Sejarah Semen
Sejarah Semen
SEJARAH SEMEN
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap
mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa hanya
dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil, berdirilah bangunan
fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di Indonesia ataupun jembatan di
Cina yang menurut legenda menggunakan ketan sebagai perekat. Ataupun menggunakan
aspal alam sebagaimana peradaban di Mahenjo Daro dan Harappa di India ataupun bangunan
Benar atau tidak, cerita, legenda tadi menunjukkan dikenalnya fungsi semen sejak
zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang, perekat dan penguat bangunan ini
awalnya merupakan hasil percampuran batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan
di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas
dinamai pozzuolana.
Baru pada abad ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John
Smeaton - insinyur asal Inggris - menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini.
Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat
Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya mematenkan proses pembuatan cikal bakal
semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus
hak paten ramuan yang kemudian dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna
hasil akhir olahannya mirip tanah liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah
bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan tanah lempung yang banyak
mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir), aluminium oksida (alumina) serta
oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan dipanaskan pada suhu tinggi sampai
Selama proses pemanasan, terbentuklah campuran padat yang mengandung zat besi.
Nah, agar tak mengeras seperti batu, ramuan diberi bubuk gips dan dihaluskan hingga
bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia
yang sanggup mengubah ramuan jadi sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat
tembok nan kokoh. Namun untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih
ditambah dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton.
Beton bisa disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama
asingnya, concrete - dicomot dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-
sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena adanya
campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit berdiri tanpa
bantuan beton.
Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen sebenarnya bisa disesuaikan dengan
beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan
bangunan lainnya bisa menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan
terhadap suhu tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa
Visi :
Misi :
lingkungan.
- Mewujudkan manajemen perusahaan yang berstandar internasional dengan
Internasional.
- Memberdayakan dan mensinergikan unit-unit usaha strategik untuk
masyarakat sekitar.
III. PROSES PRODUKSI SEMEN
1. Proses basah
Pada proses basah, sebelum dibakar bahan dicampur dengan air (slurry) dan digiling
hingga berupa bubur halus. Proses basah umumnya dilakukan jika yang diolah merupakan
bahan-bahan lunak seperti kapur dan lempung. Bubur halus yang dihasilkan selanjutnya
dimasukkan dalam oven berbentuk silinder yang dipasang miring (ciln). Suhu ciln ini sedikit
demi sedikit dinaikkan dan diputar dengan kecepatan tertentu. Bahan akan mengalai
perubahan sedikit demi sedikit akibat naiknya suhu dan akibatnya terjadi sliding di dalam
ciln. Pada suhu 100C air mulai menguap, pada suhu 850C karbondioksida dilepaskan. Pada
suhu sekitar 1400C, berlangsung permulaan perpaduan di daerah pembakaran, di mana akan
terbentuk klinker yang terdiri dari senyawa kalsium silikat dan kalsium aluminat. Klinker
tersebut selanjutnya didinginkan, kemudian dihaluskan menjadi butir halus dan ditambah
2. Proses kering
Proses kering biasanya digunakan untuk jenis batuan yang lebih keras misalnya untuk
batu kapur jenis shale. Pada proses ini bahan dicampur dan digiling dalam keadaan kering
menjadi bubuk kasar. Selanjutnya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam ciln dan proses
Dalam pabrikasi akhir, semen portland digiling dalam kilang hingga halus dan
ditambah beberapa bahan tambahan. Bagai alir proses pabrikasi semen portland dapat dilihat
Secara garis besar proses pembuatan semen portland adalah sebagai berikut:
1. Pencampuran mineral-mineral utama seperti CaO, SiO2 dan Al2O3, dicampur bersama
bahan tambahan lain dalam bentuk kering atau basah. Bentuk basah dikenal slurry.
2. Campuran ini dimasukkan ke dalam rotary kiln, dibakar pada suhu 1400C
3150 cm2/gr, sambil ditambahkan gypsum untuk mengontrol waktu ikat (setting
time).
Berkaitan dengan masalah keawetan (durability) beton, maka dibedakan atas lima tipe
semen, yaitu:
1. Lime Saturated Factor (LSF) Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan
Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam semen
Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion pada semen setelah jangka
Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O Menjadi magnesium
3. SO3
Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat setting time
(pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk kuat tekan. Karena kalau
pemberian retarder terlalu banyak akan menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan
dapat menurunkan kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak
Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk mencegah adanya
mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran. Kristal mineral-mineral tersebut pada
umumnya dapat mengalami metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa
Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang tidak dapat dibatasi dari
Akali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton maupun pada mortar,
apabila dipakai agregat yang mengandung silkat reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya
tidak mengandung silikat yang reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen
tidak menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard mensyaratkannya.
perhitungan tidak teliti. Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk
jenisjenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan type V. Salah
satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam semen pada dasarnya
adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan semen dan beton. Tetapi karena C3A
bereaksi terhadap sulfat, maka untuk pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi.
Karena reaksi antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton.
