Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO, epidemiologi adalah studi yang mempelajari tentang
penyebaran dan determinan dari peristiwa yang berhubungan dengan keadaan
kesehatan masyarakat. Selain itu, epidemiologi merupakan ilmu yang dapat
digunakan untuk memecahkan masalah kesehatan.
Epidemiologi malaria adalah ilmu yang bertujuan menganalisis berbagai
faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah penyakit malaria
dimasyarakat, terutama yang berkaitan dengan pejamu, agen, dan lingkungan
(Sorontou, 2013).
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia dan splenomegali (Sudoyo, 2009).
Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan
area (udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat dareah rawa-rawa
yang mengeluarkan bau busuk (Dalam Kutipan Prabowo, 2013)
Penyakit malaria pada manusia, disebabkan oleh genus plasmodium yang
terdiri atas lima spesies, yaitu :
a. Plasmodium vivax, menyebabkan malaria tertiana
b. Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika
c. Plasmodium malariae, menyebabkan malaria malariae
d. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale
e. Plasmodium knowlesi (p. knowlesi) (Kemkes, 2013).
Sejak 460-370 SM, Hippocrates yang dikenal sebagai father of
medicine, merupakan orang yang pertama didunia untuk mendeskripsikan
manifestasi klinis infeksi malaria serta menghubungkan penyakit tersebut dengan
musim dan tempat tinggal orang terinfeksi. Pada tahun 1884, ahli fisik Perancis
Alphonse Laveran telah menemukan penyebab malaria dan mengemukan
2

hipotesanya bahwa infeksi malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk. Sangat


jelas bahwa infeksi malaria telah terjadi didunia ini sejak ribuan tahun yang lalu
dan berbagai upaya telah dilakukan untuk mengenali penyakit ini dengan baik.
Kebanyakan negara maju telah mengambil langkah-langkah tertentu untuk
memberantas infeksi malaria, namun potensi untuk penularan malaria masih ada
dibanyak daerah. Sebanyak 50.000.000 orang terinfeksi malaria setiap tahun, dan
lebih dari satu juta orang yang akan meninggal akibat infeksi malaria setiap tahun
(Dalam Kutipan Wern In, 2010).
World Malaria Report (2008) yang merupakan publikasi statistic terbaru
tentang beban infeksi malaria 2006 memperkirakan separuh dari populasi
penduduk seluruh dunia (3,3 miliyar) hidup diwilayah yang memiliki resiko
penularan malaria, satu perlima (1,2 miliyar) tinggal didaerah yang berisiko tinggi
(lebih dari satu kasus per 1000 penduduk pertahun dilaporkan) dan 2,1 miliyar
yang lain hidup di daerah yang berisiko rendah. Populasi terbesar yang terpapar
terhadap risiko infeksi malaria ditemukan di Asia Tenggara dan daerah Pasifik
Barat. Afrika merupakan daerah terbesar yang berisiko tinggi, kemudian diikuti
oleh Asia Tenggara (Dalam Kutipan Wern Im, 2010)
Di Indonesia malaria dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai
1.800 m diatas permukaan laut. Spesies yang paling banyak dijumpai adalah
plasmodium falcifarum, dan plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di
Indonesia bagian timur, sedangkan plasmodium ovale pernah ditemukan di Papua
dan Asia Tenggara Timur (Dalam Kutipan Prabowo, 2013).
Pada tahun 2010 di Indonesia terdapat 65% kabupaten endemis dimana
hanya sekitar 45% penduduk dikabupaten tersebut berisiko tertular malaria.
Berdasarkan hasil survey komunitas selama 2007-2010, pervalensi malaria di
Indonesia menurun dari 1,39% (Riskesdas 2007) menjadi 0,6% ( Riskesdas 2010).
Sementara itu berdasarkan laporan yang diterima selama tahun 2000-2009, angka
kesakitan malaria cenderung menurun yaitu 3,62 per 1.000 penduduk pada tahun
2000 menjadi 1,85 per 1.000 penduduk pada tahun 2009 dan 1,96 tahun 2010.
Sementara itu, tingkat kematian akibat malaria mencapai 1,3% ( Kemkes, 2013)
3

