Anda di halaman 1dari 23

Matematika Teknik II 1

TOPIK II
FUNGSI KOMPLEKS

L.H. Wiryanto
FMIPA-ITB
Jalan Ganesha 10 Bandung-Indonesia
e-mail: leo@math.itb.ac.id

2.1. Pengantar
Pada bagian ini dibahas fungsi kompleks, dimulai dengan memperkenalkan bilan-
gan kompleks beserta operasi yang berlaku, pengenalan beberapa fungsi kompleks
dan kalkulus pada fungsi tersebut. Setelah mempelajari fungsi kompleks ini di-
harapkan mahasiswa mampu menyelesaikan persamaan yang himpunan jawabnya
pada himpunan kompleks dan menggambarkan dalam bidang kompleks; mampu
menggunakan sifat-sifat fungsi kompleks untuk melakukan pemetaan bidang dan
perhitungan pada integral.

2.2. Bilangan Kompleks


Dalam kalkulus telah dipelajari menyelesaikan persamaan seperti (x2 + 1)(x
1) = 0, atau bentuk yang lebih rumit dapat diselesaikan secara numerik atau hampi-
ran, dengan membatasi pembicaraan pada bilangan riil. Sehingga contoh persamaan
di atas hanya mempunyai jawab x = 1. Tetapi bila kita cermati, ada bilangan lain

yang merupakan jawab persamaan tersebut, yaitu x = 1. Contoh lain adalah
x2 2x + 2 = 0 yang tidak mempunyai jawab untuk pembicaraan sebatas bilan-

gan riil, tetapi mempunyai jawab x = 1 1 dan x = 1 + 1. Adanya 1
menjadikan bilangan yang kita hadapi secara geometri berada pada bidang, karena
antara kedua suku dari bilangan tidak dapat digabungkan. Bilangan tersebut ke-

mudian dinamakan bialngan kompleks, dan kita gunakan notasi i = 1 singkatan
dari imaginer, sehingga secara umum bilangan kompleks dituliskan

z = a + ib

a sebagai bagian riil dan b bagian imaginer.


2 L.H. Wiryanto

Cara lain menuliskan bilangan kompleks adalah dalam bentuk pasangan terurut
z = (a, b) seperti koordinat titik di bidang atau vektor di R2 . Bila kita ingat pada
pembentukan vektor secara aljabar, bilangan kompleks z tersebut dapat digam-
barkan sebagai vektor pada bidang kompleks atau R2 . Oleh karena itu bilangan
kompleks dapat juga dinyatakan dalam koordinat polar,

z = r(cos + i sin ).

Terkait dengan notasi sebelumnya, diperoleh hubungan







r = |z| = a2 + b2 disebut modulus


b
= arg z = arctan , < , disebut argumen atau sudut



a
Operasi aljabar pada bilangan kompleks diberikan, dari dua bilangan z1 =
x1 + iy1 , z2 = x2 + iy2 , sebagai

i. z1 + z2 = (x1 + x2 ) + i(y1 + y2 )

ii. z1 z2 = (x1 x2 y1 y2 ) + i(x1 y2 + x2 y1 )

z1 z1 z2 1
iii. = = 2 [x1 x2 + y1 y2 + i(x2 y1 x1 y2 )]
z2 z2 z2 x2 + y22

z2 = x2 iy2 merupakan kompleks konjugate dari z2 . Dari definisi di atas,


kita dapat melihat bahwa bilangan kompleks tertutup terhadap operasi, yaitu hasil
operasinya tetap berupa bilangan kompleks.
Selanjutnya kita gunakan operasi perkalian dan pembagian di atas pada dua bi-
langan z1 = r1 (cos 1 + i sin 1 ), z2 = r2 (cos 2 + i sin 2 ), yang menghasilkan

i. z1 z2 = r1 r2 [cos(1 + 2 ) + i sin(1 + 2 )]

z1 r1
ii. = [cos(1 + 2 ) + i sin(1 + 2 )]
z2 r2

Hasil operasi ini memberikan gambaran tentang modulus dan argumen terkait
dengan bilangan semula; perkalian menghasilkan perkalian modulus dan penjum-
lahan argumen, pembagian menghasilkan pembagian modulus dan pengurangan
argumen. Sehingga kita dapat menggunakan sifat ini untuk perluasan pada satu
Matematika Teknik II 3

bilangan
z1n = r1n (cos n1 + i sin n1 )

untuk n bulat, yang dikenal sebagai dalil de Moivre.


Dengan menggunakan dalil de Moivre, kita dapat mengamati jawab persamaan
secara geometri. Jika diberikan suatu bilangan kompleks w = r(cos + i sin ), z
yang memenuhi z n = w dapat ditentukan

Misalkan z yang memenuhi berbentuk z = R(cos + i sin ), R dan diten-


tukan.