Pada Tabel 3.2 s/d 3.5 diperlihatkan komposisi kimia tipikal semen portland biasa dan
Berat
Nama Kimia Rumus Kimia Notasi
(%)
CaO C Lime 63
SiO2 S Silica 22
Al2O3 A Alumina 6
H2O H Water
Tabel 3.3 Komposisi oksida semen portland secara umum
Tabel 3.4
C3S C2S C3A C4AF
Senyawa
3CaOSiO2 2CaOSiO2 3CaOAl2O3 4CaOAl2O3Fe2O3
Kecepatan
dengan air
Sumbangan
terhadap
baik jelek baik Baik
kekuatan
awal
Sumbangan
terhadap
baik sangat baik sedang Sedang
kekuatan
akhir
Panas
sedang rendah tinggi Sedang
hidrasi
Karakteristik senyawa kimia utama semen
Karakteristik
Komposisi dalam persen (%)
umum
Relatif sedikit
struktur besar
Mencapai kekuatan
Tipe
56 15 12 8 3,9 1,4 2,6 awal yang tinggi
III
pada umur 3 hari
Dipakai pada
Tipe
30 46 5 13 2,9 0,3 2,7 bendunganbeto
IV
n
1. Kehalusan butiran
time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar. Jika permukaan penampang semen
lebih besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran
semen, proses hidrasinya semakin cepat, sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir
akan berkurang.
Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding atau naiknya
air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk menyusut lebih banyak dan
mempermudah terjadinya retak susut. Untuk mengukur kehalusan butir semen digunakan
Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 Mg/m3. kepadatan akan
berpengaruh pada proporsi semen dalam campuran. Menurut ASTM C-188, untuk pengujian
3. Konsistensi
Konsistensi semen portland berpengaruh pada saat pencampuran awal, yaitu pada saat
terjadi pengikatan sampai pada saat beton mengeras. Konsistensi yang terjadi tergantung pada
rasio antara semen dan air serta kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Waktu ikat adalah waktu yang diperlukan semen untuk mengeras, terhitung mulai
bereaksi dengan air dan menjadi pasta semen hingga pasta semen cukup kaku untuk menahan
tekanan. Pengujian waktu ikat bertujuan untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk
menghasilkan pasta dengan konsistensi normal. Waktu ikat semen dibedakan menjadi dua,
yaitu:
1. Waktu ikat awal (initial setting time) yaitu waktu dari pencampuran semen
dengan air menjadi pasta semen hingga hilangnya sifat plastis. Waktu ikat awal
2. Waktu ikat akhir (final setting time) yaitu waktu antara terbentuknya pasta
5. Panas hidrasi
bereaksi dengan air, yang dipengaruhi oleh jenis semen yang dipakai
merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi
( Trikalsium sulfoaluminat).
4CaO.Al2 O3 .Fe2 O3 + XH2O 3CaO.Al2 O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3 6H2O
Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat mempunyai
Kekalan pada pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang pembakarannya tidak sempurna. Kapur bebas
tersebut mengikat air kemudian menimbulkan gaya-gaya ekspansi. Menurut ASTM C-151,
alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland adalah autoclave expansion of
portland sement.
7. Kekuatan
Pengujian kekuatan semen dilakukan dengan cara membuat mortar semen pasir.
Pengujian kekuatan dapat berupa uji tekan, tarik dan lentur. ASTM C 109-80 mensyaratkan
pengujian kuat tekan pada campuran semen-pasir dengan proporsi 1 : 2,75 dan rasio air-
semen 0,485. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir silika dengan
cm. Setelah berumur 3, 7, 14, 21 dan 28 hari dan mengalami perawatan dengan perendaman,
1. Semen putih
2. Semen pozolan
5. Semen ekspansif
Semen non hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, tetapi dapat
mengeras di udara.
Contoh: kapur.
2. Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air.
Contoh:
1 Semen pozzolan
Semen portland pozzolan adalah suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran
yang homogen antara semen portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan
menggiling klinker semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara
merata bubuk semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling
dan mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland
pozolan. (SNI-15-0302-2004).
Menurut SNI 15-0302-1989, .Bahan yang mempunyai sifat pozolan adalah bahan
yang mengandung sifat silica aluminium dimana bentuknya halus dengan adanya air,
maka senyawa-senyawa ini akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada
suhu kamar membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland
Semen portland pozolan jenis SPP A yaitu semen Portland pozolan yang dapat
dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton serta tahan sulfat
Semen portland pozolan jenis SSP B yaitu semen Portland pozolan yang dapat
dipergunakan untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang dan panas
hidrasi rendah.
2 Semen terak
Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar terdiri dari suatu
campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi dan kapur tohor. Sekitar 60%
menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang jumlah sulfat yang dapat
merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan ditambahi kapur tohor dengan
3. Semen alam
lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil pembakaran kemudian
digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika, alumina dan oksida besi pada serbuk cukup
kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap mempunyai sifat hidrolik. Semen
NaO :
K2O :
Semen alam tidak boleh digunakan di tempat yang langsung terekspos perubahan
cuaca, tetapi dapat digunakan dalam adukan beton untuk konstruksi yang tidak
4. Semen portland
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya
tahapan, yaitu:
1. Penambangan di quarry
3. Penggilingan (blending)
4. Pencampuran bahan-bahan
5. Pembakaran (ciln)
Fungsi dari semen portland adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar
terjadi suatu massa yang kompak dan padat, selain juga untuk mengisi rongga- rongga
ada dua macam yaitu semen jenis OPC (Ordinary Portland Cement) dan semen jenis PPC
(Pozzoland Portland Cement). Dalam produksi semen terdapat bahan baku utama dan bahan
koreksi. Bahan baku utama meliputi batu kapur dan tanah liat. Sedangkan bahan koreksi
meliputi pasir silica dan pasir besi. Bahan baku dan bahan koreksi tersebut dicampur dan
diproses sehingga menghasilkan Terak. Untuk memproduksi semen jenis OPC dibutuhkan
pencampuran terak dengan Gypsum. Sedangkan untuk memproduksi semen jenis PPC
dibutuhkan pencampuran Terak, Gypsum dan Trass. Karena sebagian besar produksi pabrik
berupa debu (dust) dan dapat diolah kembali sehingga dapat menggurangi pencemaran
lokasi pabrik.