Profil Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal, tahun 2006 kasus malaria


di Kabupaten Mandailing Natal ditemukan 10.668 kasus atau AMI 25,78 per
1.000 penduduk dan 822 malaria parasit postif atau API 1,98 per 1.000 penduduk,
tahun 2007 ditemukan 13.064 kasus atau AMI 31,28 per 1.000 penduduk dan
5.927 malaria parasit positif atau API 14,19 per 1.000 penduduk, tahun 2008
meningkat menjadi 15.397 kasus atau AMI 36,34 per 1.000 penduduk namun
mengalami penurunan pada kasus malaria positif menjadi 1.704 kasus atau API
4,02per 1.000 penduduk. Pada tahun 2008 malaria merupakan penyakit dengan
urutan ke dua (15,1%) setelah ISPA (21,9%) dari 10 penyakit terbesar di
Kabupaten Mandailing Natal (Dalam Kutipan Syilviana W, 2010).
Sementara berdasarkan kecamatan, kecamatan panyabungan mendominasi
angka yakni 3.842 kasus dari total 78.584 jumlah penduduk. Disusul kecamatan
Siabu sebanyak 1.111 kasus dari total 48.072 jumlah penduduk. Terendah adalah
kecamatan Pakantan dengan angka 6 kasus dari total 2.178 jumlah peduduk.
Disusul kecamatan Ranto Baek dengan 8 kasus dari total 11.426 jumlah penduduk
Malaria termasuk penyakit berbahaya, oleh WHO (Wold Healt
Organisation) malaria masuk salah satu dari 3 penyakit yang menjadi perhatian
dunia setelah AIDS dan Tb Paru. Berdasarkan data yang dilansir kantor pusat
Penanggulangan Malaria Madina, pada tahun 2012 jumlah penderita malaria
dimadina mencapai 7.901 orang dari total 410.931 jumlah penduduk Madina.
Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria, tetapi ada beberapa
orang yang memiliki kekebalan terhadap parasit malaria, baik yang bersifat
bawaan atau alamiah maupun didapat (Dalam Kutipan Prabowo, 2013).
Berdasarkan pengalaman sewaktu saya sekolah dipondok pesantren
musthafawiyah tersebut, banyaknya terdapat orang yang menderita penyakit
malaria, oleh karena itu saya tertarik melakukan penelitian tentang penyakit
infeksi malaria, dimana nantinya saya akan memberikan sedikit penyuluhan
tentang penyakit infeksi malaria yang manfaatnya dapat mengurangi proporsi
terjadinya penyakit infeksi malaria.
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka yang dapat
diambil perumusan masalah adalah Berapa besar Proporsi Siswi Aliyah (SMA)
yang mengidap malaria Di Pondok Pesantren Musthawiyah Desa Purba Baru,
kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi
Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi siswi Aliyah (SMA) yang mengidap malaria di
Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi proporsi yang mengidap malaria pada siswi


Aliyah (SMA) berdasarkan Tahun.
2. Untuk mengetahui distribusi proporsi yang mengidap malaria pada siswi
Aliyah (SMA) berdasarkan gejala.
3. Untuk mengetahui distribusi proporsi yang mengidap malaria pada siswi
Aliyah (SMA) berdasarkan jenis pengobatan.
4. Untuk mengetahui distribusi proporsi yang mengidap malaria pada siswi
Aliyah (SMA) berdasarkan tempat pengobatan.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan berdasarkan tujuan penelitian yang telah
disebutkan diatas, maka penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian bagi
peneliti tentang penyakit malaria dan dampak yang ditimbulkan oleh penyakit
infeksi malaria.
5

b. Bagi Siswi
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi siswi Aliyah (SMA) dan
menambah pengetahuan serta wawasan dan dampak yang akan ditimbulkan oleh
penyakit infeksi malaria.
c. Bagi Fakultas
Diharapkan penelitian ini sebagai bahan masukkan kepada kampus dalam
bentuk pembangunan ilmu kedokteran dan penambahan referensi perpustakaan
diFakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara khususnya mengenai
penyakit tropis malaria.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plasmodium
2.1.1 Siklus Hidup Plasmodium
Siklus hidup plasmodium berlangsung pada manusia dan nyamuk. Parasit
plasmodium yang menginfeksi manusia terbagi menjadi lima spesies dan pada
umumnya berlangsung pada tubuh manusia. Siklus hidup plasmodium terbagi
menjadi dua yakni :
a. Siklus Seksual
Siklus seksual (sporogoni) terjadi dalam tubuh nyamuk Anopheles, sebagai
pejamu atau host definitive.
b. Siklus Aseksual
Siklus aseksual (skizogoni) terjadi dalam tubuh manusia sebagai pejamu
intermediet. Siklus aseksual terbagi dua siklus, yaitu siklus eritrosit dalam darah
(skizogoni eritrosit) dan siklus dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit)
atau stadium jaringan dengan : a. skizogoni praeritrosit (skizogoni eksoeritrosit
primer) setelah sporozoit masuk dalam sel hati dan ; b. skizogoni eksoeritrosit
sekunder yang berlangsung dalam hati. Dengan demikian, didalam tubuh manusia,
terjadi siklus hidup aseksual yang terdiri atas empat tahapan, yaitu tahap
skizogoni, tahap skizogoni eksoeritrosit, tahap skizogoni eritrositik, dan tahap
gametogoni. Tahap skizogoni preeritrositik, skizogoni eritrositik, dan gametogoni
berlangsung di dalam eritrosit. Stadium sporozoit yang masuk bersama gigitan
nyamuk dan liurnya, mula-mula masuk dan berkembang dalam jaringan sel-sel
parenkim hati pada tahap skizogoni preeritrositik. Tahap skizogoni preeritrositik
berlangsung selama 8 hari pada p. vivax, 6 hari pada p. falciparum, dan 9 hari
pada p. ovale, namun sulit ditentukan lamanya pada p. malariae. Siklus
preeritrositik dalam jaringan hati pada p. falciparum hanya berlangsung satu kali
(local liver cycle). Keadaan tersebut disebut skizogoni eksoeritrositik, yang
merupakan sumber pembentukan stadium aseksual parasit yang menjadi penyebab
7

terjadinya relaps (kekambuhan) pada malaria vivax, malaria ovale, malaria


malariae (Sorontou, 2014)

2.2 Defenisi Malaria


Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium
yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual
didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil,
anemia dan splenomegali (Sudoyo, 2009).

2.3 Etiologi
Penyakit malaria disebabkan oleh parasit malaria (yaitu suatu protozoa
darah yang termasuk genus plasmodium) yang dibawa oleh nyamuk anopheles.
Ada lima spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu plasmodium
vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae dan plasmodium ovale dan
Plasmodium Knowlesi. Masing-masing spesies plasmodium menyebabkan infeksi
malaria yang berbeda-beda, yaitu :
a. Plasmodium vivax : menyebabkan malaria tertian
b. Plasmodium falciparum : menyebabkan malaria tropika
c. Plasmodium malariae : menyebabkann malaria quartana
d. Plasmodium ovale : menyebabkan malaria ovale
e. Plasmodium knowlesi (P. knowlesi) (Kemkes, 2013).
Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa
provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah
ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada tahun 2010 di Pulau
Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat menginfeksi manusia
dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat
ini masih terus diteliti (Kemkes, 2013).

2.4 Cara Penularan Malaria


2.4.1 Penularan Secara Alamiah
8

Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina


yang telah terinfeksi plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja
dan menjelang malam hari. Beberapa vector mempunyai waktu puncak menggigit
pada pada tengah malam menjelang fajar. Setelah nyamuk anopheles betina
mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit),
gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet diperut nyamuk yang
kemudian menembus dinding perut nyamuk dan mambentuk kista pada lapisan
luar dimana ribuan sporozoid dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk
ditularkan. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh
nyamuk masuk kedalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu
menjadi sakit (Dalam Kutipan Dewi, 2014).

