Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma lahir merupakan trauma mekanik selama proses kelahiran yang


merupakan gabungan dari kekuatan kontraksi kompresi, putaran, dan tarikan.
Beberapa faktor risiko yang berperan dalam trauma lahir adalah 1) faktor ibu yang
berkaitan dengan kekakuan jalan lahir (primipara, multipara, malformasi, dan
panggul sempit); 2) faktor bayi yang berkaitan dengan diskrepansi antara besar serta
posisi bayi dengan jalan lahir (makrosomia, makrosefalia, anomali fetus, disproporsi
sefalopelvik, distosia bahu, presentasi abnormal seperti bokong, muka, dahi dan letak
lintang; prematur, partus prsipitatus; 3) faktor luar yang berupa tindakan persalinan
(pemakaian forseps, vakum, tindakan versi-ekstraksi). 1
Janin atau bayi rentan terhadap sejumlah cedera kepala traumatik selama
persalinan dan atau pelahiran. Cedera tersebut dapat terjadi eksternal dan jelas terlihat
atau intrakranial danbahkan terselubung. Beberapa terjadi pada persalinan spontan,
sedangkan lainnya berkaitan dengan pelahiran dengan instrumen. 2
Angka kejadian trauma lahir pada primigravida 63,8%. Namun, wanita primi
gravida mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan multigravida, hal
tersebut dipengaruhi faktor kekakuan jalan lahir. Insiden trauma lahir 6-8 kasus per
1000 kelahiran hidup. Kurang dari 2% kematian neonatus disebabkan oleh trauma
lahir. Dalam kurun waktu 1970-1985, angka kematian ini menurun drastis dari 64,2%
menjadi 7,5% per 100.000 kelahiran hidup. 1,3
Trauma lahir penting untuk mendapatkan perhatian karena pada beberapa
kasus dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kecacatan fisik maupun gangguan
perkembangan di tahap usia selanjutnya. Trauma lahir ini juga sering dijumpai dalam
praktek sehari-hari sehingga perlu dijelaskan kepada orang tua tentang tentang
diagnosis, tata laksana, dan juga prognosisnya. Dengan mengetahui faktor risiko yang
berperan terhadap terjadinya trauma lahir maka diharapkan dapat dilakukan antisipasi
untuk usaha pencegahan untuk memberikan outcome yang terbaik bagi neonatus dan

1
keluarganya. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penting untuk mengetahui
trauma lahir khususnya yang terjadi pada kepala saat lahir. 1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Trauma lahir pada kepala merupakan trauma mekanik selama proses
kelahiran akibat dari kekuatan kontraksi kompresi ketika memasuki jalan lahir.
Trauma lahir pada kepala terdiri atas ekstrakranial dan intrakranial. Trauma
ekstrakranial antara lain caput succedaneum, sefalhematoma, dan perdarahan
subgaleal, fraktur tengkorak; sedangkan trauma intrakranial yaitu perdarahan
intrakranial seperti perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural, dan
perdarahan intraventrikuler.4
Caput succedaneum adalah benjolan lunak, batas tidak tegas, tidak
berfluktuasi, dapat melampaui sutura akibat tekanan yang keras pada kepala
saat di jalan lahir biasanya terjadi penekanan serviks pada kulit kepala
sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan aliran limfe, benjolan ini dapat
dengan cepat hilang dengan sendirinya 3-6 hari. 5
Sefalhematoma merupakan perdarahan subperiosteal, akibat ruptur
pembuluh darah antara tengkorak dan periosteum, berupa benjolan difus, batas
tegas, tidak melewati sutura. Terjadi karena adanya benturan kepala janin
dengan pelvis. Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang kadang terjadi
pada tulang oksipital. Trauma ini 5-8% berhubungan dengan fraktur tengkorak.
Umumnya menghilang dalam waktu 2-8 minggu. 5
Perdarahan subgaleal adalah perdarahan dibawah galea aponeurosis
sehingga tampak pembengkakan kulit kepala dan ekimosis, dapat meluas ke
area periorbital dan leher. Umumnya terjadi karena ekstraksi vakum atau forsep
saat persalinan. 4
Fraktur tengkorak tidak umum terjadi karena tengkorak dapat ditekan dan
sutura terbuka. Biasanya terjadi tanpa gejala kecuali terjadi perdarahan
intrakranial. Terdiri atas fraktur tengkorak linear dan depressed skull fractures. 4

