Cristiani, Retno, Purnamaningsih UGM PDF
Cristiani, Retno, Purnamaningsih UGM PDF
ABSTRACT
Sudah menjadi kodrat alam bahwa yang mengalir terus di dalam diri
dengan bertambahnya usia seseorang akan individu. Kejadian ini disebut dialog
menimbulkan berbagai perubahan, baik internal.
perubahan fisik maupun perubahan mental 3. Dari penafsiran-penafsiran tersebut
(Hurlock, 1980). Perubahan dalam muncul perasaan-perasaan. Perasan
kehidupan ini dapat mengganggu individu diciptakan oleh pikiran dan
kestabilan emosi (Lazarus, 1976). Menurut bukan peristiwanya. Semua pengalaman
penelitian yang dilakukan oleh Robertson harus diproses melalui otak individu
(1985) di Menopause Clinic Australia, dari dan diberi makna secara sadar sebelum
300 pasien usia menopause terdapat 31,3 % individu mulai mengalami respon
pasien mengalami depresi dan kecemasan. emosional.
Kecemasan yang muncul dapat menimbul-
Adapun hubungan antara persepsi
kan insomnia.
seorang individu tentang menopause
Keadaan emosi individu juga bisa dengan kecemasannya bisa dijelaskan
disebabkan oleh cara individu memandang sebagai berikut : dengan berakhirnya masa
berbagai hal. Sebelum individu merasakan reproduktif dan datangnya usia tua bisa
suatu peristiwa, individu harus memahami menimbulkan gangguan emosi (Sherman,
apa yang sedang terjadi pada dirinya. Jika 1971). Pada masa transisi dari periode
pemahaman individu mengenai apa yang reproduktif ke periode non produktif
sedang terjadi itu tepat, maka emosinya menuntut penyesuaian diri terhadap
akan stabil. Jika persepsi individu itu perubahan fisik dan peranan (Mappiare,
kurang tepat serta menyimpang, maka 1983). Cara wanita dalam menghadapi
tanggapan emosional akan menyimpang transisi tergantung pada kestabilan emosi,
(Burns, 1988). pengalaman masa lalu dalam menghadapi
Konflik mengenai perubahan kehi- perubahan, serta pengharapan di masa
dupan itu muncul karena pandangan mendatang (Robertson, 1985).
individu tentang dirinya sangat tidak Pandangan seseorang mengenai meno-
lengkap, tidak konsisten atau terlalu pause sangat mempengaruhi perubahan
sederhana. Konflik dapat diringankan oleh psikologis pada masa menopause.
perkembangan diri individu itu sendiri. Pandangan ini dipengaruhi oleh faktor yang
Setiap orang akan beruasaha keras untuk berasal dari dalam diri individu serta faktor
mengurangi kecemasan secara cepat dan yang berasal dari lingkungan sosial
tepat (Smith, 1968). (Hudono, 1987).Pada masyarakat yang
Hubungan antara cara berpikir dan mengagungkan kemudaan dan kecantikan,
perasaan individu dapat diuraikan sebagai menopause bisa dipersepsi sebagai
berikut (Burns, 1988) : ancaman (Budiman, 1991). Selain itu mitos
1. Ada sederetan peristiwa positif, netral yang timbul di masyarakat dan stereotip
atau negatif masuk ke dalam negatif tentang menopause dapat
pengamatan manusia. menimbulkan kecemasan (Bromwich,
1991).
2. Individu akan menafsirkan peristiwa
yang terjadi dengan sederetan pikiran
persepsi tentang menopause dengan menopause. Hal ini berlaku untuk wanita
kecemasan. yang telah mengalami menopause maupun
yang belum mengalami menopause.Sikap
positif disini berarti mereka tidak begitu
DISKUSI
cemas dalam menghadapi menopause.