2.4.2 Penularan Secara Tidak Alamiah


a. Malaria Bawaan (congenital)
Malaria congenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena
ibunya menderita malaria. Penularan terjadi karena adanya kelainan pada sawar
plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak ada penghalang infeksi
dari ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan dari ibu kepada
bayinya juga dapat melalui tali pusat. Gejala pada bayi baru lahir berupa demam,
iritabilitas (mudah terangsang sehingga mudah menangis), pembesaran hati dan
limpa, anemia, kurang mau makan dan minum, kuning pada kulit dan selaput
lendir. Pembuktian parasit dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah
bayi.
b. Secara Mekanik
Penularan secara mekanik adalah infeksi malaria yang ditularkan melalui
transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria, pemakain jarum suntik secara
bersama-sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi organ (Cecep,
2014).

2.5 Manisfestasi Klinis


9

Gambaran klinis malaria sangat bervariasi bentuknya. Malaria


menunjukkan gejala-gejala klinis yang khas, yaitu demam yang berulang,
spenomegali, anemia, nyeri sendi, sakit kepala dan muntah-muntah.
Serangan demam yang khas terdiri atas beberapa stadium, yaitu:
a. Stadium Dingin
Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin.
Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam
pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari
jemarinya pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah
dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15
menit sampai 1 jam (Sutanto, 2013).
b. Stadium Demam
Setelah merasa kedinginan,pada stadium ini penderita merasa kepanasan.
Muka merah dan kulit terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala menjadi-
jadi dan muntah kerap terjadi, nadi menjadi cepat. Penderita merasa sangat haus
dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Demam terjadi
disebabkan oleh pecahnya skizon darah yang telah matang dan masuknya
merozoit darah kedalam aliran darah. Stadium ini berlangsung selama 2 sampai 4
jam (Dalam Kutipan Sari, 2011).
c. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini dimulai dengan penderita berkeringat sangat banyak. Suhu
tubuh turun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah ambang normal.
Penderita biasanya dapat tidur dengan nyenyak dan pada waktu bangun penderita
merasa lemah tetapi lebih sehat. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam (Sutanto,
2013).

2.6 Patogenesis Gejala Klinis Malaria


Patogenis dari gejala klinis malaria adalah sebagi berikut:
a. Demam
10

Mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang


mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipothalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
b. Anemia
Terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi seluruh jenis sel darah
merah, sehinggga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium,
vivax dan Plasmodium, ovale hanya dapat menginfeksi sel darah merah muda
yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah. Sedangkan
Plasmodium, malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya
1% dari jumlah sel darah merah.
c. Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini
akan menyebabkan limpa membesar.
d. Malaria Berat
Biasanya terjadi pada malaria falciparum, eritrosit yang terinfeksi
Plasmodium falciparum menyebar kepembuluh kapiler organ-organ penderita.
Pada permukaan eritrosit akan terbentuk tonjolan (knob) yang mengandung
berbagai macam antigen parasit ini. Sitokin yang diproduksi oleh sel-sel
makrofag, limposit, monosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel.
Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadi
proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadi obstruksi dalam kapiler yang
menyebabkan terjadi iskemik jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung
oleh proses terbentuknya rosette yaitu bergerombolnya eritrosit yang berparasit
pada eritrosit lainnya. Pada waktu terjadinya proses sitoadherensi akan terbentuk
sitokin yang dapat menimbulkan gangguan fungsi pada jaringan-jaringan tertentu
(Kemkes, 2013).

