Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

ABORTUS IMMINENS DENGAN IgG ANTI RUBELLA (+)

Pembimbing :

dr. Yanuarman, Sp.OG (K) FM

Oleh :

LEO PRATAMA AGUNG

61112033

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
RSUD EMBUNG FATIMAH BATAM
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan rahmat dan hidayahNya sehingga

kami telah dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan judul Abortus Imminens dengan

IgG Anti Rubella (+).

Tugas laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik

di bagian Ilmu Kedokteran Kedokteran Obstetri dan Ginekologi RSUD Embung Fatimah

Batam. Sebagai Dokter Muda yang sedang menjalankan kepaniteraan klinik, penyusun melihat

tugas laporan kasus ini.sebagai pelatihan agar kelak menjadi dokter umum yang selalu

menambah ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Kedokteran Obstetri dan Ginekologi.

Selama penyusunan tugas laporan kasus ini, penyusun telah banyak mendapatkan

bantuan yang tidak sedikit dari beberapa pihak, sehingga dalam kesempatan ini kami

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Yanuarman, Sp.OG (K) FM

sebagai dokter Pembimbing penyusunan tugas laporan kasus ini. Penyusunan menyadari bahwa

selama dalam penyusunan tugas laporan kasus ini jauh dari sempurna dan banyak kekurangan

dalam penyusunannya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun guna kesempurnaan tugas laporan kasus ini. Penyusun berharap tugas laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan teman-teman semua di masa yang

akan datang.

Batam, 05 Februari 2017

Leo Pratama Agung


BAB I

IDENTITAS PASIEN

1. IDENTITAS

Nama : Ny. MS Nama Suami : Tn. M

Umur : 42 tahun Umur : 41 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Pekerjaan : Pegawai Swasta

Paritas : G4P2A1H2 Agama : Islam

Alamat : Permata Puri X No. 14 Buliang

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah tangga

No.RM :045455

Tanggal masuk : 26 - 06 - 2016

Tanggal keluar : 30 - 06 - 2016

2. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Perut mules dan keluar darah dari vagina.

RPS (Riwayat Penyakit Sekarang)

Pasien datang ke IGD RSUD Embung Fatimah jam 16.30 WIB dengan

G4P2A1H2 gravid 10-11 minggu mengeluh perut terasa mules, keluar darah dari

vagina dan flek-flek darah, nyeri perut bagian bawah dan nyeri pinggang. Darah
yang keluar tidak disertai dengan jaringan. Keluhan ini sudah dirasakan sejak jam

sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga mengeluh mual (+), muntah (-).

HPHT : 28 - 04 - 2016

HPL : 05 - 01 - 2016

Usia Kehamilan : 10 - 11 minggu

Mual :+

Sesak nafas :-

Riwayat Pernikahan :1 kali menikah.

Riwayat Menarche : kira-kira umur 14 tahun

Riwayat Menstruasi: teratur setiap bulan, + 7 hari dengan dismenore,

Riwayat Obstetri : G4 P2 A1 H2

1. Laki-laki, BBL 3200gram,

lahir normal dibantu dokter di RSBK tahun 2003.

2. Perempuan, 3500gram, lahir

normal dibantu dokter di RSBK tahun 2005.

3. Keguguran pada usia

kehamilan 12 minggu, kuret, pada tahun 2012.

4. Hamil sekarang dengan umur

kehamilan 10-11 minggu.

Riwayat ANC : teratur di bidan 2 kali, di klinik dokter spesialis kandungan 2

kali

Riwayat KB : KB suntik. 1 bulan.


RPT :-

RPK :-

3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

BB : 70 kg

TB : 168 cm

IMT : 24,8 Kg/m2

Vital Sign :Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

RR : 20 x/m Temp : 36,5 0C

Status Generalis : Kepala : Bentuk normochepal, simetris, deformitas (-)

Facial: simetris, paresis (-), deformitas(-), pucat (-),chloasma

gravidarum (+)

Mata: konjungtiva anemis (-), sclera icteric(-), edema palpebra

(+), mata merah (-). Pupil isokor, 3 mm, reflek

cahaya positif

Telinga : deformitas negative, otore negative, serumen minimal,

ganguan pendengaran negative, otalgia negative.

Hidung : nafas cuping hidung negative, deformitas/deviasi

septum negative, rhinore negative, edema chonca

negative
Mulut : bibir tidak sianosis ataupun kering, stomatitis negative,

lidah tidak kotor, karies dan plaque gigi positive,

uvula dan tonsila tak membesar atau hiperemis, faring

tidak hiperemis.

Leher : Tak ada deviasi trachea, pembesaran kelenjar thyroid dan

limponodi.

Thorax

Inspeksi : Simetris, bentuk normal, sikatrik negative,

benjolan negative, mamae simetris tidak membesar. Sifat

pernafasan kombinasi (thorako abdominal), irama

frekuensi nafas normal. Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Fokal fremitus seimbang antara paru kanan dan

kiri. Pembesaran limfonodi axillaries negative. Nyeri

tekan negative. Ictus cordis dan massa pada thorax tak

teraba

Perkusi : Seluruh lobus paru sonor, batas redup hepar

antara SIC 5 dan 6 midclavicula. Batas redup jantung atas

di SIC II parasternal kiri, batas kanan di SIC IV

parasternal kanan, batas kiri di SIC IV midclavicula kiri.

Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tak ada wheezing

dan ronchi. Bunyi jantung I dan II regular, frekuensi

meningkat, tak ada bising jantung


Ekstrimitas: Deformitas negative, Edema Ekstremitas sedang,

Status Obstetri : a. Inspeksi : abdomen terlihat tidak membesar

b. Palpasi : Nyeri tekan (+)

TFU: -

VT :tidak dilakukan

Kaki Edema (+)

c. Auskultasi : DJJ: -

: TBJ : -

d. Perkusi : thympani.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tgl 26 06 - 2016

Hematologi

HB : 11,8 g/dl

Leukosit : 9.000 /ul

Hematokrit : 37%

Eritrosit : 4,5 juta/ul

Trombosit : 324 ribu/ul

MCV : 82,1 fL

MCH : 25,9 pg

MCHC : 31,6 g/dl

Hitung jenis leukosit


Eosinofil : 0%

Basofil : 0%

Netrofil segment: 71%

Limfosit : 20%

Monosit : 9%

PP Test/HCG Test : Positif

5. DIAGNOSA

G4P2A1H2 gravid 10 11 minggu dengan Abortus Imminens

6. Therapi Tindakan :
USG
Bed rest
Infus (+) D5% 20tpm
Amoxicilin tab 3x500mg
Uterogestan 2x200mg

7. Laporan Kuretase
Tgl 29 06 2016, Mulai operasi Jam 16.00 wib, selesai operasi 15.00wib.
- Ibu dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi dengan infuse terpasang

dengan baik. Dilakukan pengosongan kandung kemih


- Asepsis vulva vagina dengan betadine, pasang speculum sims
- Jerat portio di jam 1
- Dilakukan sondase didapatkan uterus antefleksi >8cm
- Dilakukan kuretase endometrium sampai kesan bersih
- Tenakulum dilepas dan sims spekulo dilepas
- Kontrol perdarahan, perdarahan (-)
- Kuretase selesai, pasang tampon 2 buah
- Keadaan umum ibu post kuret : stabil
- Rencana post kuretase :
Observasi vital sign dan tanda-tanda perdarahan
Inj metergin 1amp
Oral (+) : amoxicilin 3x500mg, as.mefenamat 3x1, methylergometrine 3x1

8. FOLLOW UP

Follow Up tgl 27 - 06 2016, VK

S : nyeri perut bagian bawah, keluar flek (+) darah sedikit. Mules (-)

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
TD :120/80mmHg
N : 81x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,6C
Saturasi : 98%
Kepala : Normochepali, rambut hitam tidak mudah di cabut,
Mata : CA (-/-), SI (-/-),
Hidung : PCH (-),
Mulut : Kering (-), Sianosis (-),
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-),
Thorax : Simetris, Paru : Vesikuler, RH (-), WH (-),
Jantung : BJ I II regular, Gallop (-), Murmur (-),
Abdomen : BU (+) N
Genitalalia : PPV (+),
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <3
A : G4P2A1H2 gravid 10-11 minggu dengan Abortus Imminens
P : Infus D5% 20 tpm
Amoxicilin 2x500mg
Uterogestan 2x200mg
R/ USG

Follow Up tgl 28 - 06 2016

S : perut mules (+), ketika buang kecil keluar flek (+) darah dari vagina.

