Anda di halaman 1dari 3

Membaca Pancasila dari Kacamata Sukarno

(Pengantar Diskusi Buku Posisi Agama Dalam Ideologi Negera : Studi Gagasan Nasakom
Sukarno)
Oleh : Ahmad Atho Lukman Hakim, S.Ag, M.Sc

Posisi Kajian

Buku ini termasuk dalam kajian fiqh siyasah (Politik Islam) dengan dua argumentasi :
Argumentasi ruang lingkup materi dan argumentasi tokoh. Buku ini berbicara masalah relasi
Islam dan Negara dalam ideologi Negara. Menurut Sahal Mahfudz ruang lingkup kajian fiqh
siyasah adalah (1).. dengan demikian kajian ini adalah dusturiyah.

Sedang argumentasi kedua bahwa Sukarno merupakan salah satu pemikir Muslim besar di
abad 20. Ahmad Wahib menyebut Sukarno adalah bagian dari kebangkitan Islam di dunia1.
Pengakuan lain yang datang dari luar negeri misalnya datang dari Fazlurrahman yang
mengatakan Sukarno adalah pahlawan Muslim dari Indonesia. Keilmuan Sukarno bahkan
secara formal diakui oleh perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri dengan bukti 25
gelar Honoris Causa dalam beberapa bidang keilmuan tak terkecuali ilmu-ilmu agama Islam.

Sekilas Pendakatan Kajian Islam Politik Di Indonesia

Sebagaimana yang dikategorikan Bachtiar Effendi kajian Islam dan Politik di Indonesia terdapat
5 pendekatan (1) Pendekatan dekonfessionalisasi. Pendekatan ini mengandaikan Islam
terpaksa melepas cita-cita kenegaraannya demi kesatuan Indonesia. Dekonfessionalisasi ini
dikembangkan oleh Niewenhuije, ilmuan Belanda, yang menyamakan apa yang terjadi di
Indonesia dengan problem relasi denominasi di Belanda. Dengan teori dekonfessionalisasi ini
diharapkan denominasi gereja di Belanda mengurangi ekslusifitasnya dan bersikap akomodatif
terhadap perbedaan.

Dengan pendekatan ini Pancasila dianggap sebagai langkah kompromi artinya bukan pancaran
dari nilai-nilai keislaman. Pada titik inilah ketidaksetujuan penulis dengan pendekatan ini.

(2) Pendekatan Domestifikasi Pendekatan ini mengandaikan ada konflik yang berkesudahan
antara kaum ortodoks (santri) dengan kalangan aristrokasi Jawa yang sekuler yang selalu
dimenangkan kelompok kedua. Dengan pendekatan sejarah dengan menelisik pertentangan
kaum ortodoks (pesisir) dan kaum sikretis di pedalaman menemukan kelanjutannya pada masa
pasca kolonial. Jadi inti dari pendekatan ini Islam di Indonesia telah mengalami pengucilan
pada ranah politik. Pengucilan atau domestifikasi ini akibat hegemoniknya kalaangan sekular
yang berhasil memenangkan perang wacana dengan menggiring umat Islam hanya bergerak
pada wilayah non-politik. Demikian kesimpulan kajian yang dilakukan Haary J Benda.

Dengan pendekatan ini Pancasila dianggap sebagai kemenangan kaum sinkretis dan
kekalahan telak umat Islam. Kesimpulan ini menurut penulis sangat gegabah dan simplitis.
Sungguh jika teori ini masih dipedomani akan banyak distorsi dalam menjelaskan politik masa
lalu dan saat ini.

(3) Pendekatan Skismatik dan Aliran Pendekatan ini semacam jawaban dari penyebab konflik
antara kaum ortodoks dengan kaum sinkretis. Jay Robert dan C Geerzt berada dalam posisi
ini. Orientasi pilihan ideologi dan politik di Indonesia dipengaruhi oleh orientasi kulturalnya. Jay

1 Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam (Jakarta: LP3S, 1995), hlm. 236
Robert bahkan menandaskan bahwa penerimaan Islam yang tidak tuntas mengakibatkan
orientasi budaya yang berbeda dengan

(4) Pendekatan Trikotomi

Dalam pendekatan Trikotomi lebih menekankan respon Umat Islam ketika dihadapkan pada
tantangan yang dihadapi menghadapi elits penguasa. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa
perliaku politik santri beragam baik dalam memandang cita-cita politik maupun perilaku
politiknya. Dengan kata lain pendekatan ini ingin menangkap kompleksitas politik Islam di
Indonesia yang menghasilkan tipologi sebagai berikut : Fundamentalis, Reformasi dan
akomodatif.

Dengan memakai laur pemikiran ini Pancasila dipandang sebagai bentuk kompromi maksimas
bagi kalangan akomodatif dan kompromi bersyarat bagi kaum reformis sedang bagi kaum
fundamentalis Pancasila adalah hal yang harus ditolak.

(5) Pendekatan Islam Kultural

Pendekatan ini mencoba menelisik peta politik Islam pada era Orde Baru yang mengalihkan
energinya dari politik praktis menjadi kekekutan politik moral-kultural. Pergeseran orientasi ini
salah satunya dicerminkan adanya

Beberapa pendeklatan ini memberikan sumbangsih yang berarti untuk menjelaskan politik Islam
di Indonesia lepas dari kelemahan-kelemahan yang ada. Beberapa kelemahan disini
umpamanya, generaliasasi adanya split antara keyakinan dan perilaku politik sebagaimana
yang diteorikan ppendekatan 1-4.

Apalagi jika dikaitkan dengan Pancasila seakan-akan Sukarno sebagai penggagas Pancasila
tidak direpresentasikan sebagai Islam akan tetapi dari dari golongan sinkretis atau paling banter
sebagai balancer.

Nah, Buku ini menggunakan pendekatan hermeunetik, khususnya Gadamer. Hermeunetik


Gadamer secara ringkas dapat dipahami sebagai lawan dari paradigm reproduksi makna. Bagi
Gadamer reprodoksi makna adalah tidak mungkin sebab pembaca juga mengalami peristiwa
sejarahnya sendiri dalam memahami sesuatu. Maka yang paling mungkin adalah menfusikan
horizon baik dari Athutor maupun pembaca itu sendiri.

Dengan memakai pendekatan Gadamer Gagasan NASAKOM Sukarno yang tersebar dalam
tulisan dan pidato-pidatonya dicoba didekati dengan multiperspektif; sosial, budaya, dan politik.
Dengan pendekatan ini penulis menemukan satu rangkaian benang merah antara apa yang ada
dalam suasana batin Sukarno dengan gagasan dan menifestasi politiknya.

Pandangan Sukarno tentang ideologi negara dan Posisi Agama

Perbincangan Ideologi dalam ilmu social mempunyai beberapa makna (1) Kesadaran Palsu

Pancasila Islam dan Komunisme dalam pandangan Sukarno

Penolakan Komunisme oleh kalangan Islam berlangsung sejak lama misal pertentangan antara
H Misbach dengan kalangan Muhammadiyah. Bagi muslim pembela Komunis pilihan mereka
adalah sejalan dengan semangat Islam yang anti koloial yang menghisap dan mengeksploitasi
manusia. Sedangkan yang menolak menyebutkan antara Islam dan Komunis tidak akan
mungkin bersatu, ibarat minyak dengan air (hlm. 144-145). Perbedaan pandangan ini pula yang
menyebabkan pecahnya Syarikat Islam menjadi dua kubu : SI Merah yang pro Komunis dan SI
Putih yang anti Komunis.

Anda mungkin juga menyukai