Hasil perhitungan dengan menggunakan Wanita yang mengetahui tentang
Teknik Korelasi Product Moment (dengan menopause serta dapat berpikir secara
taraf signifikansi 0,01) diperoleh koefisien wajar tentang menopause, dapat menerima
korelasi sebesar 0,568. Berarti terdapat hal-hal yang berhubungan dengan
hubungan yang negatif antara persepsi menopause secara wajar. Wanita tersebut
tentang menopause dengan tingkat tentu dapat menerima kenyataan bahwa
kecemasan pada wanita yang sedang dengan bertambahnya umur, setiap wanita
menghadapi menopause. Semakin positif akan mengalami berbagai peristiwa dalam
persepsi seorang wanita tentang hidupnya, seperti menstruasi, mengandung,
menopause, maka akan semakin rendah melahirkan dan menopause. Jadi dapat
tingkat kecemasannya. Demikian pula dikatakan bahwa menopause sebenarnya
sebaliknya, semakin negatif persepsi merupakan peristiwa alami biasa yang
seseorang tentang menopause, maka akan merupakan bagian dari proses penuaan
semakin tinggi tingkat kecemasannya. manusia. Apabila dirinya mengalami
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan gangguan-gangguan atau perubahan-
Burns (1988) bahwa suasana hati bukan perubahan baik fisik, psikologis atau
diakibatkan oleh peristiwa sebenarnya, perubahan perilaku seksual yang biasa
tetapi oleh persepsi individu itu sendiri. terjadi pada masa menjelang menopause,
Demikian pula dalam kasus ini, dapat individu tersebut akan berusaha
dikatakan bahwa kecemasan seorang menetralisir gangguan yang timbul dengan
wanita yang menghadapi menopause, hal-hal yang produktif.
berhubungan dengan persepsi wanita itu Rendahnya kecemasan pada subjek
tentang menopause. yang menghadapi menopause, kemung-
Dari data yang dianalisis diketahui kinan karena sekarang sudah ada berbagai
bahwa rerata yang diperoleh dari Angket cara yang dilakukan pemerintah maupun
Persepsi = 18,732 dan simpangan baku = swasta untuk membantu kaum ibu dalam
5,111. Rerata yang diharapkan dari Angket menghadapi masa menopause. Sebagai
persepsi = 12. Ini menunjukkan bahwa contoh, yaitu dibukanya klinik khusus
persepsi terhadap menopause cukup positif. menopause di Rumah Sakit Umum maupun
Rumah-rumah Bersalin. Di sini para wanita
Pada angket kecemasan, diperoleh
bisa mencari informasi tentang menopause
rerata= 9,464 dan simpangan baku = 6,709
serta berkonsultasi mengenai hal-hal yang
Rerata yang diharapkan dari TMAS= 18.
berhubungan dengan menopause.Pada
Hal ini menunjukkan tingkat kecemasan
klinik ini pelayanan terhadap kaum ibu
subjek di bawah rata-rata (rendah). Hasil
diberikan oleh para ahli yang berkompeten
ini memperkuat hasil penelitian Indati dkk
dalam masalah menopause. Selain itu,
(1991)yang menemukan bahwa wanita
sekarang ini cukup sering diadakannya
masa kini dapat bersikap positif terhadap
ABSTRAK
mampu mencapai sesuatu yang berarti yang seharusnya dicapai dan unjuk kerja
selama hidupnya. yang dimilikinya (achievement
Maslach dan Jackson (dikutip dari expectation). Kesenjangan lainnya terjadi
Golembiewsky, et al., 1987) mengemuka- bilamana organisasi tempat bekerja
kan bahwa burn-out hanya memiliki 3 seseorang tidak sesuai dengan harapan atau
dimensi. Pertama adalah kelelahan tata nilai pribadinya (organizational
emosional yang ditandai oleh terkurasnya expectation). Dua kondisi secara khusus
tenaga, mudah merasa lelah, perasaan dapat didiskusikan dalam konteks budaya
jenuh, mudah tersinggung, putus asa, sedih, perusahaan. Dalam hal ini kesesuaian dan
tidak berdaya, tertekan, dan perasaan kesenjangan antara individu dengan
terjebak di dalam pekerjaan. Kedua adalah perusahaan akan memberi warna kepada
dimensi depersonalisasi yang ditandai oleh tingkatan burn-out yang dialami seseorang.
