REFARAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFARAT: TAENIASIS
Taeniasis atau penyakit cacing pita ialah infeksi pada manusia oleh cacing pita
dewasa yang tergolong dalam genus Taenia. Bentuk larva yang dapat menyerang
manusia adalah bentuk larva (cysticercus) Taenia solium dapat menimbulkan infeksi
yang dikenal sebagai sistiserkosis (cysticercosis). Apabila larva tersebut mengenai
jaringan otak maka disebut sebagai neurosistiserkosis (NCC).
Taeniasis dan sistiserkosis merupakan penyakit yang dapat menyerang
masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah. Beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat , masyarakatnya juga dapat terinfeksi Taenia sp. akibat perjalanan yang
dilakukan ke daerah endemis seperti Afrika Selatan, Uni Sovyet, dan bagian Timur
Mediterania. Infeksi T.saginata lebih tinggi dibandingkan dengan T.solium dengan
prevalensi (>10%) di Asia Tengah, Timur Tengah, Afrika Tengah dan Timur . Sekitar
50.000 pasien meninggal karena neurosistiserkosis1. Pada tahun 2015, badan
penelitian WHO mengidentifikasi bahwa kasus kematian karena T.solium mempunyai
perananan dalam kasus kematian karena konsumsi makanan yaitu mencapai 2,8 dari
angka harapan hidup.
Sedangkan untuk prevalensi taeniasis di kawasan Asia dari sebuah penelitian
terjadi sekitar 0,05-10,4% dengan negara Sudan menempati urutan tertinggi.
Sedangkan di Indonesia angka kejadian Taeniasis tersering di daerah Bali, Sumatera
Utara, Sulawesi Utara, NTT, Irian Jaya dan lokasi transmigrasi asal Bali seperti di
Sulawesi Tengah dan Lampung. Bali menempati urutan tertinggi dengan prevalensi
mencapai 23% pada daerah endemik, disusul oleh Pulau Samosir sebesar 21% di
daerah hiperendemik, Irian Jaya sebsar 8% dan Timor sekitar 7%.
Berdasarkan Standar Kompetensi Kedokteran Indonesia (SKDI) Tahun 2015,
Taeniasis merupakan salah satu penyakit yang harus dikuasai oleh dokter umum
dengan tingkat kemampuan 4A. Dimana dokter umum harus mampu mendiagnosis,
menatalaksana secara mandiri dan menangani secara tuntas kasus tersebut. Hal inilah
yang membuat penulis tertarik untuk membuat referat yang berjudul Taeniasis.
BAB II
DASAR TEORI
1. PENGERTIAN TAENIASIS
Definisi Cacing ini dikenal dengan nama umum cacing pita. Yang penting di
indonesia yaitu Taenia saginata dan Taenia solium. Penyakitnya disebut
Taeniasis. Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan oleh
cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia saginata, Taenia
solium) pada manusia.3
Sistiserkosis (Cysticercosis) ialah infeksi oleh bentuk larva Taenia solium
(Cysticercus Cellulosa) pada manusia. Apabila infeksi tersebut berlangsung
pada sistim saraf pusat, maka disebut Neurosistiserkosis (Neurocysticercosis).3
2. EPIDEMIOLOGI TAENIASIS
Taenia solium merupakan infeksi yang endemik pada Amerika Tengah dan
Selatan serta beberapa negara di Asia Tenggara seperti Korea (Lee et al., 2010),
Thailand (Anantaphruti et al., 2007), India, Filipina, Indonesia, Afrika (Carabin
etal., 2009), Eropa Timur, Nepal, Bhutan, dan China (Rajshekhar et al.,
2003;WHO, 2009). Prevalensi tertinggi ditemukan pada Amerika Latin dan
Afrika. Bahkan, prevalensi beberapa daerah di Mexico dapat mencapai 3,6% dari
populasi umum 2
3. ETIOLOGI TAENIASIS
Taeniasis adalah penyakit cacing pita yang disebabkan oleh cacing Taenia
dewasa, sedangkan sistiserkosis adalah penyakit pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh larva dari salah satu spesies cacing Taenia yaitu spesies Taenia
Solium. 1
Induk semang definitif dari T. saginata, T. solium dan T. asiatica hanya
manusia, kecuali T. solium dan T. asiatica manusia juga berperan sebagai induk
semang perantara. Sedangkan, babi adalah induk semang perantara untuk T.
solium dan sapi adalah induk semang perantara untuk T. saginata. Adapun induk
semang definitif dari cacing Taenia selain ketiga spesies tersebut adalah hewan
carnivora (anjing/ kucing).1
T. saginata
Manusia sebagai induk semang definitif, cacing dewasa berada dalam usus
halus dan panjangnya bisa mencapai 3 8 meter dan bisa hidup selama 5 20
tahun. Induk semang perantaranya adalah sapi, kerbau, ilamas dan ruminansia liar
lainnya termasuk jerapah. Bentuk larva T. saginata disebut Cysticercus bovis.
