Anda di halaman 1dari 7

+++++++BIOETHANOL

Prosedur pembiakan Saccharomyces cerevisiae


Saccharomyces cerevisiae ditumbuhkan pada media padat YGA yaitu media yang
mengandung nutrien agar, ekstrak yeast, glukosa, dan pepton. Kemudian dipindahkan
kedalam media cair yang mempunyai kandungan yang sama dengan media padat
tanpa agar.

Saccharomyces cereviseae yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan


racun, mudah di dapat dan malah mudah dalam pemeliharaan.

PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL

Produksi ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa)
larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat dan tetes
menjadi bioethanol ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan Tetes
Menjadi Bio-Ethanol

Bahan Baku Kandungan Jmlh Hasil


Gula Dalam Konversi Perbandingan Bahan
Jenis Konsumsi (Kg) Bahan Baku Bioethanol Baku dan Bioethanol
(Kg) (Liter)
Ubi Kayu 1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150-200 125 8:1
Jagung 1000 600-700 200 5:1
Sagu 1000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4:1

Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan
zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan
kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan,
sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang,
sehingga proses pembuatan glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan
hydrolisa enzyme. Dalam proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air
dilakukan dengan penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau
fermentasi gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi
pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 1 dan 2.

H2O
(C6H10O5)n ----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati) ------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n ----------------------------2 C2H5OH + 2 CO2. (2)
yeast (ragi)
(glukosa) -------------------------------- (ethanol)

Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang mengandung
pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang mengandung
selulosa (mis: jerami padi), namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses
penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bioethanol dari selulosa
sementara ini tidak kami rekomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol
merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan
bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan
teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai
neraca energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut
mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan.
Secara singkat teknologi proses produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam
tiga tahap, yaitu Persiapan Bahan Baku,Liquefikasi dan
Sakarifikasi,Fermentasi,Distilasi,dan Dehidrasi.

I. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang
secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis
(sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava)
dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam
bergantung pada jenis bahan bakunya, sebagai contoh kami menggunakan bahan baku
Singkong (ubi kayu). Singkong yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk
memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.

Penghancuran Singkong Pemasakan bahan baku

II. Liquifikasi dan Sakarifikasi

Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi
menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan
(pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase
bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin). Proses
Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi
lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi
gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :

-Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
-Pengaturan pH optimum enzim.
-Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta
temperatur pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).

Liquefikasi dan Sakarifikasi

III. Fermentasi

Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian
fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah
mencampurkan ragi (yeast)=khamir(saccharomyces cerevisiae) pada cairan bahan baku
tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu
optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara
anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak
terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata lain,dari persiapan
baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan. Selama
proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan CO2.

Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah antara 7
hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak
aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan
aktifitasnya.

++++++++++++++++

Jenis mikroba ini mampu mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan
gas CO2 secara cepat dan efisien (Sudarmadji K., 1989).
Proses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian reaksi yang
terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang bersifat
merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energy serta serangkaian reaksi lain yang
bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi. Saccharomyces
cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi terhadap makromolekul
seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu
memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam.
Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula menjadi
bioethanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel mikroba.
Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah:Perubahan glukosa menjadi
bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces cereviseae.
C6H12O6 saccharomyces cereviseae C2H5OH + 2CO2
Glukosa enzim zimosa etanol

IV. Distilasi.

Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan
alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat
celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu ketimbang air
yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian
kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol
merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam
pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan
ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal
dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang
berkualitas.

Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :

1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional). Dengan cara


ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20 s/d 30 %.

2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat). Dengan
cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai 90-95 % melalui 2
(dua) tahap penyulingan.

V. Dehidrasi

Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar
bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol
kering. Dalam proses pemurnian ethanol 95 % akan melalui proses dehidrasi (distilasi
absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan
batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit
Sintetis 3 angstrom. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat
dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan
bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini
disebut Dehidrator.

Proses penyulingan ethanol dengan alat konvensional

Penyulingan (distilasi) ethanol menggunakan distillator model kolom reflux

Cairan ethanol dari proses distilasi


Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis)
Pengukuran kadar ethanol (alkohol)

V. Hasil samping penyulingan ethanol.

Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat (sludge) dan cair
(vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah padat dengan
proses tertentu dirubah menjadi pupuk kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan
dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk
cair. Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan
dengan dampak lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai