Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada abad ke-13 di Eropa sudah timbul sistem filsafat yang

boleh disebut merupakan keseluruhan. Sistem ini diajarkan di

sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dalam abab ke-14

timbulah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat modern.

Yang menjadi dasar aliran baru ini ialah kesadaran atas yang

individual yang kongkrit. Filsafat modern, adalah wacana filsafat

yang lahir sebagai respon terhadap Suasana filsafat sebelumnya.

Kefilsafatan sebelum masa modern adalah kefilsafatan

yang bercorak tradisional, yang bisa diartikan berfilsafat dengan

cara-cara lama, sebagaimana arti kata tradisional berbanding

terbalik dengan arti kata modern yang bermakna sebagai

sesuatu yang baru. Makna modern (sesuatu yang baru),

mencakup segenap sendi-sendi kehidupan social dan budaya

manusia yang terkait dengan dimensi materil dan spiritualnya

pada seputar bagaimana cara mengetahui yang benar, kevalidan

sesuatu, struktur pengetahuan itu sendiri dan implementasi nilai-

nilai yang terkandung dalam pengetahuan manusia.

filsafat modern telah dimulai, dan kemudian dilanjutkan

dengan filsafat abab ke-20, munculnya berbagai aliran


pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme,

Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo-Kantianisme,

Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan

Neo-Thomisme. Namun didalam pembahasan kali ini yang akan

dibahas aliran positivism dan fenomenologi. Oleh karena itu

makalah ini di buat untuk memahami kedua aliran tersebut

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan pemikiran para tokoh pada

aliran positivisme ?
2. Bagaimana pengertian dan pemikiran para tokoh pada

aliran Fenomenologi?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui pengertian dan pemikiran para tokoh

pada aliran positivisme


2. Untuk mengetahui pengertian dan pemikiran para tokoh

pada aliran fenomenologi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan pemikiran para tokoh pada aliran

Positivisme
1. Pengertian Positivisme

Pada abad ke-19 timbullah filsafat yang disebut positivisme

yang diturunkan dari kata positif. Filsafat ini berpangkal dari

apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. 1 positivisme

berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme.

Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya

saja,berbeda dengan empirisme inggris yang menerima

pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber

pengetahuan, positivisme tidak menerima sumber pengetahuan

melalui pengalaman batiniah tersebut. Ia hanya mengandalkan

fakta-fakta belaka.2

Positivisime berasal dari kata positif. Kata positif disini

sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta


1 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 80

2 Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003.h 134


fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh

melebihi fakta-fakta.3 Dlam bahasa Arab Mazhab Wadhi yang

dipelopori oleh Aguste Comte yang menitik beratkan

pandangannya pada yang nyata yang dapat disaksikan secara

positif dan tidak menerima pemikiran yang bersifat abstrak pada

sebab sebab mutlak.4

positivisme adalah suatu aliran yang hanya dapat

menerima suatu pengetahuan yang bersifat positif, factual yakni

yang dapat diobservasi, survey, dan measurable dan dibuktikan

secara eksperimental dan menolak segala hal-hal yang bersifat

metafisik yang tidak dapat dibuktikan oleh ilmu pengetahuan.

Agama bagi positivism muncul dari kesepakatan masyarakat yag

menghendaki adanya sebuah aturan yang mengatur kehidupan

masyarakat. Sehingga paham ketuhanan muncul atau berawal

dari kesepakatan sosiologis.5

2. Pemikiran Para Tokoh


a Aguste comte (1798-1857 M)

Filsafat positivisme diantarkan oleh Aguste comte (1798-

1857 M) yang dilahirkan di montpelir pada tahun 1798 dari

3 Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003.h 133

4 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 80

5 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 80


keluarga pegawai negri yang beragama katolik. karyanya yang

pokok, yang sistematis adalah course de phisolophie atau

tentang kursus tentang filsafat positif yang diterbitkan dalam

6 jilid.6 Selain itu karyanya inilah Comte meguraikan secara

singkat pendapat-pendapat positivis, hokum tiga stadia,

klasifikasi ilmu-ilmu pengetahuan dan bagan mengenai tatanan

dan kemajuan.7

Aguste comte sebagai tokoh utama mengatakan bahwa

tidak ada gunanya menyelidiki hakikat hanya satu saja yang

penting Savoir pour previor( mengetahui supaya siap untuk

bertindak). Ia membagi tiga tingkatan pola pemikiran manusia :

