Anda di halaman 1dari 4

Kimia Farma- Biosensors Singapura Kerja Sama Alat

Stent Jantung
Jakarta (ANTARA News) - PT Kimia Farma (KF) untuk pertama kalinya menjalin kerja sama
internasional dengan Biosensors International Singapura (BIS) dalam pengadaan dan
pendistribusian alat stent jantung yakni berbentuk serat berbahan stainless yang dimasukkan
ke pembuluh darah pasien yang mampet untuk melancarkan sirkulasi darah ke jantung.

Naskah kerja sama tersebut di tandatangani oleh Dirut PT KF Gunawan Pranoto dan Presdir
BIS Chua Kee Lock di Kantor PT KF Jl Veteran Jakarta, Kamis yang juga bertepatan
peringatan HUT ke-36 BUMN bidang farmasi itu.

Dirut PT KF Gunawan Pranoto mengatakan, kerja sama tersebut sebagai realisasi KF yang
secara aktif untuk melakukan pengembangan bisbis serta meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat khususnya agar lebih banyak lagi penderita jantung yang dapat diobati dengan
menggunakan stent jantung yang harganya 30 persen lebih murah dibanding harga di pasaran.

"Pada tahap awal, pola kerjasamanya KF akan memasarkan produk alat kesehatan sten
jantung dari BIS sekitar 5.000 unit atau 30 persen dari 15.000 unit stent jantung untuk
kebutuhan dalam negeri, selanjutnya KF akan memproduksi sendiri di pabrik KF Bandung
dengan lisensi BIS, sehingga harga alat itu akan jauh lebih murah karena menggunakan bahan
baku lokal," katanya.

Gunawan menambahkan, prospek bisnis Stent Jantung di Indonesia sangat tinggi, karena
setiap tahun terdapat sekitar 5.000 pasien jantung yang membutuhkan 'katerisasi' yang harus
dipasang Stent jantung yang tersebar di 42 RS di 12 kota besar, belum ditambah RS swasta
yang membutuhkan.

Bagi BIS, katanya, kerjasama dengan KF merupakan strategi untuk melakukan penetrasi
pasar di Indonesia, karena dengan penduduk 230 juta jiwa, Indonesia merupakan pasar yang
potensial.

Sementera itu Presdir BIS Chua Kee Lock mengatakan, pemilihan kerjasama dengan PT KF,
karena perusahaan farmasi Indonesia dinilai sudah berpengalaman lama dan memiliki
jaringan distribusi dan pabrik yang besar.

Dia menyatakan optimis, kebutuhan alat stent jantung di Indonesia akan terus meningkat
karena setiap tahun jumlah pasien jantung yang memerlukan stent jantung naik 20 persen
serta banyak pasien yang lebih suka dipsanga stent jantung dinbading harus melkaukan
pembedahan.

BIS Singapura merupakan cabang dari Biosensors International Group Amerika Serikat (AS)
yang memiliki cabang di Belanda untuk Eropa dan Singapura untuk Asia.

Harga sten jantung produksi BIS per unit sekitar Rp5-6 juta rupiah, sedang setiap pasien
jantung rata-rata memerlukan 2-3 unit stent jantung. Harga sten jantung produk BIS lebih
murah 30 persen dibading stent jantung produk lain di pasaran Indonesia.(*)

COPYRIGHT 2007 ANTARA


PubDate: 16/08/07 17:00BERANDA

Stent Berlapis Sirolimus, Terobosan Baru Penanganan Coronary


Angioplasty
HealthNews Mon, 19 Aug 2002 09:21:00 WIB

pdpersi, Jakarta - Penemuan baru didunia kedokteran dalam pengobatan penyakit pembuluh
darah jantung telah terungkap. Masalah yang menghantui para dokter bedah jantung selama
lebih dari 25 tahun akhirnya dapat diatasi dengan ditemukannya stent berlapis sirolimus
produksi Johnson & Johnson.

Dr. Sunarya S, SpJP mengungkapkan hal itu dalam acara uraiannya yang bertema Current
Trend in Coronary Angioplasty dalam acara Dinner Gathering yang diselenggarakan Rumah
Sakit (RS) Pondok Indah di Jakarta, Jumat (16/8)

Sunarya mengungkapkan, inovasi ini baru dipublikasikan pada tahun 2001 itu terbukti dapat
meminimalisir kasus peradangan serta pertumbuhan sel-sel abnormal yang seringkali
menimpa pasien penderita penyakit pembuluh darah jantung pasca operasi pemasangan stent
regular.

Selain itu, kata Sunarya, stent yang materi dasarnya tetap berupa stainless ini selain dapat
mengatasi seluruh efek samping stent regular juga terbukti dapat meminimalisir efek toksin.

Sunarya menuturkan, stent berlapis sirolimus ini telah banyak digunakan di Indonesia, RS
Pondok Indah sendiri telah mempraktekkan penggunaan stent ini sebanyak tiga kali. "Selama
tiga minggu terakhir kita telah lakukan tiga kali dan semuanya sukses. Pasien cuma dirawat
tiga hari dan bisa langsung beraktivitas," kata dia.