Persamaan memberikan hubungan

Rn (cos n + i sin n) = r(cos + i sin )

r = Rn , n = + 2k, untuk k = 0, 1, 2, , n 1

+ 2k
R= n
r, =
n
Perlu diingat bahwa cos dan sin mempunyai perioda 2, juga kelipatanya,
dan nilai k yang digunakan hanya sampai n 1 karena selebihnya akan terjadi
pengulangan nilai pada . Tinjau bila kita gunakan k = n, maka = +2n
n
=

n
+ 2 = n .

z yang memenuhi ada sebanyak n buah


!
+ 2k + 2k
zk = n
r cos + i sin
n n

untuk k = 0, 1, 2, , n 1.

Contoh 2.1.
Tentukan z yang memenuhi z 3 = 8.

Jawab
Tuliskan lebih dahulu -8 dalam bentuk polar, yaitu 8 = 8(cos + i sin ), dan
4 L.H. Wiryanto

misalkan z = R(cos + i sin ). Sehingga persamaan menjadi

R3 (cos 3 + i sin 3) = 8(cos + i sin )


3
R= 8, 3 = + 2k, untuk k = 0, 1, 2

+ 2k
R = 2, =
3

R = 2, 0 = /3, 1 = , 2 = 5/3

Jadi z yang memenuhi



z0 = 2(cos /3 + i sin /3) = 1 + i 3,

z1 = 2(cos + i sin ) = 2,


z2 = 2(cos 5/3 + i sin 5/3) = 1 i 3.

Secara geometri kita dapat gambarkan z0 , z1 , z2 pada bidang kompleks sebagai 3


titik yang berada pada lingkaran jari-jari 2 dan masing-masing membentuk sudut
/3, dan 5/3 terhadap sumbu datar positip. Ketiganya membagi sudut satu
putaran menjadi 3 sama besar.

Contoh 2.2.
Tentukan z yang memenuhi z 2 + z + (1 i) = 0.

Jawab
Diberikan dua cara penyelesaian

1. Dengan menyatakan z dalam bentuk polar

Persamaan dituliskan
1 1
(z + )2 = 1 + i (2z + 1)2 = 3 + 4i
2 4

Sebut = 2z + 1 sehingga 2 = 3 + 4i = 5(cos + i sin ) dengan


= arctan(4/3) berada di kwadran 2.
Matematika Teknik II 5

yang memenuhi

0 = 5(cos /2 + i sin /2)

+ 2 + 2
1 = 5(cos + i sin )
2 2
z yang memenuhi z = 1/2 + 0 /2 dan z = 1/2 + 1 /2

2. Dengan menyatakan z = x+ iy dalam Kartesius untuk x dan y riil, persamaan


menjadi
(x + iy)2 + (x + iy) + (1 i) = 0

(x2 y 2 + x + 1) + i(2xy + y 1) = 0





x2 y 2 + x + 1 = 0


1

2xy + y 1 = 0 y =
2x + 1

x2 (2x + 1)2 1 + (x + 1)(2x + 1)2 = 0

4x4 + 8x3 + 9x2 + 5x = 0


diperoleh x = 0 y = 1 dan x = 1 y = 1/3. Jadi bilangan kompleks yang
memenuhi z = i dan z = 1 + i/3.

3. Catatan:
Penyelesaian persamaan kwadrat di atas dapat pula diselesaikan menggunakan
rumus ABC q
1 1 4(1 i)
z=
2
Akan tetapi muncul kesulitan lain dalam menyelesaikan bentuk tersebut, karena
kita berhadapan dengan akar bilangan komplek. Sampai tahap ini kita tidak
mengetahui bagaimana cara menghitungnya.

Contoh 2.3.
Tentukan z yang memenuhi z 4 + 2iz 2 2 = 0.

Jawab
6 L.H. Wiryanto

Tuliskan persamaan dalam bentuk (z 2 + i)2 1 = 0 z 2 = 1 i. Selanjutnya


bentuk polar dituliskan menggunakan CIS sebagai ganti cos +i sin
7 7
i. z2 = 1 i = 2(cos + i sin )
4 4


4 7
z1 = 2CIS( )

1 7


z=
4
2CIS ( + 2k) 8
2 4 4 15
z2 = 2CIS( )

8
Kita peroleh 4 akar yang
5
ii. z 2 = 1 i = 2CIS( )
4
5

4
z3 =
2CIS( )

1 5


z=
4
2CIS ( + 2k) 8
2 4 4 13
z2 = 2CIS( )


8

berbeda pada persamaan di atas.

