Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Penulis:
Borni Kurniawan
Penyunting :
Heru Prasetya &
M. Irsyadul Ibad
Reviewer:
Frisca Arita Nilawati
Proof Reader:
Sofwan Hadi
Ilustrasi Sampul:
Dani Yuniarto
Sampul dan Isi:
Akbar Binbachrie
Wahyu Hidayat
Diterbitkan pertama kali Tahun 2016 oleh:
Didukung oleh:
ISBN: 978-602-14743-8-9
Buku ini dikembangkan dan diterbitkan oleh INFEST dengan dukungan dari Program Maju Perempuan
Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU). Program Mampu merupakan inisiatif bersama
antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia dalam upaya pengentasan kemiskinan melalui
pemberdayaan perempuan.
Informasi yang disampaikan dalam buku ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab tim penyusun
dan tidak serta merta mewakili pandangan Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Australia.
SEKAPUR SIRIH
i
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang
problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan
pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan
bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan
perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang
partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam
pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas
ruang menjadi subjek yang sebenarnya telah terbuka luas.
Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek, itulah alasan buku ini
hadir. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa. Buku
ini salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest
Yogyakarta. Serial Buku Saku UU Desa terdiri dari: Lebih Dekat dengan
Kewenangan Desa, Mengenal dan Mengelola Aset Desa, Pendirian dan
Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan.
Terima kasih kami sampaikan kepada tim penulis yang telah menyelesaikan
penulisan buku ini. Untuk Desa dan Indonesia, pengetahuan ini kami
persembahkan.
ii
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Sekapur Sirih i
BAB 1
UU Desa, Tata Ruang Desa,
dan Kawasan Permukiman 1
Pembentukan Desa dan Tata Ruang 1
Kawasan Permukiman 4
BAB 2
Tentang Penataan Ruang Desa 6
Kesadaran Keruangan Desa 6
Marginalisasi Tata Ruang Desa 7
BAB 3
Tata Ruang dan Seni Membangun 11
Hilangnya Kewenangan Desa 11
Menata Ruang Desa 13
Tentang Penulis 16
iii
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
BAB 1
1
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Denisi desa tersebut hendak menyatakan bahwa desa memiliki batas ruang.
Batas tersebut dapat berupa batasan wilayah secara sik dan non sik. Batas
sik dapat diartikan sebagai batas teritorial desa yang secara empirik
menjelaskan perbedaan luasan antara satu desa dengan desa lainnya.
Batas desa yang berupa batas non sik dapat berupa perbedaan asal usul
budaya dan kelembagaan lokal desa. Satu desa dengan desa lainnya memiliki
cara hidup dan tata hukum yang berbeda. Karenanya ada ungkapan lain
ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Ungkapan lain menyatakan di
mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Hal tersebut memberikan pesan
bahwa setiap desa memiliki pranata hidup yang berbeda, sehingga
membatasi perilaku dan interaksi sosial masyarakat di dalamnya. Pranata
hidup tersebut menjadi batas imajiner yang secara sosiologis membedakan
karakter kehidupan masyarakat desa di dalamnya, sehingga masyarakat di
dalamnya saling menghormati satu sama lainnya.
Secara teritorial, batas wilayah antara satu desa dengan desa lain biasanya
berupa sungai dan jalan. Yurisdiksi desa terdiri dari ruang-ruang kelembagaan
yang biasanya disusun secara hierarkis sehingga menghasilkan perbedaan
jangkauan otoritas di antara kelembagaan tersebut. Kelembagaan desa-desa
di Jawa terdiri dari RT, RW, dusun, lalu desa. Di Aceh, gampong terdiri dari
jurong dan dusun. Masing-masing wilayah kelembagaan dipimpin oleh warga
yang biasanya dipilih atau ditunjuk atas permufakatan bersama warga yang
tinggal di dalamnya. Misalnya, ketua RT adalah pimpinan wilayah untuk skop
RT. Demikian seterusnya untuk ketua RW dan kepala dusun.