3
Perdarahan intrakranial yang terjadi pada neonatus karena trauma saat
persalinan yaitu perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural, dan perdarahan
intraventrikuler. 4

2.2 Epidemiologi
Seperti yang ditampilkan pada tabel 2.1, trauma major paling sering
berkaitan dengan kegagalan pelahiran dengan instrumen, dan insiden terendah
adalah dengan kelahiran caesar tanpa persalinan. Cedera traumatik minor
mengikuti pola yang sebanding.
Tipe Pelahiran Angka Jumlah Major Minor
Trauma
Spontan (14 per 1000) 88.324 1:835 1: 77
Alat bantu
Vakum (71 per 1000) 3175 1:265 1:15
Forceps (58 per 1000) 10.478 1:194 1:19
Gagal dengan alat bantu
Vakum (105 per 1000) 609 1:120 1:10
Forceps (56 per 1000) 714 1:143 1:20
Caesar (8,6 per 1000) 16.132 1:3226 1:120
Persalinan (12 per 1000) 10.731 1:2682 1:84
Tanpa persalinan (1,2 per 5401 1:5401 1:900
1000)
Total (19,5 per 1000) 119.432 1: 639 1:56
(1,6 per 1000) (18 per
1000)
Tabel 2.1 Insiden Trauma Mayor dan Minor saat pelahiran- Nova Scotia,
1988-2001. 2
*Trauma mayor = fraktur depresi tengkorak, perdarahan intrakranial, pleksopati
brakialis, ataukombinasi.

4
*Trauma minor = fraktur linear tengkorak, fraktur lain, kelumpuhanwajah,
sefalhematoma, atau kombinasi.

2.3 Faktor Predisposisi


Faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian trauma lahir
antara lain : 4
Makrosomia (berat lahir> 4000 gram)
Primipara
Oligohidramnion
Persalinan ganda
Malpresentasi
Presentasi ganda
Disproporsi kepala panggul
Kelahiran dengan tindakan
Persalinan lama
Persalinan presipitatus (dipercepat)
Distosia bahu

2.4 Patofisiologi

5
Gambar 2.1 Jenis akumulasi cairan ekstradural pada bayi baru lahir. 6
Caput succedaneum terjadi karena tekanan keras pada kepala ketika
memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe
disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravaskuler, benjolan pada
caput berisi cairan serum dan sedikit bercampur dengan darah, benjolan
tersebut dapat terjadi sebagai akibat tumpang tindihnya (molage) tulang kepala
di daerah sutura pada saat proses kelahiran sebagai upaya bayi untuk
mengecilkan lingkaran kepala agar dapat melewati jalan lahir, pada umumnya
molase ini di temukan pada sutura sagitalis dan terlihat setelah bayi lahir dan
akan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 1-2 hari. Kelainan ini
biasanya terjadi pada presentasi kepala, pada bagian tersebut terjadi edema
sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah, kelainan ini disebabkan
oleh tekanan bagian terbawah janin saat melawan dilatasi serviks.7
Sefalhematoma terjadi Ini terjadi pada sekitar 1% dari bayi yang baru
lahir, dimana perdarahan antara periosteum dan tulang tengkorak (biasanya os
parietal, kurang terjadi pada os oksipital) sebagai akibat dari gesekan atau
robeknya hubungan antar vena selama persalinan. Luasnya pembengkakan
dibatasi oleh tulang tengkorak dan tidak melewati garis sutura. Hal ini karena
benturan dari tulang tengkorak janin terhadap panggul ibu, yang terlihat

6
terutama saat persalinan lama. Hal ini juga dapat terjadi setelah forceps atau
ekstraksi vakum. Perdarahan subperiosteal lambat dan mungkin tidak muncul
sampai hari kedua kehidupan. Pembengkakan dapat terjadi selama minggu
pertama dan pembengkakan dapat bertahan selama beberapa minggu. 7
Perdarahan subgaleal merupakan perdarahan dibawah galea aponeurosis
dengan dua bagian dari otot occipitofrontalis dari kulit kepala. Akibat
konsekuensi dari trauma saat melahirkan, terutama dengan ekstraksi vakum,
atau mungkin menunjukkan adanya cacat koagulasi. Kulit kepala menjadi
berfluktuasi ( 'botol air panas' sign) dan membesar dengan cepat ditandai
dengan penurunan hemoglobin. Tampak pembengkakan kulit kepala dan
ekimosis. Jika beratnya kehilangan darah diabaikan, berikutnya syok mungkin
mengancam nyawa. Bayi yang terkena memerlukan diagnosis yang cepat dan
transfusi sesuai dengan kehilangan volume darah. Ruang subgaleal atau
subaponeurotic meluas dari ruang orbita ke tengkuk leher dan menuju ke
telinga secara lateral, perdarahan dapat menyebar di seluruh calvarium. 7,8
Fraktur tengkorak atau fraktur depresi biasanya berhubungan dengan
aplikasi forceps atau kompresi kepala yang dihasilkan oleh promontorium
sakrum ibu. Fraktur yang luas dapat berhubungan dengan kontusio serebri, dan
konsultasi bedah saraf mungkin diperlukan.