Pada umumnya, sistiserkus T. saginata ditemukan pada otot daging dan sangat
jarang ditemukan pada organ visceral, otak dan hati sapi , kemungkinan karena
otot daging merupakan tempat yang memperoleh sirkulasi darah paling banyak.
Akan tetapi, menurut laporan dari DHARMAWAN et al. (1996) berdasarkan hasil
penelitiannya disebutkan bahwa babi yang diinfeksi telur T. saginata ternyata
menghasilkan pertumbuhan sistiserkus pada organ hati babi yang pertumbuhannya
mirip dengan pola pertumbuhan sistiserkus T. saginata taiwanensis (T. asiatica)
yaitu pada organ hati. Oleh karena tempat pertumbuhan sistiserkus hanya
ditemukan pada organ hati babi, maka diduga bahwa T. saginata (strain Bali) dan
T. saginata taiwanensis berasal dari spesies yang sama. Selanjutnya,
dimungkinkan bahwa babi Bali bisa bertindak sebagai induk semang perantara T.
saginata (strain Bali).
T. asiatica
Cacing pita T. asiatica dewasa mirip dengan T. saginata dewasa yang terdapat
pada usus manusia. Cacing ini panjangnya mencapai 341 cm, dengan lebar
maksimum 9,5 mm. Adapun, induk semang perantara T. asiatica adalah babi
domestik dan babi liar, kadang-kadang juga sapi, kambing atau kera . Bentuk larva
T. asiatica disebut Cysticercus vicerotropika.
Telur T. solium dapat bertahan hidup di lingkungan (tidak tergantung suhu dan
kelembaban) sampai beberapa minggu bahkan bisa bertahan sampai beberapa bulan.
Proglotid T. saginata biasanya lebih aktif (motile) daripada T. solium, dan bisa bergerak
keluar dari feses menuju ke rumput. Telur T. saginata dapat bertahan hidup dalam air dan
atau pada rumput selama beberapa minggu/bulan.
Pada babi, sistiserkus juga bisa ditemukan pada daging bagian leher, bahu, lidah,
jantung dan otak. Pada manusia, sistiserkus ini sering ditemukan di jaringan bawah kulit,
otot skeletal, mata dan otak. Pada kasus yang serius disebabkan oleh adanya sistiserkus
pada jaringan otak bisa menyebabkan neurocysticercosis dan bisa menyebabkan kejang-
kejang pada manusia.
Masa tunas infeksi cacing berkisar antara 8-14 minggu. Cacing pita dewasa dapat
tahan hidup sampai 25 tahun dalam usus.
Gambar 1. Siklus hidup cacing Taenia
9. PENCEGAHAN TAENIASIS
Penggunaan jamban yang bersih juga dapat menghindar terjadinya penularan aktif
telur taenia yang bisa menginfeksi manusia apabila tertelan kista yang dijangkiti oleh
feses.2
BAB III
KESIMPULAN
Taeniasis adalah penyakit cacing pita yang disebabkan oleh cacing Taenia dewasa,
sedangkan sistiserkosis adalah penyakit pada jaringan lunak yang disebabkan oleh
larva dari salah satu spesies cacing Taenia.
Induk semang definitif dari T. saginata, T. solium dan T. asiatica hanya manusia,
kecuali T. solium dan T. asiatica manusia juga berperan sebagai induk semang
perantara. Sedangkan, babi adalah induk semang perantara untuk T. solium dan sapi
adalah induk semang perantara untuk T. saginata. Adapun induk semang definitif dari
cacing Taenia selain ketiga spesies tersebut adalah hewan carnivora (anjing/ kucing).
Pemeriksaan feses dilakukan untuk menemukan adanya telur cacing atau proglotid
pada penderita Taeniasis terutama pada manusia. Diagnosis secara serologik dengan
ELISA juga bisa diterapkan untuk hewan maupun manusia.
DAFTAR PUSTAKA