Nyeri perut bagian bawah hilang timbul.

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
RR :19x/menit
T : 36,0 c
Kepala : Normochepali, rambut hitam tidak mudah di cabut,
Mata : CA (-/-), SI (-/-),
Hidung : PCH (-),
Mulut : Kering (+), Sianosis (-),
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-),
Thorax : Simetris, Paru : Vesikuler, RH (-), WH (-),
Jantung : BJ I II regular, Gallop (-), Murmur (-),
Abdomen : BU (+) N
Genitalalia : PPV (+),
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <3
A : G4P2A1H2 gravid 10-11 minggu dengan Abortus Imminens
P : Infus D5% 20 tpm
Amoxicilin 2x500mg
Uterogestan 2x200mg
R/ USG

Follow Up tgl 29 - 06 2016

S : perut mules (+), ketika buang kecil keluar flek (+) darah dari vagina.

Susah tidur, nafsu makan , pusing (+).

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
N : 80x/menit
RR :20x/menit
T : 36,6C
Kepala : Normochepali, rambut hitam tidak mudah di cabut,
Mata : CA (-/-), SI (-/-),
Hidung : PCH (-),
Mulut : Kering (+), Sianosis (-),
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-),
Thorax : Simetris, Paru : Vesikuler, RH (-), WH (-),
Jantung : BJ I II regular, Gallop (-), Murmur (-),
Abdomen : BU (+) N, nyeri tekan (+)
Genitalalia : PPV (+), jaringan (+)
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <3
A : G4P2A1H2 gravid 10-11 minggu dengan Abortus Inkomplit
P : Infus D5% 20 tpm
Amoxicilin 2x500mg
Gastrul 3x2
Jika gastrul gagal, R/ Kuretase
Follow Up tgl 29 - 06 2016 post kuretase

S : lemes (+), pusing (+), mual (+), muntah (-)

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
RR :20x/menit
T : 36,5 c
Kepala : Normochepali, rambut hitam tidak mudah di cabut,
Mata : CA (-/-), SI (-/-),
Hidung : PCH (-),
Mulut : Kering (+), Sianosis (-),
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-),
Thorax : Simetris, Paru : Vesikuler, RH (-), WH (-),
Jantung : BJ I II regular, Gallop (-), Murmur (-),
Abdomen : BU (+) N, nyeri tekan (+)
Genitalalia : PPV (-),
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <3
A : G4P2A1H2 gravid 10-11 minggu dengan Abortus Inkomplit post

kuretase
P : Infus RL 20 tpm
Amoxicilin 3x500mg
As. Mefenamat 3x1
Methylergometrine 3x1

Follow Up tgl 29 - 06 2016 post kuretase

S : lemes (+), pusing (+), mual (+), muntah (-)

O : KU : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
TD : 110/70 mmHg
N : 78x/menit
RR :20x/menit
T : 36,5 c
Kepala : Normochepali, rambut hitam tidak mudah di cabut,
Mata : CA (-/-), SI (-/-),
Hidung : PCH (-),
Mulut : Kering (+), Sianosis (-),
Leher : Pembesaran tiroid (-), KGB (-),
Thorax : Simetris, Paru : Vesikuler, RH (-), WH (-),
Jantung : BJ I II regular, Gallop (-), Murmur (-),
Abdomen : BU (+) N, nyeri tekan (+)
Genitalalia : PPV (-),
Ekstremitas : Akral Hangat, CRT <3
A : P2A2H2 Post kuretase a/i Abortus Inkomplit
P : Infus RL 20 tpm
Amoxicilin 3x500mg
As. Mefenamat 3x1
Methylergometrine 3x1
Status pasien kontrol POLI KIA 13-07-2016
S : Kontrol post kuretase, mengeluh nyeri perut bagian bawah (+), nyeri kepala

sebelah (+).
O : TD = 120/80mmHg
N = 80x/menit
RR= 20x/menit
BB= 69kg
USG = tak tampak kelainan
A= Abortus Inkomplit Post Kuretase
P= SF 1x1
Diazepam 2x1
Status pasien kontrol POLI KIA 17-07-2016
S : Kontrol post kuretase
O : TD = 120/80mmHg
N = 80x/menit
RR= 20x/menit
BB= 69kg
USG = tak tampak kelainan
Hasil lab anti rubella IgG = Positif kons : 29.3 IU/mL
A= Abortus Inkomplit Post Kuretase + Anti Rubella IgG (+)
P= SF 1x1
Acyclovir 2x400mg
Status pasien kontrol POLI KIA 27-01-2017
S : Kontrol post kuretase bulan juni 2016, mengeluh tidak haid sudh 2 bulan.
O : TD = 120/80mmHg
N = 80x/menit
RR= 20x/menit
BB= 69kg
USG = tak tampak kelainan
PP Test (-)
Hasil Imunoserologi tanggal 16-07-2016
- Anti rubella IgG = Positif kons : 29.3 IU/mL
A= Abortus Inkomplit Post Kuretase + Anti Rubella IgG (+)
P=

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Abortus Imminens

1. Definisi

Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada

kehamilan sebelum 20 minggu, dengan hasil konsepsi masih dalam uterus dan

viabel, dan serviks tertutup. 1,2

2. Penyebab3,4,5
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau

cacat, penyebabnya antara lain:


Kelainan kromosom, misalnya lain trisomi, poliploidi dan kelainan

kromosom seks.
Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat usia

tua, dimana kondisi abnormal uterus dan endokrin atau sindroma

ovarium polikistik.
Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya

dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya

dalam uterus, disebut teratogen.


b. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis terjadi dalam vili koriales dan

menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga mengganggu

pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi sejak kehamilan

muda misalnya karena hipertensi menahun.


c. Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis,

pielonefritis, malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat,

keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti

brusellosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis.


d. Kelainan traktus geneitalis, misalnya retroversio uteri, mioma uteri, atau

kelinan bawaan uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau

mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain keguguran

dalam trimester dua adalah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh

kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi,

amputasi, atau robekan serviks yang luas yang tidak dijahit.

4. Tanda dan Gejala 3,5

Adanya perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum,

disertai nyeri perut ringan atau tidak sama sekali. Adanya gejala nyeri perut dan

punggung belakang yang semakin hari bertambah buruk dengan atau tanpa

kelemahan dan uterus membesar sesuai usia kehamilan.

