengubah kaseionogen menjadi
kasein. Sedangkan enzim pepsin berfungsi dalam mengubah prorein
menjadi proteosa, polipeptida dan pepton.
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan yakni mukosa,
submukosa, muskularis dan serosa.
Lapisan mukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan
berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung dan hormon.
Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan
antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah
lambung yang dapat dikeluarkan. Di dalam lapisan mukosa terdapat 3
jenis sel yang berfungsi dlam pencernaan, yaitu sel goblet (goblet cell),
sel parietal (parietal cell) dam sel chief (chief cell).
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mukus atau lendir untuk
menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan
asam lambung.
Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung
(Hydrochloric acid) yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin.
Diperkirakan bahwa sel parietal memproduski 1.5 mol dm -3 asam
lambung yang membuat tingkat kecemasan dalam lambung mencapai
pH 2.
Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim
pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk
tidak aktif agar enzim tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel
tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Lapisan submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri
dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke
sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea dan
karbondioksida dari sel-sel tersebut.
Lapisan mukularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam
pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot yakni
otot melingkar, memanjang dan menyerong. Kotraksi dan ketiga
macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerakan peristaltik
(gerakan menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan
di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi
sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan
sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara
perut dengan anggota tubuh lainnya.
e. Usus halus
Susunan usus halus yaitu duodenum, jejunum dan ileum. Gerakan
usus halus antara lain segmental, peristaltik, kaustral. Fungsi usus
halus adalah menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk
diserap melalui kapiler-kapiler darah dan secara selektif mengabsorbsi
produk digesti dan juga air, garam dan vitamin.
Di dalam usus terdapat enzim enterokinase, enzim maltase, enzim
laktase, enzim sukrase, enzim paptidase dan enzim lipase). Enzim
enterokinase berfungsi dalam mengubah tripsinogen menjadi tripsin.
Enzim maltase berfungsi dalam mengubah maltosa menjadi glukosa.
Enzim laktase berfungsi dalam mengubah laktosa menjadi galaktosa
dan glukosa. Enzim sukrase berfungsi dalam mengubah polipeptida
menjadi asam amino. Enzim lipase berfungsi dalam mengubah lemak
menjadi gliserol dan asam lemak.
f. Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan
sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20-25%
oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :
1) Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Dalam metabolisme karbohidrat, hati melakukan fungsi berikut ini
a) Menyimpan glikogen dalam jumlah besar.
b) Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.
c) Glugoneogenesis
d) Pembentukan banyak senawa kimia dan prodak antara
metabolisme karbohidrat.
2) Fungsi hati metabolisme lemak
Hati mengadakan katabolisis asam lemak, asam lemak dipecah
menjadi beberapa komponen :
a) Senyawa 4 karbon keton bodies
b) Senyawa 2 karbon aktif asetat (dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol)
c) Pembentukan kolesterol
d) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid.
9) Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang
normal 1500cc/menit. Atau 1000 1800cc/ menit. Darah yang
mengalir di dalam arteri hepatica 25% dan didalam vena porta
75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan
hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik
matahari, shock. Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah.
3) Usus
Usus tidak jauh berbeda dengan lambung. Nervus vagus
masih mempersarafi absorbsi yang ada di ussus setelah makanan di
cerna didalam lambung. Usus juga disarafi oleh saraf simpatis
bagian fleksus simptikus.
b. Faring
Faring digunakan pada saat digesti (menelan) seperti saat bernafas.
Faring dibagi menjadi tiga, yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Adenoid atau faringela tonsil berada di langit-langit
nasofaring. Tenggorokan dikelilingi oleh tonsil, adenoid, dan jaringan
limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebgaai mata rantai nodus
limfatikus untuk menjaga tubuh dari invsi organisme yang masuk ke
hidung dan tenggorokan.Orofaring yaitu berfungsi untuk menampung
udara dari nasofaring dan makanan dari mulut.Laringo faring berfungsi
untuk berperan dalam proses menelan dan respirasi.
c. Laring
Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai
proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi
proses terjadinya batuk. Laring terdiri dari epiglotis, glotis, kartilago
tiroid, kartilagu krikoid, kartilagu aritenoid, pita suara.
d. Trakea
Trakea bersifat sangat fleksibel, dengan cincin kartilago berbentuk
huruf C. Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang
mengandung banyak sel globet yang mensekresi lendir.
f. Alveoli
Fungsi utama dari alveoli adalah pertukaran CO2 diantara kapiler
pulmoner dan alveoli. Jumlah alveoli akan bertambah sesuai dengan
pertambahan usia. Pada orang dewasa, dan pada usia 8 tahun, jumlah
alveoli adalah sebanyak 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai
9-11 prepulmonari dan pulmonari kapiler.
g. Paru-paru
Setiap paru-paru terbagi menjadi sub bagian yang menjadi sekitar
10 unite terkecil yang disebut broncho pulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Ada
tiga sel dalam paru-paru yaitu sel goblet, sel surfaktan dan sel
makrofak. Sel goblet untuk memproduksi sputum, sel surfaktan untuk
kembang kempis alveoli dan sel makrofag untuk fagositosis bakteri.
h. Pleura
Merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura
dada dua macam yaitu parietal dan viseral. Diantara kedua pleura itu
terdapat cairan pleura yang tipis dan memungkinkan kedua permukaan
tersebut bergesakan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah
pelekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-
paru. Masuknya udara maupun cairan kedalam rongga pleura akan
menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang
penyakit pleura akan mengalami peradangan.