Gambar 2.2 Fraktur tulang tengkorak.9

7
Depresi tengkorak dapat tetap selama berbulan-bulan setelah lahir.
Kebanyakan bayi dengan fraktur tulang kepala linear atau depresi tidak
menunjukkan gejala kecuali ada perdarahan intrakranial terkait (misalnya,
subdural atau subarachnoid hemorrhage). Osteodiastasis oksipital adalah
pemisahan basal dan bagian skuamosa tulang oksipital yang sering
mengakibatkan luka memar cerebellar dan perdarahan yang signifikan. Ini
mungkin menjadi komplikasi mematikan dalam persalinan sungsang. Fraktur
linear yang berhubungan dengan robekan duramater dapat menyebabkan
herniasi meningen dan otak, dengan perkembangan kista leptomeningeal. 7,8

Gambar 2.3 Anatomi meninges dan otak9


Kepala janin memiliki plastisitas yang tinggi dan dapat mengalami proses
molding selama melewati jalan lahir. Dimensi kepala sebenarnya berubah
selama fase kedua, dengan pemanjangan diameter oksipitofrontal kepala.
Molding berat dapat mengakibatkan robekan pada jembatan vena dari korteks
serebri ke sinus sagitalis atau ruptur vena serebri interna, vane Galen di
pertautan dengan straight sinus, atau tentorium. Kompresi kepala dapat
meregangkan tentorium cerebelli dan dapat merobek vena galen atau cabang
cabangnya. Akibatnya, perdarahan intrakranial dan/ atau perdarahan

8
subaraknoid subdural dapat terjadi bahkan setelah pelahiran per vagina yang
tampak normal.2
Trauma kepala lahir pada perdarahan intrakranial yang sering terjadi
yaitu: perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural, dan perdarahan
intraventrikuler. Perdarahan subarachnoid. ,8
Perdarahan subarachnoid terjadi trauma pada bayi aterm, dimana
rupturnya jembatan vena dari ruang subarachnoid atau pecahnya pembuluh
darah
leptomeningeal kecil. Perdarahan subdural terdiri atas tiga: Laserasi tentorium
dengan pecahnya straight sinus mengakibatkan hematoma infratentorial. Falx
cerebri laserasi dan ruptur pada sinus sagittal infrerior, sehingga menimbulkan
hematoma dari fisura otak longitudinal. Pecahnya pembuluh darah otak
dangkal dengan subdural. Hematoma lebih lobus temporal, biasanya unilateral
dan disertai darah subarachnoid.7,8
Perdarahan intraventrikuler terjadi saat rupturnya kapiler di matriks
germinal pada nukleus kaudatus sehingga perdarahan terjadi ke jaringan sekitar
dan meluas ke dalam sistem ventrikular dan parenkim otak. Jenis perdarahan ini
sering terjadi pada neonatus kurang bulan lahir sebelum 32 minggu. Perdarahan
intraventrikuler dapat diketahui 3 hari pasca kelahiran. Hampir setengah dari
perdarahan secara klinis tidak bermanifestasi dan sebagian besar merupakan
perdarahan matriks germinal yang kecil dan terbatas pada ventrikel serebri
pulih tanpa gejala sisa. Lesi yang besar dapat menimbulkan hidrosefalus atau
area kistik degenerasi yang disebut leukomalasia periventrikular dan beresiko
menjadi cerebral palsy.2

Gambar 2.4 Perdarahan intraventrikuler bilateral pada spesimen post mortem.7

9
2.6 Diagnosis Banding dan Tanda Gejala
Berdasarkan letak trauma pada kepala saat pelahiran8:

Ekstracranial Intracranial
Caput succedaneum Perdarahan subarachnoid
Paling sering ditemui SAH biasanya tanpa gejala, tetapi

Tekanan serviks pada kulit kepala ketika gejala terjadi kejang dan apnea
yang paling umum terlihat pada bayi
Akumulasi darah/serum subkutan,
cukup bulan pada hari kedua
ekstraperiosteal.
kehidupan. Antara kejang bayi
Melewati sutura.
biasanya neurologis normal.
Tidak diperlukan terapi,
menghilang dalam beberapa hari.