5. Diagnosis 2,3,5
Tanda dan gejala abortus imminens
Pemeriksaan dalam: serviks tertutup, perdarahan dapat terlihat dari ostium,

tidak ada kelainan pada serviks, tidak terdapat nyeri goyang serviks atau

adneksa
Tes kehamilan positif, dan
Pemeriksaan USG tampak janin masih hidup.

6. Pemeriksaan penunjang 3,5


USG Transvaginal dan Observasi Denyut Jantung Janin

Pemeriksaan USG transvaginal penting untuk menentukan apakah

janin viabel atau non viabel dan membedakan antara kehamilan intrauteri,

ekstrauteri, mola, atau missed abortion. Jika perdarahan berlanjut, ulangi

pemeriksaan USG dalam tujuh hari kemudian untuk mengetahui viabilitas

janin. Jika hasil pemeriksaan meragukan, pemeriksaan dapat diulang 1-2

minggu kemudian. USG dapat digunakan untuk mengetahui prognosis.Pada

umur kehamilan tujuh minggu, fetal poledan aktifi tas jantung janin dapat

terlihat. Aktivitas jantung seharusnya tampak dengan USG saat panjang

fetal pole minimal lima milimeter. Bila kantong gestasi terlihat, keguguran

dapat terjadi pada 11,5% pasien. Kantong gestasi kosong dengan diameter

15mm pada usia tujuh minggu dan 21mm pada usia gestasi delapan minggu

memiliki angka keguguran 90,8%.Apabila terdapat yolk sac, angka

keguguran 8,5%; dengan embrio 5mm, angka keguguran adalah 7,2%;

dengan embrio 6-10mm angka keguguran 3,2%; dan apabila embrio 10mm,

angka keguguran hanya 0,5%. Angka keguguran setelah kehamilan 14


minggu kurang lebih 2,0%. Pemeriksaan ukuran kantong gestasi

transvaginal berguna untuk menentukan viabilitas kehamilan intrauteri.

Diameter kantong rata-rata lebih dari 13mm tanpa yolk sac atau diameter

rata-rata lebih dari 17mm tanpa mudigah diprediksikan nonviabilitas pada

semua kasus dengan spesifi sitas dan nilai prediksi positif 100%.Adanya

hematoma subkorionik tidak berhubungan dengan prognosis buruk.

Bradikardia janin dan perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan HPHT

dengan hasil pemeriksaan USG menunjukkan prognosis buruk. Data

prospektif menyebutkan, bahwa jika terdapat satu diantara tiga faktor risiko

(bradikardia janin, perbedaan antara kantung kehamilan dengan panjang

crown to rump, dan perbedaan antara usia kehamilan berdasarkan HPHT

dan pemeriksaan USG lebih dari satu minggu) meningkatkan presentase

kejadian keguguran dari 6% menjadi 84%. Penelitian prospektif pada

umumnya menunjukkan presentase kejadian keguguran 3,4-5,5% jika

perdarahan terjadi setelah jantung janin mulai beraktivitas, dan identifi kasi

aktivitas jantung janin dengan USG di pelayanan kesehatan primer

memberikan presentase berlanjutnya kehamilan hingga lebih dari 20

minggu sebesar 97%.

Biokimia serum ibu

Kadar human chorionic gonadotropin (hCG) kuantitatif serial

Evaluasi harus mencakup pemeriksaan hCG serial kecuali pasien

mengalami kehamilan intauterin yang terdokumentasi dengan USG, untuk


mengeliminasi kemungkinan kehamil-an ektopik.Kadar hCG kuantitatif

serial diulang setelah 48 jam digunakan untuk mendiagnosis kehamilan

ektopik, mola, abortus imminens, dan missed abortion.Kadar hCG serum

wanita hamil yang mengalami keguguran diawali dengan gejala abortus

imminens pada trimester pertama, lebih rendah dibandingkan wanita hamil

dengan gejala abortus imminens yang kehamilannya berlanjut atau dengan

wanita hamil tanpa gejala abortus imminens. Sebuah penelitian prospektif

menunjukkan bahwa nilai batas hCG bebas 20 ng/ml dapat digunakan

untuk membedakan antara normal (kontrol dan abortus imminens namun

kehamilan berlanjut) dan abnormal (abortus imminens yang mengalami

keguguran dan kehamilan tuba), dengan sensitifi tas angka prediksi positif

88,3% dan 82,6%. Rasio bioaktif serum imunoreaktif hCG, pada wanita

yang mengalami abortus imminens namun kehamilannya berlanjut, lebih

tinggi dibandingkan pada wanita yang akhirnya mengalami keguguran.

Namun penelitian hanya melibatkan 24 wanita dengan abortus imminens

dan tidak memberikan data tentang aktivitas jantung janin.

Pemeriksaan kadar progesteron

Kadar hormon progesteron relatif stabil pada trimester pertama,

sehingga pemeriksaan tunggal dapat digunakan untuk menentukan apakah

kehamilan viabel; kadar kurang dari 5 ng/mL menunjukkan prognosis

kegagalan kehamilan dengan sensitivitas 60%, sedangkan nilai 20 ng/mL

menunjukkan kehamilan yang viabel dengan sensitivitas 100%.


7. Pencegahan 1,3
a. Vitamin, diduga mengonsumsi vitamin sebelum atau selama awal kehamilan

dapat mengurangi risiko keguguran, namun dari 28 percobaan yang

dilakukan ternyata hal tersebut tidak terbukti.


b. Antenatal care(ANC), disebut juga prenatal care, merupakan intervensi

lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah atau

mengidentifi kasi dan mengobati kondisi yang mengancam kesehatan

fetus/bayi baru lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita dalam menghadapi

kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman yang menyenangkan.

Penelitian observasional menunjukkan bahwa ANC mencegah masalah

kesehatan pada ibu dan bayi.Pada suatu penelitian menunjukkan, kurangnya

kunjungan rutin ibu hamil dengan risiko rendah tidak meningkatkan risiko

komplikasi kehamilan namun hanya menurunkan kepuasan pasien.

Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh banyak faktor yang dapat

didentifi kasi dari riwayat kehamilan terdahulu melalui konseling dan

anamnesis. Pada penelitian Herbst, dkk. (2003), ibu hamil yang tidak

melakukan ANC memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami risiko

kelahiran prematur.

8. Penatalaksanaan Aktif 1,3,5

Efektivitas penatalaksanaan aktif masih dipertanyakan, karena umumnya

penyebab abortus imminens adalah kromosom abnormal pada janin. Meskipun


banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus

imminens, penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri atas:

Tirah Baring
Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus

imminens karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke

uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Pada suatu penelitian, 1228 dari

