Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Kanker kolon adalah kanker yang menyerang kolon sampai anus dan merupakan
keganasan saluran pencernaan terbanyak dan tersering. Usia rata-rata pasien kolorektal
adalah 67 tahun dan lebih dari 50% kematian adalah rata-rata di atas 55 tahun. Etiologi
kanker kolon sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor seperti
faktor pencetus, lingkungan, gaya hidup dan genetik dapat mencetuskan terjadinya kanker
kolon.
Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid. Keluhan
pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari
lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, anemia
simptomatik dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat
berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.
Kanker kolon merupakan penyebab kematian ke 4 di dunia sekitar lebih dari 55.000
orang/tahun. Insiden tersebut banyak di temukan di negara-negara industri, termasuk
Amerika, Eropa Timur, Selandia Baru dan di negara berkembang seperti Asia Tenggara.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2006, kanker kolon merupakan jenis kanker
ketiga terbanyak di Indonesia, dengan jumlah kasus 1,8/100.000 penduduk. Puncak insiden
kanker kolon 90% terjadi pada orang dewasa usia 50-70 tahun, sekitar 5-20 % kasus terjadi
pada usia dibawah 40 tahun dan banyak terdapat pada pria (karsinoma rektum) dibandingkan
wanita (karsinoma kolon).

BAB II
1
LAPORAN KASUS

II.1 IDENTITAS PASIEN


Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Tanggal Masuk : 06 Juni 2016 ke Poli Bedah RSPAD

II.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : BAB berdarah sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan :
- Mual (+)
- Muntah (+)
- Nyeri perut
- Nyeri setelah BAB
- Lemas dan mudah lelah
- BB turun 10 Kg sejak 1 tahun terakhir

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak 2 hari SMRS Pasien datang ke Poli RSPAD dengan keluhan buang air
besar cair disertai darah. Pasien mengatakan bahwa dalam sehari buang air besar lebih
dari 3-5 kali dengan konsistensi cair dan kadang disertai darah segar. Terkadang
pasien juga merasakan nyeri perut dan nyeri setelah buang air besar. Pasien juga
muntah keluar cairan sejak 3 hari SMRS, lemas dan mudah lelah.
Perubahan pola BAB pada pasien dirasakan dalam 6 bulan terakhir SMRS.
Pada bulan Desember pasien mengatakan bahwa perutnya sempat kembung dan tidak
dapat buang air besar selama 5 hari, namun pada hari ke 6 pasien bisa buang air besar
dan merasakan perutnya tidak kembung lagi. Pasien juga merasakan adanya benjolan
pada perut bagian bawah tepatnya dibawah kanan dan apabila ditekan pasien
merasakan sakit. Pada bulan Januari sampai dengan Juni, pasien mengatakan bahwa
pasien setiap buang air besar merasakan nyeri dengan konsistensi feses cair dan
berwarna coklat disertai dengan darah.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Peyakit serupa : disangkal
2
- Penyakit jantung : disangkal
- Diabetes Melitus : disangkal
- Hipertensi : disangkal
- Riwayat Alergi : disangkal
- Konsumsi obat obatan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama.
Riwayat Kehidupan Sosial :
- Makanan : Pola makan pasien teratur dan pasien mengaku jarang
makan sayur-sayuran dan buah-buahan
- Minuman : Pasien mengaku sering minum air putih
- Pasien tidak merokok

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- GCS : 15 (E5 M6 V5)
- Kesadaran : kompos mentis

Tanda Vital :
- Tekanan darah : 120/90 mmHg
- Frekuensi nadi : 112 x/menit
- Frekuensi nafas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5C

Status Generalis :
- Kepala : Normocephal
o Mata : konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik -/- , refleks pupil +/+
o Hidung : tidak ditemukan kelainan
o Telinga : tidak ditemukan kelainan
o Mulut : tidak ditemukan kelainan
- Leher : tidak ditemukan kelainan
- Thoraks :

3
o Inspeksi : normothoraks, pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak terlihat adanya jejas.
o Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua lapang paru kanan dan kiri.
o Perkusi : sonor pada kedua lapang dada.
o Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing (-), rhonki (-), BJ I-II regular,
murmur (-), gallop (-).
- Ekstremitas : capillary refill < 2 , akral hangat , edema (-)
Status Lokalis :
- Abdomen kuadran kanan bawah :
o Inspeksi : massa (+) pada daerah lumbal sinistra
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : nyeri tekan (+) pada daerah lumbal dextra teraba
massa dengan konsistensi keras dan tidak dapat digerakan pada daerah
lumbal dextra
o Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

- Rectal Toucher :
o Inspeksi : Anus hiperemis (-), hemoroid (-), perdarahan (-)
o Palpasi : TSA baik, mukosa dinding rektum licin, tidak teraba
massa, ampula rekti tidak kolaps, nyeri tekan (-).
o Sarung tangan : darah (+), lendir (-), feses (+).