Sefalhematoma Perdarahan subdural


Paling umum terlihat di parietal Fontanela tegang,
tetapi kadang kadang terjadi Hipotonia
pada tulang oksipital. Lesu
Tidak melewati sutura.
Palsy wajah.
Ukurannya bertambah seiring
Jika perdarahan, melibatkan
bertambahnya waktu.
fossa posterior, terjadi apnea;

10
Umumnya menghilang dalam Respirasi tidak teratur ;
waktu 2-8 minggu. Bradikardia tetap;
Kalsifikasi bertahan selama > 1 Opisthotonus dan deviasi
tahun. miring dari mata dapat terjadi.
Komplikasi : Anemia, Jika hanya ada perdarahan
hiperbilirubinemia, septicemia dan ringan, bayi mungkin
meningitis. asimtomatik. Tanda-tanda
hidrosefalus dapat berkembang

Perdarahan subgaleal Perdarahan intraventrikuler


Darah di bawah galea aponeurosis. Tanda-tanda Minimal. Sekitar
Pembengkakan kulit kepala, 60% dari bayi dengan IVH
ekimosis. tidak memiliki gejala klinis

Mungkin meluas ke daerah utama. pemeriksaan neurologis

periorbital dan leher mengungkapkan perubahan

Seringkali berakitan dengan kecil dalam suara, termasuk


sudut poplitea ketat, dan
trauma kepala (40%).
nystagmus untuk beberapa
minggu setelah perdarahan
telah terjadi.

11
Kerusakan intermiten setelah
beberapa hari kemudian,
dengan meningkatnya tanda-
tanda apnea, bradikardia,
metabolik asidosis dan kejang.
Kolaps masif dengan tanda-
tanda neurologis (kejang,
koma), syok dan anemia
Fraktur tulang tengkorak
Massa padat berfluktuasi yang
timbul di kepala.
Defek kompresi pada kepala.
Deformitas dan krepitasi.
Berkembang secara bertahap
dalam waktu 12-72 jam.
Hematoma menyebar diseluruh
kalvarium.
Anemia.
Hipovolemia.
Syok.

12
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia, syok, atau
komplikasi lainnya seperti infeksi. 7
Pemeriksaan kadar bilirubin. 7
Pemeriksaan radiografi untuk trauma intracranial : Foto polos kepala,
CT Scan dan MRI. 7

2.8. Tatalaksana
Untuk caput succedaneum tidak diperlukan terapi karena dapat hilang
dalam beberapa hari. 2
Pada sefalhematoma, umumnya menghilang 2-8 minggu. Observasi dan
terapi konservatif dilakukan untuk komplikasi seperti
hiperbilirubinemia dan anemia. 2
Pada perdarahan subgaleal : tidak ada terapi khusus. Bayi harus
diperhatikan dengan seksama tanda-tanda hipovolemia dan volume
darah harus dipertahankan sesuai kebutuhan dengan transfusi.
Fototerapi harus disediakan untuk hiperbilirubinemia. Sebuah
gangguan perdarahan harus dipertimbangkan. Drainase bedah harus

13
dipertimbangkan hanya untuk kerusakan klinis yang masif. Sebuah
hematoma subgaleal terkait dengan kulit lecet dapat terinfeksi; maka
harus diobati dengan antibiotik dan mungkin perlu drainase. 7
Pada fraktur tulang tengkorak dan perdarahan intrakranial dilakukan
terapi suportif dan pembedahan jika diperlukan. Untuk terapi suportif:
observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan, memantau
hematokrit, memantau hiperbilirubinemia, mungkin diperlukan
pemeriksaan koagulopati. Fraktur yang luas membutuhkan penanganan
bedah saraf. Follow up imaging dilakukan 8-12 minggu untuk menilai
adanya formasi kista leptomeningeal. 7
Manajemen SAH biasanya hanya membutuhkan terapi simtomatik,
seperti terapi antikonvulsan untuk kejang dan pipa nasogastrik atau
cairan intravena jika bayi terlalu lemah untuk makan secara oral. 7
Manajemen SDH biasanya membutuhkan terapi simtomatik, seperti
penanganan kejang, bantuan napas, penggantian volume atau produksi
darah. Bila hasil laboratorium pemeriksaan darah menunjukkan sepsis
atau perdarahan dapat dicurigai SDH dengan lesi yang luas sehingga
perlu dievaluasi dengan CT Scan dan ditatalaksana dengan
pembedahan oleh bedah saraf. 7,8