Prosentase komposisi kandungan batu kapur sebagai berikut :
- Batu Kapur Halus sebesar 60%
- Batu Kapur Kasar sebesar 40%
b. Tanah Liat 2SiO2.Al2O3.2H2O (15%)
Diperoleh dari tambang Tanah Liat milik perusahaan sendiri yang berada tidak jauh dari
lokasi pabrik. Untuk pembuatan semen, yang diperlukan adalah Al 2O3-nya, sehingga
tanah liat dengan kadar Al2O3 yang tinggi sangat baik untuk bahan baku pembuatan
semen. Sedangkan bila kadar SiO2nya melebihi separuh dari jumlah Al2O3 maka tanah
liat itu termasuk jelek. Di alam, tanah liat biasanya mengandung SiO 2 sebesar 46.5 %,
Bahan Baku Koreksi/Penunjang semen terbagi menjadi dua bagian yaitu pada saat
proses awal dan pada proses pencampuran di akhir. Bahan koreksi yang digunakan
mempunyai fungsi untuk menyeimbangkan unsur kimia yang terdapat dalam batu kapur dan
tanah liat agar memperoleh hasil sesuai kebutuhan dan jenis dari semen yang akan dibuat.
logam-logam lainnya. Untuk pembuatan semen itu sendiri memerlukan kadar 80,
jika kurang dari 80% maka sudah tidak dapat digunakan untuk pembuatan semen
Keadaan pasir besi selalu bercampur dengan SiO 2, bila kadar FeO3 sampai 80 %
sudah termasuk baik. Selama ini pasir yang dipakai antara 60 - 80 % FeO 3. Pasir
besi ini berfungsi sebagai penghantar panas dalam pembuatan terak (clinker) dari
umpan kiln, dan karena itu bersifat menggumpal dan berat jenisnya paling tinggi
Batu Gips (Gypsum) digunakan sebagai bahan campuran pada terak sebagai
penghambat reaksi (cement retarder) untuk selanjutnya digiling pada finish mill.
silica, besi dan alumina dengan ikatan gugus oksida. Sifat dari Trass meliputi warna
coklat muda, abu-abu. Dalam keadaan sendiri tidak mempunyai sifat mengeras, bila
ditambah kapur tohor dan air akan memiliki masa seperti semen dan tidak larut
dalam air. Hal ini disebabkan karena senyawa silica aktif dan senyawa alumina
bertambah terus Trass tahan terhadap agregat alkalin, nilai penyusutan dan
pemuaian kecil, kelulusan air kecil (kedap air), tahan terhadap asam tanah maupun
diantaranya Crusher, RKC (Raw Mill, Kiln, Coal Mill) dan Finish Mill. Pembahasan masing-
Berdasarkan prinsip kerja dari crusher, maka peralatan crushing material secara umum
Compression Type Crusher seperti Jaw Crusher dan Gyratory Crusher, dan Roller
Crusher. Jaw Crusher dan Gyratory Crusher biasanya digunakan untuk meng-
crushing material yang keras dan abrasive. Dan karena keterbasan reduction ratio
sekitar 3:1 sampai 7:1, maka biasanya digunakan multiple stage crushing. Sedangkan
Roller/Crusher dipakai untuk raw material yang kadar airnya tinggi dan lengket. Untuk
Gambar 4.1 Jaw crusher dan jenis-jenis liner dari jaw crusher
2. Impact type Crusher
Impact Type Crusher, disebut juga Fast Running Type Crusher, seperti Hammer
Crusher dan Impact Crusher. Type Crusher ini sangat mudah dan sederhana bila
dibandingkan dengan kemampuan dan kapasitasnya. Reduction Ratio untuk alat ini
sampai dengan 50 : 1.
(a) (b)
Impact Crusher sekitar 30-50 m/detik. Penentuan kriteria abrasivines dan stickness
Untuk abrasivines dinyatakan oleh adanya kandungan silika bebas dalam raw material.
Sedangkan derajat stickness raw material berdasarkan pada kandungan air dan komposisi
mineraloginya.