B. PENGERTIAN KERACUNAN
1. Racun adalah zat yang ketika tertelan, terisap, diabsorbsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil
menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia (Smeltzer,
2001).
2. Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan
oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik dan lain-lain
(Sartono, 2001).
3. Jadi keracunan adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol serta senyawa bahan kimia toksik yang menyebabkan
cedera tubuh sampai menyebabkan kematian.
C. KERACUNAN MAKANAN
1. Pengertian Keracunan Makanan
Keracunan makanan berarti penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan mengandung racun yang dapat berasal dari jamur,
kerang pestisida, bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan
makanan dan bakteri. Pada dasarnya, racun ini mampu merusak saluran
cerna dan sistem saraf. Gangguan saluran cerna bermanifestasi sebagai
sakit perut, rasa mual, muntah, dan terkadang disertai diare. Sementara
gangguan sistem saraf timbul sebagai rasa lemah, gatal, kesemutan
(parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernapasan.
Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat
mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh organisme
menular, seperti bakteri, virus, dan parasit. Selain itu bisa karena racun
yang mereka keluarkan di makanan. Kontaminasi dapat terjadi saat
makanan sedang diproses atau dimasak dengan tidak benar.
5. Eksotoksin
Keracunan makanan yang disebabkan oleh eksotoksin dapat terjadi
karena makanan non-asam dalam kaleng yang diproses kurang sempurna
sehingga Clostridium botulinum atau sporanya masih dapat tumbuh.
Makanan tersebut antara lain daging, sayuran, dan kadang-kadang juga
buah-buahan. Botulisme mungkin juga terjadi pada bayi yang diberi madu,
sayuran, dan buah-buahan segar, atau makanan lain yang tercemar
sporanya.
Gejala klinis
Terutama muntah, penglihatan ganda, dan kelumpuhan otot. Pada
orang dewasa, gejala timbul dalam waktu 8 jam sampai 8 hari setelah
kemasukan eksotoksin dengan gejala muntah, kadang-kadang diare dan
sakit perut, otot-otot terasa pegal, ptosis, disartria, pupil membesar, sukar
menelan, lemah, kelumpuhan otot pernapasan, dan kuadripleks. Gangguan
pada saluran cerna mungkin tidak terlihat.
Tindakan pencegahan
Makanan kaleng yang diduga mengandung spora K, botulinum,
sebelum dibuka dan dimakan, direbus atau digodog selama 15 menit di
dalam air.
Tindakan penanggulangan
Tindakan gawat darurat
1) Usahakan untuk mengeluarkan toksin atau racun (muntah) dengan
diberi natrium bikarbonat dan karbon aktif, jika tidak timbul gejala.
Atau lakukan pengurasan lambung dan diikuti pembersihan usus,
kecuali jika terjadi diare.
2) Lakukan pemeriksaan darah, untuk menentukan toksinnya.Antidote
yang digunakan ialah ABE, kecuali jika sudah pasti diketahui tipe A
atau B. Dosis yang diberikan 1 vial setiap 4 jam secara IV, sampai
gejala keracunan hilang atau tidak terdapat lagi toksin dalam serum.
Sebelumnya perlu dilakukan tes sensitivitas, dengan menyuntikkan 0,1
ml antitoksin yang diencerkan 10 kali dengan larutan garam normal
secara intradermal dan ditunggu sampai 15 menit.
Tindakan umum
Jika terjadi depresi pernapasan, berikan pernapasan buatan,
1) Cegah aspirasi paru yang mungkin terjadi
2) Jika timbul pneumonia, berikan obat kemoterapi yang spesifik.
6. Enterotoksin
Keracunan makanan sering terjadi, bahkan secara massal. Hal ini
sering disebabkan oleh makanan mengandung enterotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri Stafilokoki. Tergantung penyebabnya, waktu
inkubasi antara 1 sampai 96 jam dan gejala timbul antara 1 sampai 7 hari.
Pencemaran terjadi karena makanan dibiarkan terbuka atau spora yang
masih ada tumbuh kembali. Makanan yang dapat tercemar, antara lain
daging, lidah sapi, produk ikan, susu, telur, dan sosis.
Gejala klinis
Tindakan penanggulangan
7. Keracunan Jengkol
Jengkol sebetulnya tidak mengandung racun. Hanya karena dapat
terjadi kristalisasi asam jengkol di dalam saluran urin, maka terjadi apa
yang disebut keracunan jengkol.
Diduga keracunan jengkol dapat terjadi karena terlalu banyak
makan jengkol atau mungkin cara mengolahnya dan juga pengaruh
makanan yang dikonsumsi bersamaan.
Gejala Klinis
a. Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan
kadang disertai kejang kejang
b. Mual, muntah
c. Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur
putih seperti air pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah
merah dan sel darah putih).
d. Perut kembung dan susah BAB)
e. Nafas dan Urine berbau jengkol
f. Sakit pinggang dan sakit perut.
g. Rasa sakit pada waktu kencing, Pada keracunan yang berat, urin
berkurang atau tidak dapat kencing sama sekali.