2.7 Diagnosis Malaria


11

Diagnosa malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan


laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
1. Gejala Klinis
a. Anamnesis
Utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari dua hari,
menggigil, dan berkeringat (sering disebut dengan trias malaria). Demam
pada ke empat jenis malaria berbeda sesuai dengan proses skizogoninya.
Demam karena p. falciparum dapat terjadi setiap hari, pada p. vivax atau p.
ovale demamnya berselang satu hari, sedangakan demam pada p. malariae
menyerang berselang dua hari (Widoyono, 2011).
Sumber penyakit harus ditelusuri, apakah pernah bepergian dan
bermalam di daerah endemik malaria dalam satu bulan terakhir. Apakah
pernah tinggal didaerah endemik, apakah pernah menderita penyakit ini
sebelumnya, dan apakah pernah meminum obat malaria (Widoyono, 2011).
Kecurigaan adanya tersangka malaria berat dapat dilihat dari adanya
satu gejala atau lebih, yaitu gangguan kesadaran, kelemahan atau
kelumpuhan otot, kejang-kejang, kekuningan pada mata atau kulit,
perdarahan pada hidung atau gusi, muntah darah atau berak darah. Selain itu
adalah keadaan panas yang sangat tinggi, muntah yang terjadi terus-
menerus, perubahan warna air kencing menjadi seperti teh, dan volume air
kencing yang berkurang sampai tidak keluar sama sekali (Widoyono, 2011)
b. Pemeriksaan fisik
Pasien mengalami demam 37,5-40C aksila, serta anemia yang
dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Penderita sering
disertai dengan adanya pembesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran
hati (hepatomegali). Bila terjadi serangan malaria berat, gejala dapat disertai
dengan syok yang ditandai dengan menurunnya tekanan darah, nadi berjalan
dengan cepat dan lemah, serta frekuensi napas meningkat (Widoyono, 2011).
Pada penderita malaria berat, sering terjadi penurunan kesadaran,
dehidrasi, manifestasi perdarahan, ikterik, gangguan fungsi ginjal,
12

pembesaran hati dan limpa, serta bisa diikuti dengan munculnya gejala
neurologis (reflex patologis dan kaku kuduk) (Widoyono, 2011).
2. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Mikroskopiss
a. Tetes darah tebal (thick Smear)
Untuk melihat adanya parasit aseksual dari plasmodium malaria
dapat dilakukan dengan mengambil darah jari tangan penderita
kemudian diletakkan pada dek gelas dan biarkan kering, kemudian
selama 10-15 menit diwarnai dengan pewarnaan giemsa yaitu cairan
giemsa 10% dalam larutan buffer PH 7,1. Setelah selesai diwarnai maka
sediaan darah dicuci dengan hat-hati selama 1-2 detik lalu biarkan kering
dan siap untuk diperiksa. Pemeriksaan dengan hapusan darah tebal
diperlukan untuk menghitung kepadatan parasit (Cecep, 2014)
b. Tetes darah tipis (thin films)
Gelas objek penyebar yang bersih dipegang dengan sudut 45
terhadap tetesan darah yang ada pada gelas objek sediaan. Tunggulah
sampai darah menyebar sepanjang tepi lebar gelas objek penyebar.
Dengan sudut 45 dorong kedepan gelas objek penyebar dengan cepat
dan hati-hati. Fiksasi hapusan darah (thin smear) dengan methanol
absolute atau 100% dan tunggu sampai benar-benar kering sebelum
diwarnai (Soerdarto, 2011)
Tujuan pemeriksaan darah (SD) tebal dan tipis adalah untuk
menentukan:
a. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b. Spesies dan stadium plasmodium.
c. Kepadatan parasit.

2. Rapid Diagnostic Test (RTD)


Cara ini dapat dilakukan dengan cara sederhana, cepat (kurang dari 1
jam) dan hasilnya mudah diinterpretasikan. Prinsip kerjanya adalah
imunokromatografi yang cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa.
Pada beberapa titik dikertas nitroselulosa diletakkan antibodi monoklonal
13

terhadap beberapa antigen malaria yang spesifik sehingga pada penderita


positif akan terjadi reaksi antigen-antibodi yang tervisualisasi dalam bentuk
garis (Harijanto, 2009).