2
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Desa/Gampong
RW/Dusun
RT/Jurong
Keluarga
Klen Inti
Halu Halu
Halu
Halu Halu
Soa Soa
OKampono
3
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Kawasan Permukiman
Manusia selalu berkembang biak sehingga jumlahnya selalu bertambah setiap
saat. Koloni penduduk yang semula menempati satu desa, kemudian meluas
karena terbentuknya kesatuan masyarakat yang baru di wilayah yang lain,
sehingga dalam suatu kawasan terbentuk beberapa desa. Meskipun secara
teritorial desa-desa dalam satu kawasan memiliki batasan ruang wilayah, tapi
secara imajiner sebenarnya mereka saling tersatukan atau terhubungan.
Keterhubungan ini bisa disebabkan karena kesamaan jenis mata pencaharian
penduduknya, kesamaan sosial sebagai daerah perkebunan, pertambangan,
ataupun daerah aliran sungai (DAS).
Demikian pula dengan desa-desa yang berada dalam satu kawasan yang
sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Maka
perilaku hidup petani satu desa dengan desa lainnya akan saling
memengaruhi. Dalam tradisi pertanian, bercocok tanam secara serentak
4
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
dengan jenis tanaman yang sama sangat diutamakan. Jika tidak dilakukan
serentak, potensi serangan hama akan lebih mudah mereka terima.
5
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
BAB 2
Tidak mau bernasib sama, desa-desa di pesisir selatan Kebumen yang meliputi
Kecamatan Bulus Pesantren dan Ambal dan Mirit atau biasa dikenal kawasan
Urut Sewu berusaha keras menolak rencana eksploitasi pasir besi di desa-desa
mereka. Terlebih saat pemerintah tidak peduli lagi dengan hak kepemilikan
sah rakyat atas tanah pertanian di Urut Sewu, apalagi dengan cara
mengerahkan lembaga keamanan nasional (TNI), maka gelombang warga
mempertahankan kedaulatannya kian membesar.
6
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Menurut mereka, tanah pesisir Urut Sewu sangat subur sehingga menjanjikan
produksi hasil pertanian yang lebih berjangka panjang daripada dikeruk
pasirnya untuk memenuhi kebutuhan produksi bijih besi. Kehebatan kawasan
pertanian di Urut Sewu ini dapat dibuktikan dari tinggi dan beragamnya produk
hasil pertanian seperti palawija, jagung, cabe, pepaya dan berbagai jenis sayur
mayur.
Dinamika politik ekologi yang melanda desa-desa di Urut Sewu dan desa-desa
lain yang bergejolak seperti di kawasan Gunung Kendeng, Rembang, dan
pesisir selatan Kulonprogo pada hakikatnya menunjukkan adanya kesadaran
warga desa atas ruang desa. Bagi mereka desa bukan sekadar sekumpulan
penduduk yang terdiri dari masyarakat dan pemerintah desa. Tapi lebih dari itu,
desa adalah kesatuan manusia dengan alamnya.
Kehidupan masyarakat desa sejak dahulu tidak bisa dipisahkan dari alam dan
lingkungan sekitarnya. Mereka membangun permukiman atau perumahan
pada umumnya tidak jauh dari sumber-sumber kehidupan seperti sungai, laut,
dan hutan. Marga-marga di Sumatera Selatan, misalnya di Kabupaten Musi
Banyasin, sebagian besar membangun permukiman di sepanjang hutan
pinggiran sungai Musi. Demikian pula dengan desa-desa di Kalimantan, juga
membangun gugus perumahan di hutan pinggiran sungai Kapuas. Menariknya,
mereka memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi perdagangan dan
komunikasi sosial antardesa, sehingga membangun rumah menghadap sungai
dulu menjadi bagian dari budaya masyarakat desa.
7
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
8
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
sungai di London mau tidak mau terbiasa turut serta menjaga kebersihan dan
kelestarian ekosistem sungai. Jadi, sungai tidak menjadi kumuh karena bagi
masyarakat London sungai adalah wajah kota, bukan latar belakang kota.