Tindakan pencegahan
a. Mengkonsumsi jengkol tidak berlebihan dan jika makan jengkol
sebaiknya disertai banyak minum, supaya kadar asam jengkolat lebih
encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.
b. Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat
minum) penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat
dalam larutan glukosa 5%.
c. Antibiotika apabila terjadi infeksi sekunder.
Tindakan Penanggulangan
8. Keracunan singkong
Karena umbinya yang besar maka singkong jenis tertentu
(singkong gendruwo) ditanam untuk diambil patinya. Jika singkong jenis
ini dimakan dapat menyebabkan keracunan karena mengandung senyawa
sianida.
a. Singkong dengan kadar HCN yang tinggi dan proses pengolahan yang
tidak benar sehingga kadar HCN pada singkong masih melebihi kadar
aman.
b. Jika pada singkong terdapat bercak biru sebaiknya tidak dikonsumsi,
kemungkinan kandungan HCN-nya tinggi dan tidak banyak berkurang
walaupun sudah dicuci dan dimasak.
Gejala klinis
a. Mual muntah
b. Diare dan sakit perut
c. Sesak napas
d. Badan lemah
e. Mata melotot
f. Mulut berbusa
g. Kejang dan pingsan.
Tindakan pencegahan
Tindakan penanggulangan
Penatalaksanaan
Pre Hospital
a. Kenali gejala-gejala keracunan seperti kepala pusing, perut mual, badan
menjadi dingin dan lemas. Biasanya gejala ini muncul beberapa saat
setelah kita makan atau minum sesuatu.
b. Segera minum susu kental atau minum air putih sebanyak-banyaknya.
Air kelapa muda telah terbukti memiliki khasiat sebagai penawar dan
pengurai zat racun.
c. Berikan norit 1 2 sendok makan dengan air hangat.
d. Pemberian analgetik.
e. Jika ternyata kondisi masih tidak berubah dalam beberapa jam dan
menunjukkan gejala-gejala yang lebih parah semisal kejang-kejang,
sebaiknya segera ditangani oleh ahli medis, Jangan lupa membawa
serta contoh makanan beracun ataupun mengingat makanan yang telah
dimakan untuk mempermudah diagnosa dokter.
Hospital
- Tindakan Emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi.
Breathing: Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas
spontan atau pernafasan tidak adekuat.
Sirkulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan.
- Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa
pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5% kec.15 20, nafas buatan,
O2, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat obatan
depresan saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan nafas
berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun
orga fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan
hanya di lakukan dengan meniup face masuk atau menggunakan alat
bag valve mask.
- Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda
usaha usaha penyelamatan penderita yang harus segera di lakukan.
- Mengurangi absorbsi
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan
dengan merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun
dengan karbon aktif dan membersihkan usus.
- Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan diuresis
basa atau asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfus.
Tindakan pertolongan
a. Anafilaksis merupakan keadaan darutat yang memerlukan pertolongan
segera.
b. Bila perlu, segera lalukan resusitasi kardiopulmonal, intubasi
endotrakeal atau trakeostomi/krikorotomi.
c. Epinefrin diberikan dalam bentuk suntikan atau obat hirup, untuk
membuka saluran pernapasan dan meningkatkan tekanan darah.
d. Untuk mengatasi syok, diberikan cairan melalui infuse dan obat-obatan
menyokong fungsi jantung dan peredaran darah berfungsi balik.
e. Antihistamin misalnya diphenhydramine dan kortikosteroid misalnya
prednisone diberikan untuk meringankan gejala lainnya.
Pasien sadar
a. Berikan 1-2 gelas air sedikit demi sedikit (kecuali muntah yang terus
menerus) untuk mengencerkan racun.
b. Berikan norit +/- 20 tablet yang telah dilarukan dalam 1 gelas air (dosis
1 gr/Kg BB).
a. Pasien ditidurkan
b. Longgarkan pakaian
c. Miringkan ke kiri bila pasien muntah
d. Awasi kesadaran, nadi, pernapasan, dan suhu
e. Identifikasi bau mulut yang khas sesuai bahan beracun
Pembilasan Lambung
Pembilasan lambung perlu dilakukan apabila racun masuk melalui
mulut kurang dari 3 jam. Pembilasan lambung dapat dilakukan setelah
lewat dari 3 jam, apabila penderita sudah diberi minum susu dalam jumlah
banyak terlebih dahulu.
Pembilasan lambung tidak boleh dikerjakan apabila racun yang
termakan korosif, misalnya asam atau basa keras atau berupa bensin dan
sejenisnya.
Cara yang dilakukan dalam penatalaksanaan keracunan melalui
mulut : penderita diberi minum air garam (satu sendok makan garam dapur
dalam satu liter air) atau satu sendok makan bubuk norit (arang) dalam
satu liter air. Kemudian cairan tersebut dimuntahkan. Apabila penderita
tidak sadar, jangan melalukan prosedur memuntahkan sendiri isi
lambungnya.dalam hal ini korban cepat dibawa ke rumah sakit.