1279 (96%) dokter umum meresepkan istirahat pada perdarahan hebat yang

terjadi pada awal kehamilan, meskipun hanya delapan dari mereka yang

merasa hal tersebut perlu, dan hanya satu dari tiga orang yang yakin hal

tersebut bekerja baik. Sebuah penelitian randomised controlled trial (RCT )

tentang efek tirah baring pada abortus imminens menyebutkan bahwa 61

wanita hamil yang mengalami perdarahan pada usia kehamilan kurang dari

delapan minggu yang viabel, secara acak diberi perlakuan berbeda yaitu

injeksi hCG, plasebo atau tirah baring. Persentase terjadinya keguguran dari

ketiga perlakuan tersebut masing-masing 30%, 48%, and 75%. Perbedaan

signifi kan tampak antara kelompok injeksi hCG dan tirah baring namun

perbedaan antara kelompok injeksi hCG dan plasebo atau antara kelompok

plasebo dan tirah baring tidak signifi kan. Meskipun pada penelitian

tersebut hCG menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan tirah baring,

namun ada kemungkinan terjadi sindrom hiperstimulasi ovarium, dan

mengingat terjadinya abortus imminens dipengaruhi banyak faktor, tidak

relevan dengan fungsi luteal, menjadikan hal tersebut sebagai pertimbangan

untuk tidak melanjutkan penelitian tentang penggunaan hCG. Dalam sebuah


penelitian retrospektif pada 226 wanita yang dirawat di RS dengan keluhan

akibat kehamilannya dan abortus imminens, 16% dari 146 wanita yang

melakukan tirah baring mengalami keguguran, dibandingkan dengan

seperlima wanita yang tidak melakukan tirah baring. Sebaliknya, sebuah

studi kohort observasional terbaru dari 230 wanita dengan abortus imminens

yang direkomendasikan tirah baring menunjukkan bahwa 9,9% mengalami

keguguran dan 23,3% baik-baik saja (p=0,03). Lamanya perdarahan vagina,

ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis tidak mempengaruhi

tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti bahwa istirahat

dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas selama

beberapa hari dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga

memberikan pengaruh emosional. Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak

melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan

sehari-hari.
Abstinensia

Abstinensia sering kali dianjurkan dalam penanganan abortus

imminens, karena pada saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi oleh

puting atau akibat stimulasi klitoris, selain itu prostaglandin E dalam semen

dapat mempercepat pematangan serviks dan meningkatkan kolonisasi

mikroorganisme di vagina.

Progestogen

Progestogen merupakan substansi yang memiliki aktivitas

progestasional atau memiliki efek progesteron,diresepkan pada 13-40%


wanita dengan abortus imminens.Progesteron merupakan produk utama

korpus luteum dan berperan penting pada persiapan uterus untuk implantasi,

mempertahankan serta memelihara kehamilan.Sekresi progesteron yang

tidak adekuat pada awal kehamilan diduga sebagai salah satu penyebab

keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi abortus

imminens diduga dapat mencegah keguguran,karena fungsinya yang

diharapkan dapat menyokong defisiensi korpus luteum gravidarum dan

membuat uterus relaksasi. Sebagian besar ahli tidak setuju namun mereka

yang setuju menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan

hormon progesteron. Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar

keguguran didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat

disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron

memang tidak banyak manfaatnya.

Meskipun bukti terbataspercobaan pada 421 wanita abortus imminens

menunjukkan bahwa progestogen efektif diberikan pada penatalaksanaan

abortus imminens sebagai upaya mempertahankan kehamilan. Salah satu

preparat progestogen adalah dydrogesterone, Penelitian dilakukan pada

154wanita yang mengalami perdarahan vaginal saat usia kehamilan kurang

dari 13 minggu. Persentase keberhasilan mempertahankan kehamilan lebih

tinggi (95,9%) pada kelompok yang mendapatkan dosis awal dydrogesterone

40 mg dilanjutkan 10 mg dua kali sehari selama satu minggu dibandingkan

kelompok yang mendapatkan terapi konservatif 86,3%.Meskipun tidak ada


bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen disebutkan dapat

menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring,terlepas dari

kemungkinan bahwa pemakaiannya pada abortus imminens mungkin dapat

menyebabkan missed abortion,progestogen pada penatalaksanaan abortus

imminens tidak terbukti memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau

perdarahan antepartum yang merupakan efek berbahaya bagi ibu. Selain itu,

penggunaan progestogen juga tidak terbukti menimbulkan kelainan

kongenital. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah lebih besar untuk

memperkuat kesimpulan.

hCG (human chorionic gonadotropin)

hCG diproduksi plasenta dan diketahui bermanfaat dalam

mempertahankan ke-hamilan. Karena itu, hCG digunakan pada abortus

imminens untuk mempertahankan kehamilan. Namun, hasil tiga penelitian

yang melibatkan 312 partisipan menyatakan tidak ada cukup bukti tentang

efektivitas penggunaan hCG pada abortus imminens untuk

mempertahankan kehamilan. Meski-pun tidak terdapat laporan efek samping

penggunaan hCG pada ibu dan bayi, diperlukan penelitian lanjutan yang

lebih berkualitas tentang pengaruh hCG pada keguguran.

Antibiotik hanya jika ada tanda infeksi

Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada

usia awal trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki flora

abnormal vagina. Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah


klindamisin dan tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak

mengalami nyeri abdomen dan perdarahan aginal tanpa kambuh.

Disimpulkan bahwa antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan tidak

manimbulkan anomali bayi.

Relaksan otot uterus

Buphenine hydrochloride merupakan vasodilator yang juga digunakan

sebagai relaksan otot uterus, pada penelitian RCT menunjukkan hasil yang

lebih baik dibandingkan penggunaan plasebo, namun metode penelitian ini

tidak jelas, dan tidak ada penelitian lain yang mendukung pemberian

tokolisis pada awal terjadinya abortus imminens.Cochrane Library

menyebutkan tidak ada cukup bukti yang menunjukkan efektivitas

penggunaan relaksan otot uterus dalam mencegah abortus imminens.

Profilaksis Rh (rhesus)

Konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D pada kasus

perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan perdarahan

gejala berat mendekati 12 minggu.

9. Prognosis 3

Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran,

kelahiran prematur, BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan kematian

perinatal. Namun, tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Macam dan

lamanya perdarahan menentukan prognosis kehamilan. Prognosis menjadi


kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, nyeri perut yang disertai

pendataran serta pembukaan serviks.

Gambar 1. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Abortus Imminens3

B. Infeksi Rubella
1. Definisi
Rubella, umumnya dikenal sebagai campak Jerman, adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus rubella yang termasuk famili Togaviridae dan genus

Rubivirus.4 Nama "rubella" berasal dari bahasa latin yang berarti sedikit merah.

Rubella juga dikenal sebagai campak Jerman karena penyakit ini pertama kali

dijelaskan oleh dokter Jerman pada pertengahan abad kedelapan belas. Penyakit

ini sering ringan dan serangan sering berlalu tanpa diketahui. Penyakit ini bisa

berlangsung satu sampai tiga hari. Anak-anak sembuh lebih cepat daripada orang

dewasa. Infeksi dari ibu oleh virus Rubella saat hamil bisa serius, jika ibu

terinfeksi dalam 20 minggu pertama kehamilan, anak bisa lahir dengan sindrom

rubella bawaan (CRS), yang memerlukan berbagai penyakit tak tersembuhkan

yang serius. Aborsi spontan terjadi pada hingga 20% kasus.5


Walaupun infeksi virus rubella itu tidak menyebabkan gejala yang jelas

(asimtomatik) pada ibu hamil, akan tetapi akibatnya pada bayi yang dikandung

sangat berbahaya, antara lain bayi akan lahir dengan menderita cacat bawaan

(congenital malforma-tion), misalnya cacat penglihatan, pendengaran, kelainan

jantung dan kelainan ekstremitas tubuh.6 Rubela hanya mengancam janin bila

didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal (trimester pertama) ibu

hamil terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi.7

2. Epidemiologi

Congenital Rubella Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1941

oleh Norman Greg seorang ahli optalmologi Australia yang menemukan katarak

bawaan di 78 bayi yang ibunya mengalami infeksi rubella di awal

kehamilannya. Berdasarkan data dari WHO paling tidak 236 ribu kasus CRS

terjadi setiap tahun di negara berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat

terjadi epidemi. kasus CRS tahun 1999 per jumlah penduduk dilaporkan di

Indonesia sebanyak 7 kasus dengan jumlah penduduk 238.452.952. 8

Sindroma rubella kongenital terjadi pada 25% atau lebih bayi yang lahir

dari ibu yang menderita rubella pada trimester pertama. Jika ibu menderita

infeksi ini setelah kehamilan berusia lebih dari 20 minggu, jarang terjadi

kelainan bawaan pada bayi. Kelainan bawaan yang bisa ditemukan pada bayi

baru lahir adalah tuli, katarak, mikrosefalus, keterbelakangan mental, kelainan

jantung bawaan dan kelainan lainnya.9


3. Etiologi
a. Virus Rubella
Rubella merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus,

famili Togaviridae, dengan jenis antigen tunggal yang tidak dapat bereaksi

silang dengan sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella dapat

dihancurkan oleh proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, pH

rendah, panas, dan amantadine tetapi nisbi (relatif) rentan terhadap

pembekuan, pencairan atau sonikasi. Virus rubella terdiri atas dua sub unit

struktur besar, satu berkaitan dengan envelope virus dan yang lainnya

berkaitan dengan nucleoprotein core.8


Meskipun Virus rubella dapat dibiakkan dalam berbagai biakan

(kultur) sel, infeksi virus ini secara rutin didiagnosis melalui metode

serologis yang cepat dan praktis. Baik sel darah merah maupun serum

penderita yang terinfeksi virus rubella memiliki sebuah non-spesifik b-

lipoprotein inhibitor terhadap hemaglutinasi. Aktivitas komplemen

berhubungan secara primer dengan envelope, meskipun beberapa aktivitas

juga berhubungan dengan nukleoprotein core. Baik hemaglutinasi maupun

antigen complement-fixing dapat ditemukan (deteksi) melalui pemeriksaan

serologis. Virus rubella mengalami replikasi di dalam sel inang.8


b. Risiko Terjadinya Congenital Rubella Syndrome (CRS) Pada Kehamilan8
Infeksi pada trimester pertama
Kisaran kelainan berhubungan dengan umur kehamilan. Risiko

terjadinya kerusakan apabila infeksi terjadi pada trimester pertama

kehamilan mencapai 8090%. Virus rubella terus mengalami replikasi

dan diekskresi oleh janin dengan CRS dan hal ini mengakibatkan infeksi
pada persentuhan (kontak) yang rentan. Gambaran klinis CRS

digolongkan (klasifikasikan) menjadi transient, permulaan yang

tertangguhkan (delayed onset, dan permanent). Kelainan pertumbuhan

seperti ketulian mungkin tidak akan muncul selama beberapa bulan atau

beberapa tahun, tetapi akan muncul pada waktu yang tidak tentu.
Kelainan kardiovaskuler seperti periapan (proliferasi) dan

kerusakan lapisan seluruh (integral) pembuluh darah dapat menyebabkan

kerusakan yang membuntu (obstruktif) arteri berukuran medium dan

besar dalam sistem peredaran (sirkulasi) pulmoner dan bersistem

(sistemik).
Ketulian yang terjadi pada bayi dengan CRS tidak diperkirakan

sebelumnya. Metode untuk mengetahui adanya kehilangan pendengaran

janin seperti pemancaran (emisi) otoakustik dan auditory brain stem

responses saat ini dikerjakan untuk menyaring bayi yang berisiko dan

akan mencegah kelainan pendengaran lebih awal, juga saat neonatus.

Peralatan ini mahal dan tidak dapat digunakan di luar laboratorium.

Kekurangan inilah yang sering terjadi di negara berkembang tempat CRS

paling sering terjadi.


Kelainan mata dapat berupa apakia glaukoma setelah dilakukan

aspirasi katarak dan neovaskularisasi retina merupakan manifestasi klinis

lambat CRS. Manifestasi permulaan yang tertangguhkan (delayed-onset)

CRS yang paling sering adalah terjadinya diabetes mellitus tipe 1.

Penelitian lanjutan di Australia terhadap anak yang lahir pada tahun 1934
sampai 1941, menunjukkan bahwa sekitar 20% diantaranya menjadi

penderita diabetes pada dekade ketiga kehidupan mereka.


Infeksi setelah trimester pertama

Virus rubella dapat diisolasi dari ibu yang mendapatkan infeksi

setelah trimester pertama kehamilan. Penelitian serologis menunjukkan

sepertiga dari bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus rubella pada

umur 1620 minggu memiliki IgM spesifik rubella saat lahir. Penelitian

di negara lain menunjukkan bahwa infeksi maternal diperoleh usia 1320

minggu kehamilan dan dari bayi yang menderita kelainan akibat infeksi

virus rubella terdapat 1618%, tetapi setelah periode ini insidennya

kurang dari 12%. Ketulian dan retinopati sering merupakan gejala

tunggal infeksi bawaan (congenital) meski retinopati secara umum tidak

menimbukan kebutaan.

Infeksi yang terjadi sebelum penghamilan (konsepsi)


Dalam laporan kasus perorangan (individual), infeksi virus rubella

yang terjadi sebelum penghamilan (konsepsi), telah merangsang

terjadinya infeksi bawaan. Penelitian prospektif lain yang dilakukan di

Inggris dan Jerman, yang melibatkan 38 bayi yang lahir dari ibu yang

menderita ruam sebelum masa penghamilan (konsepsi), virus rubella

tidak ditransmisikan kepada janin. Semua bayi tersebut tidak terbukti

secara serologis terserang infeksi virus ini, berbeda dengan 10 bayi yang

ibunya menderita ruam antara 3 dan 6 minggu setelah menstruasi

terakhir.
Reinfeksi
Reinfeksi oleh rubella lebih sering terjadi setelah diberikan

vaksinasi daripada yang didapat infeksi secara alami. Reinfeksi secara

umum asimtomatik dan diketahui melalui pemeriksaan serologis

terhadap ibu yang pernah kontak dengan rubella. Beberapa penelitian

menyebutkan bahwa risiko terjadinya reinfeksi selama trimester pertama

hanya 510%.
Antibodi terhadap virus rubella muncul setelah ruam mulai

menghilang, dengan ditemukannya kadar IgG dam IgM. Antibodi IgG

terdapat dalam tubuh selama hidup, sedangkan IgM antibodi biasanya

menurun setelah 4 hingga lima 5 minggu. Infeksi fetal biasanya disertai

pengalihan (transfer) plasental dari IgG ibu. Sebagai tambahan, kadar

IgM fetal dihasilkan oleh midgesation. Kadar IgM secara umum

meningkat saat kelahiran bayi yang terinfeksi. Upaya penapisan

(skrining) terhadap infeksi bawaan dapat dilakukan dengan menghitung

kadar IgMMeski reinfeksi dapat terjadi, tetapi biasanya asimtomatik dan

dapat ditemukan peningkatan IgG.


Viremia ditemukan di sukarelawan dengan kadar titer rubella

rendah setelah mendapatkan vaksinasi rubella. Hal ini menandakan

bahwa viremia juga dapat terjadi pada saat reinfeksi. Meskipun beberapa

penelitian menyebutkan bahwa vaksin virus rubella dapat melalui

perintang (barier) plasenta dan dapat menginfeksi janin selama

kehamilan muda, tetapi risiko terjadinya kelainan bawaan akibat

vaksinasi rendah sampai tidak ada sama sekali.