Stent berlapis sirolimus, kata Sunarya, diujicobakan untuk pertama kalinya pada dua tahun
yang pada 30 orang Brasil dan 15 orang Belanda. Hasil uji uji coba itu ternyata sangat
mencengangkan. Pasien yang mengalami uji coba tersebut sampai saat ini satu pun tidak
mengalami kasus penyempitan ulang.

Penelitian kemudian dilanjutkan dengan studi di kawasan Eropa dengan mengikutsertakan


pasien bersiko tinggi berusia diatas 40 tahun. "Ternyata juga menggembirakan, tidak ada
angio ulang hanya 3% yang harus masuk RS kembali dan 22% yang dioperasi ulang," ujar
Sunarya.

Stent tersebut, lanjut dia, kemudian diujicobakan pada pasien dengan riwayat penyempitan
ulang setelah penggunaan stent biasa. Ternyata kasus penanganan ulang yang biasanya
mencapai 20-30 % pada penggunaan stent biasa dapat ditekan hanya menjadi 2% pada
penggunaan stent berlapis sirolimus ini.

Sunarya menuturkan, masalah utama penggunaan stent berlapis sirolimus ini adalah harganya
yang masih sangat mahal yaitu US$ 3.000 per buah. "Bagaimana jika satu pasien butuh 2
atau tiga, karena kasus pemasangan stent lebih dari satu itu juga seringkali terjadi," ujar dia.

Pihak asuransi pun tampaknya belum menunjukan respon pada penggunaan stent ini karena
harganya yang dianggap masih terlalu mahal.
"Padahal jika dikalkulasi harga stent yang mahal ini akan terkompensasi dengan jangka
waktu perawatan pasien yang hanya mencapai 3 hari di kamar perawatan dan langsung bisa
beraktiviatas normal," ujar dia.

Untuk itu, kata dia, penggunaan stent itu harus didiskusikan secara mendalam antara dokter
dengan pasien. Selain masalah biaya, pasien juga perlu diberi penjelasan mengenai prasyarat
pemasangan stent. "Untuk kasus-kasus ideal, low risk kita bisa jamin sukses," kata dia.

Ketika ditanya mengenai latar belakang penggunaan stent, Sunarya menjelaskan, stent
pertama kali digunakan 25 tahun yang lalu bersama dengan sejenis balon yang berfungsi
sebagai pompa yang melebarkan pembuluh darah jantung untuk keperluan diagnosa. Namun,
saat ini penggunaan balon dan stent juga dimodifikasi sebagai tindakan intervensi.

"Serangan jantung terbukti dapat dikurangi secara maksimal dengan penggunaan alat ini,"
kata dia.

Sunarya bahkan berseloroh para kardiolog telah mengancam eksistensi dokter-dokter bedah
jantung karena mayoritas kasus angina coronary angioplasty dapat diatasi dengan
penggunaan balon dan stent.

Angka pasti penderita penyakit jantung di Indonesia sampai saat ini belum terdeteksi, namun
di Australia dari 100.000 penduduk ditemukan 250 orang laki-laki dan 200 orang
poerempuan diantaranya menderita penyakit jantung.

Sejarah Penemuan Stent

Selama hampir 25 tahun, para kardiolog hanya berperan mengoperasikan kateter untuk
mendiagnosa. Namun, saat ini telah ditemukan penggunaan balon dapat dimodifikasi sebagai
tindakan pengobatan Coronary Angioplasty yang umumnya diawali dengan berkurangnya
aliran darah di jantung.

Di Eropa dan Amerika penggunaan balon dan stent terus naik mengingat prosedur yang cepat
dan mudah. Namun seringkali terjadi masalah yaitu pengulangan penggunaan stent, bahkan
pasien tetap harus berada di kamar operasi karena setelah penggunaan balon yang terdahulu
efeknya kurang memuaskan.

Pemasangan ulang stent dan balon pada tahun pertama masing-masing mencapai 10% dan
balon 30-% hal itu dipicu oleh timbulnya kasus penyempitan pembuluh setelah dilebarkan
mencapai 50%.

Sebelum tahun 1999 hal itu belum bisa terjawab sehingga sering menimbulkan kekecewaan
bagi para pasien dan para kardiolog.

Fenomena penyempitan ulang ini dipicu oleh beberapa hal diantaranya elastisitas dan
pengerutan kembali pembuluh jantung serta dapat pula dipicu oleh timbulnya pertumbuhan
sel-sel sejenis keloid di sekitar lokasi. Bahkan terkadang stent juga menimbulkan perlukaan
dan peradangan. Resiko-resiko diatas lebih besar pada pederita diabetes.
Untuk mengatasi hal itu, akhirnya para kardiolog berkerjasama dengan onkolog untuk
mencari cara agar jantung pasien tidak menolak keberadan stent sebagai benda asing. Untuk
mengatasi hal itu, sempat digunakan isotop. Diharapkan pula pengobatan yang diberikan
dapat melokalisir pengaruh obat hanya di lokasi stent berada.

Untuk meminimalisir efek samping stent, para dokter mencoba melapisi stent dengan lapisan
emas, nikel karbon dan akhirnya sekitar dua tahun yang lalu Johnson & Johnson berhasil
menemukan sirolimus sebagai lapisan stent. (iis)

Sumber: Majalah HealthToday

Anda mungkin juga menyukai