adanya kecende-rungan individu untuk Semakin jauh ketidaksesuaian antara
menjauhi lingkungan sosialnya, apatis, individu dengan kondisi kerjanya akan
tidak peduli terhadap lingkungan dan menjadi kondisi yang menyulitkan baginya
orang-orang di sekitarnya. Ketiga adalah dan kondisi ini pada gilirannya akan
dimensi rendahnya penghargaan terhadap merugikan baik bagi karyawan maupun
diri sendiri. Individu yang menilai rendah perusahaannya.
dirinya sering mengalami ketidakpuasan Organizational expectation atau
terhadap hasil kerja sendiri serta merasa kondisi-kondisi perusahaan yang diharap-
tidak pernah melakukan sesuatu yang kan oleh karyawan antara lain dapat
bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang dijelaskan melalui fenomena budaya
lain. Pendekatan Maslach dan Jackson ini organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini
memiliki kesamaan dengan pendekatan budaya organisasi diartikan sebagai suatu
yang dikemukakan oleh Leatz dan Stolar pola mengenai asumsi-asumsi dasar yang
(1993). Kelelahan fisik dan psikik ke dalam diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan
satu dimensi yaitu kelelahan emosional. oleh sekelompok masyarakat (dalam
Sedangkan kelelahan mental diformulasi- organisasi) dan merupakan upaya untuk
kan ke dalam konsep depersonalisasi. melakukan adaptasi terhadap kondisi
Konsep burn-out menurut Leatz-Stolar eksternal dan melakukan integrasi internal
dalam hal rendahnya penghargaan terhadap sehingga menjadi cara terbaik bagi anggota
diri sendiri dapat dikatakan sama dengan organisasi untuk mempersepsi, menjadi
konsep ketiga dari Maslach-Jackson. patokan cara berpikir, dan pedoman untuk
Ada dua hal utama yang memung- menggunakan perasaan sehubungan dengan
kinkan seseorang mengalami burn-out. permasalahan yang dihadapi organisasi
Jackson, et al. (1986) berargumen bahwa (Luthans, 1995). Disimpulkan oleh
burn-out terjadi karena adanya kesenjangan Bandoro (1997) bahwa budaya perusahaan
antara harapan (expectation) dan kenyataan adalah (1) perilaku yang ajeg dan dapat
yang dialami seseorang di tempat kerja. terobservasi, seperti misalnya pemakaian
Lebih jauh dikemukakan bahwa gaya bahasa, terminologi, perilaku-perilaku
kesenjangan harapan dan kenyataan yang unik; (2) norma-norma, perilaku standar
dimaksud adalah harapan tentang prestasi yang berkaitan dengan bagaimana harus
adalah tata nilai manakah, dari 8 nilai yang (4) asas kesatuan, seberapa besar keber-
dikemukakan oleh Miller tersebut, yang pihakan dan keadilan manajemen
mempunyai korelasi dengan tingkat burn- organisasi dalam memperlakukan anggota-
out pada karyawan. anggotanya sehingga tidak memunculkan
friksi-friksi di dalam organisasi, (5) asas
METODE PENELITIAN prestasi, seberapa besar pengakuan
organisasi terhadap prestasi yang
A. Responden ditunjukkan anggotanya, (6) asas empirik,
Responden penelitian ini adalah seberapa tinggi komitmen organisasi untuk
karyawan yang bertugas langsung menggunakan data empirik dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. pengambilan keputusan, (7) asas
Responden adalah 149 karyawan Rumah keakraban, menyangkut kondisi hubungan
Sakit Umum Daerah (RSUD) yang dikelola interpersonal antara organisasi dengan
oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Cilacap anggotanya atau antar anggota organisasi,
Jawa Tengah. Dari 200 angket yang dan (8) asas integritas, seberapa besar
dikirimkan, ternyata hanya 152 orang yang kesungguhan anggota organisasi untuk
mengembalikannya. Ada 3 responden yang bekerja. Skala budaya organisasi ini terdiri
terpaksa tidak disertakan di dalam analisis, dari 69 aitem (lihat Tabel 1).