1 Tahap teologis, tahap ini merupakan awal

perkembangan jiwa atau masyarakat. Manusia

berusaha mencari sebab pertama dan tujuan akhir

dari segala sesuatu yang mutlak. Terbagi atas tiga

yaitu tahap animisme, politeisme, dan

monoteisme.8pada taraf paling primitif, benda-benda

sendiri dianggap berjiwa(animisme). Adapun pada

taraf berikutnya manusia percaya pada dewa-dewa

6 Mustamin, Kamaruddin.Pengantar Filsafat Ilmu. 2014.h 39

7 Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003.h 133

8 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 81


yang masing-masing menguasai suatu lapangan

tertentu : dewa laut,dewa gunung,dewa halilintar,dan

sebagainya(politeisme). Dan pada taraf lebih tinggi

lagi manusia memandang satu, Allah sebagai

penguasa segala sesuatu (monoteisme).9


2 Tahap metafisika, tahap ini merupakan tahap

peralihan menuju perkembangan manusia tidak lagi

orientasi pada kekuatan di luar diri tetapi bertolak

pada diri sendiri dan keyakinan yang spekulatif. 10

Zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan

sebuah perubahan saja dari zaman teologis. Sebab

kekuatan adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti

dengan kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-

pengertian atau dengan pengada-ada yang lahiriah ,

yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang

bersifat umum yang disebut alam dan yang

dipandang sebagai asal penampakkan atau gejala

yang khusus.11
3 Tahap positif adalah tahap tertinggi bagi manusia

yang mencari penyebab dibelakang fakta. Ia

membatasi dirinya dalam penyelidikan yang nyata

9 Surajiyo. Ilmu Filsafat.2005. h 159

10 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 81

11 Mustamin, Kamaruddin. Pengantar Filsafat Ilmu. 2014.h 40


terhadap yang disajikannya. Dengan observasi dan

rasional manusia tidak percaya kepada hal yang

abstrak tetapi sesuatu perlu pembuktian indrawi

melalui observasi.12Zaman ini dianggap Comte

zaman tertinggi dari kehidupan manusia. Pada zaman

terakhir inilah dihasilkan ilmu pengetahuan dalam

arti yang sebenarnya. Zaman positif adalah zaman

ketika orang tahu, bahwa tidak ada guannya untuk

berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan

yang mutlak, baik pengenalan teologis,maupu

pengenalan metafisika.13

Hukum tiga zaman ini tidak saja berlaku bagi manusia

sebagai anak manusia berada pada zaman teologis, pada masa

remaja ia masuk zaman metafisis dan pada masa dewasa ia

memasuki zaman positif. Demikian pula ilmu pengetahuan

berkembang mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya

mencapai puncak kematangannya pada zaman positi. 14Filsafat

positifisme Comte disebut juga faham empirisme-kritis, bahwa

pengamatan dan teori berjalan seiring. Bagi tidak mungkin

12 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 81

13 Mustamin, Kamaruddin.Pengantar Filsafat Ilmu. 2014.h 40

14 Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003.h 135


dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori

dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara

terisolasi dalam arti harus dikaitkan dengan suatu teori.15

b John stuart mill (1806-1873)


John stuart mill mencoba memberikan suatu dasar

psikologis dan logis kepada poitivisme. Menurut mill,

psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan dasar yang

menjadi asas bagi filsafat. Didalam hal ini pandangan

berbeda dengan pandangan Comte. Tugas psikologi

ialah menyelidiki apa yang disajikan oleh kesadaran,

artinya: pengindraan kita dan hubungan-

hubungannya.16
c Herbert spencer (1820-1903).
Herbert spencer dilahirkan di Derby menjadi filosof

yang berpengaruh dalam abad ke-19. Karyanya

hidupnya diselesaikan dalam 10 jilid, yaitu a system

of synthetic philosophy atau suatu system filsafat

sintetiis(1826-1896). Buku ini segera mendapat

kesuksesan yang besar dan diterjemahkan dalam

bahasa-bahasa lain. paket ini memuat seluruh teoti

evolusi universal, meliputi evolusi biologi,

psikologi,etika dan social. Karya-karya tersebut

15 Mustansyir,Rizal dan Misnal munir.Filsafat Ilmu.2001.h 87

16 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 81


mengukuhkan dirinya sebagai penganut filsafat

sintetis, yakni ilmu filsafat yang menggabungkan

beberapa ilmu pengetahuan menjadi satu.dan

dibidang religious ia menolak teisme,pantaeisme,

dan ateisme ia lebih memilih agnotisisi yakni yang

berpendapat bahwa religious secara prinsipil

kebenaran tidak dapat dicapai.17

B. Pengertian dan pemikiran para tokoh pada aliran

Fenomenologi
1 Pengertian fenomenologi

Kata fenamenologi berasal dari kata Yunani , fenomenon,

yaitu sesuatu yang tampak yang terlihat karena bercahaya.