2.8 Diagnosis Banding Malaria


A. Demam Tifoid
Demam lebih dari 7 hari seperti anak tangga. Suhu demam dapat turun tapi
tidak pernah mencapai suhu normal. Ditambah keluhan sakit kepala, sakit
perut(diare), lidah kotor, bardikardi relative, roseola, leucopenia, limfositosis
relative, uji widal (+) bermakna, biakan empedu(+)
B. Demam Dengue
Demam tinggi tiba-tiba dan seperti pelana kuida selama 2-7 hari,disertai
keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji tourniquet(+),
trombositopenia, dan peninggian hemoglobin dan hematokrit, tes serologi inhibisi
hemaglutinasi ig M dan ig G anti dengue positif.
C. Leptospirosis Ringan
Demam tinggi, nyeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah,
conjugtiva injection (kemerahan pada konjugtiva bola mata), dan nyeri betis yang
menyolok. Pemeriksaan serologi Microscopic Agglutination Tess(MAT) atau Tes
Leptodipstik (+).
D. Radang Otak
Penderita merasa panas dengan riwayat nyeri kepala yang progresif.
Hilangnya kesadaran, kaku kuduk, kejang dan gejala neurologis lainnya.
E. Hepatitis
Prodromal hepatitis (demam, mual, muntah, nyeri pada hati, tidak bisa
makan diikuti dengan timbulnya ikterus tanpa panas), mata atau kulit kuning, urin
seperti air teh. Kadar SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) dan
SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase) meningkat 2 kali.
F. Leptospirosis Berat
14

Demam dengan ikterus, nyeri pada betis, nyei tulang, riwayat pekerjaan
yang menunjang adanya transmisi leptospirosis, leukositosi, gagal ginjal dan
sembuh dengan pemberian antibiotik.
G. Glomerulonefritis Akut Atau Kronik
Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon terhadap
pengobatan malaria secara dini dan adekuat.
H. Sepsis
Demam dengan dengue fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran,
gangguan sirkulasi, leukositosis dengan granula-toksik yang didukung hasil
biakan mikrobiologi (Kemenkes, 2013)

2.9 Pencegahan Malaria


Pencegahan penyakit malaria secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kegiatan :
1. Pencegahan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis
a. Orang yang akan bepergian ke daerah-daerah endemis malaria harus
minum obat antimalaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum
keberangkatan sampai empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan
daerah endemis tersebut.
b. Wanita hamil yang akan bepergian kedaerah endemis malaria
diperingatkan tentang resiko yang mengancam kehamilannya dan
dilakukan intermitten preventive treatment (IPT).
c. Bayi dan anak-anak berusia dibawah empat bulan dan hidup didaerah
endemis malaria harus mendapat obat anti malaria karena tingkat kematian
bayi atau anak akibat infeksi malaria cukup tinggi.
2. Pencegahan terhadap vektor atau gigitan nyamuk.
Daerah yang jumlah penderitanya sangat banyak, tindakan untuk menghindari
gigitan nyamuk sangat penting. Maka dari itu disarankan untuk memakai baju
lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah terutama pada malam hari,
memasang kawat kasa dijendela dan ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu
berinsektisida (insecticide residual spray) saat tidur, dapat juga memakai lotion
15

anti nyamuk saat tidur dimalam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria,
karena biasanya vector malaria menggigit pada malam hari mulai magrib sampai
fajar (Dikutip dari Dewi, 2014)

2.10 Pemberantasan Malaria


Menurut WHO (World Healt Organization), strategi pemberantasan
malaria di Indonesia di lakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut :
1. Melakukan penemuan dini pada kasus-kasus malaria dan pengobatan yang
tepat sesudah dikonfirmasi sebagai infeksi malaria.
2. Pemberdayaan dan menggerakkan masyarakat agar mendukung secara aktif
upaya untuk mengeliminasi malaria.
3. Menjamin akses pelayanan yang berkualitas terhadap masyarakat yang
beresiko tertular malaria.
4. Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada
pemerintah dan pemda yang mendukung aktif eliminasi malaria.
5. Menggalang kemitraan dan sumber daya local, nasional, internasional secara
terkoordinasi dengan seluruh masyarakat sekitar yang terkait atau melalui
forum gebrak malaria atau forum lainnya.
6. Menyelenggarakan system surveilans, monitoring dan evaluasi serta
informasi kesehatan.

