id/artikel_detail-94791-Kep%20Endokrin-Askep
%20Serosis%20Hepatis.html#popup
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun
pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati,
sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati
merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang berusia 45 46 tahun setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk
mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas,
koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta
hepatosellular carcinoma.
4. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis
dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
8. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
9. Bagaimana prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
10. Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma
hepatik?
11. Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik?
1.3 Tujuan
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepatis dan
ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
10. Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati
hepatic/koma hepatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak
pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang
sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 1600 gram. Permukaan atas
terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus
oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior
dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh
peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior,
diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament (Guyton, 2000).
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fung
hati yaitu :
2. Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal
1500 cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica
25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar
dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat
pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk
mempertahankan aliran darah (Guyton, 2000).
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis
didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis
hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan
ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang
luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh
pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi
yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).
1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-
sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari
hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh
suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan
imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah
jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu
cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk
pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari
sel-sel darah merah yang tua).
5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang
seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-
pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan
terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-
pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan
sirosis.
6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan
sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal
pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati
(hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak
umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga
gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis)
adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi
Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Terdiri atas:
2. Morfologi
Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung
nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang
berubah menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang
besarnya juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
Campuran
Fungsional
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1) Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2) Eritema Palmaris
3) Asites
7) Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan
produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena
mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena
transmisi dari tekanan arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa
disebabkan satu factor saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya.
Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik
meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa
juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau
mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
Sirosis Laennec :
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini, hepar membesar
dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari
hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus komunis (duktus
sitikus).
Sirosis Cardiac:
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak.
Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi.
Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga
menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian
lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul
dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga
peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan seluruh tubuh.
Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan
(shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih
rendah.
Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai
(terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai
khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis
kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat
dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan
kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
8. Hematemesis, melena
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi
dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus
menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini
adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular
matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa
difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid.
Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk
menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah
ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar
akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala
klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan
keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus.
Kombinasi kedua factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan
meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system
portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna
menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal
pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga
meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium.
Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati.
Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang
meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono,
2002).
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak.
Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel
hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati
seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti
telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer
(hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan
endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh,
antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan
perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses
kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian
preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk
mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi
pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila
ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg).
Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
1. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak
hepatotoksik.
2. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai
cabang dan glukosa.
2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai
300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C
kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg)
yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3
juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta
unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti ;
1. Asites
3. Hepatorenal syndrome
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah
sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai
koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum
sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang.
Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati,
kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang
berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat
mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah
timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada
mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering
timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).
Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis revesible. Sirosis yang
disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilsons ternyata pada proses penyembuhan
timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti
minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal
penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang
dikembangkan maka keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari
pasien sirosis.
4. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus luar.
Gagal hati tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang
jelas factor pencetusnya.
5. Hati mengecil
7. Komplikasi
9. Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100
mmHg.
10. CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit
peradangan.
7% infeksi
Pengkajian
Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang
berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah
pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan
dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki
penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada
keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal
yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang
bawaan dari keluarga pasien.
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit
hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien
yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan
kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan
tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat
muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat
dari edema,gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse,
kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga,
danperubahan status financial
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kakiTD, Nadi, Respirasi, Temperatur
yang merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan termasuk
pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebihfocus pada pemeriksaan organ seperti hati,
abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),
disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk
mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga
untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan
Nutrisi yang dibutuhkan.
1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis
hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal /
firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.
2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati membesar
ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan
(S V-VIII)-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan
acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian
atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya
diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias
juga ditemukan hemoroid
Metabolism steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron) menurun, akibatnya sifat-
sifat kepriaan menurun diganti sifat-sifat kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada
wanita, sifat-sifat kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.
Data subjektif
2. Kulit, selaput lender, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua
dan berbuih.
Data objektif
2. Kulit dan skelra : ikterik, petekie, hematoma, luka bekas garukan, spider angioma,
eritema palmar, edema, ginekomastia.
3. Abdomen : gerakan paristaltik (auskultasi), distensi abdomen, nyeri tekan,
pembesaran hepar dan limpa, asites, dilatasi vena pada abdomen (kaput medusea).
Diagnosa Keperawatan
2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti ikterik, asites,
edema, ginekomastia.
9. Anemi berhubungan dengan perdarahan dan gangguan produksi sel darah merah
akibat splenomegali.
10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan kadar amonia serum.
12. Potensial infeksi berhubungan dengan perubahan metabolism protein, fungsi fagosit
hepar lumpuh, kurangnya leukosit (akibat splenomegali).
Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil : Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang normal, pola nafas
efektif, kapasitas vital alam rentang normal.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi Perubahan mental dapat menunjukkan
miring. hipoksemia dan gagal pernafasan yang sering
disertai koma hepatik.
Kriteria hasil : Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut (mata tidak cowong,
turgor kulit baik, tidak terjadi anemia), menunjukkan peningkatan berat badan progresif
mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Konsul denga ahli diet untuk emberikan diet Kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien
tinggi dalam kalori dan karbohidrat sederhana, yang pemasukannya dibatasi, karbohidrat
rendah lemak dan tinggi protein sedang; batasi memberi ennergi siap pakai. Lemak sulit
natrium bila perlu. Berikan tambahan cairan diserap. Protein diperlukan untuk
sesuai indikasi. menurunkan edema dan meningkatkan
regenerasi sel hati. Catatan: Protein dan
makanan tinggi ammonia dibatasi bila kadar
ammonia meninggi atau pasien mempunyai
tanda klinis ensefalopati hepatic.
Ukur masukan diet harian dengan jumlah Perdarahan dari varises esophagus dapat
kalori. terjadi pada sirosis berat.
Kolaborasi
Berikan albumin bebas garam atau plasma Albumin mungkin diperlukan untuk
ekpander sesuai indikasi. meningkatkan tekanan osmotic koloid dalam
kompartemen vaskuler, sehingga
meningkatkan volume sirkulasi efektif dan
penurunan terjadinya asites.
Kriteria hasil : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi
yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode koping persepsi diri negatif.
Intervensi Rasional
Kolaborasi
Intervensi Rasional
Mandiri
Berikan perhatian dan perawatan yang cermat Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu
pada kulit. suplai nutrien dan sangat rentanterhadap
tekanan serta trauma.
Lakukan latihan gerak secara pasif atau aktif Melindungi tonjolan tulang dan
meminimalkan trauma jika dilakukan dengan
Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah benar.
tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara
melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh
pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi
yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita penyakit hati berat.
Sindrom ini ditandai dengan keekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang
dinamakan asteriksis (Price et al, 1995).
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan demikian, diharapkan
cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak
mudah jatuh pada keadaan koma.
4.2 Saran
Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic merupakan suatu keadaan
masalah kesehatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu
menerapkan pola suhan keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang
diberikan.