2.9 Prognosis
Trauma kepala lahir pada ekstrakranial memiliki prognosis yang baik,
selama diagnosis dan tatalaksana cepat dilakukan dan komplikasi yang
terjadi minimal atau tidak ada karena pada umumnya trauma
ekstrakranial dapat sembuh dengan sendirinya kecuali adanya
komplikasi yang memburuk. Fraktur tengkorak memiliki prognosis
yang baik bergantung dari luas fraktur. 7,8

14
Perdarahan intrakranial non bedah pada bayi memiliki prognosis baik
asalkan tidak ada cedera neurologis signifikan lainnya atau komplikasi
yang serius. Prognosis untuk perkembangan normal juga baik untuk
kasus-kasus di mana evakuasi pembedahan cepat pada hematoma
berhasil dan tidak ada cedera parenkim lainnya.7,8

15
BAB III
KESIMPULAN

1. Trauma lahir pada kepala merupakan trauma mekanik selama proses kelahiran
akibat dari kekuatan kontraksi kompresi ketika memasuki jalan lahir. Trauma
lahir pada kepala terdiri atas ekstrakranial dan intrakranial. Trauma
ekstrakranial antara lain caput succedaneum, sefalhematoma, dan perdarahan
subgaleal, fraktur tengkorak; sedangkan trauma intrakranial yaitu perdarahan
intrakranial seperti perdarahan subarachnoid, perdarahan subdural, dan
perdarahan intraventrikuler.

2. Trauma lahir kepala penting untuk mendapatkan perhatian karena pada


beberapa kasus dapat berakibat fatal dan dapat menyebabkan kecacatan fisik
maupun gangguan perkembangan di tahap usia selanjutnya. Trauma lahir ini
juga sering dijumpai dalam praktek sehari-hari sehingga perlu dijelaskan
kepada orang tua tentang tentang diagnosis, tata laksana, dan juga
prognosisnya.

3. Tatalaksan trauma lahir kepala pada umumnya bersifat suportif (terapi


simtomatik) dan observasi ketat untuk menilai adanya defek neurologis yang
selanjutnya dikonfirmasi melalui pemeriksaan radiografi dan dirujuk ke
spesialis bedah saraf untuk menghindari terjadinya komplikasi yang akan
mengganggu perkembangan bayi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Handryastuti S. Trauma lahir. Dalam: Hardiono DP, Handryastuti S, Kurniati N,


Pendidikan kesehatan berkelanjutan ilmu kesehatan anak XLIX: Pediatric
neurology and neuroemergency in daily practice. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2006

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Obstetri williams edisi 23 volume 1. Jakarta : EGC; 2014.

3. Fabamwo, Disu E, Akinola O, Adewale L. Birth trauma in a tertiary maternity


unit in South Western Nigeria. Int J Pediatr Neonatal, 2007:7(2); 234-56 pp.
(Diakses 9 Desember 2016). Available in: http://ispub.com/IJPN/7/2/525.

4. Kementerian Kesehatan. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pedoman


bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/ kota. Jakarta : WHO;
2009.

5. Kementerian Kesehatan. Buku saku pelayanan kesehatan neonatal pedoman


teknis pelayanan kesehatan dasar. WHO; 2010.

6. Medows M, Nijres BM. Case report: delayed subaponeurotic (subgaleal) fluid


collection. BMJ case rep, 2014; 1-2 pp.

17
7. Sinha S, Miall L, Jardine L. Essential neonatal medicine fifth edition. USA :
Wiley-Blackwell; 2012.

8. Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR. Manual of neonatal care sixth edition.
USA : Lippincott Williams & Wilkins; 2008.

9. Netter FH. Atlas of human anatomy 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.

18

Anda mungkin juga menyukai