2.11 Pengobatan Malaria


Pengobatan malaria hendaknya baru dilakukan sesudah diagnosis malaria
dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Terapi presumtif tanpa diperkuat
pemeriksaan laboratorium sebelumnya hanya dilakukan jika ada alasan yang kuat,
misalnya gejala klinis sangat meyakinkan, penyakit yang sangat berat dan
pemeriksaan laboratorium yang tidak memungkinkan. Sesudah diagnosis malaria
ditegakkan dan dikonfirmasi, pengobatan yang tepat harus segera diberikan.
Pengobatan yang diberikan berdasarkan siklus parasitnya, yaitu:
a. Skizontisida jaringan primer : Proguanil dan Pirimetamin.
b. Skizontisida jaringan sekunder : Primakuin
c. Skizontisida Darah : Kina, Klorokuin dan Amodiakuin
d. Gametosida : Primakuin, Kina dan Klorokuin
e. Sprontosida : Primakuin dan proguanil
16

Menurut Kemenkes (2013) pengobatan yang diberikan berdasarkan jenis


parasitnya, yaitu:
A. Plasmodium Falcifarum :
Lini I : Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB.
Piperakuin : 16-32 mg/kgBB/3 hari
Artesunae : 4 mg/kgBB/3 hari
Amodiakuin : 10 mg/kgBB/3 hari
Primakuin : 0,75 mg/kgBB/1 hari
Lini II : Kina selama 7 hari
Doxyciclin: dosis dewasa : 3,5 mg/kgBB/7 hari
Dosis 8-14 tahun : 2,2 mg/kgBB/2x1 selama 7 hari
Primakuin selama 1 hari
B. Plasmodium Vivax :
Lini I :Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBB/3 hari
Piperakuin : 16-s32 mg/kgBB/3 hari
Artesunat : 4 mg/kgBB/3 hari
Amodiakuin : 10 mg/kgBB/3 hari
Primakuin : 0,25 mg/kgBB
Lini II :Kina : 10 mg/kgBB selama 7 hari
Primakuin : 0,25mg/kgBB selama 14 hari

2.12 Prognosis Malaria


Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi.
Malaria tanpa komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat.
Tanpa pengobatan, infeksi plasmodium vivax dan plasmodium ovale dapat
berlanjut dan menyebabkan relaps sampai 5 tahun. Infeksi plasmodium malariae
bisa bertahan lebih lama dari pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale.
Infeksi plasmodium falciparum dapat menyebabkan malaria serebral yang
selanjutnya dapat mengakibatkan kebingungan mental, kejang dan koma.
Prognosis untuk infeksi plasmodium falciparum lebih buruk dan dapat berakhir
dengan kematian dalam 24 jam sekiranya tidak ditangani dengan cepat dan benar.
17

2.13 Kerangka Konsep


Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:

Untuk Dijelaskan tujuan


Siswi Aliyah (SMA) mendapatkan dan maksud
Musthawiyah Purba proporsi siswi penelitian pada
Baru yang mengidap
siswi
malaria
18

Dibagikan kuesioner
untuk diisi

Siswi yang Siswi yang tidak


mengidap malaria mengidap malaria
tahun 2015

Jumlah siswi yang


mengidap malaria
tahun 2015

Gejala dan tanda yang


dialami siswi pengidap
malaria

Obat yang sudah


diminum oleh siswi
pengidap malaria

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan jenis laporan studi deskriptif kuantitatif
dengan pendekatan cross sectional study dimana penulis hanya ingin mengetahui
19

proporsi siswi Aliyah (SMA) yang menderita penyakit malaria di Pesantren


Musthafawiyah Purba Baru. Metode deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan
untuk mendiskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang ada
dimasyarakat (Notoadmojo, 2010).

3.2 Tempat Penelitian Dan Waktu Penelitan


3.2.1 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Desa
Purba Baru, Kecamatan Lembah Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal,
Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dibulan Februari sampai bulan Maret Tahun 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian dan objek yang diteliti
(Notoadmojo, 2010). populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswi-
siswi Aliyah (SMA) Musthafawiyah yang berjumlah 900 siswi.

3.3.2 Sampel Penelitian


Sampel penelitian ini adalah seluruh siswi Aliyah (SMA) Musthafawiyah
Purba Baru yang mengidap penyakit malaria Tahun 2015.

3.4 Kriteria Sampel


3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian, yaitu : siswi Aliyah (SMA) di Pondok
Pesantren Musthafawiyah Purba Baru Mandailing Natal, siswi yang mengidap
malaria tahun 2015, siswi yang bersedia menjadi responden, siswi yang sehat dan
yang masuk saat penelitian.
20

3.4.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi dalam penelitian ini, yaitu : Siswi yang mengisi lembaran
wawancara tidak lengkap.