Nutrisi
Selama keracunan belum usai, pasien dianjurkan mengkonsumsi
air beras untuk membantu menenangkan peradangan, selain
memperbanyak minum. Lactobacillus acidophillus juga dianjurkan,
terutama bagi mereka yang diresepkan antibiotik.Meskipun masih sebatas
penelitian laboratorium, berbagai zat gizi juga terbukti berkhasiat
membantu penyembuhan.
9. Patofisiologi
Keracuanan dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya yaitu
faktor bahan kimia, mikroba, toksin dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik shingga terjadi penurunan fungsi organ
organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan makanan
menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung,gangguan pernafasan,
gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan
obat da bahan kimia). Terjadi mual, muntah di karenakan iritasi pada
lambung sehingga HCL dalam lambung meningkat. Makanan yang
mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat (inktivasi)
enzim asrtikolinesterase tubuh (KhE). Dalam keadaan normal enzim KhE
bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan mengikat
Akh KhE yang bersifat inakttif. Bila konsentrasi racun lebih tingggi
dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh di tempat tempat tertentu, sehingga timbul gejala
gejala rangsangan Akh yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek
muscarinik, nikotinik, dan ssp (menimbulkan stimulasi kemudian depresi
SSP).
D. GIGITAN HEWAN
1. Gigitan Ular
a. Pengertian
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di
Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak
berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang
atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan
bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem
pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi,
yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak
di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak
hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Efek
toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada
spesies, ukuran ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan
(apakah hanya satu atau kedua taring menusuk kulit), serta banyaknya
serangan yang terjadi.
Ular berbisa kebanyakan termasuk dalam famili Colubridae, tetapi
pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat lemah. Contoh ular
yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali
(Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular
serasah (Sibynophis geminatus). Ular berbisa kuat yang terdapat di
Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae, Hydropiidae, atau
Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora
intestinalis), ular weling (Bungaruscandidus), ular sendok (Naja
sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus hannah). Viperidae
memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian
rahang atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang
mangsanya. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan
Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan
mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera
russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut
(Trimeresurus albolabris).
b. Ciri-ciri Ular berbisa
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa.
Beberapa spesiesular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular
berbisa. Namun, beberapa ular berbisadapat dikenali melalui ukuran,
bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa
terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga,
ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas
taring.
d. Patofisiologi
Umumnya ular beracun, racunnya bersifat menggumpalkan dan
menyebar dalam pembuluh darah mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC), layuh (paralysis), dan turunnya
tekanan pada sistem kardiovaskuler (cardiovaskuler depressio).
Penampakan yang lain ialah gangguan penghantaran (konduksi),
trombositopenia, gagal ginjal, dan perdarahan di dalam tengkorak
(intrakranial).
Beberapa spesies ular bergantung pada perubahan pathofisiologi
racun, seperti : Kobra, dan krait berpengaruh meracuni syaraf
(neurotsoksik). Ular berbisa (viper) seperti ular laut mengakibatkan
perdarahan dan meracuni otot (miotoksik). Peracun syaraf
(neurotoksik) hasil tubokurarine berupa hambatan di persyarafan-
ototan (neuromuskular), sehingga terjadi layuhan menggelambir
(paralisis flasid). Kelayuhan (parslisis) meluas dengan menyerang otot
palatum, dagu, lidah, pangkal tenggorok (laring), leher, dan otot telan.
Umumnya otot dikendalikan oleh saraf otak,pupil, beraksi (reaktif)
menyempit hingga setik akhir. Otot dada lebih lama bertahan dengan
nyeri sekat rongga badan (diafragma), sehingga terjadi kelayuhan
(paralisis) sampai pada detik akhir.
2. Gigitan Serangga
a. Hymenoptera
Banyak orang meninggal karena reaksi alergi oleh sengatan
serangga golongan Hymenoptera. Golongan hymenoptera ini terdiri
dari : tawon, lebah, semut, hornets. Hanya lebah madu biasa yang
meningalkan sengatan. Tawon , lebah hornets, dan semut merah
menyengat secara berulang sampai menyengat berulang kali.
Dalam kebanyakan kasus gigitan serangga treatment lokal adalah
penting. Kecuali reaksi alergi yang terjadi, kebanyakan pasien akan
mentoleransi sengatan hymenoptera.
3. Sengatan Kalajengking
b. Manajemen
Pengobatan pra-rumah sakit sebagian besar mendukung. Hal ini
penting untuk meyakinkan pasien. Relaksan otot IV mungkin
diperlukan untuk kejang parah. Dengan pesanan dokter Anda
menggunakan diazepam (2,5-10 mg IV) antivenin tersedia, sehingga
mentransfer pasien ke departemen emerency sesegera mungkin.
Indikasi Diazepam.digunakan untuk mmperpendek mengatasi
gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga
dapat diinginkan untuk gemetaran, kegilaan, dan dapat menyerang
secara tiba-tiba. Diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot,
kejang otot merupakan penyakit neurologi.
Kontraindikasi. Hipersenitivitas, sensitivitas hilang dengan
benzodiazepin lain, pasien koma, depresi ssp yang sudah ada
sebelumnya, nyeri berat tak terkendali, glaukoma sudut sempit,
kehamilan atau laktasi.