4. Patogenesis
Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi

di nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-

5 sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruangan tertutup, virus

rubella dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan

penderita. Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 1421 hari. Masa

penularan 1 minggu sebelum dan empat (4) hari setelah permulaan (onset) ruam

(rash). Pada episode ini, Virus rubella sangat menular.8


Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia

berlangsung. Infeksi rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses

pembelahan terhambat. Dalam rembihan (secret) tekak (faring) dan air kemih

(urin) bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak yang dapat

menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan CRS

dapat bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah

kelahiran.8
Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan

sel akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta

terjadi selama viremia ibu, menyebabkan daerah (area) nekrosis yang tersebar

secara fokal di epitel vili korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami

deskuamasi ke dalam lumen pembuluh darah, menunjukkan (indikasikan) bahwa

virus rubella dialihkan (transfer) ke dalam peredaran (sirkulasi) janin sebagai

emboli sel endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya mengakibatkan infeksi

dan kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda mekanisme pertahanan


janin belum matang dan gambaran khas embriopati pada awal kehamilan adalah

terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan.8


Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin

dan bayi yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi

yang sehat. Virus rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara

apoptosis. Jika infeksi maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan,

kekerapan (frekuensi) dan beratnya derajat kerusakan janin menurun secara tiba-

tiba (drastis). Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh perkembangan

melaju (progresif) tanggap (respon) imun janin, baik yang bersifat humoral

maupun seluler, dan adanya antibodi maternal yang dialihkan (transfer) secara

pasif.8

5. Manifestasi Klinis
Risiko infeksi janin beragam berdasarkan waktu terjadinya infeksi

maternal. Apabila infeksi terjadi pada 012 minggu usia kehamilan, maka terjadi

8090% risiko infeksi janin. Infeksi maternal yang terjadi sebelum terjadi

kehamilan tidak mempengaruhi janin. Infeksi pada bulan pertama kehamilan

dapat menyebabkan fetal malformation 50% 80%, 25% pada bulan kedua

dan 17% pada bulan ketiga.8 Infeksi maternal pada usia kehamilan1530 minggu

risiko infeksi janin menurun yaitu 30% atau 1020%.8


Bayi di diagnosis mengalami CRS apabila mengalami 2 gejala pada

kriteria A, atau 1 kriteria A dan 1 kriteria B, sebagai berikut:


Katarak, glaukoma bawaan, penyakit jantung bawaan (paling sering adalah

patient ductus arteriosus atau peripheral pulmonary artery stenosis),

kehilangan pendengaran, pigmentasi retina.


Purpura, splenomegali, jaundice, mikroemsefali, retardasi mental,

meningoensefalitis dan radiolucent bone disease (tulang tampak gelap pada

hasil foto rontgen).8


Beberapa kasus hanya mempunyai satu gejala dan kehilangan pendengaran

merupakan cacat paling umum yang ditemukan di bayi dengan CRS. Definisi

kehilangan pendengaran menurut WHO adalah batas pendengaran 26 dB yang

tidak dapat disembuhkan dan bersifat permanen.8


Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan

terasa lemah, demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. 3 Gejala mulai

timbul dalam waktu 14-21 hari setelah terinfeksi. Pada dewasa, gejala awal

tersebut sifatnya ringan atau sama sekali tidak timbul. Ruam (kemerahan kulit)

muncul dan berlangsung selama 3 hari. Pada mulanya ruam timbul di wajah dan

leher, lalu menyebar ke batang badan, lengan dan tungkai. Pada langit-langit

mulut timbul bintik-bintik kemerahan. Pembengkakan kelenjar akan

berlangsung selama satu minggu atau lebih dan sakit persendian akan

berlangsung selama lebih dari dua minggu.9

6. Diagnosis
Meskipun infeksi bawaan dapat dipastikan (konfirmasi) dengan

mengasingkan (isolasi) virus dari swab tenggorokan, air kemih dan cairan tubuh

lainnya, tetapi pengasingan tersebut mungkin memerlukan pemeriksaan

berulang. Sehingga pemeriksaan serologis merupakan pemeriksaan yang sangat

dianjurkan. Pemeriksaan antibodi IgM spesifik ditunjukkan untuk setiap

neonatus dengan berat badan lahir rendah yang juga memiliki gejala klinis

rubella bawaan. Adanya IgM di bayi tersebut menandakan bahwa ia telah


perbatasan (barier) plasenta dan baru diketahui beberapa bulan setelah kelahiran.

Pemeriksaan serologis rubella berguna dalam studi epideimologi untuk

menentukan keterlibatan virus rubella sebagai penyebab kehilangan

pendengaran sensorineural pada anak-anak.8


Berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratoris,

kasus CRS dapat digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu:8


kasus kecurigaan (Suspected case)
kasus kecurigaan (Suspected case) adalah kasus dengan beberapa gejala

klinis tetapi tidak memenuhi kriteria klinis untuk diagnosis CRS.


kasus berpeluang (Probable case).
Pada kasus ini, hasil pemeriksaan laboratorik tidak sesuai dengan kriteria

laboratoris untuk diagnosis CRS, tetapi mempunyai 2 penyulit (komplikasi)

yang tersebut pada kriteria A atau satu penyulit pada kriteria A dan satu

penyulit pada kriteria B dan tidak ada bukti etiologi. Pada kasus berpeluang

(probable case), baik satu atau kedua kelainan yang berhubungan dengan

mata (katarak dan glaukoma kongenital), dihitung sebagai penyulit tunggal.

Jika dikemudian hari ditemukan/terkenali (identifikasi) keluhan atau tanda

yang berhubungan seperti kehilangan pendengaran, kasus ini akan

digolongkan ulang.
kasus hanya infeksi (Infection only-case)
kasus hanya infeksi (Infection only-case) adalah kasus yang diperoleh dari

hasil pemeriksaan laboratorik terbukti ada infeksi tetapi tidak disertai tanda

dan gejala klinis CRS.


kasus terpastikan (Confirmed case)
Dalam kasus ini dijumpai gejala klinis dan didukung oleh hasil pemeriksaan

laboratorik yang positif.


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Dan diagnosis pasti pada ibu

hamil bisa ditegakkan melalui pengukuran kadar antibodi terhadap virus

rubella.9

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorik dikerjakan untuk menetapkan diagnosis infeksi

virus rubella dan untuk penapisan keadaan (status) imunologis. Karena tata

langkah pengasingan (prosedur isolasi) virus sangat lama dan mahal serta

tanggap (respon) antibodi inang sangat cepat dan spesifik maka pemeriksaan

serologis lebih sering dilakukan. Bahan pemeriksaan untuk menentukan adanya

infeksi virus rubella dapat diambil dari hapusan (swab) tenggorok, darah, air

kemih dan lain-lain. Berikut tabel yang memuat jenis pemeriksaan dan spesimen

yang digunakan untuk menentukan infeksi virus rubella.8

No Jenis Pemeriksaan Jenis Spesimen


Fetus / Bayi Ibu
1. Pengasingan (isolasi) Sekret hidung, darah, Sekret hidung, darah,

Virus hapusan tenggorok, air hapusan tenggorok, air

kemih, cairan serebrospinal kemih, cairan

serebrospinal.
2. Serologik Darah fetus melalui Darah

kordosintesis, serum, ludah


3. RNA Cairan amnion fetus melalui Darah

amniosintesis, vili korealis,

darah, ludah
Tabel 1. Jenis pemeriksaan dan spesimen untuk menentukan infeksi virus

rubella 8
Primary rubella infection pada penderita dari rubella dijumpai Antibodi

