Anda di halaman 1dari 3

Dispepsia

Epidemiologi

Penelitian pada populasi umum pada orang dewasa didapatkan sebanyak 15-30% orang
dewasa pernah mengalami gejala ini dalam beberapa hari. Data epidemiologi dyspepsia di
Indonesia belum ada, tapi pustaka Negara Barat menyebutkan data angka prevalensi sekitar
7-41%. Sebanyak 10-20% yang mencari pertolongan medis dengan sisanya menobati sendiri
dengan obat yang bebas dibeli.1

Definisi

Dispepsia dapat didefiniskan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri rasa tidak nyaman
atau nyeri di epigastrium setelah makan, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, perut terasa
penuh dan bersendawa. Dispepsia yang didalamnya tidak ditemukan penyebab organic,
dikenal sebagai dyspepsia fungsional atau dyspepsia non-ulkus.1,2

Kriteria diagnostik dipepsia fungsional berdasarkan Rome III :

Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu
hati/epigastric, rasa terbakar di epigastrium.
Tidak terdapat bukti kelainan structural (pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas)
yang dapat menerangkan penyebab keluhan.
Keluhan terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan terakhir sebelum diagnosis
ditegakkan.

Dispepsia fungsional dibagi :


1. Post-prandial distress syndrome : pasien merasa penuh setelah makan dalam porsi
biasa atau cepat kenyang.
2. Epigastric pain syndrome : pasien mengeluh nyeri dan rasa terbakar, hilang timbul
dan berpusat di epigastrium.

Etiologi
A. Intoleransi makanan dan obat
Terlalu banyak makan, mekan terlalu cepat, tinggi kadar lemak atau minuman yang
banyak kandungan alkohol atau kafein.
Obat-obatan seperti aspirin, NSAID, antibiotic (metronidazole, makrolid), obat DM
(metformin, alfa-glukosidase inhibitor, amylin analogs, GLP-1 reseptor antagonis),
antihipertensi (ACE inhibitor, ARB), kortikosteroid, estrogen, digoksin, zat besi dan
opioid.3,4
B. Sekresi asam lambung
Diduga terjadi rasa tidak enak diperut akibat peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam.1

C. Helicobacter pylori
Hp positif yang gagal dengan pengobatan konservatif, ada kecenderungan untuk
melakukan eradikasi Hp pada dyspepsia fungsional.1
D. Dismotilitas Gastrointestinal
Terdapat beberapa studi melaporkan terjadi perlambatan pengosongan lambung,
adanya hipomotilitas antrum, gangguan akomodasi lambung waktu makan, disritmia
gaster dan hipersensitifitas visceral.1,3,4
E. Ambang Rangsang Persepsi
Sebagai respon terhadap proses mekanik (distensi), kimiawi atau makanan, asam
lambung atau hormon, terjadi peningkatan sensitifitas viseral atau hiperalgesia.1,3
F. Disfungsi Otonom
Terjadinya disfungsi persyarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas
gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional.1
G. Gangguan Relaksasi Fundus
Keluhan cepat kenyang merupakan manifestasi akibat penurunan kapasitas relaksasi
fundus pada kasus dispepsia fungsional.1,4
H. Hormonal
Progesteron, estradiol dan prolactin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan
memperlambat waktu transit gastrointestinal.1,4
I. Psikologis
Adanya korelasi dispepsia fungsional dengan keadaan depresi, peningkatan
kecemasan, gangguan somatisasi, stress akut dan pelecehan seksual.1,3,4

Pengobatan
Bila prevalensi H.pylori suatu daerah (<10%), pasien muda dengan dispepsia sederhana dapat
diterapi dengan proton pump inhibitor (PPI) atau dievaluasi dengan test H.pylori. Pengobatan
PPI (omeprazole, esomeprazole, rabeprazol 20mg) diberikan selama 4 minggu.3

Bila prevalensi H.pylori tinggi dan ditemukan hasil positif pada tes tersebut, dapat diberikan
pengobatan kombinasi berupa PPI ( lansoprazole 30mg atau omeprazole 20mg), klaritromisin
500mg dan amoksisilin 1 gr atau metronidazole 400 mg, semuanya diberikan 2x sehari
selama 1 minggu sebagai terapi awal.2

DAFTAR RUJUKAN

1. Djojodiningarat Dharmika. Dispepsia Fungsional. Setiati S, Alwi Idrus, Sudoyo AW,


Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 Jilid
II. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p:1805-10
2. Walsh A, Buchel O, Collier J, Travis S, editors. Oxford Case Histories In Gastroenterology
And Hepatology. New York: Oxfors University Press; 2010. p:127-32
3. McQuaid KR. Gastrointestinal Disorders. Papadakis MA, McPhee SJ, Rabow MW, editors.
Current Medical Diagnosis & Treatment 2015. 44th ed. USA: Mc Graw Hill; 2015. p:562-4
4. Hasler WL. Nausea, Vimiting and Indigestion. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci
AS, Longo DL, Loscalzo J, editors. Harrisons Principles Of Internal Medicine. 19 th ed. USA:
Mc Graw Hill; 2015. p:261-3

Anda mungkin juga menyukai