MEKANISME KERJA, Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan
memperkuat fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin
dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang
tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di
hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas
farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat
ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA
terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA
akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida
akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir
masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan
sel untuk dirangsang berkurang.
E. KERACUNAN GAS
1. Pengertian
Keracunan pada bagian inhalasi mengakibatkan absorbsi yang sangat
cepat terhadap agen toksik itu sendiri melalui membran kapiler alveoli di
paru-paru. Menghirup racun dapat mengiritasi arteri pulmonal,
menyebabkan edema yang luas menghancurkan jaringan. Ketika racun itu
terabsorbsi efek sistemik yang lebih luas dapat terjadi. Agen kausatif
dapat berbentuk seperti gas, asap, asap dari kendaraan atau alat
penyemprot. Macam-macam racun yang melewati saluran inhalasi
termasuk:
a. Gas beracun
b. Karbon monoksida
c. Amonia
d. Chlorine
e. Freon
f. Toxic vapors, fumes, atau aerosol
g. Karbon tetraklorida
h. Methyil klorida
i. Gas air mata
j. Gas mustard
k. Nitrous oxide
l. Peptisida
4. Patofisiologi
Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan turunnya
kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan
penggunaan oksigen di tingkat seluler. Karbonmonoksida mempengaruhi
berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah yang
mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung.
Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia ensefalopati yang terjadi
akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana
peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan
mortalitas dan morbiditas.
Efek utama dari keracunan ini adalah terjadi hypoxia celulaer. Sel
darah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas lain. Kemampuan
atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan gas lain. Sel darah merah
mempunyai ikatan yang lebih kuat terhadap karbon monoksida (CO) dari
pada oksigen (O2). Sehingga kalau terdapat CO dan O2, sel darah merah
akan cenderung berikatan dengan CO.
Karbon monoksida dieliminasi di paru-paru. Waktu paruh dari
karbon monoksida pada temperatur ruangan adalah 3 - 4 jam. Seratus
persen oksigen dapat menurunkan waktu paruh menjadi 30 90 menit,
sedangkan dengan hiperbarik oksigen pada tekanan 2,5 atm dengan
oksigen 100% dapat menurunkan waktu paruh samapai 15-23 menit.
Bila terhirup, karbon monoksida akan berikatan dengan
Haemoglobin (Hb) dalam darah membentuk Karboksihaemoglobin
sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini disebabkan karbon monoksida
dapat mengikat 250 kali lebih cepat dari oksigen. Gas ini juga dapat
mengganggu aktifitas seluler lainnya yaitu dengan mengganggu fungsi
organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti otak dan
jantung. Efek paling serius adalah terjadi keracunan secara langsung
terhadap sel-sel otot jantung, juga menyebabkan gangguan pada sistem
saraf.
Karena sistem saraf pusat mempunyai kebutuhan kritis terhadap
oksigen, sistem ini menunjukan toksisitas karbon monoksida. Seseorang
yang menderita keracunan karbon monoksida tampak terintoksikasi (dari
hipoksia serebral). Tanda dan gejala lain meliputi sakit kepala, kelemahan
otot, palpitasi, pusing, konfusi mental dan dapat menjadi kome dengan
cepat. Warna kulit tidak merupakan tanda yang meyakinkan dapat
merupakan rentang dari merah muda sampai sianotik atau pucat. Terpajan
karbon monoksida membutuhkan penanganan segera. Diagnosa
keperawatan meliputi gangguan pertukaran gas dan resiko terhadap
kekerasan terhadap diri sendiri.
5. Pemeriksaan penunjang
- EKG, Pulse Oximetry, Cooximetry
- Pemeriksaan laboratorium : Analisa kadar HbCO, Pemeriksaan gas
darah.
- Pemeriksaan imaging
- X-foto thorax.
- CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus
keracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental
yang tidak pulih dengan cepat.
6. Penatalaksanaan
Bila terjadi keracunan gas karbon monoksida, maka untuk
pertolongan pertama adalah segera bawa korban ke tempat yang jauh dari
sumber karbon monoksida, longgarkan pakaian korban supaya mudah
bernafas. Pastikan korban masih bernafas dan segera berikan oksigen
murni. Korban harus istirahat dan usahakan tenang. Meningkatnya gerakan
otot menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen, sehingga persediaan
oksigen untuk otak dapat berkurang. Segera bawa ke rumah sakit terdekat.
Penatalaksanaan di rumah sakit tujuannya adalah untuk
mengembalikan oksigenasi serebral dan hipoksia miokard dan untuk
mempercepat eliminasi karbon monoksida.
a. Berikan oksigen 100% pada atmosfer atau tekanan hiperbarik untuk
menangani hipoksia dan peningkatan karbon monoksida.
b. Ambil darah untuk kadar karboksihemoglobin ; oksigen diberikan
sampai dengan kadar karsihemoglobin kurang dari 5%.
c. Observasi pasien secara konstan. Gangguan psikosis, paralisis spastik,
ataksia, gangguan visual, dan penyimpangan kepribadian mungkin
menetap setelah resusitasi dan dapat menjadi gejala kerusakan sistem
saraf pusat permanen.
d. Ketika terjadi keracunan karbon monoksida yang tidak disengaja,
hubungi departemen kesehatan. Saluran atau bangunan juga harus
diinseksi.
e. Minta konsultasi psikiatrik jika keracunan adalah usaha bunuh diri.