IgM sesuai dengan gejala klinis yang ada. Pada acute Primary Rubella Infection,

IgM: dapat dideteksi hampir pada 100% kasus yaitu pada hari 4-15 setelah

munculnya rash. Menurun setelah 36-70 hari, menghilang setelah 180 hari

Asymptomatic reinfection pada wanita hamil berbahaya untuk fetus, dengan

karakteristik IgG meninggi dan tidak dijumpai IgM. Pemeriksaan IgM ini tidak

hanya untuk wanita hamil tapi perlu juga untuk wanita yang belum hamil. IgG:

meningkat cepat pada hari ke 7 s/d 21 kemudian menurun, dan tetap tinggal

sebagai protection.10

Gambar 2. Pedoman diagnosis CRS 8

Laboratory Diagnosis dapat digunakan untuk diagnosis Congenital Rubella

dan menentukan status imun pada wanita umur reproduktif. Sedangkan metode

pemeriksaan yang digunakan: Hemaglutination inhibition, Passive


Hemaglutination (PHA), Indirect fluorescent immunoassay (IFA), Enzyme

immunoassay (EIA-IgM, IgG), serta Radioimmunoassay.10

IgM IgG Penafsiran


- - Tak ada perlindungan;

perlu dipantau lebih lanjut


+ 15 IU/ml Infeksi akut dini (<1

minggu)
+ 15 IU/ml Baru mengalami infeksi

(112 minggu)
- + Imun, tidak perlu

pemantauan lebih lanjut

Tabel 2. Penafsiran hasil IgM dan IgG ELISA untuk rubella 8


8. Penatalaksanaan dan Pencegahan
1. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan khusus untuk campak Jerman.7 Pengobatan

untuk ibu hamil jika terserang virus ini maka kemungkinannya dokter akan

memberikan suntikan imunoglobulin (Ig). Ig yang diberikan sesudah pajanan

pada masa awal masa kehamilan mungkin tidak melindungi terhadap

terjadinya infeksi atau viremia, tetapi mungkin bisa mengurangi gejala klinis

yang timbul. Ig kadang-kadang diberikan dalam dosis yang besar (20 ml)

kepada wanita hamil yang rentan terpajan penyakit ini yang tidak

menginginkan aborsi dikarenakan alasan tertentu, tetapi manfaatnya belum

terbukti. Ig tidak dapat menghlangkan virus rubela tetapi dapat membantu

meringankan gejala-gejala yang diberikan oleh virus ini dan dapat

mengurangi risko-risiko pada janin. Dengan kata lain, Ig dapat mengurangi


gejala rubela tetapi tidak dapat menghilangkan risiko infeksi yang diberikan

virus rubela terhadap janin yang dikandung. Selanjutnya pengobatan lain

bersifat simptomatik, misalnya pemberian acetaminophen atau ibuprofen

untuk mengurangi demam.11


2. Pencegahan
Pencegahan Rubella dapat dicegah dengan vaksin rubella. Imunisasi

rubella secara luas dan merata sangat penting untuk mengendalikan

penyebaran penyakit ini, yang pada akhirnya dapat mencegah cacat

bawaan/lahir akibat sindrom rubella bawaan. Vaksin ini biasanya diberikan

kepada anak-anak berusia 12 - 15 bulan dan menjadi bagian dari imunisasi

MMR yang telah terjadwal. Dosis kedua MMR biasanya diberikan pada usia

4 - 6 tahun, dan tidak boleh lebih dari 11 - 12 tahun. Sebagaimana dengan

imunisasi lainnya, selalu ada pengecualian tertentu dan kasus-kasus khusus.

Dokter anak akan memiliki informasi yang tepat. Vaksin rubella tidak boleh

diberikan kepada wanita hamil atau wanita yang akan hamil dalam jangka

waktu satu bulan sesudah pemberian vaksin. Jika anda berpikir untuk hamil,

pastikan bahwa anda kebal terhadap rubella melalui tes darah. Jika tidak,

sebaiknya anda mendapatkan vaksinasi setidaknya satu bulan sebelum

memulai kehamilan.9
Wanita hamil yang tidak kebal terhadap rubella harus menghindari

orang yang mengidap penyakit ini harus diberikan vaksinasi setelah

melahirkan sehingga dia akan kebal terhadap penyakit ini di kehamilan

berikutnya. Dan semua kasus rubela harus dilaporkan ke institusi yang

berwenang.9
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus ini pasien wanita hamil usia 42 tahun dengan G4P2A1H2 dengan

keluhan nyeri perut bawah yang disertai mulas-mulas dan keluar flek-flek darah dari

vagina. Dari hasil anamnesis di dapatkan pasien mengalami nyeri perut bagian bawah,

mulas dan keluar flek- flek darah pada tgl 26 juni 2016, yang kemudian datang kontrol

ke poli kandungan RSUD EF pada tanggal 17 januari 2017 dengan post dilatasi dan

kuretase atas indikasi abortus iminens. Dari hasil pemeriksaan penunjang pasien

terdapat IgG Rubella (+). Pasien terdiagnosa Abortus Iminens dengan IgG rubella (+).

KASUS TEORI

Keluar flek flek darah di Berdasarkan gejala dan tanda


vagina dengan kehamilan 10- 11 abortus iminens Adanya
minggu perdarahan pada awal kehamilan
melalui ostium uteri eksternum,
disertai nyeri perut ringan atau
tidak sama sekali. Adanya gejala
nyeri perut dan punggung
belakang yang semakin hari
bertambah buruk dengan atau
tanpa kelemahan dan uterus
membesar sesuai usia kehamilan.
Pada pemeriksaan status Untuk mendiagnosa abortus

obsterti : iminens harus dilakukan

Vagina Toucher tidak pemeriksaan dalam, untuk menilai


dilakukan serviks apakah tertutup,

perdarahan dapat terlihat dari

ostium, tidak ada kelainan pada

serviks, tidak terdapat nyeri

goyang serviks atau adneksa.


Jika ostium terbuka maka

diagnosis berubah menjadi Abortus

insipiens.