3.5 Teknik Pengambilan Sampel


Penelitian ini akan menggunakan tekhnik total sampling.

3.6 Definisi Operasional Penelitian


3.6.1. Siswi
Siswi di Pesantren Musthafawiyah merupakan semua siswi Aliyah (SMA).
3.6.2. Proporsi penderita malaria
Proporsi penderita malaria adalah seberapa besar jumlah siswi yang
mengidap malaria di Pondok Pesantren Musthafawiyah Purba Baru
1. Cara Ukur : Mengisi Lembaran Wawancara.
2. Alat Ukur : Lembaran Wawancara.
3. Hasil Ukur : Kualitatif
4. Skala pengukuran : Nominal

3.7 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini instrument alat ukur yang digunakan adalah dengan
mengisi lembaran wawancara. Tujuannya adalah untuk mengetahui proporsi siswi
Aliyah (SMA) yang mengidap Penyakit Malaria di Pondok Pesantren
Musthafawiyah Purba Baru.

3.8 Metode Pengumpulan Data


3.8.1 Data Primer
Data diperoleh dari pengumpulan sumber data dengan menggunakan
perangkat lembaran wawancara.

3.8.2 Data Sekunder


Data yang didapatkan dari Puskesmas.

3.9 Metode Pengolahan Data dan Analisis Data


21

3.9.1 Pengolahan Data


Menurut Notoatmodjo (2010) pengolahan data merupakan proses yang
dilakukan setelah data diperoleh dari penelitian melalui kuesioner dan harus
dikelompokkan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penyunting Data
Peneliti mengecek kembali hasil wawancara.
b. Membuat Lembarann Kode (coding sheet)
Lembaran kode adalah instrument berupa kolom-kolom untuk merekam
data secara manual, lembaran kode berisi nomor responden.
c. Memasukkan Data (data entry)
Data adalah jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam
bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau software
computer. Software computer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Salah satu program yang digunakan untuk data
entry dalam penelitian ini adalah program SPSS.
d. Tabulasi
Yakni membuat table-table data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang
diinginkan oleh peneliti.

3.9.2 Analisa Data


Dalam penelitian ini menggunakan analisis Univariat. Analisi univariat
adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendeskripsikan
karakteristik suatu variable penelitian pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variable
22

DAFTAR PUSTAKA

Dewi M. 2014. Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Malaria di Desa


Klumpang Kebun Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2014. Karya Tulis Ilmiah. Program Sarjana Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Medan

Kemkes RI. 2013. Pedoman Tata Laksana Malaria. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesi No. 5 Tahun 2013. Jakarta

Prabowo A. 2013. Malaria, Mencegah dan Mengatasinya. Jakarta : Puspa Swara,


5-22.
23

Sari, DK. 2011. Tingkat Pengetahuan Masyarakat di Desa Sigara-Gara


Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang Tentang Penyakit
Malaria. Karya Tulis Ilmiah. Program Sarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara. Medan

Soedarto. 2011. Malaria. Jakarta : CV Sagung Seto, 2-3,50-1, 116-19, 140-41.

Sucipto CD. 2015. Manual Lengkap Malaria. Yogyakarta : Gosyen Publishing,


Yogyakarta, 77-85.

Harijanto PN. 2009. Malaria. dalam kutipan Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Edisi ke Lima. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Interna Publishing, Jakarta, 2813.

Sutanto I, Pribadi W. 2013. Parasit malaria. Dalam Sutanto I, Ismid IS,


Sjarifuddin PK, Sungkar S (ed). Buku Ajar Parasitologi Kedokteran
edisi keempat. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 189-205.

Syilviana, W. 2010. Karakteristik Penderita Malaria Dengan Parasit Positif Pada


Anak DiKlinik Malaria Rayon Panyabungan Kabupaten Mandailing
Natal Tahun 2009. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kedokteran
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan

Wern Im, KL. 2010. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Sastra


Universitas Sumatera Utara Tentang Infeksi Malaria. Karya Tulis
Ilmiah. Program Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara. Medan

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta : Jakarta, 157-61

Anda mungkin juga menyukai