Untuk penggilingan Raw Material di pabrik Tuban digunakan Vertical Roller Mill
dengan tipe Fuller Loesche Mill Size LM-59.42, yang mempunyai Grinding Table dengan
diameter 5,9 m, dan empat buah Grinding Roller (lihat Gb-2.21). Kapasitas terpasang dari
Roller Mill adalah 600 MTPH. Raw Mill System untuk Fuller Loesche Mill tipe LM-59.42,
dilengkapi dengan tiga buah Mill Fan system sehingga bisa disebut sebagai Air Swept
Vertical Roller Mill. Raw material yang akan digiling di dalam Mill mempunyai kadar air
Tepung baku produk dari Roller Mill dimasukkan ke dalam dua Blending Silo 412.BH1
dan 412.BI2, yang masing-masing berkapasitas 20.000 MT. Tipe Blending Silo adalah
Continous Flow-Silo desain dari FLS, pemasukan tepung baku ke masing-masing Silo diatur
secara bergantian dengan Timer setiap 36 menit. Tepung baku produk dari Roller Mill
dimasukkan ke dalam setiap Blending Silo melalui lubang pemasukan yang diletakkan di
pusat dari puncak masing-masing Silo. CF-Silo berfungsi sebagai Mixing Chamber dan
Storage Silo yang beroperasi secara Continue Flow Silo, artinya pengisian ke dalam Silo
Prinsip dari proses pencampuran material berdasarkan atas perbedaan Layer Material
yang bercampur sewaktu material tersebut dikeluarkan dari dalam Silo. Jadi proses Blending
akan berjalan dengan baik bila terbentuk sebanyak mungkin Layer Material di dalam Silo
dengan komposisi yang berbeda. Terbentuknya Layer di dalam Silo akibat adanya
pengumpanan ke dalam kedua Silo lewat Air Slide Feed System yang bergantian, dengan
ketebalan Layer maksimal satu meter. Layer-Layer Material yang terbentuk di dalam Silo
Dasar dari Silo dibagi dalam 7 sektor heksagonal yang identik dan masing-masing
dibagi lagi menjadi 6 segmen yang berbentuk segitiga, sehingga di Bottom atau dasar Silo
terdiri dari 42 segmen. Pada semua segmen ditutup dengan Aeration Box yang masing-
masing tidak tergantung pada yang lainnya artinya masing-masing Aeration Box berdiri
sendiri. Supply udara untuk Aerasi atau Fluidizing pada tiga segmen Aeration Box dilakukan
secara serempak oleh Rotary Blower yang terpisah atau berbeda. Atau dengan kata lain setiap
segmen mendapat Aerasi dari satu Blower dan Aerasi yang terjadi pada ketiga segmen
berjalan serempak atau bersamaan waktunya. Jadi kebutuhan Aerasi untuk kedua Silo
dilayani oleh 6 buah Rotary Blower 412.BL1 hingga 412.BL6. Di pusat masing-masing
sektor terdapat lubang pengeluaran dan di atasnya dipasang Cone yang terbuat dari baja.
Tujuan pemasangan Cone adalah untuk me-release Pressure yang ada di atas lubang
pengeluaran agar pengeluaran tepung baku dari bagian yang diaerasi di daerah Bottom Silo
terjamin kelancarannya. Prinsip kerja dari Homogenizing CF.Silo adalah berdasarkan pada
efek pengeluaran Raw Meal (tepung baku) pada beberapa tempat pengeluaran yang terdapat
di dalam dasar Silo dengan rate yang berbeda. Untuk memperoleh hasil pencampuran yang
terbaik, perlu menjaga isi dari setiap Silo sedikitnya separuh dari kapasitas Silo atau 10.000
ton, sebab bila isi Silo kurang dari setengahnya, akan mengakibatkan proses pencampuran
Tipe dari Suspension Preheater yang digunakan di PT. Semen Gresik Tuban adalah tipe
Double String. Dimana setiap String pada Double String Preheater, terdiri dari empat Stage,
masing-masing Cyclone dipasang secara seri satu di atas yang lain. Pada Cyclone paling atas
atau Stage pertama terdapat dua Cyclone (Double Cyclone) yang dipasang secara pararel,
penomoran Stage pada Cyclone dimulai dari atas ke bawah. Tujuan memasang Double
Cyclone pada Stage pertama adalah untuk meningkatkan efisiensi pemisahan antara gas panas
dan material di dalam Preheater. Stage pertama sampai ketiga berfungsi sebagai pemanas
awal umpan Kiln, sedangkan Stage keempat dipakai sebagai pemisah produk keluar dari
Perpindahan panas di dalam Cyclone, terbesar terjadi di dalam Riser Duct masing-
masing Cyclone. Hal ini terjadi terutama karena beda suhu antara gas dan umpan Kiln masih
cukup besar. Proses perpindahan panas antara gas panas dan material dingin berjalan secara
Cocurrent atau searah. Pada Down Pipe masing-masing Cyclone dipasang Tipping Valve,
sehingga ada sedikit material untuk melindungi agar tidak terjadi aliran gas lewat Down Pipe.
Dinding bagian dalam Cyclone dan Calciner dilapisi oleh Refractory Brick dan Castable
yang merupakan bahan atau material yang tahan terhadap panas dan aus.
Umpan Kiln yang telah mengalami pemanasan awal di dalam Cyclone Stage satu
sampai tiga dimasukkan ke dalam Calciner lewat Down Pipe Cyclone Stage tiga. ILC dan
SLC Calciner dilengkapi Second Burner sehingga Calciner berfungsi sebagai Furnace.
Umpan Kiln yang sebagian besar terdiri dari Limestone (Calcium Carbonat), akan mengalami
Kebutuhan bahan bakar batu bara pada kondisi operasi yang optimal untuk ILC
Calciner adalah 3.8 ton/jam dengan Heat Consumption 24.3 x 10 kCal/jam, sedangkan untuk
SLC Calciner adalah 16.8 ton/jam dengan Heat Consumption 108.0 x 10 kCal/jam.
Temperatur operasi Furnace di dalam masing-masing Calciner diatur dan dijaga agar Rate
dan meninggalkan Calciner lewat atas Calciner dari arah samping menuju Cyclone ILC
Stage-IV. Sedangkan untuk meningkatkan proses pencampuran bahan bakar, umpan Kiln dan
gas panas di dalam ILC Calciner, pemasukan udara Tertiary pada Bottom Cone Calciner
dibuat secara tangensial. Dengan masuknya udara Tertiary secara tangensial maka akan
menghasilkan Swirel Effect atau efek putaran yang cukup di dalam Calciner, sehingga
menaikkan Ratention Time partikel di dalam Calciner. Udara Tertiary masuk ke dalam SLC
Calciner dari Tertiary Air Duct lewat Central Inlet Bottom Cone, dan Exhaust Gas Calciner
meninggalkan Calciner lewat Outlet Cone pada bagian atas Calciner. Posisi Damper Tertiary
Air Duct diatur sesuai dengan kebutuhan udara pembakar, untuk membakar bahan bakar di
Rotary Kiln merupakan silinder baja dengan diameter 5,6 m dan Panjangnya 84 m, dan
ditumpu oleh tiga buah Tire. Setiap Tire ditumpu oleh sepasang Carrying Roller. Sudut
kemiringan Rotary Kiln adalah 4%, dan bagian dalam Rotary Kiln dilapisi batu tahan api.