Dalam bahasa Indonesia disebut gejala. Jadi fenomenologi

adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau sesuatu

yang menampakkan diri.18

Kata fenomenon (disingkat: fenomen) atau gejala yang

dapat dipakai dalam berbagai macam-macam arti. Kata fenomen

atau gejala dapat dipertentangkan dengan kenyataan:

fenomen bukanlah hal yang nyata, tetapi hal yang semu.

Demikianlah kata fenomen dapat dipakai sebagai lawan


17 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h 81

18 Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003h. 179


bendanya sendiri, sehingga fenomen atau gejala berarti

penampakan, sehingga fenomen atau gejala berarti

penampakan. Penyakit (bendanya sendiri) menampakkan diri

pada dendam, pilek, dan sebagainya, yang adalah fenomen atau

gejala penyakit tadi. Juga kata fenomen yang dapat dipaki untuk

mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang dapat diamati dengan

indera. Dalam arti ini kata fenomen dipakai dalam ilmu

pengetahuan alam.19

2 Pemikiran Tokoh Aliran Fenomenologi

Pelopor filsafat fenomenologi adalah Edmund Husserl

(1859-1938). Ia dilahirkan di Prooswitz (Moravia) pada tahun

1859. Semula ia belajar ilmu pasti di Wina, tetapi kemudian ia

berpindah studi ke filsafat. Berturut-turut ia menjabat guru besar

di Universitas Halle, Gottingen dan Freibrug.20

Edmund Husserl berpendapat bahwa ada kebenaran untuk

semua orang, dan manusia dapat mencapainya. Adapun inti

pemikiran fenomenologi menurut Husserl adalah bahwa untuk

menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali

kepada benda-benda sendiri. Dalam bentuk slogan pendirian

ini mengungkapkan dengan kalimat Zu den Sachen (to the

19 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h. 82

20 Mustamin, Kamaruddin.Pengantar Filsafat Ilmu. 2014.h. 43


things). Kembali kepada benda-benda dimaksudkan adalah

bahwa benda-benda diberi kesempatan untuk berbicara tentang

hakikat dirinya. Pernyataan tentang hakikat benda-benda tidak

lagi tergantung kepada orang yang berbuat pernyataan,

melainkan ditentukan oleh benda-benda itu sendiri.21

Dalam hal kehidupan Husserl mengajarkan kepada kita agar

selalu bergerak dengan sadar, dan semua yang nampak tidak

harus diterima begitu saja, kita harus menerobos segala gejala

yang menampakkan diri dan menuju kepada barangnya sendiri.

Kita harus sampai kepada hakikat segala sesuatu. Mengapa?

Karena begitu banyak benda yang menampakkan diluar kita,

namun tidak sepenuhnya dipahami, kita hanya menerima begitu

saja. Padahal jika dilakukan penyelidikan lebih dalam maka akan

ditemukan hal-hal yang baru dalam penampakkan itu. Hanya

penyelidikan yang mendalamlah sehingga ditemukan rahasia

listrik, atom dan lain sebagainya.22

Banyak sekali karya yang telah dihasilkan oleh Husserl,

akan tetapi belum semuanya diterbitkan. Diantaranya yang telah

diterbitkan adalah Logitech Untersu chengen atau Penyelidikan-

penyelidikan yang logis (1900-1901), Idean zu einer reinen

21 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika.2010, h. 179

22 Mustamin, Kamaruddin.Pengantar Filsafat Ilmu. 2014.h. 43-44


Phanomenologie atau Idea-idea bagi suatu fenamenologi yang

murni (1913).23

Dalam usaha melihat hakikat dengan intuisi, Husserl

memperkenalkan pendekatan reduksi. Yang dimaksud dalam hal

ini reduksi adalah penundaan segala pengetahuan yang ada

tentang objek sebelum pengamatan intuisi dilakukan. Reduksi

juga dapat diartikan penyaringan atau pengecilan. Istilah lain

yang digunakan oleh Husserl adalah epoche, yang artinya

sebagai penempatan sesuatu diantara dua karung. Namun yang

dimaksud adalah melupakan pengertian-pengertian tentang

objek untuk sementara dan berusaha melihat objek secara

langsung dengan intuisi tanpa bantuan pengertian-pengertian

yang ada sebelumnya.24

Husserl mengemukakan ada tiga macam reduksi atau

penyaringan yang ditempuh untuk mencapai realitas fenomena

dalam pendekatan fenomenologi, yaitu reduksi fenamenologis,

reduksi eidetic, dan reduksi fenamenologi-transedental.

