Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. DEFINISI
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa
terjadi akibat adanya proses perubahan pikir sehingga kemampuan
untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan
diri tampak dari ketidakmampuan,merawat kebersihan diri diantaranya
mandi, makan dan minum secara mandiri, berhias secara mandiri,dan
tioleting (BAB/BAK).
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan
hidupnya, kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2003).

B. ETIOLOGI
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2000), Penyebab kurang
defisit perawatan diri adalah kelelahan fisik dan penurunan kesadaran.
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b. Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak
mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun : Klien dengan gangguan jiwa
dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial : Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan
diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi
atau perceptual,cemas,lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan
defisit perawatan diri.

Menurut Depkes (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi


personal hygiene adalah:

1. Body image. Gambaran individu terhadap dirinyasangat


mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisiksehingga individu tidak peduli dengan kebersihannya.

2. Praktik sosial. Pada anak anak selalu dimanja pada kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene

3. Status Sosial Ekonomi. personal hygiene memerlukan alat dan bahan


seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang
semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena


pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan
kakinya.

5. Budaya. Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh


dimandikan.

6. Kebiasaan seseorang. Ada kebiasaan orang yang menggunakan


produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan
sabun,sampo, dan lain-lain.

7. Kondisi fisik atau psikis. Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan


untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.


1. Dampak fisik.

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak


terpeliharannya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga serta
gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial.

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygieneadalah


gangguan kebutuha rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

2. Faktor Presiptasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri yaitu:
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas, lemah
dan lelah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.

C. JENIS-JENIS DEFISIT PERAWATAN DIRI


Menurut Nanda-I (2012), jenis perawatan diri terdiri dari:

a. Defisit perawatan diri: mandi;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan


mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.

b. Defisit perawatan diri: berpakaian;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan


aktivitas berpakaian dan berias untuk diri sendiri

c. Defisit perawatan diri: makan;

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan


aktivitas sendiri.
d. Defisit perawatan diri: eliminasi;

e. Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan


aktivitas eliminasi sendiri.

D. MANIFESTASI KLINIS
Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria
(2009) adalah sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,


memperoleh ataupun mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau
aliran mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh,
serta, masuk dan keluar kamar mandi

b. Berpakaian/berias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil


potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta memperoleh atau
menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk
mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat
tambahan, menggunakan kancing tarik, melepas pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,


mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,
membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil
makanan dari wadah lalu memassukkannya ke mulut, melengkapi
makanan, mencerna makanan menurut cara yang diterima
masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.
d. Eliminasi

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam


mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, menyiram toileting atau kamar kecil
Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien dengan defisit
perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor

b. Rambut dan kulit kotor

c. Kuku panjang dan kotor

d. Gigi kotor disertai bau mulut

e. Panampilan tidak rapi.

2. Psikologis

a. Malas, tidak ada inisiatif

b. Menarik diri, isolasi sosial

c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

3. Sosial

a. Interaksi kurang

b. Kegiatan kurang

c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma

d. Cara makan tidak teratur BAB dan BAK disembarang tempat,


gosok gigi dan mandi tidak mampu sendiri.
E. MEKANISME KOPING

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi


2 (Stuart & Sundeen, 2000) yaitu:

1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi integraso,


pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri

2. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah


pertuhumbuhan, menurunkan otomi, dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

F. PENATALAKSANAAN

1. Meningkatkan kesadaraan dan kepercayaan diri

2. Membimbing klien dan menolong klien merawat diri

3. Ciptakan lingkungan yang mendukung

G. POHON MASALAH

Gangguan pemeliharaan kesehatan


Defisit perawatan diri : mandi, berhias core problem

Isolasi sosial : menarik diri

Skema 1 : pohon masalah defisit perawatan diri : mandi, berhias

(Sumber : Keliat, 2006)

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal pada proses Asuhan Keperwatan


dimana pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara,
pengumpulan data, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratoium dan pemeriksaan diagnostik. Adapun dalam data disusun
berdasarkan faktor predisposisi, faktor presipitasi, manifestasi klinis dan
mekanisme koping yaitu :

a. Faktor Predisposisi

1. Perkembangan

Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga


perkembangan inisiatif terganggu.