4
II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 06 Juni 2016

HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin : 6.8 g/dL
Hematokrit : 22 %
Eritosit : 3.0 /uL
Leukosit : 17590 /uL
Trombosit : 435.000 /uL
MCV : 72 fl
MCH : 23 pg
MCHC : 31 g/dL
KIMIA KLINIK
Natrium : 136 mmol/L
|Kalium : 4.4 mmol/L
Klorida : 103 mmol/L

Pemeriksaan CT-Scan Abdomen :

5
Tanggal 06 Juni 2016

II.5 RESUME

Pasien datang ke Poli RSPAD dengan keluhan utama BAB cair bercampur dengan
darah sejak 2 hari SMRS dan dirasakan sudah lama. Pasien juga mengeluhkan adanya mual,
muntah, nyeri perut, nyeri saat BAB, lemas, mudah lelah dan BB turun 10 Kg. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis.
Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal dan status generalis konjungtiva anemis.
Pada pemeriksaan status lokalis regio abdomen didapatkan adanya benjolan pada regio
lumbal dextra, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+) pada daerah benjolan, teraba massa
keras dan tidak bisa digerakan, pada perkusi didapatkan suara timpani di seluruh lapang
abdomen. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan penurunan hemoglobin, hematokrit,
eritrosit, peningkatan leukosit dan penurunan MCV, MCH dan MCHC.

II.6 DIAGNOSIS

Tumor Kolon Ascendens suspek ganas T4NxMx

II.7 PENATALAKSANAAN
- Puasa
6
- IVFD RL
- Antibiotik
- Analgetik
- Konsultasi toleransi IPD, kardiologi, pulmonologi, anastesi
- Laparotomi ekplorasi

II.8 LAPORAN OPERASI

Nama : Ny. W
No. RM : 318004
Jenis Kelamin : Perempuan

Tgl. Pembedahan : 7 Juni 2016


Ahli Bedah : dr. Arief Setiawan, Sp.B-KBD
Diagosa Pra Bedah : Tumor Kolon Asendens suspek ganas T4NxMx
Tindakan Pembedahan :
- Laparotomi eksplorasi
- Hemicolectomi
- Reseksi ileum
- Anastomosis ilio transversum
- Anastomosis ilio ileum
Diagnosa Pasca Bedah :
Tumor kolon asendens menempel dinding abdomen dan ileum
Uraian Pembedahan :
- Pasien diposisikan terlentang dalam anastesi umum.
- Dilakukan asepsis & antisepsis, dengan dipasang duk steril.
- Insisi midline lapis demi lapis sampai dengan peritoneum terbuka
- Dilakukan eksplorasi laparotomy : ditemukan tumor berasal dari colon
asendens menempel ke dinding abdomen dan ileum
- KGB paraaortal
- Hepar nodul (-)
- Jahit luka operasi lapis demi lapis
- Operasi selesai

7
II.9 LAPORAN FOLLOW UP

Tanggal 8 Juni ( H+1 Post Op )

S : Pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi dan nyeri tenggorokan


8
O :
o KU & Kesadaran : tampak sakit ringan & kompos mentis
o Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7C
o Status lokalis di regio Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, drain produksi feses
belum ada
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada sekitar luka
operasi
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
o Pemeriksaan Lab :
Hb : 6,8
Hematokrit : 22
Eritrosit : 3.0
Leukosit : 17590
Trombosit : 435000
MCV : 72
MCH : 23
MCHC : 31
CEA : 12.5
A : Tumor Kolon Ascendens T4N1M0 pasca laparotomy,
hemicolectomi, reseksi ileum, anastomosis ilio transversum dan ilio
ileum H+1

P :
o Boleh minum teh manis hangat 1 jam/1 sendok

9
o Ceftriaxone 2x1 gr IV

o Metronidazole 3x1gr IV

o Ketorolac 3x30 gr IV

o Omeprazole 1x40gr IV

o Neurobion 1x500 mg PO

o Transfusi darah PRC 500 cc

o Mobilisasi duduk

Tanggal 9 Juni 2016 ( H+2 Post Op )

S : Pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi dan nyeri tenggorokan


O :
o KU & Kesadaran : tampak sakit ringan & kompos mentis
o Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,7C
o Status lokalis di regio Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, drain produksi feses
belum ada
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada sekitar luka
operasi
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A :Tumor Kolon Ascendens T4N1M0 pasca laparotomy,
hemicolectomi, reseksi ileum, anastomosis ilio transversum dan ilio
ileum H+2

P :
o Diet cair 6 x 150 cc
10
o Ceftriaxone 2x1 gr IV

o Metronidazole 3x1gr IV

o Neurobion 1x500 mg PO

o Mobilisasi duduk

o Cek DPL

Tanggal 10 Juni ( H+3 Post Op )

S : Pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi dan nyeri tenggorokan


O :
o KU & Kesadaran : tampak sakit ringan & kompos mentis
o Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5C
o Status lokalis di regio Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, drain produksi feses
belum ada
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada sekitar luka
operasi
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
o Pemeriksaan Lab :
Hb : 8,6
Hematokrit : 26
Eritrosit : 3.4
MCV : 78
MCH : 25

o Pemeriksaan Histopatologi :

11
Colon Ascendens : Adenocarsinoma dengan degenerasi
musinous, Duke B.
Batas-batas ujung-ujung sayatan operasi dan jaringan
KGB : tidak ditemukan sel-sel tumor ganas.
A : Tumor Kolon Ascendens T4N1M0 pasca laparotomy,
hemicolectomi, reseksi ileum, anastomosis ilio transversum dan ilio
ileum H+3
P :
o Diet lunak 150 kal
o Ceftriaxone 2x1 gr IV

o Metronidazole 3x1gr IV

o Neurobion 1x500 mg PO

o Mobilisasi duduk

o Rawat luka

o Cek DPL

Tanggal 11 Juni ( H+4 Post Op )

S : Pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi


O :
o KU & Kesadaran : tampak sakit ringan & kompos mentis
o Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5C
o Status lokalis di regio Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, drain produksi feses
ada
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada sekitar luka
operasi
12
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
o Pemeriksaan Lab :
Hb : 9,6
Hematokrit : 29
Eritrosit : 3.7
MCV : 79
MCH : 26
A : Tumor Kolon Ascendens T4N1M0 pasca laparotomy,
hemicolectomi, reseksi ileum, anastomosis ilio transversum dan ilio
ileum H+4
P :
o Diet lunak, susu peptamen
o Ceftriaxone 2x1 gr IV

o Metronidazole 3x1gr IV

o Neurobion 1x500 mg PO

o Cisapride 2x5 mg PO

o Mobilisasi duduk-jalan

o Rawat luka

Tanggal 12 Juni ( H+5 Post Op )

S : Pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi berkurang


O :
o KU & Kesadaran : tampak sakit ringan & kompos mentis
o Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5C
o Status lokalis di regio Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, drain produksi feses
ada
13
Auskultasi : Bising usus (+).
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada sekitar luka
operasi
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : Tumor Kolon Ascendens T4N1M0 pasca laparotomy,
hemicolectomi, reseksi ileum, anastomosis ilio transversum dan ilio
ileum H+5
P :
o Diet lunak, susu peptamen
o Ceftriaxone 2x1 gr IV

o Metronidazole 3x1gr IV

o Asam mefenamat 3x500 mg PO

o Neurobion 1x500 mg PO

o Cisapride 2x5 mg PO

o Mobilisasi duduk-jalan

o Rawat luka

Tanggal 13 Juni ( H+6 Post Op )

S : Pasien mengeluhkan nyeri pada luka operasi berkurang


O :
o KU & Kesadaran : tampak sakit ringan & kompos mentis
o Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,5C
o Status lokalis di regio Abdomen :
Inspeksi : Abdomen datar, drain produksi feses
ada
Auskultasi : Bising usus (+).

14
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada sekitar luka
operasi
Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen
A : Tumor Kolon Ascendens T4N1M0 pasca laparotomy,
hemicolectomi, reseksi ileum, anastomosis ilio transversum dan ilio
ileum H+6
P :
o Diet lunak, susu peptamen
o Ceftriaxone 2x1 gr IV

o Metronidazole 3x1gr IV

o Asam mefenamat 3x500 mg PO

o Neurobion 1x500 mg PO

o Mobilisasi duduk-jalan

o Rawat luka dengan buka jahitan

o Rawat jalan

II.11 PROGNOSIS

Quo ad Vitam (hidup) : Dubia ad malam

Quo ad Sanationam (kambuh) : Dubia ad malam

Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam

15
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 ANATOMI

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum, kolon
descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri dari epitel
selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada lapisan
submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan sebelah luar
longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli. Lapisan serosa
membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut appendices
epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-
lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut
pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra
coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak
haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang.

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan


arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi
16
cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah arteri
ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan arteri sigmoidae.
Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan cabang dari arteri
mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica superior. Pada umumnya
pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica media dan arteri sigmoidae yang
terdapat didalam mesocolon transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra
membentuk pangkal yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica.
Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica
superior dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe
mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan
nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra sampai
flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan pankreas di
sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra letaknya lebih tinggi
daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga lebih tajam sudutnya dan
kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan facies visceralis hepar (lobus
dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya. Arterialisasi didapat dari cabang
cabang arteri colica media. Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media
yang berasal dari arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari
colon transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri
mesenterica inferior .

17
Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon
transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut
radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli dextra.
Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut
ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan
duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari
mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat
bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.

Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra sampai
fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal karena hanya
dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus lumborum
dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang arteri

18
colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri mesenterica
inferior.

Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi toneal,


dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan yang
variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang tergantung
isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam cavum pelvis
melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral dan ke kanan
dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum pada dinding
mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat dari cabang-
cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica
inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis
superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang
bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis
superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan antara vena
parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting bila terjadi
pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar sehingga mengganggu
aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang berbentuk huruf V dan
ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri iliaca communis sinistra
menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini terdapat reccessus
intersigmoideus.

19
III.2 HISTOLOGI
Semua bagian dari masing masing saluran pencernaan menunjukkan karakteristik
struktur tertentu. Saluran yang berbentuk tabung memiliki ukuran diameter lumen yang
bervariasi yang dikelilingi oleh 4 lapisan yaitu, tunika mukosa, tunika submukosa, tunika
muskularis dan tunika serosa. Lapisan yang terdapat pada kolon yaitu :

1. Tunika Mukosa
Terdiri atas lapisan epitel silindris, lamina propia
dan lapisan muskularis mukosa.
2. Tunika Submukosa
Terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah,
pembuluh limfe, kelenjar kelenjar dan pleksus
meissner. Tidak terdapat adanya vili, tetapi terdapat
adanya kriptus Liebekuhn dan banyak mengandung
sel goblet.
3. Tunika Muskularis
Terdiri atas otot sirkular, otot longitudinal yang
membentuk taenia coli, dan pleksus auerbach.
4. Tunika Serosa

20
III.3 FISIOLOGI

Sistem pencernaan bekerja dengan cara merubah makanan ke dalam bentuk yang
lebih kecil untuk digunakan tubuh sebagai energi. Empat proses yang terjadi dalam sistem
pencernaan adalah motilitas, sekresi, digesti dan absorpsi. Makanan masuk melalui mulut
dicerna secara mekanik oleh gigi, melewati esofagus dan masuk ke dalam lambung akibat
motilitas dari esofagus. Di lambung (gaster), terjadi pencernaan protein pertama dan setelah
itu makanan akan dilewatkan ke usus halus (duodenum, jejenum dan ileum) untuk diubah
seluruhnya menjadi bentuk yang lebih kecil agar dapat diabsorpsi dari usus halus ke
pembuluh darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Makanan yang tidak terserap akan di
larikan ke dalam usus besar (kolon). Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh
kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan oleh tubuh dalam bentuk feses melalui anus.