2.3. Fungsi Kompleks


Bentuk umum fungsi kompleks adalah w = f (z), dengan z = x + iy sebagai
variabel bebas dan w = u+iv sebagai variabel tak bebas, yang keduanya dinyatakan
dalam Kartesius. Secara geometri fungsi tersebut merupakan pemetaan dari bidang
kompleks ke bidang kompleks lainnya. Hubungan antara z dan w memberikan dua
fungsi 2 variabel, yaitu u = u(x, y) dan v = v(x, y) merupakan bagian riil dan
imaginer dari f .

Contoh 2.4.
Tentukan bagian riil dan imaginer dari f (z) = 2iz + 6
z , kemudian tentukan jenis
pemetaannya untuk y = c dan x = k; c dan k konstan.

Jawab
Dengan menggunakan z = x + iy fungsi tersebut dapat ditulis

f (z) = 2i(x + iy) + 6(x iy) = (2y + 6x) + i(2x 6y)

Jadi bagian riil dari f adalah u(x, y) = 2y + 6x dan bagian imaginer v(x, y) =
2x 6y.
Matematika Teknik II 7

Dari u dan v kita dapat mengamati pemetaan titik demi titik dari bidang z ke
bidang w. Tetapi ini tidak praktis. Kita dapat lakukan dengan meninjau

u = 2c + 6x
y=c untuk c konstan u 3v = 16c
v = 2x 6c

u = y + 6k
x = k untuk k konstan 6u v = 34k
v = 2k 6y

Hubungan ini menunjukkan bahwa garis pada bidang z dipetakan menjadi garis juga
di bidang w. Lebih umum kita dapat meninjau garis y = ax + b dengan a dan b
konstan. Bila y disubstitusikan pada u dan v diperoleh

u(x, ax + b) = 2(ax + b) + 6x = (2a + 6)x 2b 2a + 6
u= (v + 2b) 6b
v(x, ax + b) = 2x 6(ax + b) = (2 6a)x 6b 2 6a

u linear terhadap v.
Setelah kita mengenal fungsi kompleks, perlu diperkenalkan pengertian limit,
kontinu dan diferensiabel; seperti halnya pada fungsi riil. Berikut diberikan defin-
isinya.

Limit
Fungsi w = f (z) dikatakan mempunyai limit L untuk z z0 dan ditulis
limzz0 f (z) = L bila untuk setiap > 0 dapat ditentukan > 0 sehingga
berlaku
|f (z) L| < bila 0 < |z z0 | <

Kontinu
Fungsi w = f (z) dikatakan kontinu di z = z0 bila berlaku

lim f (z) = f (z0 )


zz0

Diferensial
Fungsi w = f (z) dikatakan diferensiabel di z0 bila

f (z0 + z) f (z0 )
lim ada
z0 z

dan nilai limitnya disebut turunan dari f di z0 , dinotasikan menggunakan


f (z0 )
8 L.H. Wiryanto

Terkait dengan turunan, kita dapat membentuk fungsi baru dengan menggantikan
z0 sebagai variabel. Sehingga bila diketahui fungsi f yang diferensiabel pada daerah
I, maka kita dapat membentuk fungsi g(z) = f (z) untuk z I.

Contoh 2.5.
Periksa apakah f (z) = z 2 iz diferensiabel, jika ya hitung f (2 i)

Jawab
f (z0 + z) f (z0 ) (z0 + z)2 i(z + z) z02 + iz0
lim = lim
z0 z z0 z

= lim 2z0 + z i = 2z0 i


z0

Jadi f diferensiable dan f (2 i) = 4 3i


Dalam menghitung turunan dengan menggunakan definisi, biasanya tidak mudah
dilakukan. Tetapi kita dapat menggunakan sifat-sifat berikut, yang dapat dibuk-
tikan menggunakan definisi di atas, dan sifat-sifat tersebut sama seperti pada fungsi
riil.
Diberikan f dan g dua fungsi kompleks yang diferensiabel
i. f (z) = z = f (z) = 1

ii. (cf ) (z) = cf (z)

iii. (f + g)(z) = f (z) + g (z) Sehingga dengan menggunakan sifat-sifat

iv. (f g)(z) = f (z)g(z) + f (z)g (z)

f (z)g(z) f (z)g (z)


v. (f /g)(z) =
g 2 (z)
di atas, kita dapat memperoleh f (z) = z n = f (z) = nz n1 untuk n bulat, seperti
kita kenal pada fungsi riil.

Contoh 2.6.

Gunakan sifat di atas untuk menentukan turunan dari f (z) = z 2 iz dan


bandingkan hasilnya dengan contoh sebelumnya.
Matematika Teknik II 9

Tunjukkan f (z) = z tidak diferensiabel.

Jawab

Turunan f (z) = 2z i sama dengan contoh sebelumnya dengan menggantikan


z0 dengan z.