a). Reduksi Fenomenologis .

fenomena seperti disebut di atas adalah menampakkan

diri. Dalam praktik hidup sehari-hari, kita dapat memperhatikan

23 H. Abd. Thalib, Abdullah. Filsafat Modern.2014.h. 82-83

24 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika. 2010, h. 180


penampakan itu. Apa yang kita lihat secara spontan sudah cukup

meyakinkan kita bahwa objek yang kita lihat adalah riil atau

nyata. Kita telah meyakini sebagai realitas di luar kita. Tetapi

karena yang dituju oleh fenimenologi adalah realitas dalam

pandangan biasa itu untuk sementara harus ditinggalkan atau

dibuat dalam kurung. Segala subjektivitas disingkirkan. Termasuk

didalam hal ini teori-teori, kebiasaan-kebiasaan dan pandangan-

pandangan yang telah membentuk fikiran kita memandang

sesuatu (fenomena) sehingga yang timbul didalam kesadaran

adalah fenomena itu sendiri.25

b). Reduksi Eidetis

Eidetic berasal dari kata eidos, yaitu inti sari. Reduksi eidis

ialah penyaringan atau penempatan di dalam kurung. Segala hal

yang bukan eidos, inti sari atau realitas fenomena. Hasil reduksi

kedua ini adalah penilikan realitas. Hakikat (realitas) yang dicari

dalam hal ini adalah struktur dasar yang meliputi isi fundamental

dan semua sifat hakiki. Untuk menetukan akah sifat-sifat

tersebut adalah hakikat atau bukan, Husserl memakai prosedur

memakai contoh-contoh tertentu yang representative melukiskan

fenomena. Kemudian dikurangi atau ditambah salah satu sifat.

Pengurangan atau penambahan yang tidak mengurangi atau

menambah makna fenomena dianggap sebagai sifat-sifat yang


25 Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika. 2010, h. 181
hakiki. Reduksi eidetic ini menunjukkan bahwa ada fenomenologi

kriteria kohersi berlaku. Artinya, pengamatan-pengamatan yang

beruntun terhadap objek harus dapat disatukan dalam suatu

horizon yang konsisten. Setiap pengamatan memberi harapan

akan tindakan-tindakan yang sesuai dengan yang pertama atau

yang selanjutnya.26 Reduksi eidetic harus menangguhkan

keyakinan akan adanya ego, dan persepsi, dan keyakinan

mengenai objek. Reduksi eidetic ini mementingkan esensi atau


27
hakikat (eidos) fenomena itu sendiri.

c). Reduksi Fenomenologi-Transendental

Di dalam reduksi ini yang ditempatkan diantaranya dua

kurung adalah eksistensi dengan segala sesuatu yang tidak

mempunyai hubungan timbal balik dengan kesadaran murni,

agar dari objek itu akhirnya orang sampai pada apa yang ada

pada subjek sendiri. Reduksi ini dengan sendirinya bukan lagi

mengenai objek, atau fenomena bukan mengenai hal-hal yang

menampakkan diri kepada kesadaran. Reduksi ini merupakan

pengarahan ke subjek dan mengenai hal-hal yang menampakkan

diri dalam kesadaran.28

26Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003.h. 181-182

27 Biyanto, Filsafat Ilmu dan ilmu Keislaman. 2015, h. 278

28Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003. h.182-183


Hasil dari reduksi ini adalah aktus kesadaran sendiri.

Kesadaran disini bukanlah kesadaran empiris lagi, bukan

kesadaran dalam arti menyadarkan diri berdasarkan penemuan

dengan fenomena tertentu. Kesadaran yang ditemukan nadalah

kesadaran yang bersifat murni atau transdental., yaitu yang ada

bagi diriku di dalam aktrus-aktrus. Dengan singkat dapat disebut

sebagai subjektivitas atau aku transcendental.29

Dalam hal ini aku transcendental mengkonsitusi esensi-

esensi umum. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjantunya

Husserl menyadari bahwa objek-objek pada umumnya tidak

terlepas dari proses sejarah dan budaya. Artinya, sejarah dan

budaya mempunyai saham dalam memahami objek-objek. Kursi

misalnya bagi orang tidak jelas maknanya bagi yang tetap hidup

di hutan, atau dalca yang tidak akan dipahami maknaya kecuali

orang-orang india bagian selatan. Objek yang disadari baru

menjadi realitas bagi satu subjek, sedangkan subjek lebih dari

satu. Untuk menghindari ini, Husserl membuat reduksi,

lebenswelt (dunia yang hidup atau dunia manusia umum).