Umpan Kiln dari Cyclone Stage empat SLC yang telah mengalami Calcinasi di dalam
Preheater masuk ke dalam Kiln pada Inlet Kiln. Material tersebut di dalam Kiln akan
mengalami empat tahapan proses atau seolah-olah di dalam Kiln dibagi dalam empat zona
Transition Zone (1000 1200C), material mulai berubah fasa dari fasa padat ke
fasa cair.
Sintering Zone (1200 1350C), pada daerah ini material akan meleleh (Sintering)
membentuk mineral Clinker sebagai produk Kiln. Sintering Zone sering disebut juga
Cooling Zone, material akan mengalami pendinginan awal sebelum masuk ke Cooler.
Kebutuhan bahan bakar atau panas untuk reaksi pembentukan terak di dalam Kiln
adalah sekitar 40% dari total bahan bakar seluruhnya dan sisanya yang 60 % digunakan di
Preheater. Agar diperoleh kualitas Clinker yang baik, maka bentuk api dan temperatur reaksi
di daerah Sintering Zone dijaga sekitar 1400o - 1500o C. Untuk mendapatkan Loading
Factor yang sesuai dan tepat dengan umpan rata-rata, maka kecepatan putaran Kiln harus
disesuaikan.
Clinker panas yang keluar dari Kiln dengan temperatur sekitar 1400oC turun ke Cooler,
dan didinginkan di dalam Reciprocating Grate Cooler yang terdiri dari 9 Compartment.
Sebagai media pendingin diambil dari udara luar yang dihembuskan ke dalam Undergrate
Cooler atau Compartment oleh 14 buah Cooling Fan. Clinker hasil pendinginan keluar dari
Cooler dengan temperatur 82oC. Clinker yang berukuran besar sebelum keluar dari Cooler
automatis dan manual. Untuk menaikkan dan menurunkan umpan rat-rata Kiln diatur (di-set)
oleh operator, dan secara automatis Feed Kiln akan berubah naik atau turun sesuai dengan
ratio dari Feed dengan Feed Kiln. Atau dengan kata lain penambahan Kiln Feed akan sinkron
dengan kenaikan Feed Kiln agar Kiln Loading terjaga konstan. Penambahan atau
pengurangan kecepatan putaran SP.Fan dikontrol secara manual agar kandungan oksigen
Coal Grinding yang digunakan merupakan type RollerMill, size LM26.30D atau Air
Swept Vertical Roller Mill, yang didesain mampu menghasilkan produk batu bara halus 55
MT/jam, dengan kehalusan 80% lolos ayakan 90 mikron. Kapasitas Coal Mill sangat
dipengaruhi oleh kualitas Raw Coal yang terdiri dari kadar air dan kekerasan (HGI). Material
masuk mill dengan kadar air maksimal sampai 15%, dan sumber panas yang digunakan
selama proses pengeringan dan penggilingan berasal dari exit gas Preheater.
Clinker Grinding System terdiri dari dari dua buah Finish Mill dengan system Closed
Circuit yang dilengkapi Roller Press dan didesain mampu menghasilkan produk semen type-
1 sebanyak 2 x 215 MT/jam. Dan bila mill beroperasi tanpa Roller Press maka kapasitas
masing-masing mill sekitar 130 T/jam. Clinker Grinding Desain Traylor Shell Supported
Rotary Grinding ini mempunyai ukuran diamater 4,8 meter dan panjang 13 m, kebutuhan
Dalam pembagian jam kerja karyawan, PT. Semen Gresik dalam pengoperasiannya
dibagi dua, yaitu; karyawan shift dan karyawan Non shift. Pengangkatan karyawan di PT.
Semen Gresik tingkat dan jabatannya disesuaikan dengan pendidikan yang dimiliki. Sebagian
besar karyawan yang diperkerjakan sebagai pelaksana berijazah STM dan sederajatnya,
karyawan tersebut jam kerjanya dikenakan jadwal shift. Sedangkan karyawan yang Non shift
mempunyai jabatan di atas kepala regu dengan jam kerja 5 hari kerja. Pembagiannya, yaitu ;
Proses pembuatan semen di PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. terdapat 5 tahapan
Bahan baku semen terdiri dari empat komponen yaitu: batu kapur 80%, tanah liat 15%,
pasir silika 4% dan pasir besi 1%. Sebagai sumber utama bahan baku semen tersebut, yang
terdiri dari batu kapur dan tanah liat yang berasal dari tambang di sekitar pabrik.