Soal ini memberikan contoh fungsi tidak diferensiabel, sehingga sifat-sifat di


atas tidak dapat digunakan. Untuk itu tuliskan

f (z + z) f (z) z + z z z
= =
z z z
Bila z = x + iy maka

z x iy
=
z x + iy
Selanjutnya

tinjau limit sepanjang litasan y = 0 dan x 0 diperoleh

z
lim =1
z0 z

tinjau limit sepanjang lintasan x = 0 dan y 0 diperoleh

z
lim = 1
z0 z

Karena nilai limit berbeda maka limit dari z/z tidak ada, jadi fungsi di
atas tidak diferensiabel.

Contoh di atas menunjukkan bahwa memeriksa diferensiabel masih harus meng-


gunakan definisi, sehingga sifat-sifat turunan di atas menjadi tidak bermanfaat
kalau fungsi yang diberikan belum diketahui sifat diferensiabel-nya. Berikut dibahas
keterkaitan diferensiabel dengan turunan parsial dari bagian riil dan imaginer dari
fungsi kompleks, untuk mengatasi kesulitan di atas. Untuk itu, perlu diperkenalkan
lebih dahulu pegertian analitik, yang mencakup diferensiabel.

Definisi
10 L.H. Wiryanto

f (z) dikatakan analitik pada domain D jika f terdefinisi dan diferensiabel


pada semua titik di D.

f (z) dikatakan analitik pada titik z = z0 di D jika f analitik disekitar z0 .

Selanjutnya dengan definisi diferensiabel dan peninjauan bagian riil dan imaginer
dari fungsi kompleks, diperoleh hubungan (bukti dapat dilihat pada buku referensi)

Teorema.
Fungsi f (z = x + iy) = u(x, y) + iv(x, y) analitik pada domain D ekivalen dengan
turunan pertama dari u dan v yang memenuhi hubungan

ux = vy


disebut persamaan Cauchy-Reimann (1)


uy = vx

subscrip pada u dan v menyatakan turunan parsial.

Contoh 2.7.

1. Diberikan f (z) = z 2 . Bagian riil dan imaginer dari f dalam z = x + iy adalah

u(x, y) = x2 y 2 v(x, y) = 2xy

Karena u dan v memenuhi persamaan Cauchy-Reimann

ux = 2x = vy , uy = 2y = vx

untuk semua x dan y maka f (z) = z 2 merupakan fungsi analitik untuk semua
z.

2. Diberikan f (z) = z. Bagian rial dan imaginer dari f adalah u(x, y) = x,


v(x, y) = y, dan masing-masing mempunyai turunan parsial

ux = 1, uy = 0
vx = 0, vy = 1

yang tidak memenuhi persamaan Cauchy-Reimann untuk berapapun x dan


y. Jadi f (z) = z tidak analitik pada bidang z, yang juga tidak diferensiabel
seperti ditunjukkan pada contoh sebelumnya.
Matematika Teknik II 11

3. Diberikan f (z) = x2 iy 2. Dari bagian riil dan imaginer-nya u(x, y) = x2


v(x, y) = y 2 kita dapat periksa

ux = vy 2x = 2y


dipenuhi oleh z = 0


uy = vx 0 = 0

Jadi fungsi analitik pada z = 0 dan {z = x + iy : y = x}.

Dari 2 persamaan Cauchy-Reimann kita dapat menggabungkannya dengan melalui


turunan, yaitu

(ux = vy )x uxx = vyx


uxx + uyy = 0


(uy = vx )y uyy = vxy

Hasil penggabungan tersebut dikenal sebagai persamaan Laplace. Dengan cara


serupa

(ux = vy )y uxy = vyy

vxx + vyy = 0


(uy = vx )x uyx = vxx

diperoleh persamaan Laplace dari v.


Catatan:

Fungsi yang memenuhi persamaan Laplace disebut fungsi harmonik

Bagian riil dan imaginer dari fungsi kompleks yang analitik merupakan fungsi
harmonik.

Contoh 2.8.
Periksa u(x, y) = x2 y 2 y merupakan fungsi harmonik, kemudian tentukan fungsi
kompleks yang bagian riilnya adalah u tersebut, dan tinjau lengkungan ketinggian
u = k dan juga v = l, k dan l konstan. v merupakan bagian imaginer dari fungsi
kompleks pada bidang x y.
Jawab
12 L.H. Wiryanto

Untuk menunjukkan u harmonik, periksa u memenuhi persamaan Laplace



ux = 2x uy = 2y 1


uxx + uyy = 0


uxx = 2 uyy = 2

Jadi u merupakan fungsi harmonik.