F. PENATALAKSANAAN OBAT
1. Keracunan Gas
Golongan obat pompa pepton inhibitor
a. Omeprazole
1) Indikasi :
pengobatan jangka pendek tukak usus dan tukak lambung, refluks
esofagitis yang erosif. Pengobatan jangka panjang sindrom
Zollinger-Ellison. Menghambat produksi asam lambung
2) Dosis :
dewasa 20-40 mg sekali sehari. Lama terapi: tukak usus 204
minggu. Tukak lambung dan refluks esofagitis yang erosif 4-8
minggu; sindoma Zollinger-Ellison 60 mg sekali sehari. Maksimal
120 mg/hari. Dosis 80 mg harus diminum dalam 2 dosis terbagi.
3) Cara kerja obat :
OMEPRAZOLE termasuk kelas baru senyawa anti-sekresi, suatu
benzimidazol tersubstitusi, yang menekan sekresi lambung melalu
penghambatan spesifik terhadap sistem enzim h+/k+ ATPase pada
permukaan sekresi sel parietal lambung. Karena sistem enzim ini
merupakan pompa asam (proton) dalam mukosa lambung,
omeptazol digambarkan sebagai penghambat pompa asam lambung
yang menghambat tahap akhir pembentukan asam lambung. Efek
ini berhubungan dengan dosis dan menimbulkan penghambatan
terhadap sekresi asam terstimulasi maupun basal tanpa dipengaruhi
stimulus.
Omeprazole tidak menunjukkan efek antikolinergik atau sifat
antagonis histamin hz. Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa
setelah keluar dengan cepat dari plasma, omprazol dapat ditemukan
di dalam mukosa laambung slama sehari atau lebih.
4) Aktivitas antisekresi
Sesudah pembrian obat oral, mula kerja efek antisekresi omeprazol
terjadi dalam 1 jam, maksimum 2 jam.Penghambatan sekresi kira-
kira 50% dari maksimum dalam 24 jam dan proses penghambatan
berlangsung sampai 72 jam.Efek anti sekresi omeprazol lebih lama
dari yang dapat diperkirakan berdasarkan waktu paruh dalam
plasma yang sangat pendek (<1 jam). Kemungkinan disebabkan
oleh pengikatan enzim H+/K+ATPase dalam sel parietal yang lebih
lama.
b. Dopamin
1) Indikasi:
Pengobatan syok kardiogenik. Pasca op, syok toksik dan anafilktik
yang disertai hipotensi berat.
2) Dosis :
Pengobatan instesif pada penyakit dalam dosis rata-rata 200
mcg/menit = kira-kira 3 mcg/kgBB/ mnt. Pengobatan intesif pada
pembedahan, termasuk pengobatan syok septik. Dosis rata-rata 14-
17 mcg/KgBB/mnt.
3) Kontraindikasi:
Feokromositoma, takikardia atau fibrilasi ventrikel yang tidak
terkoreksi, tiroktoksikosis, adenoma prostat, glaukoma sududt
sempit.
4) Efek samping:
Denyut jantung ektopik, takikardia, angia, palpitasi, vasokontriksi,
hipotensi, dispnea, gangguan GI, sakit kepala, jarang, konduksi
aberans, pelebaran kompleks QRS, elevasi TD, azotemia,
piloereksi.
K/H : amp 50 mg/5mL x 5, 200 mg/10 mL x 5
c. Dobuject
1) Indikasi :
Terapi pendukung inotropik dari mikardium pada pengobatan gagal
jantung kongestif akut atau syok kardiogenik.
2) Dosis:
2.5-40 mcg/kgBB/mnt secara infus. Biasanya 2.5-1-
mcg/kgBB/MNT.
3) Kontraindikasi
Kardiomiopati ostruktif, stenosis subaorta hipertrofi idiopatik.
4) Efek samping :
Mual, sakit kepala, palpitasi dispnea, dan nyeri dada.
k/h: larutan infus 250 mg/5Mlx5
d. Dobucef
1) Indikasi :
Infark miokard, bedah jantung terbuka, kardiomiopati, syok sepsis,
syok kardiogenik
2) Dosis:
0.5-1 mcg/kgB/mnt melalui infus IV. Dosisi dapat dititrasi dengan
interval beberapa menit dengan kecepatan infus2-
20mcg/kg/BB/mnt
3) Kontraindikasi:
Stenosis subaorta hipertrofi idiopatik
4) Efek samping:
Flebitis( reaksi lokal pada tempat ini). mual, muntah, sakit kepala.
K/H: vial 250 mg/5mL x 5
e. Inhalator
1) Indikasi:
Nebulizer biasanya diberikan pada klien dengan penyempitan
jalan nafas atau bronkospasme. Nebulizer dapat menguapkan obat
obat yang dapat dihirup.