III.4 KANKER KOLON

Kanker kolon adalah keganasan pada kolon yang dapat mengenai struktur kolon mulai
dari caceum (berlokasi di kuadran kanan bawah) sampai rektum dan anus (berlokasi di dalam
pelvis). Lokasi tersering di kolon ascendens (25%), kolon transversum (10%), kolon
descendens (15%), kolon sigmoid (20%) dan rektum (30%).

Kanker kolon dapat terjadi di intralumen (didalam lumen) lalu tumbuh sampai
menembus lapisan serosa, atau di ekstralumen (diluar lumen) yang dapat tumbuh hingga
menekan bagian dalam lumen usus. Akibat dari kanker yang tumbuh di kedua tempat

21
tersebut, dapat menimbulkan gejala obstruksi pada penderita. Kebanyakan kanker kolon
berkembang perlahan selama beberapa tahun. Sebelum berkembang, pertumbuhan jaringan
atau tumor biasanya dimulai sebagai polip non-kanker pada lapisan dalam kolon. Beberapa
polip dapat berubah menjadi kanker. Kemungkinan berubah menjadi kanker tergantung pada
jenis polip. Terdapat dua jenis polip yang dapat berubah menjadi kanker yaitu :

1. Polip Non-Neoplastik (Hiperplastik)


Polip dapat terbentuk akibat pematangan, peradangan atau arsitektur mukosa yang
abnormal. Polip ini bersifat nonneoplastik dan tidak memiliki potensi keganasan.
Walaupun sebagian besar tidak berpotensi menjadi ganas, sekarang disadari
bahwa sebagian dari apa yang disebut polip hiperplastik di sisi kanan kolo
mungkin merupakan prekusor karsinoma kolorektum.

2. Polip Adenomatous (Adenoma)


Polip yang terbentuk akibat proliferasi dan displasia epitel. Polip ini adalah
neoplasma sejati dan merupakan prekusor karsinoma yang berkisar dari tumor
kecil yang sering bertangkai hingga lesi besar yang biasanya sessile. Prevalensi
adenoma kolon adalah 20% hingga 30% sebelum usia 40 tahun, meningkat
menjadi 40% hingga 50% setelah usia 60 tahun.
III.4.1 Epidemiologi
Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di
dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk. Angka insiden tertinggi terdapat pada
Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat
pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua
sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan
mortalitas.
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Dewasa ini
kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data
yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan
salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita.

22
III.4.2 Jenis Kanker Kolon
Meskipun semua karsinoma kolorektal berawal sebagai lesi in situ, lesi tersebut
berkembang dengan pola morfologik yang berbeda-beda. Tumor di kolon proksimal dapat
berupa massa polipoid eksofitik yang meluas di sepanjang salah satu dinding sekum dan
kolon ascendens. Jarang terjadi obstruksi. Tumor di kolon distal, cenderung berbentuk lesi
anular melingkar (mirip cincin) dan dapat menimbulkan konstriksi napkin-ring pada usus dan
penyempitan lumen. Tepi cincin biasanya meninggi dan sering terjadi osbtruksi.
Jenis jenis kanker kolon antara lain :
1. Adenokarsinoma
Jenis keganasan yang terbanyak adalah Adenokarsinoma (98%) yang berarti
bahwa kanker tersebut berasal dari sel-sel kelenjar yang melapisi lapisan dalam
dinding saluran cerna. Keganasan ini berawal dari polip kolon di mukosa
(adenoma) yang berkembang menjadi kelainan pramaligna dan kemudian
menjadi karsinoma.
2. Tumor Karsinoid
Tumor ini disebabkan oleh sel-sel penghasil hormon khusus di dalam usus.
3. Tumor Stroma Gastrointestinal (GISTs)
Tumor ini disebabkan dari sel-sel khusus pada dinding kolon. Beberapa ada yang
bersifat jinak (non-kanker) dan yang lainnya adalah ganas (kanker).
4. Limfoma
23
Kanker ini adalah kanker yang berasal dari sel sistem kekebala tubuh yang
biasanya berasal dari kelenjar getah bening.
5. Sarkoma
Tumor ini berasal dari pembuluh darah, otot dan jaringan ikat di diding kolon dan
rektum.

III.4.3 Faktor Resiko


Berhubungan dengan gaya hidup :
1. Diet
Faktor makanan yang banyak mendapatkan perhatian dibawah ini yaitu dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker kolon adalah :
- Rendahnya kandungan serat sayuran yang tidak dapat diserap
- Tingginya kandungan karbohidrat yang telah dimurnikan
- Tingginya kandungan lemak (dari daging merah & olahan)
- Berkurangnya asupan mikronutrien protektif, seperti vitamin A, C dan E
2. Kegemukan
Orang yang mempunyai berat badan berlebih, resiko terkena dan meninggal akibat
kanker kolon meningkat. Biasanya terjadi pada laki-laki dan perempuan, tetapi
paling banyak terjadi pada laki-laki.
3. Merokok
Perokok jangka panjang lebih mungkin terkena dan meninggal akibat kanker
kolon dibanding dengan yang tidak merokok. Merokok merupakan penyebab
kaker paru, tetapi juga terkait dengan kanker lainnya, seperti kolon.
Faktor resiko lain :
1. Usia
Orang dewasa muda lebih banyak terkena kanker kolorektal, namun kemungkinan
meningkat tajam setelah usia 50; sekitar 9 dari 10 orang yang didiagnosis kanker
kolorektal berusia minimal 50 tahun.
2. Riwayat Polip Adenomatosa (Adenoma)
Orang yang memiliki riwayat kanker kolorektal, meskipun telah sepenuhnya
dihapus, akan lebih mungkin untuk mengembangkan kanker baru didaerah lain
dari usus dan rektum. Kemungkinan hal ini terjadi lebih besar jika memiliki
kanker kolorektal pertama ketika masih muda.