2. Biologis

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu


melakukan perawatan diri.

3. Kemampuan realitas turun

Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang


kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.

4. Sosial

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah


kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual,cemas,lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan defisit
perawatan diri.
Menurut Depkes (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:

1. Body image. Gambaran individu terhadap dirinyasangat


mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan
fisiksehingga individu tidak peduli dengan kebersihannya.

2. Praktik sosial. Pada anak-anak selalu dimanja pada kebersihan diri,


maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene

3. Status Sosial Ekonomi. personal hygienememerlukan alat dan bahan


seperti sabun,pasta gigi,sikat gigi,shampo,alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan. Pengetahuan personal hygienesangat penting karena


pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya
pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersiha
kakinya.

5. Budaya. Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh


dimandikan.

6. Kebiasaan seseorang. Ada kebiasaan orang yang menggunakan


produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan
sabun,sampo, dan lain-lain.

7. Kondisi fisik atau psikis. Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan


untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.

1. Dampak fisik.

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak


terpeliharannya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah: Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga serta
gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial.

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygieneadalah


gangguan kebutuha rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

b. Faktor Presiptasi
Yang merupakan faktor presiptasi defisit perawatan diri yaitu:
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, cemas,
lemah dan lelah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

2. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria
(2009) adalah sebagai berikut:

a. Mandi/hygiene

Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan


badan,memperoleh ataupun mendapatkan sumber air, mengatur
suhu atau aliran mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta ,masuk dan keluar kamar mandi

b. Berpakaian/berias

Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau


mengambil potongan pakaian, meninggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam,memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing
tarik, melepas pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian
dan mengenakan sepatu.

c. Makan

Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,


mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah
makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan,
membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut,
mengambil makanan dari wadah lalu memassukkannya ke mulut,
melengkapi makanan, mencerna makanan menurut cara yang
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta
mencerna cukup makanan dengan aman.

d. Eliminasi

Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam


mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, menyiram toileting atau kamar
kecil

Menurut Depkes (2000), tanda dan gejala klien dengan defisit


perawatan diri adalah:

1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor

b. Rambut dan kulit kotor

c. Kuku panjang dan kotor


d. Gigi kotor disertai bau mulut

e. Panampilan tidak rapi.

2. Psikologis

a. Malas, tidak ada inisiatif

b. Menarik diri, isolasi sosial

c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

3. Sosial

a. Interaksi kurang

b. Kegiatan kurang

c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma

d. Cara makan tidak teratur BAB dan BAK disembarang tempat,


gosok gigi dan mandi tidak mampu sendiri.

3. Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi


2 (Stuart & Sundeen, 2000) yaitu:

1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi integraso,


pertumbuhan, belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah
klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri
2. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah


pertuhumbuhan, menurunkan otomi, dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.

4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dari skema pohon masalah defisit perawatan
diri adalah sabagai berikut :
1. Gangguan pemeliharaan kesehatan
2. Defisit perawayan diri
3. Menarik diri

5. Rencana Keperawatan
Perencanaan merupakan deskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien dan atau tindakan yang harus dilakukan perawat,
dimana perencanaan dipilih untuk membantu klien dalam mencapai hasil.
6. Implementasi dan Evaluasi
a. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan
dengan kondisi klien.
Pelaksanaan pada klien dengan defisit perawatan diri antara lain membina
hubungan saling percaya,

b. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai


efek dari tindakan keperawatan pada klien (Keliat, dkk 1998)merupakan
tahap akhir dari proses keperawatan evaluasi terdiri dari :

a. Evaluasi Formatif : Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon


segera pada saat dan setelah dilakukan tindakan kperawatan.

b. Evaluasi Sumatif : Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa


status keehatan sesuai waktu pada tujuan ditulis pada catatan
perkembangan.

Anda mungkin juga menyukai