2) Efek samping:
Takikardi, Palpitasi (jantung berdebar debar ), Pusing, Mual,
Tremor, Insomnia ( susah tidur )
Pemberian
Secara intramuskular :
- Hasil uji kepekaan harus negatif
- Penyuntikan harus dilakukan seara perlahan
- Penderita harus diamati paling sedikit selama 30 menit
Secara intravena
- Lakukan penyuntikan secara intra-muskular terlebih dahulu
- Bila tidak ada gejala alergi, lakukan penyuntikan intravena
- Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan
- Penderita harus paling sedikit selama 1 jam
4) Efek samping
- Lihat petunjuk pemakaian antisera
5) Interaksi obat
- Tidak ada interaksi obat
- Peringatan dan perhatian
b. Tetanus toxoid
Imunisasi dasar dengan dosis 0,5 cc IM, yang diberikan 1x
sebulan selama 3 bulan berturut-turut. Booster (penguat) diberikan 10
tahun kemudian setelah suntikan ketiga imunisasi dasar, selanjutnya
setiap 10 tahun setelah pemberian booster di atas.
1) Komposisi
Tiap dosis (0.5 mL) mengandung:
- Zat berkhasiat:
Toksoid tetanus murnia 10 lf
- Zat tambahan :
Aluminium fosfat 1,5 mg
Thimerasol 0,05 mg
2) Indikasi
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap tetanus dan
perindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia subur.
3) Cara kerja obat
Merangsang tubuh membentuk antibodi terhadap tetanus.
4) Posologi
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/ tetanus
neonatorum terdiri 2 dosis primer @ 0.5 mL yang di berikan
secara intramuskular dengan interval 4-6 minggu, diikuti dengan
dosisi ketiga 6 bulan berikutnya.
Vaksin TT dapat diberikan bersamaan dengan vaksin BCG,
campak, rubella, mumps, polio, hepatitis B, haemophilus influenza
tipe B, dan yellow fever pada lokasi penyuntikan yang berbeda,
serta suplemen vitamin A.
5) Efek samping : bersifat ringan dan jarang, seperti sakit dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, serta
kadang-kadang demam. Aman diberikan selama masa kehamilan.
6) Kontraindikasi : reaksi berat terhadap dosis vaksin T sebelumnya,
hipersensitif terhadap komponen vaksin, imunisasi sebaiknya tidak
diberikan pada keadaan demam atau infeksi akut. Pada demam
tingan seperti infeksi ringan pada pernafasan bagian atas,
imunisasi dapat diberikan.
7) Defisiensi sistem kekebalan : individu yang terinfeksi HIV
asimtomatis maupu simtomatis, harus divaksinasi TT menurut
jadwal yan telah ditetapkan.
8) Interaksi obat : tidak ada interaksi obat
9) Dosis 10 vial 5mL (10 dosis )
3) Posologi
- Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita
pada saat akan menerima anti sera
- Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila ditambahkan
ke dalam larutan fisiologis menjadi larutan 2 % v/v dan
diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan 40-80 tetes/
menit, diulang 6 jam kemudian.
- Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak
berkurang atau bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen
dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai mak- simum 80
100 mL.
- Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat
diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat
perlahan-lahan.
- Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama
dengan dosis untuk orang dewasa.
- Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan
desensitisasi.
4) Pemberian secara Intravena :
- Hasil uji kepekaan harus negatif
- Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan
- Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam
5) Efek Samping
Perhatikan Petunjuk Pemakaian Antisera
6) Interaksi Obat
Tidak ada interaksi obat.
7) Kontraindikasi
Penderita yang terbukti alergi terhadap an- tisera kuda.
- Peringatan dan Perhatian : Karena tidak ada reaksi netralisasi silang
(cross-neutralization) Serum Anti Bisa Ular Polivalen ini tidak
berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian
Timur (misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis antarticus,
Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan
terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa).
- Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit asma berat
jika sudah menunjukkan tanda-tanda keracunan sistemik.Bukan
untuk pemberian lokal pada tempat yang digigit.Perhatikan
Petunjuk Pemakaian Anti- sera JANGAN DIBEKUKAN.
- Masa kadaluarsa 2 tahun.
- KEMASAN : Dus : 10 Vial @ 5 mL, BIOSAVE, Dus : 1 vial @ 5
mL
- Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:
1. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena
gigitan. Tindakan ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30
menit paskagigitan.
- Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi:
- 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
- 25-50 LD50 bisa Bungarus
- 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
- Fenol 0,25% v/v.
- Teknik Pemberian: 2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl
0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan 40-80 tetes per menit.
Maksimal 100 ml (20 vial).
d. Antibiotik
- Cara kerja obat antibiotik :
Pekerjaan antibiotik adalah untuk membunuh bakteri yang
hadir dalam tubuh manusia atau hewan hidup lainnya. Bakteri
setelah masuk sistem kita, menggunakan tubuh sebagai tuan rumah
dan mulai berkembang biak, hal ini menimbulkan penyakit dan
infeksi. Antibiotik adalah obat yang hanya dapat diresepkan oleh
praktisi medis berlisensi. Tergantung keseriusan infeksi dan potensi
antibiotik yang diambil, waktu pemulihan dari seorang individu
bisa berkisar dari satu minggu untuk satu bulan.