Fungsi kompleks f (z) = u(x, y) + iv(x, y). Untuk menentukan v, kita gunakan
hubungan dari persamaan Cauchy-Reimann

vy = ux = 2x, vx = uy = 2y + 1

Persamaan pertama diintegralkan terhadap y menghasilkan

v(x, y) = 2xy + h(x)

h(x) merupakan konstanta integrasi akibat inegral terhadap y. Bila diturunkan


terhadap x diperoleh

vx = 2y + h (x) = (harus sama dengan persamaan kedua) = 2y + 1

Jadi h (x) = 1 atau h(x) = x + constan. Oleh karena itu f (z) = (x2 y 2
y) + i(2xy + x + c) = z 2 + iz + ic.

Lengkungan ketinggian dari u dan v

u = k x2 y 2 y = k

1 1
x2 (y + )2 = k bentuk hiperbol
2 4

v=l 2xy + x = l

lx
y= bentuk parabol
2x
Di sini kita dapat melihat u = k dan v = l merupakan garis-garis yang sal-
ing tegak lurus pada bidang kompleks u v, dan hasil pemetaan dari fungsi
kompleks pada bidang x y berupa hiperbol dan parabol yang juga saling
tegak lurus pada titik potongnya, perkalian dy/dx pada hiperbol dan parabol
memberikan nilai -1 untuk berapapun x dan y.
Matematika Teknik II 13

Hal lain yang dapat kita manfaatkan dari fungsi analitik adalah kita dapat
menghitung turunannya dari bagian riil atau bagian imaginer saja dari fungsi terse-
but tanpa harus menyatakan dalam variable kompleks z. Jadi bila diketahui u(x, y)
sebagai bagian riil dari suatu fungsi analitik w = f (z), kita dapat menghitung f (z0 )
dari bagian riil tersebut. Untuk mendapatkan rumusannya, kita kembali pada defin-
isi turunan
f (z) f (z0 )
f (z0 ) = lim
zz0 z z0
Kemudian nyatakan f (z) = u(x, y)+iv(x, y) dengan z = x+iy, sehingga bembagian
di atas dapat dinyatakan sebagai
f (z) f (z0 ) u(x, y) u(x0 , y0) + i(v(x, y) v(x0 , y0))
=
z z0 x x0 + i(y y0 )
kemudian dalam mengambil limit z z0 , kita dapat memilih satu lintasan yang
mudah karena sudah diketahui turunanan f (z0 ) ada, dan lintasan yang lain akan
memberikan hasil yang sama. Sebagai misal kita gunakan lintasan sepanjang y = y0 ,
sehingga pembagian menjadi
f (z) f (z0 ) u(x, y0 ) u(x0 , y0) + i(v(x, y0 ) v(x0 , y0))
=
z z0 x x0
dan limit menjadi

f (z0 ) = limzz0 f (z)f


zz0
(z0 )
= limxx0 u(x,y0 )u(x0 ,y0 )+i(v(x,y0 )v(x0 ,y0 ))
xx0
u v
= x (x0 , y0) + i x (x0 , y0 )

Selanjutnya kita gunakan hubungan Cauchy-Reimann untuk menggantikan vx , yaitu


kita gunakan uy = vx , diperoleh
u u
f (z0 ) = (x0 , y0) i (x0 , y0 )
x y
Dapat juga kita gantikan ux dengan vy , sehingga diperoleh
v u
f (z0 ) = (x0 , y0 ) i (x0 , y0 )
y y
Dua hasil terakhir memberikan hubungan turunan dari f dengan u saja atau v saja.
Sekarang, kita terapkan pada contoh 2.8, dimana kita diberikan bagian riil dari
fungsi analitik f (z) berupa u(x, y) = x2 y 2 y dan kita hitung f (z) pada z = 13i.
Karena kita hanya mengetahui bagian riil saja, maka kita gunakan
u u
f (z0 ) = (x0 , y0 ) i (x0 , y0 ),
x y
14 L.H. Wiryanto

yaitu
f (z) = 2x i(2y 1)
dan diperoleh
f (z = 1 3i) = 2 5i
Sama halnya bila kita hanya diberikan bagian imaginer dari fungsi analitik, tanpa
harus menentukan f (z), kita dapat menghitung turunan pada z menggunakan rumus
hubungan f (z) dengan turuna dari bagian imaginer tersebut.

Fungsi f (z) = z n
Selanjutnya kita tinjau pemetaan dari beberapa fungsi kompleks dengan memper-
hatikan w = f (z) = u(x, y) + iv(x, y), f memetakan dari bidang kompleks z ke
bidang kompleks w. Kita tinjau fungsi kompleks sederhana f (z) = z 2 .