Dilakukan Kuretase Dilakukan tindakan kuretase


karena janin tidak bisa di
pertahankan lagi sehingga
menimbulkan sisa sisa
kehamilan. Dan sesuai pada
indikasi untuk di lakukan kuretase
yang dimana tujuan nya untuk
membersihkan sisa sisa janin
yang sudah tidak berkembang dan
tumbuh (Fetal death). Agar rahim
ibu bersih dan terhindar dari
infeksi dan keganasan.
Hasil Imunoserologi Insidensi infeksi dari maternal ke
janin :
tanggal 16-07-2016
- Anti rubella IgG = Positif - 81 % trimrester 1
- Menurun dari 67 % di 13-
kons : 29.3 IU/mL
14 minggu menjadi 25 % di
23-26 minggu
- 35 % 27-30 minggu
- 60 % 31-36 minggu
- 95 % 36 minggu
Menurut Society of obstetrics
and gynecologys canada untuk
mendiagnosa infeksi rubella
primer akut pada kehamilan
dapat dilakukan uji serologi dan
isolasi virus rubella.
Uji serologi rubella:
- Kenaikan 4 kali lipat titer IgG
antara spesimen serum akut
dan konvalesen
- IgM spesifik rubella positive ,
menghilang setelah 180 hari
- Isolasi virus
Uji serologi sebaiknya dilakukan
7-10 hari setelah timbulnya ruam
dan harus di ulang 2 sampai 3
minggu kemudian.
IgG tetap tinggal sebagai
protection.
Selama periode viremia maternal,
plasenta mungkin terinfeksi
menyebabkan kerusakan pada
endotel sehingga virus memasuki
sirkulasi janin. Penyebaran virus
ke sirkulasi fetal dapat
menyebabkan tiga hal :
- Abortion
- Still Birth (kelahiran mati)
- Defek pada jantung, mata,
kelainan telinga, teterdasi
mental dan mikrosepali
Pada kasus ini pasien datang
tanggal 26 juli 2016 dengan hasil
uji serologi IgG positif dan IgM
negatif menunjukkan infeksi yang
telah lampau. IgM menunjukkan
infeksi akut dan menghilang 180
hari setelah infeksi. Hasil yang
menunjukkan IgG positif bukan
berarti pasien mengalami abortus
akibat infeksi rubella, karena efek
rubella ke janin terjadi pada saat
periode akut dan faktor risiko
terjadinya abortus sangat banyak.
Therapi di berikan :
Di berikan untuk pencegahan
Amoxicilin 500mg 3x 1
infeksi sekunder pada kehamilan
dengan perdarahan di vagina.

Infus D5%
Di berikan infus D5% untuk
memenuhi kebutuhan energi basal
pasien agar pasokan cairan dan
glukosa terpenuhi untuk ibu dan
janin.

Uterogestan 2 x 200mg
Di berikan untuk memperkuat
janin yang ada pada rahim ibu
agar mencegah terjadi nya
keguguran pada janin.

Acyclovir
Diberikan untuk penanganan
infeksi oleh virus rubella.
Dosis : 2x400mg

BAB IV
KESIMPULAN

Abortus imminens sering terjadi dan merupakan beban emosional yang serius,

meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat badan lahir

rendah, kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini, namun

tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Pemeriksaan USG transvaginal

penting dilakukan untuk meningkatkan ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan,

menentukan apakah janin viabel atau non viabel, kehamilan intrauteri, ekstrauteri,
mola, atau missed abortionserta menggambarkan prognosis ibu hamil yang mengalami

gejala abortus imminens. Gambaran aktivitas jantung janin umumnya dikaitkan

dengan 85-97% tingkat keberhasilan kehamilan, sedangkan kantung kehamilan besar

yang kosong atau perbedaan antara perhitungan HPHT dan USG lebih dari seminggu

menunjukkan prognosis buruk, semakin tua usia ibu pada saat hamil dan tingginya

riwayat keguguran sebelumnya memperburuk prognosis. Pemeriksaan kadar serum -

hCG, progesteron, namun tes ini mungkin tidak berguna dalam penanganan primer.

Belum ada cukup bukti yang menjelaskan tentang upaya pencegahan abortus imminens

baik melalui pemberian asupan vitamin dan ANC rutin.

Hasil tinjauan penatalaksanaan abortus imminens antara lain:

1. Tirah baring. Hampir 96% dokter umum meresepkan, meskipun tidak ada

bukti pasti tentang efektivitasnya, namun membantu wanita merasa lebih aman,

sehingga memberikan pengaruh emosional.

2. Abstinensia, diduga koitus dapat menstimulasi sekresi oksitoksin dan dapat

mempercepat pematangan serviks oleh prostaglandin E dalam semen dan

meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina.

3. Meskipun tidak ada bukti manfaat yang kuat, progestogen disebutkan dapat

menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, selain itu

penggunaannya tidak memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau perdarahan

antepartum yang merupakan efek yang dapat membahayakan ibu. Selain itu,

penggunaan progestogen dan hCG tidak menimbulkan kelainan kongenital.

4. Antibiotik diberikan hanya jika ada tanda-tanda infeksi.


5. Relaksan otot uterus - tidak ada cukup bukti efektivitas dan keamanan

penggunaannya.

6. Profi laksis Rh - konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D

pada kasus-kasus dengan perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan

perdarahan gejala berat mendekati 12 minggu

Dari keterangan-keterangan yang sudah disebutkan sebelumnya didapatkan

kesimpulan:
1. Rubella, umumnya dikenal sebagai campak Jerman, adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus rubella.


2. Sindroma rubella kongenital terjadi pada 25% atau lebih bayi yang lahir dari

ibu yang menderita rubella pada trimester pertama.


3. Infeksi rubella disebabkan oleh virus RNA yang termasuk dalam genus

Rubivirus, famili Togaviridae.


4. Risiko Terjadinya Congenital Rubella Syndrome (CRS) Pada Kehamilan

dibagi berdasarkan waktunya menjadi infeksi pada trimester pertama, setelah

trimester pertama, sebelum konsepsi, dan reinfeksi.


5. Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di

nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Infeksi transplasenta janin

dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Kerusakan janin

disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat virus

rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus.


6. Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel

akibat virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus.


7. Berdasarkan kriteria diagnosis klinis dan hasil pemeriksaan laboratoris, kasus

CRS dapat digolongkan menjadi 4 kelompok: kasus kecurigaan (Suspected


case), kasus berpeluang (Probable case), kasus hanya infeksi (Infection only-

case) dan kasus terpastikan (Confirmed case).


8. Pemeriksaan laboratorik dikerjakan untuk menetapkan diagnosis infeksi virus

rubella dan untuk penapisan keadaan (status) imunologis.


9. Tidak ada pengobatan khusus untuk campak Jerman, dan untuk

pencegahannnya dapat dicegah dengan vaksin rubella.

DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. hal 305-306


2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Medik

Obstetri dan Ginekologi. Jakarta . hal 23-25


3. Sucipto, N. 2013. Abortus Imminens: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan

Penatalaksanaan. CDK-206/ vol. 40 no. 7, hal 492-496


4. Williams obstetrics. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse

DJ, Spong CY, editors. 24rd ed. Ohio: McGraw-Hill; 2014. hal 350-355
5. William Manual of Pregnancy Complications. Kenneth J. Leveno, MD, editor. 23

rd ed. McGraw-Hill; 2013. hal 2-3


6. Anonim. 2012. Apa itu rubella? http://www.news-medical.net diakses 15 Februari

2017.
7. Yuwono, Djoko. Pemeriksaan Serologi pada Kasus-kasus Tersangka Kongenital

Rubela di Jakarta Tahun 1986. Pusat Penelitian Penyakit Menular, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

http://www.kalbe.co.id diakses 15 Februari 2017.


8. Muchlastriningsih, Enny. 2006. Pengaruh Infeksi TORCH terhadap Kehamilan

Enny Muchlastriningsih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan

Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan

RI, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 151, 2006. Pp 8-10.


9. Kadek; Darmadi, S. 2007. Gejala Rubela Bawaan (Kongenital) Berdasarkan

Pemeriksaan Serologis Dan Rna Virus (Congenital Rubella Syndrome Based On

Serologic And Rna Virus Examination). Indonesian Journal of Clinical Pathology

and Medical Laboratory, Vol. 13, No. 2, Maret 2007: 63-71.


10. Nuraade, arnu. 2010. Rubella (Campak Jerman) http://arnu.student.umm.ac.id/

diakses 15 Februari 2017.


11. Anonim. TORCH. http://usu.ac.id/ diakses 15 Februari 2017.
12. Dedy. 2008. Rubela. http://www.sidenreng.com. diakses 15 Februari 2017.

Anda mungkin juga menyukai