Antibiotik membunuh bakteri yang hadir dalam tubuh dan
juga menghilangkan penyakit. Antibiotik seharusnya hanya
menargetkan bakteri hadir dalam tubuh, dan bukan sel-sel tubuh.
Oleh karena itu, mereka juga disebut sebagai racun selektif.
Setiap antibiotik bekerja dengan cara tersendiri, seperti beberapa
dapat menekan kemampuan bakteri untuk mengubah glukosa
menjadi energi yang dibutuhkan oleh mereka untuk berkembang
biak. Beberapa antibiotik mengganggu pembentukan dinding sel
bakteri atau isi sel lain. Efek ini khas untuk satu jenis antibiotik,
yang disebut penisilin.
Beberapa antibiotik hanya menghentikan bakteri
berkembang biak, dan meninggalkannya untuk sistem kekebalan
tubuh kita untuk menyelesaikan tugas membunuh bakteri-saat
melemah. Obat ini disebut sebagai antibiotik bakteriostatik. Fungsi
antibiotik ini adalah untuk menghentikan pembelahan sel inti
bakteri. Beberapa antibiotik menghentikan bakteri dari
menghasilkan bahan kimia yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup mereka. Namun, ada beberapa yang membunuh bakteri
yang. Jenis antibiotik yang disebut sebagai bakterisida.
3. Keracunan Makanan
a. Analgetik
1) Indikasi :Sakit kepala, nyeri pinggang, kolik empedu dan ginjal, nyeri
otot dan sendi.
2) Kontraindikasi :Hipersensitif
3) Dosis : Sesudah makan, dewasa 3x sehari 1 tablet, anak 3x sehari
tablet.
4) Efek samping: Agranulositosis
b. Antidiare : Bikarbon
1) Indikasi :Diare, kembung
2) Dosis : 3-4 tablet untuk dewasa, anak 1-2 tablet diberikan 3x per hari
3) Efek samping : Muntah, konstipasi, feses hitam.
d. Natrium thiosulfat
5) Indikasi : Berperan sebagai antidot untuk keracunan sianida.
6) Efek Samping :Mual, muntah, kejang, infus intravena dapat
meyebabkan rasa terbakar.
7) Dosis : Dosis untuk dewasa Berikan 12,5 gram (50 ml dari 25% larutan)
secara intravena pada 2,5 -5 ml/menit. Dosisi untuk anak 400 mg/kg
(1,6 ml/kg dari 25% larutan) sampai 50 ml. dosis awal sebaiknya
diberikan setelah 30-60 menit bila diperlukan.
Fase II
Survei sekunder
- Untuk menentukan apa penyebab dari gangguan fisiologis tersebut.
pemeriksa.
- Identitasklien (nama, jenis kelamin, agama,suku bangsa/ras, pendidikan,
nama orang tua dan alamat)
- Riwayat penyakit sekarang : dapatkan riwayat yang cermat dan terperinci
mengenai apa, kapan dan telah masuk ketubuh dan adanya bukti-bukti
racun (wadah, tanaman,muntahan). Riwayat kesadaran : riwayat
keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui setelah
keracunan, ada masalah lain pencetus keracunan, dan sindroma toksis yang
ditimbulkan dan kapan terjadinya.
- GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, konstipasi, ketidakmampuan
membersihkan secret.
- Kardiovaskuler
Disritmia, peningkatan tekanandarah, penurunan tekanan darah,
takikardia, bradikardia, syok
- Pernafasan
takipnea, bradipnea, sianosis
- Integumen
Kulit pucat,nyeri berkeringat, hipertermia, hipotermia, asidosis
metabolic.
- Ginjal
Aliguria, hematuria,miyoglobinuria (gigitan ular )
2. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan
b. Tidak efektifnya pola nafas
c. Penurunan kesadaran
d. Nyeri renal kholik
e. Kekurangan volume cairan
f. Kerusakan pertukaran gas
g. Bersihan jalan napas terganggu
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada
mioakrd
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :
- Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi
- Kaji daerah ekstremitas dingin,lembab,dan sianosis
Rasional : Ekstremitas yang dingin,sianosis menunjukan penurunan
perfusi jaringan
- Berikan kenyamanan dan istirahat
Rasional : Kenyamanan fisik memperbaiki kesejahteraan pasien
istirahat mengurangi komsumsi oksigen
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum
Rasional : Obat antidot (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan
racun.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilm Gizi Keracunan Makanan. Jakarta : EGC
Bledsoe, Bryan E. 2004.Intermediate Emergency Care : Principles and Practice.
Brady : New York.
Grant, Harvey D. 2004. Brady Emergency Care. New York : Brady.
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia
Region,World Health Organization, 2005.
Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar fisiologi kedokteran. Jakarta ; EGC
ISFI. 2009. Iso Indonesia, Vol. 44. Surabaya : Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.
Jacob, dkk. 2014. Buku Ajar : Clinical Nursing Procedures. Tangerang Selatan ;
Binarupa Aksara
MIMS. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2002. Pedoman
Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas.
Sartono. 2005. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika
Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta ; Graha Ilmu
Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28,
Number 3, March, 2001.
Smeltzer, Suzane C dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.