1. Bentuk polar
z = rCIS



R = r 2 , = 2

w = RCIS

Tinjau
r = r0 R = r02 lingkaran

= 0 = 20 sinar

Figure 1: Pemetaan daerah dari bidang z ke bidang w oleh f (z) = z 2

Sehingga pemetaan daerah dapat dilakukan dengan meninjau batas-batasnya,


seperti daerah berikut

S = {z : 1 |z| 3/2; /6 /3} {w : 1 |w| 9/4, /3 2/3}


Matematika Teknik II 15

Daerah S di bidang z dipetakan oleh fungsi f (z) = z 2 ke bidang w seperti


diilustrasikan pada Gambar 2.1.

2. Bentuk Kartesius

u(x, y) = x2 y 2, v(x, y) = 2xy

Tinjau

u = c2 y 2



x=c v 2 = 4c2 (c2 u) parabol


v = 2cy

u = x2 k 2



y=k v 2 = 4k 2 (k 2 + u) parabol


v = 2kx

Figure 2: Pemetaan daerah dari bidang z ke bidang w oleh f (z) = z 2

Di sini kita dapatkan bahwa f (z) = z 2 memetakan garis di bidang z menjadi


parabol di bidang w seperti diilustrasikan pada Gambar 2.2. Bila kita ganti-
ganti nilai c dan k di atas dan diperhatikan hasil pemetaannya, kita akan
dapatkan parabol yang semakin kuncup ke kiri dan menjadi garis, sumbu u
negatip, untuk c 0, begitu juga untuk k 0 parabol yang menghadap ke
kanan semakin kuncup menjadi sumbu u positip. Jadi daerah x 0 akan
dipetakan menjadi seluruh bidang w. Sebagai gambaran dapat dilihat daerah
S = {(x, y) : 1/2 x 1, 1/2 y 1} yang dipetakan menjadi dua daerah
di bidang w.
16 L.H. Wiryanto

Hal lain yang perlu diperhatiakan pada pemetaan f (z) = z 2 adalah antara
kedua garis x = c dan y = k saling tegak lurus, yang dengan mudah dili-
hat secara geometri pada bidang z. Bagaimana denga hasil peta-nya? Kita
dapat periksa secara analitik kedua parabol juga tegak lurus pada tiap titik
potongnya, dengan menghitung dv/du pada kedua parabol dan mengalikannya
yang menghasilkan -1. Proses mengawetkan sudut, tidak hanya yang tegak lu-
rus, oleh suatu pemetaan dinamakan sifat konformal. Ini terjadi pada fungsi
analitik.

Sebelum melanjutkan pada beberapa pemetaan yang lain, kita tinjau kaitan
antara fungsi analitik dan sifat konformal (mengawetkan sudut). Untuk itu kita
perhatikan dua kurva di bidang z yang berpotongan di titik A. Sudut yang terbentuk
pada A dipetakan oleh fungsi analitik w = f (z) ke bidang w, dan besarnya akan
sama. Berikut ini dijelaskan alasannya.

Misalkan C merupakan kurva di bidang z, yang dinyatakan sebagai fungsi


vektor
C : z(t) = x(t) + iy(t)

dan turunannya
dz
= z (t) = x (t) + iy (t)
dt
sebagai vektor singgung v = (x , y ) yang membentuk sudut, (argumen dari
barv, terhadap garis horizontal.

Kurva C merupakan hasil pemetaan C oleh w = f (z), yang dapat dinyatakan


dalam fungsi vektor
w(t) = f (z(t))

dengan turunan
w (t) = f (z)z (t)

sebagai perkalian dua fungsi kompleks f (z) dan z (t). Sehingga kemiringan
vektor singgung pada C

= arg(w ) = arg(f (z)) +

Hal ini menunjukkan bahwa kemiringan kurva C pada tiap titiknya sama
dengan kemiringan kurva C dengan memutarnya sebesar arg(f (z)), asalkan
f (z) 6= 0.
Matematika Teknik II 17

Dengan meninjau dua kurva yang berpotongan pada bidang z, pemetaan oleh
fungsi analitik akan menghasilkan kurva di bidang w dengan sudut potong
yang tetap, tetapi diputar sebesar arg(f (z)). Oleh karena itu, fungsi analitik
mempunyai sifat konformal asalkan f (z) 6= 0.

Contoh 2.9.
w = z n dengan n bulat merupakan fungsi analitik (gunakan sebagai latihan untuk
menunjukkan analitiknya). Oleh karena itu pemetaannya mempuyai sifat konformal.
Tetapi karena w = nz n1 dan w (0) = 0 maka pemetaan tersebut konformal kecuali
di z = 0.
Secara geometri w = z n memetakan {z = rCIS : r 0, 0 /n} ke
{w = RCIS : R 0, 0 }. Bila kita ambil dua garis = 0 dan = /n di
bidang z, kedua garis membentuk sudut potong = /n pada z = 0, dipetakan
oleh fungsi di atas menjadi garis = 0 dan = yang membentuk sudut potong
= , yang tidak sama dengan sudut potong sebelumnya (tidak diawetkan),
karena f (0) = 0.