Limestone dibawa dari quarry oleh Dump truck dan diumpankan ke dalam Hopper
Crusher 232.HPI dan 232.HP2, yang masing-masing kapasitasnya 75 MT. Di dalam Crusher
232.CRT dan 232.CR2, limestone akan mengalami size reduction. Di mana limestone yang
berupa bongkahan-bongkahan besar dengan ukuran 1200 x 1200 mm, akan dihancurkan
menjadi produk crusher yang berukuran 95% minus 108 mm, sedangkan sisanya berupa
material halus, 90 mm akan jatuh lewat Wobber Feeder. Produk dan kedua Crusher yang
jatuh ke Belt Conveyor 242.BC1 dan 242.BC2, akan bercampur dalam Belt Conveyor
242.BC3, dan dimasukkan ke dalam Surge Bin 242.FB1 yang kemudian dikeluarkan melalui
Apron Feeder 242.AC1 turun ke Belt Conveyor 242.BC4, dan ditimbang oleh Belt Scale
Schenk Weighing System 242.BW1. Clay dibawa dari quarry oleh Dump Truck diumpankan
ke dalam Clay Hopper 252.HP1 dan dipotong-potong oleh Clay Crusher 252.CR1. Produk
Gambar 3.10 Proses size reduction yang dilakukan oleh impact crusher.
impeller crusher
Produk Limestone Crusher dicampur dengan produk Clay Crusher yang telah
tertimbang Belt Scale 252.BW1, dibawa ke Limestone Clay Mix Storage melalui Belt
Conveyor 242.BC3, 242.BC4, 242.BC5, 242.BC6. Campuran Limestone dan Clay dari Belt
Conveyor 242.BC6 masuk ke dalam Roller Press 242.CR1 dan turun ke Belt Conveyor
242.BC7, 242.BC8, 242.BC9 dan Tripper 242.TR1 untuk disimpan di dalam Limestone Mix
Limestone dan Clay produk dari Crusher dibawa Belt Conveyor untuk disimpan di
dalam Limestone / Clay Mix Storage dengan metode Chevron, cara ini merupakan metode
yang paling umum digunakan pada Stock Pailing tipe Longitudinal Preblending Bed.
Dimana material ditimbun secara selapis demi selapis ke atas sehingga membentuk prisma
Tripper yang dipasang pada atap dari bangunan Storage. Luas bangunan dari Storage adalah
48,8 x 354 m, yang kapasitasnya 100.000 MT, dibagi menjadi dua Stock Pile yang masing-
masing 50.000 MT Limestone / Clay Mix dilengkapi dengan Reclaimer tipe Bridge Scrapper
dengan Harrow. Jarak antara rel yang satu dengan yang lainnya untuk Bridge Reclaimer
adalah 39 m.
Gambar 3.11 Blending bed reclaiming dengan bucket.
Produk Limestone Crusher yang telah tertimbang dapat pula dibawa ke Limestone
Conical Pile Storage yang berkapasitas 7.200 MT, yang berupa High Grade Limestone
Pada awalnya Limestone dan Clay Crusher diatur untuk menghasilkan campuran antara
Limestone dan Clay dengan perbandingan 4 : 1. Perbandingan ini disesuaikan dengan standar
yang telah ditentukan untuk memperoleh campuran yang sesuai dengan standar umpan Kiln.
Setelah selesai tahap penyiapan bahan baku kemudian masuk pada tahap
Limestone / clay mix, Silica sand, dan Iron sand keluar dari masing-masing Bin
sebelum masuk ke dalam Belt Conveyor 332.BC1 ditimbang dahulu oleh Mix WeighFeeder
332.WF1, Silica WeighFeeder 332.WF4, Iron Sand WeighFeeder 332.WF3 sesuai dengan
proporsi komposisi standar umpan Kiln yang disyaratkan. Kebutuhan High Grade Limestone
sebagai material koreksi juga ditimbang dengan WeighFeeder 332.WF2. Keempat material
tersebut dengan total rate 600 MT/jam, kadar air 16% selanjutnya diumpankan ke Roller Mill
Kebutuhan udara panas pada Raw Mill System untuk pengeringan selama penggilingan
Raw Material, digunakan sisa udara panas dari Preheater dan Clinker Cooler. Selain itu Raw
Mill system dilengkapi pula dengan Air Heater 342.AH1, bila panas dari Preheater dan
Clinker Cooler tidak mencukupi atau bila kondisi Kiln tidak jalan. Produk yang keluar dari
Roller Mill adalah dengan kehalusan 90% lolos ayakan 90 micron dan kadar air kurang dari
1%.
Produk raw Mill kemudian dibawa oleh aliran udara panas ke dalam 4-FLS 6300
Cyclones 342.CN1 sampai dengan 342.CN4 akibat tarikan Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5,
dimana 93% dari material akan terpisahkan dari aliran udara. Gas yang keluar dari Cyclone
lewat melalui kedua Mill Fan 342.FN4 dan 342.FN5, kemudian dilepaskan ke Stack 342.SK1
melalui Electrostatic Precipitator 342.EP1. Sisa produk yang masih ada di dalam gas panas
tersebut diambil oleh EP. sedangkan gas yang telah bersih terus ke EP.Fan 342.FN6 dan
dibuang ke udara bebas lewat Stack 342.SK1. Kedua produk dari Cyclone dan EP dibawa
oleh Air Slide, Screw Conveyor, dan Bucket Elevator ke Blending Silo. Produk dari Roller
Mill sebelum disimpan ke dalam Blending Silo diambil dulu sample-nya melalui alat Sampler
352.SM1, yang terdapat pada Air Slide 352.AS1 dan dibawa ke Laboratorium untuk dianalisa
Reject dari Raw Mill sekitar 143 MT/jam, dikembalikan lagi ke dalam sistem lewat Belt
Conveyor 342.BC5 & 342.BC1 dan Belt Conveyor 342.BC6 dan 342.BC2, masuk ke Belt
Conveyor 342.BC3, Bucket Elevator 342.BE1 dan bersama-sama Fresh Feed masuk ke Belt
Conveyor 342.BC4.