24
3. Riwayat Penyakit Radang Usus
Penyakit radang usus (IBD), yang meliputi kolitis ulseratif dan penyakit Crohn,
adalah suatu kondisi dimana usus meradang selama jangka waktu yang panjang.
Orang yang memiliki IBD selama bertahun-tahun sering terjadi dysplasia.
4. Familial Adenomatous Polyposis (FAP)
FAP disebabkan oleh perubahan (mutasi pada gen APC yang diwarisi dari
orangtuanya. Sekitar 1% dari semua kanker kolorektal adalah karena FAP. Jenis
yang paling umum dari FAP menyebabkan orang untuk mengembangkan ratusan
atau ribuan polip di usus besar dan rektum, biasanya diusia remaja atau dewasa
awal.

5. Riwayat Keluarga yang terkena kanker kolorektal atau polip adenomatosa


Sebagian kanker kolorektal terjadi pada orang tanpa riwayat keluarga kanker
kolorektal. Namun, sebanyak 1 dari 5 orang yang mengalami kanker kolorektal
memiliki anggota keluarga yang telah terkena penyakit ini.
6. Hereditary Non-Polyposis Colon Cancer (HNPCC)
HNPCC juga dikenal sebagai Sindrom Lynch, yang merupakan 2-4% dari semua
kasus kanker kolorektal. Dalam kebanyakan kasus, gangguan ini disebabkan oleh
cacat bawaan baik dalam gen MLH1 atau gen MSH2, tetapi gen lain juga dapat
menyebabkan HNPCC. Resiko kolorektal dengan kondisi ini mungkin sebesar
80%.

III.4.4 Etiologi
Penyebab dari kanker kolon belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor
resiko dapat meningkatkan terjadinya kanker kolon. Para peneliti mulai memahami
bagaimana perubahan tertentu dalam DNA dapat menyebabkan sel-sel normal menjadi
kanker. Gen tertentu yang mempercepat pembelahan sel atau bantuan sel untuk hidup lebih
lama disebut onkogen. Lainnya yang memperlambat pembelahan sel, atau menyebabkan sel
mati pada waktu yang tepat, disebut gen supresor tumor. Kanker dapat disebabkan oleh
mutasi DNA yang mengaktifkan onkogen atau mematikan gen supresor tumor. Sekarang di
percaya bahwa terdapat dua jalur pembentukkan kanker kolon yag secara patogenesis

25
berbeda. Keduanya melibatkan akumulasi bertahap mutasi. Namun, gen yang terlibat dan
mekanisme timbulnya mutasi berbeda.
Jalur pertama, yaitu jalur APC/-katenin, ditandai dengan instabilitas kromosom
yang menyebabkan akumulasi bertahap mutasi di serangkaian onkogen dan gen penekan
tumor. Proses genetik ini akan menimbulkan sekuensi adenoma-karsinoma. Proses genetik
yang berperan di jalur ini adalah :
1. Hilangnya gen penekan tumor APC
Gen APC normal meningkatkan penguraian -katenin. Dengan hilangnya gen
tersebut, -katenin yang menumpuk berpindah ke nukleus dan mengaktifkan traskripsi
beberapa gen (seperti MYC dan siklin D1) yang mendorong proliferasi sel
2. Mutasi K-RAS
Gen K-RAS mengkode suatu molekul transduksi sinyal yang berpindah-pindah antara
keadaan aktif terikat guanosin trifosfat dan keadaan inaktif terikat guanin difosfat.
Biasa terjadi setelah hilangnya APC. RAS yang telah bermutasi terperangkap dalam
keadaan aktif dan mengeluarkan sinyal mitotik sekaligus mencegah apoptosis.
3. Delesi 18q21
Adalah gen penekan tumor kanker putatif di kromosom lengan 18q21. Terdapat 3 gen
yang terletak di lengan kromosom tersebut, salah satunya yaitu DCC (delesi pada
karsinoma kolon) yang mengkode komponen-komponen jalur sinyal transforming
growth factor (TGF-). Sehingga fungsi gen tersebut hilang yang memungkinkan
sel tumbuh tidak terkendali.
4. Hilangnya TP53
Hilangnya gen TP53 yang merupakan gen penekan tumor, mengakibatkan
pengendalian siklus sel berubah.

Jalur kedua ditandai dengan lesi genetik di DNA mismatch repair genes (gen yang
memperbaikin ketidakcocokan DNA). Mutasi herediter pada salah satu dari lima gen
26
( MSH2, MSH6, MLH1, PMS1 dan PMS2) menyebabkan DNA yang mengalami kesalahan
tidak dapat dikoreksi atau diperbaiki. Sehingga menyebabkan timbulnya karsinoma kolon
nonpoliposis herediter (hereditary nonpolyposis colon carsinoma, HNPCC).