Fungsi eksponen
Fungsi eksponen didefinisikan, dalam Kartesius z = x + iy,

f (z) = ez ,
:= ex (cos y + i sin y)

mempunyai modulus |ez | = ex dan argumen arg(ez ) = y.


Beberapa sifat fungsi eksponen

1. Dengan menggunakan definisi turunan diperoleh

d z
(e ) = ez
dz

2. Bila z1 = x1 + iy1 , z2 = x2 + iy2 berlaku

ez1 ez2 = ez1 +z2

yang dapat diturunkan menggunakan definisi fungsi eksponen.


18 L.H. Wiryanto

3. Dalam hal z = iy definisi fungsi eksponen memberikan

eiy = cos y + i sin y

yang dikenal sebagi rumus Euler, dan sebagai akibatnya bentuk polar dari
bilangan kompleks z = r(cos + i sin ) ditulis z = rei .

4. Pemetaan w = ez
x = x0 konstan |w| = ex0

y = y0 konstan arg(w) = y0

Hasil pemetaan yang pertama berupa lingkaran dengan jari-jari ex0 , dan yang
kedua berupa sinar yang membentuk sudut y0 terhadap garis horizontal. Oleh
karena itu daerah persegi panjang di bidang z akan dipetakan di bidang w
menjadi daerah yang dibatasi oleh dua lingkaran dan dua sinar.

5. Berdasarkan bentuk trigonometri yang terkait ez mempunyai perioda 2i,


berlaku
ez = ez+2ni
untuk n = 1, 2, 3, . Oleh karena itu, daerah berbentuk pita datar dengan
lebar 2 di bidang z dipetakan menjadi seluruh bidang w. Jadi seluruh bidang
z akan dipetakan oleh w = ez sebagai tumpukan bidang. Satu bilangan kom-
pleks di w mempunyai terhitung banyak pasangan di z, sebagai misal w = 1
mempunyai pasangan z = 0, 2i, 4i, . Sebagai daerah utamanya adalah
{z = x + iy : < y }.

6. f (z) = ez bersifat analitik, yang dapat ditunjukkan dengan meninjau bagian


riil dan imaginernya yang memenuhi persamaan Cauchy-Reimann untuk se-
mua z.

Fungsi trigonometri
Dari definisi fungsi eksponen untuk z = ix berlaku
eix = cos x + i sin x

eix = cos x i sin x


Matematika Teknik II 19

Bila keduanya dijumlahkan dan dikurangkan berturut-turut menghasilkan

1  ix 
cos x = e + eix
2

1  ix 
sin x = e eix
2i

Selanjutnya substitusi x dengan z = x + iy pada cos dan sin diperoleh

1  iz 
cos z := e + eiz
2

1  iz 
sin z := e eiz
2i

sebagai definisi dalam kompleks, dan dapat dikembangkan untuk bentuk lain seperti
tan z = sin z/ cos z, sec z = 1/ cos z, . Selain itu dengan menggunakan turunan
fungsi eksponen, turunan dari bentuk trigonometri dapat diperoleh

d
(cos z) = sin z
dz

d
(sin z) = cos z
dz

Untuk melihat pemetaan dari fungsi trigonometri, kita bahas

1  iz 
w = sin z = e eiz
2i

1  ixy 
= e eix+y
2i

1 n y o
= e (cos x + i sin x) ey (cos x i sin x)
2i

1 y 1
= (e ey ) cos x + (ey + ey ) sin x
2i 2

= i cos x sinh y + sin x cosh y


20 L.H. Wiryanto

Figure 3: Pemetaan daerah dari bidang z ke bidang w oleh f (z) = sin z

Jika w = u + iv maka

u(x, y) = sin x cosh y



v(x, y) = cos x sinh y

Persamaan Cauchy-Reimann dipenuhi untuk semua z. Jadi w = sin z analitik pada


bidang z, dan hubungan keduanya

u2 v2  2 2

= cosh y sin y =1
sin2 x cos2 x

u2 v2  2 2

+ = sin x + cos x =1
cosh2 y sinh2 y

Selanjutnya kita tinjau pemetaan dari garis-garis yang sejajar sumbu terkait
hubungan di atas

u2 v2
x = x0 konstan =1 hiperbol
sin2 x0 cos2 x0

u2 v2
y = y0 konstan + =1 elips
cosh2 y0 sinh2 y0
Matematika Teknik II 21

Hal khusus:

1 1

v( , y) = cos( ) sinh y = 0



2 2








1 1


x = u( , y) = cosh y 1
2
2



1



u( , y) = cosh y 1


2

Garis ini (x = 12 ) dipetakan menjadi sebagian sumbu u, sedangkan garis yang


lain, yang sejajar, menjadi hiperbol. Secara geometri, seakan kita menahan titik
(/2, 0) dan garis yang melaluinya dilipat, baik yang dari bawah dan atas, untuk
dipertemukan, akibatnya garis-garis yang sejajar untuk /2 < x < 0 akan tertarik
membengkok menjadi salah satu daun dari hiperbol yang menghadap ke kiri; sama
halnya untuk garis-garis yang sejajar x = /2 dengan 0 < x < /2 akan mem-
bengkok menjadi daun hiperbol yang menghadap ke kanan. Sedangkan garis-garis
y = y0 akan tertarik menjadi elips, lihat gambar 2.3.

Sifat periodik dapat diperiksa pada f (z) = sin z, melalui bagian riil dan imag-
inernya yang mempunyai faktor sin x dan cos x, yang masing-masing mempunyai
perioda 2. Sehingga berlaku f (z + 2) = f (z). Sedang pada uraian pemetaan
di atas hanya menjelaskan daerah untuk /2 x /2. Sedangkan daerah
pita { x /2, < y < } dipetakan menjadi elip dan hiperbola
seperti pita {/2 x 0, < y < }. Keduanya simetri terhadap garis
x = /2. Sama halnya untuk pita {/2 x , < x < } yang simetri
dengan {0 x /2, < y < }, terhadap garis x = /2. Jadi pita tegak
{z = x + iy : x , < y < } dipetakan ke dua tumpuk bidang w,
begitu juga dengan pita-pita lain yang merupakan kelipatannya, seperti pada fungsi
eksponen.

Semua pembahsan w = sin z di atas selanjutnya kita manfaatkan untuk menje-


22 L.H. Wiryanto

laskan w = cos z, dengan


1 h i(z+/2) i
sin(z + /2) = e ei(z+/2)
2i

1 h i(x+/2) y i
= e e ei(z+/2) ey
2i

1 h
= (cos(x + /2) + i sin(x + /2))ey
2i

(cos(x + /2) i sin(x + /2))ey ]

1 h i
= ( sin x + i cos x)ey ( sin x i cos x)ey
2i

1 h i
= i(cos x + i sin x)ey + i(cos x i sin x)ey
2i

1 h ixy i
= e + eix+y
2

1 h i(x+iy) i
= e + ei(x+iy) = cos z
2

Jadi pemetaan w = cos z sama seperti diatas w = sin z dengan menggeser ke kiri
sebesar /2.

Fungsi logaritma
Notasi yang digunakan terkait dengan fungsi logaritma adalah f (z) = log z.
Bagaimana menggunakan notasi ini, baik dalam perhitungan maupun melihat sifat-
sifatnya, kita perlu memperkenalkan notasi tersebut sebagai invers dari bentuk ek-
sponen. Jadi jika kita mempunyai pengkaitan dua himpunan bilangan kompleks
dalam bidang z dan bidang w yang dinyatakan dalam bentuk w = log z, maka
kita dapat menyatakan dalam bentuk yang telah kita kenal z = ew . Selanjutnya
jika w = u + iv dan z = rei , hubungan bagian perbagiannya dapat diperoleh dari
bentuk eksponen
r = eu , v = + 2n
untuk n bulat. Sehingga fungsi logaritma di atas didefiniskan sebagai

log z := ln r + i( + 2n)
Matematika Teknik II 23

satu bilangan kompleks z mempunyai banyak pasangan w, sedangkan sebagai nilai


utama dinotasikan

Lnz := ln |z| + i, untuk <

Jadi definisi di atas dapat dituliskan dalam nilai utama

log z = Lnz + i2n

Contoh 2.10.
Hitung log z jika z = 2i.

Jawab
Kita nyatakan z dalam bentuk eksponen z = 2ei/2 , dalam notasi di atas r = 2,
= /2 . Jadi
log z = {log(2) i/2} + i2n

Fungsi hiperbolik
Bagian terakhir dari pengenalan fungsi kompleks adalah fungsi dalam bentuk
hiperbolik, yang didefiniskan sebagai
1 z 
cosh z := e + ez
2

1 z 
sinh z := e ez
2
seperti halnya pada fungsi riil.
Hubungan fungsi trigonometri dan hiperbolik dijembatani oleh fungsi eksponen
1  iz 
cosh iz = e + eiz = cos z
2

1  iz 
sinh iz = e eiz = i sin z
2
begitu juga sebaliknya

cos iz = cosh z, sin iz = i sinh z

Anda mungkin juga menyukai