Bila Roller Mill tidak beroperasi, gas panas dari Preheater dan Clinker Cooler
dikeluarkan lewat Conditioning Tower. Untuk menurunkan temperatur gas panas tersebut,
maka Conditioning Tower dilengkapi dengan Spray Water. Normal temperatur gas panas
yang keluar Preheater dan Clinker Cooler adalah 329oC dan 410oC. Normal temperatur gas
panas yang masuk ke Electrostatic Precipitator pada kondisi Mill jalan 90oC dan Raw Mill
Down 150oC, sedangkan batas minimal dan maksimal temperatur gas masuk Electrostatic
Precipitator adalah 85oC dan 350oC. Selama Raw Mill Down, debu dari Conditioning Tower
dan Electrostatic Precipitator di-transport ke Blending Silo 412.BS1 atau 412.BS2 melalui
Material yang keluar dari Silo merupakan umpan Kiln, dikirim ke Kiln Feed Bin
422.BI1 yang letaknya di bawah Silo. Kapasitasnya masing-masing Kiln Feed Bin minimal
sesuai dengan kebutuhan Kiln selama 12 menit atau sebesar 83,4 ton. Kiln Feed Bin
dilengkapi dengan Load Cell untuk memelihara level material di dalamnya, dan dilengkapi
pula dengan Aeration Blower. Material yang keluar dari kedua Silo menuju masing-masing
Kiln Feed Bin melalui Air Slide 412.AS1 dan 412.AS2, masuk ke dalam Junction Box
Dari Feed Bin 422.BI1 dan 422.BI2 umpan Kiln dibawa melalui Air Slide 422.AS1 atau
422.AS2 dan 422.AS3 atau 422.AS4 ke Air Slide 422.AS5 atau 422.AS6 menuju Bucket
Elevator 422.BE1 atau 422.BE2. Dari Bucket 422.BE1 atau 422.BE2 material dibawa oleh
Air Slide 422.ASA atau 422.ASB menuju Air Slide 422.AS7. Pada Air Slide 422.AS7 umpan
Kiln dibagi dua menuju ILC dan SLC oleh Splitter Gate 422.SP1. Material yang masuk ke
ILC sebelumnya ditimbang oleh Flow Meter 422.FM1, dan hasil timbangan 422.FM1 akan
Pada Kiln Feeding System ini dilengkapi dengan sarana untuk recycle umpan Kiln
selama Kiln dalam periode Heating-up, yang bertujuan untuk mempersiapkan umpan Kiln
sebelum Feeding. Umpan Kiln dapat di-recycle melalui salah satu Bucket Elevator 422.BE1
dan 422.BE2 menuju Blending Silo 422.BI1 atau 422.BI2 lewat Air Slide 422.AS9 dan
422.ASC atau 422.ASD. Bucket Elevator 422.BI1 dapat pula digunakan untuk men-transfer
Clinker, Trass dan Gypsum keluar dari masing-masing bin ditimbang dulu dengan
Weighfeeder 543.WF3, 543.WF2 dan 543.WF1, kemudian dibawa ke Surge Bin 543.BI1 oleh
Belt Conveyor 543.BC1. Bucket Elev. 543.BE1, dan Belt Conv. 543.BC2. Proporsi dari
Material dari Surge Bin 543.BI1 diumpankan ke Roll Crusher 543.CR1 untuk
dihancurkan kemudian dibawa Belt Conveyor 543.BC3 dan diumpankan ke dalam Finish
Mill 543.BM1. Sebagai material yang dihancurkan disirkulasi dengan Belt Conveyor
543.BC4, dicampur dengan umpan baru dari Bucket Elev.543.BE1 masuk ke dalam Surge Bin
543.BI1. Apabila Roller Crusher 543.CR1 rusak, material dari Belt Conv.543.BC2 bisa
diumpankan langsung ke Finish Mill dengan membuka Two Way Gate 543.GA1.
Belt Conveyor 543.BC2 dilengkapi dengan Magnetic Separator 543.MS1 dan Metal
Detector 543.MD1 untuk mengambil material asing atau metal yang ikut tarbawa. Pada
Surge Bin 543.BI1 dilengkapi dengan alat penimbang Load Cell dan kapasitas bin 40 MT.
Material yang berupa campuran clinker dan gypsum masuk hydrailic Roller Crusher dengan
rate 506T/jam, yang diumpankan ke dalam Finish Mill sebanyak 52215 T/jam, sedangkan
sisanya yang 219 T/jam disirkulasi ke Surge Bin. Produk dari Finish Mill 543.BM1 dikirim
ke O-Sepa Separator 543.SR1 melalui Air Slide 543.AS1, Bucket Elev. 543.BE2 dan Air
Slide 543.AS2 untuk dipisahkan antara partikel yang halus dan kasar. Partikel yang kasar
keluar dari bottom O-Sepa Separator dibawa oleh Air Slide 543.AS3, diumpankan kembali ke
dalam Finish Mill untuk digiling ulang bersama-sama umpan baru. Material yang halus
543.CN1 dan Fuller Plenum Dust Collector 543.BF3,di sini partikel yang halus dipisahkan
dari udaranya. Produk dari cyclone 543.CN1 dicampur dengan produk dari Dust Collector
543.BF3 yang merupakan semen diumpankan ke Air Slide 543.AS5. Dari Air Slide 543.AS5,
543.AS8, diumpankan ke dalam Bucket Elev. 543.BE1, atau Air Slide 543.AS5 , 543.AS6,
dan 543.AS7 dimasukkan ke dalam Bucket Elev. 543.BE2. Dari Bucket Elev. 543.BE1
dimasukan ke dalam Cement Silo # 3 dan # 4, melalui Air Slide 562.AS1 atau ke Cement Silo
# 1 & # 2 melalui Air Slide 562.AS2. Pengisian ke masing-masing ke Cement Silo dapat
Material di dalam Finish Mill dapat mengalir, akibat adanya tarikan Dust Collector Fan
543.FNC. Untuk memperoleh kehalusan produk semen dapat dillakukan dengan mengatur
speed dari separator, dan mengatur volume udara di dalam separator melalui Separator Fan
543.FN7. Kehalusan produk Finish Mill yang dipersyaratkan berdasarkan disain adalah 3.200
bline, tetapi plant standart untuk PT Semen Gresik (Persero) adalah 3.000 bline.