III.4.5 Gejala Klinis


Kanker kolon tidak menimbulkan gejala selama bertahun-tahun. Gejala timbul
perlahan dan sering telah ada selama beberapa bulan bahkan tahun sebelum terdiagnosa.
Gejala dan dan tanda dini kanker kolon tidak ada hingga akhirnya menimbulkan gejala
obstruksi. Umumnya gejala pertama timbul karena adanya :
1. Perubahan pola BAB, bisa diare atau konstipasi
2. Perasaan BAB yang tidak puas
3. BAB disertai darah segar atau hitam
4. Nyeri pada perut
5. Perut kembung
6. Mual, muntah dan lemas atau malaise
7. Penurunan berat badan
Perbedaan gejala biasanya terlihat dari lokasi dimana kanker tersebut tumbuh.
Dibawah ini adalah perbedaan gejala antara karsinoma kolon kanan, kiri dan rektum :
1. Karsinoma Kolon Kanan (Caecum, Kolon Ascendens dan Kolon Transversum)
- Perubahan pola BAB lebih lambat terjadi karena lumen lebih besar dan tumor
yang polipoid atau tidak sirkular.
- BAB disertai darah samar dan feses lebih cair.
- Perdarahan yang terjadi sedikit demi sedikit dan samar (occult bleeding).
- Nyeri berasal dari daerah epigastrium.
- Gejala lain : anemia, kelemahan umum, dispepsia, malaise dan penurunan berat
badan.
2. Karsinoma Kolon Kiri (Kolon Transversumm Kolon Descendens dan Kolon
Sigmoid)
- Perubahan pola BAB sangat menonjol, dari konstipasi hingga obstruksi total.
- BAB disertai darah segar atau kehitaman dan feses lebih padat.
- Perdarahan terjadi dari rektal.
- Nyeri berasal dari daerah dibawah umbilikus dan timbul lebih sering. Nyeri
sering dengan kolik terutama di abdomen kiri bawah.

27
- Gejala lain : anemia, kelemahan umum, dispepsia, malaise dan penurunan berat
badan.
3. Karsinoma Rektum
- Perubahan pola BAB sangat menonjol, dari konstipasi atau diare.
- Sering terjadi perdarahan yang segar dan sering bercampur dengan lendir
- Timbul tenesmi (keinginan defekasi disertai rasa sakit) kadang-kadang .

III.4.6 Diagnosis
1. Anamnesa
Sebagian besar penderita datang dengan keluhan seperti gejala di atas yaitu, adaya
perubahan pola BAB, BAB disertai darah (perdarahan), nyeri pada perut dan
penurunan berat badan. Selain itu, terdapat juga adanya riwayat keluarga yang
menderita kanker kolon.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan status generalis, status gizi, tanda vital dan pemeriksaan fisik status
lokalis di abdomen dan juga rectal toucher perlu dilakukan. pada pemeriksaan
abdomen pada palpasi, perlu diperhatikan adanya tonjolan massa di abdomen, nyeri
tekan , kelenjar limfe yang membesar serta pembesara hati. Pada perkusi terdengar
adanya metalic sound yang menandakan adanya tanda obstruksi pada usus. Rectal
touche terkadang dapat teraba adanya massa dan sekiatr 50% kanker kolorektal dapat
ditemukan dengan ujung jari.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi lengkap serta elektrolit untuk
mendeteksi adanya anemia dan hipokalemi dapat ditemukan karena perdarahan kecil
yang sering terjadi. Pemeriksaan yang lainnya dapat dilakukan dengan skrinning
kanker kolon.
Skrinning Kanker Kolon

28
Skriining bertujuan untuk mendeteksi dini adanya polip dan kanker di usus. Ada
beberapa cara untuk mendeteksi kanker kolon :

a. High-sensitivity fecal occult blood test (FOBT)

29
Saat ini dua jenis FOBT yang disetujui oleh FDA (Food and Drug
Administration) untuk menyaring kanker kolorektal: Guaiac FOBT (gFOBT) dan
immunochemical tinja (imunohistokimia). Guaiac FOBT menggunakan bahan
kimia untuk mendeteksi heme. Karena FOBT guaiac juga dapat mendeteksi heme
dalam beberapa makanan (daging merah), maka orang harus menghindari
makanan tertentu sebelum melakukan tes ini. FOBT adalah satu-satunya jenis tes
skrining kanker kolorektal yang dilakukan dan direkomendasikan untuk
dilakukan setiap 1 tahun. Penelitian menunjukan bahwa guaiac FOBT, ketika
dilakukan setiap 1 sampai 2 tahun pada orang berusia 50-80 tahun, dapat
membantu mengurangi jumlah kematian akibat kanker kolorektal sebesar 15-
33%.
Beberapa keuntungan FOBT:
Tidak diperlukan pengosongan usus
Tidak ada pembatasan diet (pada imunohistokimia)
Sampel dapat dikumpulkan dirumah
Biayanya lebih rendah dibanding tes skrining lainnya
Tidak ada resiko kerusakan lapisan usus
Tidak diperlukan adanya obat sedasi/pembiusan
Kekurangan:
Tes tidak dapat mendeteksi beberapa polip dan kanker
Hasil tes dapat berupa positif palsu
Perlu pemeriksaan lebih lanjut
b. Sigmoidoskopi
Rektum dan kolon sigmoid diperiksa menggunakan sigmoidoskop, yaitu sebuah
tabung dengan lampu dan juga lensa, disertai alat untuk melepaskan jaringan.
Alat ini dimasukan melalui anus ke dalam rektum dan kolon sigmoid, kemudian
dipompa dengan menggunakan udara sehingga memperluas usus agar pemeriksa
dapat melihat lapisan usus lebih jelas. Dengan menggunakan teknik ini, polip
pada rektum dapat diambil untuk di biopsy. Sebelum melakukan tes ini, usus
harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran. Preventive Service Task Force
merekomendasikan melakukan skrining dengan sigmoidoskopi setiap 5 tahun dan
FOBT setiap 3 tahun untuk orang yang memiliki resiko terkena kanker

30
kolorektum yang memiliki hasil negatif. Penelitian menunjukan bahwa orang
yang melakukan skrining teratur dengan sigmoidoskopi setelah usia 50 tahun
memiliki resiko 60-70% lebih rendah dari kematian akibat kanker kolorektum.
Keuntungan dari sigmoidoskopi:
Ketidaknyamanan sangat minimal dan juga jarang terjadi komplikasi
Dapat langsung mengambil sample untuk dibiopsi
Tidak memerlukan sedasi atau pembiusan
Kekurangan:
Pertumbuhan abnormal dibagian atas usus besar akan tidak terlihat oleh
pemeriksa.
Harus dilakukan pembersihan usus sebelum tindakan.
Terjadinya robekan sehingga terjadi perdarahan (walaupun sangat kecil)
c. Kolonoskopi Standar
Pemeriksaan ini hampir sama dengan sigmoidoskopi. Namun, pada tindakan ini
dapat mengambil jaringan ke tempat yang tidak dapat dijangkau oleh
sigmoidoskopi. Pada pemeriksaan ini sebagian besar pasien diberikan pembiusan
atau sedasi selama tes. The US Preventive Service Task Force merekomendasikan
kolonoskopi setiap 10 tahun untuk orang yang beresiko selama hasil tes mereka
negatif. Penelitian menunjukan bahwa kolonoskopi mengurangi kematian akibat
kanker kolorektal sekitar 60-70%.
Keuntungan:
Salah satu tes yang paling sensitif saat ini
Dokter atau pemeriksa dapat melihat rektum dan juga seluruh usus besar
Dapat langsung mengambil sampel untuk dibiopsi
Kekurangan:
Meskipun sensitif namun masih belum dapat mendeteksi semua polip kecil,
lesi non-polipoid atau kanker
Harus melakukan pembersihan usus sebelum melakukan pemeriksaan
Diperlukan perubahan diet sebelum dilakukan pemeriksaan
Menggunakan sedasi atau pembiusan
Ada resiko perdarahan kecil, robek atau perforasi pada lapisan usus besar.
Resiko ini meningkat dengan usia, dan masalah kesehatan lainnya.
31
d. Double-Contrast Barium Enema (DCBE)
Merupakan metode lain memvisualisasikan usus besar. Skrining ini dilakukan
dengan cara mengambil serangkaian gambar x-ray setelah pasien diberikan
enema dengan larutan barium. DCBE jarang digunakan untuk skrining karena
kurang sensitif dibanding sigmoidoskopi dan kolonoskopi untuk mendeteksi polip
kecil dan kanker. Namun, dapat digunakan untuk orang-orang yang tidak dapat
menjalani sigmoidoskop atau kolonoskopi misalnya, karena terdapat resiko
tertentu terhadap komplikasi.
e. Carsinoembrionic Antigen (CEA)
CEA pertama kali ditemukan oleh Gold dan Freedman pada tahun 1965. pada saat
diidentifikasi adanya antigen yang dijumpai pada kolon janin dan
adenokarsinoma kolon tetapi tidak didapati pada kolon dewasa sehat. Oleh karena
protein hanya dideteksi pada jaringan kanker dan embrio maka diberi nama CEA.
Beberapa studi menunjukkan bahwa CEA juga terdapat pada jaringan sehat
namun kadar CEA pada tumor rata-rata 60 kali lipat lebih tinggi dari jaringan
tidak ganas dengan nilai ambang CEA normal < 5 ng/ml. CEA terdeteksi dalam
jumlah yang besar pada pasien dengan keganasan saluran cerna (termasuk
pankreas), paru, payudara, dan ovarium. Dengan demikian, antigen ini tidak
spesifik untuk tumor, konsentrasinya dalam serum juga tergantung pada berbagai
faktor seperti peradangan dan apakah pasien merokok (kadar lebih tinggi). The
American Society Of Clinical Oncology (ASCO) menyatakan bahwa:
CEA dapat diperiksa preoperasi pada pasien dengan pasien kanker kolon
apabila hal ini membantu menentukan stadium dan merencanakn
pengobatan.
CEA dapat diperiksa setiap 2 sampai 3 bulan pascaoperasi apabila ada
indikasi reseksi metastasis hati.

32
III.4.7 Klasifikasi Kanker Kolon berdasarkan TNM Karsinoma Kolon

III.4.8 Klasifikasi Kanker Kolon berdasarkan Dukes

33
III.4.9 Staging
Karakteristik yang di perhitungkan dalam staging adalah : derajat penetrasi tumor
melalui mukosa, ada atau tidaknya keterlibatan KGB dan ada atau tidaknya metastasis.

34
35
III.4. 10

Klasifikasi TNM Staging

III.4.11 Diagnosis Banding


Beberapa kelainan di rongga perut yang dapat menimbulkan gejala yang sama dengan
kanker kolon adalah ulkus peptik, neoplasma lambung, kolesistitis, abses hepar, abses

36
appediks, massa periappendikuler, divertikulosis, inflamatory bowel disease (IBD), polip
rektum dan hemoroid interna.