9
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Rural
Sub Urban
Urban
10
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
BAB 3
11
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Kesimpulan itu paling tidak mengacu pada denisi desa sebagaimana termuat
dalam UU Desa tersebut yang berbunyi bahwa Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasar denisi tersebut, sekali lagi dapat ditarik kesimpulan bahwa desa
memiliki kewenangan untuk mengelola ruang dan wilayahnya sesuai dengan
batas wilayahnya sendiri. Namun demikian bukan berarti mengabaikan
keberadaannya sebagai bagian dari ruang dan wilayah NKRI. Maka dari itu,
dalam konteks mengurus diri, ruang, dan wilayahnya, antara desa satu dengan
desa lainnya tentu harus saling memperhatikan agar keseimbangan ekologis,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik tetap terjaga.
12
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Para leluhur Nusantara yang ahli di bidang tata ruang wilayah sebenarnya
telah mewariskan ilmu sebagai landasan teori pembangunan ruang dan
wilayah, tidak hanya untuk kota tapi desa. Warisan budaya tata ruang
tersebut berpangkal pada keluhuran budi pekerti yang diturunkan dari
kepercayaan dan mitos yang dianut mereka. Beberapa contohnya ilmu
petung bagi orang Jawa, dan tri hita kirana bagi orang Bali.
Orang-orang Bali sangat memegang teguh apa yang disebut Tri Hita Kirana
dan Hasta Kosala Kosali. Konsep ini dianut oleh masyarakat Bali dalam tata
lingkungan dan perumahannya. Dengan konsep ini, masyarakat Bali sangat
memperhatikan keseimbangan ekologis, baik ketika menata rumah, menata
ruang desa, maupun kota. Ada tiga kawasan yang selalu dipelihara di sini yaitu
kawasan bawah atau disebut nista. Kawasan ini biasanya area yang mengarah
ke laut (pesisir) dicadangkan sebagai kawasan palemahan yang lazim
digunakan sebagai area pekuburan. Kawasan berikutnya bagian tengah atau
bagian madya yang disebut pawongan. Arena ini diperuntukkan sebagai
13
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Model pendekatan tata ruang yang diperkenalkan oleh para pendahulu kita
sebenarnya mewariskan pembelajaran pendekatan tata ruang wilayah yang
sangat ekologis. Bahkan sangat spiritualis-teologis. Nenek moyang kita dalam
membangun ruang desa secara horisontal sangat memperhatikan keseimbangan
ekologis antara manusia dengan alam, keseimbangan antroposentris antara
manusia dengan manusia, dan secara transendental memperhatikan ruang dan
wilayah sebagai bagian dari penataan hubungan antara manusia dengan
penciptanya. Sayangnya, kita sebagai orang desa sudah mulai meninggalkan
bahkan melupakan ilmu tata ruang warisan nenek moyang kita tersebut.
1. Buatlah tim yang terdiri dari orang-orang desa yang memiliki kepedulian
terhadap merosotnya kualitas ruang dan wilayah desa.
14
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
3. Merancang maket atau model tata ruang desa yang ideal. Model ini
menggambarkan proyeksi arah pembangunan tata ruang desa di
masa mendatang. Cita-cita tata ruang desa ini sangat bergantung
pada cara pandang desa dalam melihat dirinya. Bagi desa yang
menghendaki menjadi desa wisata, perlu membuat scenario building
tata ruang desa yang mendukung tercapainya desa wisata. Bagi desa
yang berkontur desa industri tentu akan membuat model ruang desa
industri yang tidak hanya memikirkan bagaimana memenuhi
kebutuhan infrastruktur dan sarana prasarana ekonomi, tapi juga
mendesain bagaimana membuat ruang industri yang ramah
lingkungan dan kemasyarakatan.
15
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
Tentang Penulis
16
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
CATATAN
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
CATATAN
Tata Ruang dan Pembangunan Kawasan Perdesaan
CATATAN