Dengan reduksi ini apa yang disadari adalah realitas absolut dari

fenomena-fenomena meliputi seluruh prespektifnya. Dan aku

transcendental dari subjek berubah menjadi aku

transcendental antara subjek ini yang di tempuh Husserl untuk

29Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003. h. 183


menghindari solipisme.30 Reduksi transcendental menempatkan

dalam tanda kurung setiap hubungan antara fenomena dengan

dunia luar.31

Tujuan dari semua reduksi ini adalah menemukan

bagaimana objek dikonsitusi sebagai fenomena asli dalam

kesadaran manusia. Husserl ingin dengan mitode ini memberikan

landasan yang kuat dan netral bagi filsafat dan ilmu

pengetahuan umum.akan tetapi, didalam system filsafatnya,

Husserl akhirnya menjurus kepada idealisme transcendental

seperti yang digambarkan pada di atas. Dan diceritakan bahwa

hal itu bertentangan dengan tujuan semula. Namun, bagaimna

jalan keluar yang ditempuhnya dalam menyelesaikan masalah itu

sampai akhir hayatnya tidaklah jelas.32

Pada umumnya pengikut-pengikutnya yang menyetujui

idealism Husserl, mereka hanya sepaham dengan Husserl pada

tahap awal dari perkembangan pemikirannya. Pendekatn

fenomenologis yang diambil pengikut-pengikutnya tidak

termasuk reduksi terakhir yang menimbulkan idealism

transcendental. Proses reduksi itu apa bila disederhanakan dapat

30Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003,h. 183

31 Biyanto, Filsafat Ilmu dan ilmu Keislaman. 2015, h. 278

32Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003.h. 184


disebut sebagai penumbuhan sikap kritis dalam memahami

secara menyeluruh dari berbagai seginya.33

BAB III

33Praja, Juhaya s. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika.2003. h. 184


PENUTUP

A. KESIMPULAN

1 Positivisime berasal dari kata positif. Kata positif disini

sama artinya dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan

fakta fakta. Filsafat positivisme diantarkan oleh Aguste

comte (1798-1857 M). Ia membagi tiga tingkatan pola

pemikiran manusia yaitu zaman teoligis,metafisik dan

positif. Demikian pula ilmu pengetahuan berkembang

mengikuti tiga zaman tersebut yang akhirnya mencapai

puncak kematangannya pada zaman positif. John stuart

mill mencoba memberikan suatu dasar psikologis dan logis

kepada poitivisme. Herbert spencer dirinya sebagai

penganut filsafat sintetis, yakni ilmu filsafat yang

menggabungkan beberapa ilmu pengetahuan menjadi

satu.

2 Kata fenamenologi berasal dari kata Yunani , fenomenon,

yaitu sesuatu yang tampak yang terlihat karena

bercahaya. Pelopor filsafat fenomenologi adalah Edmund

Husserl. Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut

Husserl adalah bahwa untuk menemukan pemikiran yang


benar, seseorang harus kembali kepada benda-benda

sendiri

B. SARAN

Makalah ini kami susun agar memberikan manfaat yang besar bagi para

pembaca. Kami berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian

sehingga dapat memberikan lebih kejelasan bagi para pembaca tentang sub bab

yang telah kami bahas. Kemudian menurut kami, makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu kami berharap kesedian bagi para pembaca untuk

memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun, penulis harapkan semoga

menjadi hasil yang terbaik dan lebih sempurna di kemudian hari


DAFTAR PUSTAKA

Biyant.2015.Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman,Yogyakarta:Pustaka

Pelajar.

Mustamin,Kamaruddin.2014.Pengantar Filsafat Ilmu. Makassar:

Alauddin University Press.

Mustansyir Rizal dan Misnal Munir. 2001. Filsafat Ilmu.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Praja, Juhaya S. 2010. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Jakarta:

Kencana Predana Media Group

Surajiyo.2005.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.Jakarta:PT Bumi


Aksara

Thalib, Abdullah H. Abd. 2014. Filsafat Modern. Makassar:


Alauddin University Press.

Anda mungkin juga menyukai