III.4.12 Tatalaksana
Untuk pengobatan pada kanker kolon tergantung banyak hal, termasuk stadium
kanker. Untuk perawatannya termasuk :
- Bedah untuk menghilangkan sel kanker
- Kemoterapi untuk membunuh sel kanker
- Terapi radiasi untuk menghancurkan jaringan kanker

1. Terapi Bedah
Untuk kanker usus stage 0 dapat diobati dengan menghilangkan sel-sel kanker. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan kolonoskopi. Kemudian, untuk stage I, II, III operasi
lebih luas diperlukan untuk mengambil bagian usus yang terkena kanker. Prinsip
dasar:

- Reseksi tumor
- Anastomosis jika memungkinkan
- Batas reseksi jelas
- Sampling dari pembuluh limfe

Tidakan pembedahan yang sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan,


kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior dan reseksi
abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien yang
tidak mengalami metastasis. Indikasi untuk dilakukan hemikolektomi kanan adalah
tumor di caeucm, kolon ascendens dan kolon transversum. Sedangkan untuk
hemikolektomi kiri adalah tumor di fleksura lienalis dan kolon descendens. Untuk
tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat di angkat dengan tindakan LAR (Low
Anterior Resection).

Hartmanns Procedure
Adalah suatu tindakan pembedahan yag dilakukan dengan melakukan reseksi kolon
sigmoid atau rektum dengan membentuk kolostomi. Tindakan kolostomi berupa
proksimal end colostomy dan bersifat temporer atau permanen. Indikasi operasi
37
Hartmanns Procedure salah satunya adalah obstruksi yang disebabkan oleh tumor
atau karsinoma sigmoid dan rektum.

Kolostomi
Adalah tindakan pembedahan membentuk suatu hubungan antara kolon dengan
permukaan luar kulit pada dinding perut (stoma). Kolostomi disebut juga anus
preternaturalis yang dibuat sementara atau permanen. Ada 3 jenis kolostomi, yaitu :
1. Kolostomi Loop atau loop colostomy, biasanya dilakukan dalam keadaan
darurat.
2. End Colostomy, terdiri dari satu stoma dibentuk dari ujung proksimal usus dengan
bagian distal saluran pencernaan.
3. Double-Barrel colostomy, terdiri dari dua stoma yang berbeda stoma bagian
proksimal dan stoma bagian distal.

38
2. Kemoterapi
Hampir semua pasien dengan kanker kolon stadium III harus menerima kemoterapi
untuk 6-12 bulan setelah operasi. Kemoterapi ini disebut kemoterapi adjuvant.
Kemoterapi untuk stage IV berguna untuk mengurangi gejala dan memperpanjang
kelangsungan hidup. Dengan telah ditemukannya 5-FU (fluorourasil) bolus denga
lama pemberian 6 hingga 12 bulan. Pemberian kemoterapi dapat secara sendiri atau
bersamaan dengan radioterapi paska pembedahan.
3. Radiasi
Terapi radiasi kadang digunakan pada pasien dengan kanker usus besar. Hal ini
biasanya digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi untuk pasien dengan kanker
stage III. Untuk pasien stadium IV yang telah terjadi penyebaran ke hati, pengobatan
diarahkan pada hati. Radiasi dapat dilakukan pra bedah, paskla bedah dan inoperable.

III.4.13 Pencegahan
1. Pencegahan Primer

39
Adalah usaha untuk mencegah timbulnya kanker dengan menghilangkan dan/atau
melindugi tubuh dari kontak dengan karsinogen yaitu, hindari makanan tinggi lemak
(khususnya lemak hewan), konsumsi tinggi serat dan kurangi konsumsi daging merah.
2. Pencegahan Sekunder
Dapat dilakukan dengan skrinning. Kanker kolon sering berkembang lamban dan
penanganan stadium awal sangat dibutuhkan, maka organisasi kanker Amerika
merekomendasikan :
- Pemeriksaan rectal touche untuk semua usia lebih dari 40 tahun
- Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feses bagi usia lebih dari 50 tahun
- Sigmoideskopi tiap 3-5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun
3. Pencegahan Tersier
Dilakukan setelah kanker selesai diobati, dengan cara untuk mencegah terjadinya
kekambuhan kaker tersebut termasuk pengaturan pola makan dan cara hidup sehat.
Selain itu, penderita kaker yang mejadi cacat karena komplikasi penyakitnya atau
karena pengobatan kanker, perlu di rehabilitasi. Dapat juga di buat ostomi yaitu
operasi untuk membuat lubang keluar dari saluran tubuh yang megalami obstruksi.

III.4.14 Prognosis
Tergantung ada atau tidaknya metastasis jauh yaitu klasifikasi penyebaran tumor dan
tingkat keganasan sel tumor. Angka harapan hidup 5 tahun penderita karsinoma kolon :
- Stadium I : 70 95 %
- Stadium II : 54 65 %
- Stadium III : 39 60 %
- Stadium IV : 0 16 %

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi IV jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378
2. Colon Cancer Colon Adenocarsinoma. 2011. Collage of American Pathologists.

3. http://emedicine.medscape.com/article/277496-treatment

4. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003096-pdf.pdf

5. http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/colon/Patient/page2

6. Junquiera LC dan Carneiro J. 2005. Basic Histology tect & atlas 11th Edition. Brazil.

7. Kumar, Abbas, Fausto & Mitchell. 2007. Basic Pathology 8th Edition. Elsevier.

8. Publishers Ltd, Nature Publishing Group. http://www.els.net

9. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. Hal: 14-18, 36-42.
10. Sherwood L. 2010. Human Physiology From Cells to Systems 7th Edition. USA :

Brooks.

11. Sjamsuhidajat, R, De Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

41

Anda mungkin juga menyukai