Anda di halaman 1dari 2

KISI-KISI KDK KELOMPOK 11, KONSEP HOPITALISASI

Dampak hopitalisasi pada klien dan keluarga

Dampak hopitalisasi pada klien dan keluarga

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang. Penyakit yang diderita
menyebabkan perubahan perilaku normal sehingga klien perlu menjalani perawatan (hospitalisai). Secara umum,
hospitalisasi menimbulkan dampak pada lima aspek, yaitu privasi, gaya hidup, otonomi diri, peran, dan ekonomi.
1. Privasi. Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat pribadi.
Bisa dikatakan privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien
kehilangan sebagian privasinya. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, selama di rawat di
rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas kesehatan-dalam hal ini perawat dan dokter.
Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar tidak kelihatan orang tiba-tiba dilihat dan disentuh orang lain. Hal
ini tentu membuat klien tidak nyaman. Kedua, klien adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan
bergantung pada orang lain. Kondisi ini cenderung membuat klien pasrah dan menerima tindakan
apapun dari petugas kesehatan kepada dirinya asalkan ia cepat sembuh. Menyikapi hal tersebut, perawat
harus memperhatikan dan menjaga privasi klien ketika berinteraksi kepada mereka. Beberapa hal yang
dapat dilakukan perawat guna menjaga perivasi klien adalah sebagai berikut:
Setiap akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus selalu memberitahu dan
menjelaskan perihal tindakan tersebut kepada klien
Memerhatikan lingkungan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan. Yakinkan bahwa
lingkungan tersebut menunjang privasi klien
Menjaga kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan klien. Sebagai contoh, setelah
selesai melakukan pemasangan kateter, perawat tidak boleh menceritakan alat kelamin klien
kepada orang lain, bahkan teman sejawat.
Menunjukkan sikap professional selama berinteraksi dengan klien perawat tidak boleh
mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat klien malu atau marah. Sikap tubuh pun tidak boleh
layaknya majikan dengan pembantu.
Libatkan klien dalam aktivitaske perawatan sesuai dengan batas kemampuannya jika tidak ada
kontraindikasinya.
2. Gaya hidup. Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal ini
disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempay tinggal klien, juga oleh
perubahan kondisi kesehatan klien. Aktivitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan
aktivitas yang dijalaninya di rumah sakit. Perubahan gaya hidup akibat hospitalisasi adalah yang harus
menjadi perhatian oleh setiap perawat. Asuhan keperawatan yang diberikan harus diusahakan sedemikian
rupa agar dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalkan perubahan yang terjadi.
3. Otonomi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada
dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh
petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini menunjukkan keadaan klien yang dirawat di rumah
sakit akan megalami perubahan otonomi. Untuk mengatasi perubahan ini, perawat harus selalu
memberitahu klien sebelum melakukan intervensi baim secara aktif maupun pasif.
4. Peran. Peran dapat diartikan sebagai perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan status
sosialnya. Jika ia seorang perawat, peran yang diharapkannya adalah sebagai perawat, bukan sebagai
dokter. Selain itu, peran yang dijalani seseorang juga bergantung pada status kesehatannya. Peran yang
dijalani pawa status sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani saat sakit. Hal ini sesuai dengan peran
sakit yang dijalani oleh individu. Tidak mengherankan jika klien yang dirawat dirumah sakit mengalami
perubahan peran. Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi ini tidak hanya berpengaruh bagi individu,
tetapi juga pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain:
Perubahan peran. Jika salah satu anggota keluarga sakit, akan terjadi perubahan peran dalam
keluarga. Sebagai contoh, jika yang sakit adalah ayah, peran sebagai kepala keluarga akan
dijalankan oleh ibu. Tentunya dalam perubahan peran ini mengharuskan dilaksanakannya tugas
tertentu sesuai dengan peran tersebut.
Masalah keuangan. Keuangan tersebut akan terganggu karena pengaruh hospitalisasi. Keuangan
yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk
keperluan klien yang dirawat. Akibatnya, keluarga mulai mengalami masalah keuangan. Masalah
uang ini sangat riskan, terutama pada keluarga miskin. Dengan semakin mahalnya biaya
kesehatan, beban keuangan keluarga akan semakin bertambah.
Kesepian. Suasana rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga yang dirawat.
Keseharian keluarga yang biasanya di hiasi keceriaan, kegembiraan, dan senda gurau anggotanya
tiba-tiba diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun menjadi sepi karena perhatian keluarga
terpusat pada penanganan anggota keluarganya yang dirawat.
Perubahan kebiasaan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya,
keluarga pun mempunyai kebiasaan dari lingkup sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga amampu
berperan serta dalam kegiatan sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga sakit,
keterlibatan anggota keluarga dalam aktivitas sosial di masyarakat pun akan mengalami
perubahan.

Untuk meminimalisir rasa takut terhadap cedera tubuhdan rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara:
1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri,
yaitu dengan menjelaskan apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua.
2. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik anak,misalnya dengan cara
bercerita, menggambar, menonton video kaset dengan cerita yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur
yang dilakukan pada anak.
3. Pertimbangkan untuk menghadirkan orang tua pada saat anak dilakukan tindakan atau prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkanj menangis bila melihatnya.
Dalam kondisi ini tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan perawat sebagai pendamping
anak sebagai prosedur tersebut dilakukan.
4. Tunjukan sikap empati sebagai pendekati utama dalam mengurangi rasa takut akibat prosedur yang
menyakitkan.
Pada tindakan pebedahan elektif, lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya apbila memungkinkan. Misalnya,
dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, dan petugas yang akan menangani anak
dengan cerita, gambar, atau menonton video yang menggambarkan kegiatan operasi tersebut. Tentunya terlebih
dahulu melakukan pengkajian yang akurat tentang kemampuan psikologis anak dan orang tua untuk menerima
informasi dengan terbuka.lakukan pula latihan relaksasi pada fase sebelum operasi sebagai persiapan untuk
perawtan pascaoperasi

Anda mungkin juga menyukai