Temperatur produk semen yang keluar Finish Mill dapat dikontrol melalui Mill
Fanting System dan untuk yang berada di dalam Finis Mill bisa dilakukan melalui Water
Spraying System 543.WS1. Mill Fan Sistem dan Water Spray System mengontrol temperatur
produk yang keluar Mill agar dijaga tidak boleh lebih dari 107 oC. Selanjutnya pendinginan
dilakukan selama pemisahan di dalam O-Sepa Separator sehingga temperatur produk akhir
semen type-1 berkurang menjadi 96oC. Untuk Finish Grinding System prosesnya sama
dimana masingmasing silo ini berkapasitas 18.000 ton. Alur proses semen dari keempat silo
ini dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur pertama untuk material yang keluar dari silo 1 & 2,
Dari silo 3 dan 4. Material yang keluar dari silosilo ini diatur oleh pengendali aliran
pada masingmasing silo dengan masa pergantian pengendali adalah 812 menit.
Dari silo material di hembuskan udara untuk dibawa dengan air slide menuju dari dua
bucket elevator berkapasitas 500 ton/jam. Dari bucket elevator di lewatkan pengayak getar
untuk memisahkan semen dengan material asing. Setelah diayak, semen dibawa ke bin pusat
yang berjumlah dua buah dan proses akan dilakukan ke dua bin ini akan dilakukan
bergantian. Aliran semen setelah melewati bin pusat akan terbagi menjadi dua, yaitu aliran
untuk semen curah (semen yang langsung dimasukkan kedalam mobil, biasanya untuk proyek
Aliran semen curah dilanjutkan ke air slide 1 dan 2 kemudian ke bin semen curah,
kemudian ke truk khusus yang akan membawa semen kepada konsumen. Sedangkan aliran
semen kantong setelah melewati bin Pusat, semen akan dibawa dengan air slide untuk
diteruskan ke rotary feeder dan akhirnya ke rato packer. Pada alat ini terdapat spot tube yaitu
semacam suntikan untuk memasukkan semen kedalam kantong. Pemasukan semen ke dalam
kantong ini telah diatur dengan rentang berat 49 ,75 kg atau dengan 50,75 kg. Jika berat
semen kurang dari 49,25 maka semen yang sudah dalam kantong tersebut terpantau dengan
penimbang dan semen tersebut akan dikeluarkan melalui bagian reject. Semen yang tidak
lolos ini akan dibawa ke ayak, kemudian dibawa ke screw conveyor untuk dikembalikan ke
bucket elevator. Semen yang lolos uji akan dibawa ke belt conveyor, kemudian ke truk dan
Dalam sistem produksi di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. memerlukan kerja sama
antar bidang yaitu seksi Pemasaran yang bertugas menerima order dari customer kemudian
Produksi agar memproduksi sesuai dengan jadwal dan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh
seksi perancangan dan pengendalian bahan baku. Seksi Pengadaan Bahan Baku melakukan
pembelian kebutuhan bahan baku dan spare part sesuai dengan instruksi dari bagian seksi
perancangan dan pengendalian bahan baku. Bahan Baku datang dan diterima oleh seksi
penerimaan bahan baku. Seksi Produksi melakukan pemesanan bahan baku ke Bagian
pengendalian kualitas oleh seksi Jaminan Mutu. Produk yang sudah jadi disimpan dalam
Silo Penyimpanan semen jadi dan siap dikirim ke Customer bentuk kantong, jumbo bag
Bahan baku yang digunakan oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. sebagian besar adalah
dari bahan tambang sendiri, yaitu sekitar 95% meliputi batu kapur 80%, tanah liat 15%. Ini
dikarenakan bahan baku dari lokal dapat mencukupi kebutuhan bahan baku yang diperlukan
perusahaan.
Pengiriman barang ke konsumen dilakukan oleh seksi ekspedisi yang sudah bukan
merupakan tanggung jawab PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Maka dari itu, sebelum barang
dikirim, dilakukan pengecekan oleh bagian seksi Jaminan Mutu dari PT. Semen Gresik
(Persero) Tbk dan pihak ekspedisi untuk memastikan bahwa barang dari PT. Semen Gresik
PT. SEMEN GRESIK (Persero) Tbk. memproduksi dua jenis semen dengan
tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap pembakaran) dan Gypsum.
Kegunaan semen OPC untuk membangun bangunan pada umumnya, Seperti : gedung
tanah liat, pasir silica dan pasir besi yang sudah dalam tahap pembakaran), Gypsum dan
Trass. Kegunaan semen PPC untuk membangun bangunan yang mampu menahan
Pola aliran bahan proses produksi semen di PT Semen Gresik (Persero) Tbk. ditunjukkan