karena tidak lengkap dalam mengisi Sedangkan tingkat burn-out akan
angket. Di samping itu ada tambahan diungkap dengan menggunakan skala
sejumlah 33 responden yang berasal dari Burn-out yang dikembangkan oleh Farhati
pengurus serta anggota Yayasan (1996) berdasarkan konsep burn-out dari
Purusatama Semarang, sehingga total Maslach-Jackson. Skala Burn-out ini terdiri
responden adalah 182 orang. atas 3 aspek yang secara keseluruhan
diungkap melalui 62 aitem. Tiga aspek
B. Alat tersebut adalah (1) kelelahan emosional, (2)
depersonalisasi dan (3) rendahnya peng-
Budaya perusahaan akan diungkap hargaan terhadap diri sendiri. Kelelahan
dengan menggunakan angket Budaya emosional ditengarai dari adanya keluhan
Perusahaan yang disusun oleh Lukitomo mengenai terkurasnya tenaga, kejenuhan,
(1992) dan kemudian diadaptasi untuk sering merasa lelah, frustrasi, mudah
lingkungan rumah sakit oleh Usmany tersinggung, sedih, putus asa, tidak
(1997). Skala Budaya Organisasi terdiri berdaya, tertekan, dan perasaan terjebak di
atas 8 nilai utama, yaitu (1) asas tujuan, dalam pekerjaan. Depersonalisasi ditandai
mencakup seberapa jauh anggota organisasi dari mulai menjauhnya individu dari
memahami tujuan organisasi, (2) asas lingkungannya, apatis, tidak memper-
konsensus, seberapa besar organisasi dulikan lingkungan dan orang-orang di
memberi kesempatan kepada anggota untuk sekitarnya. Ketidakpuasan terhadap diri
berpartisipasi dalam proses pengambilan sendiri dan merasa tidak pernah melakukan
keputusan, (3) asas keunggulan, seberapa sesuatu yang berarti menjadi karakteristik
besar kapabilitas organisasi dalam dari mereka menilai rendah diri sendiri.
memotivasi anggotanya untuk berprestasi
atau menunjukkan performance terbaiknya,
total skor baik untuk skala budaya terletak bukan pada besarnya korelasi, akan
organisasi dan skala burn-out. Skor faktor tetapi kenyataan bahwa hampir semua
tersebut dikonversikan menjadi Skor-T aspek budaya organisasi mempunyai
dengan menggunakan persamaan sebagai korelasi yang sangat signifikan (p < 0,01).
berikut: skor-T = 50 + (10 x skor faktor). Hanya ada satu korelasi yang signifikan (p
< 0,05), yaitu korelasi antara asas prestasi
B. Hasil Penelitian dengan kelelahan emosional. Semua
korelasi di dalam model pertama ini
Model analisis pertama, yaitu menggu- bersifat negatif dan ini diartikan bahwa
nakan model penjumlahan aitem, memberi semakin baiknya budaya organisasi, maka
gambaran yang menarik. Tabel 3 akan semakin rendah pula tingkat burn-out
menampilkan begitu sempurnanya korelasi yang dialami oleh karyawan organisasi
antara setiap aspek budaya organisasi tersebut.
dengan burn-out. Kesempurnaan analisis
data dengan menggunakan model pertama
Tabel 3. Matriks korelasi antara faktor skala Budaya Organisasi dengan skala Burn-out
(Model I)
Budaya Burn-out
organisasi Kelelahan Emosional Depersonalisasi Rendah Diri Skor Total
Asas Tujuan -.1929** -.3699** -.2014** -.2674**
Asas Konsensus -.2024** -.2330** -.2324** -.2437**
Asas Keunggulan -.2267** -.2946** -.3148** -.3002**
Asas Kesatuan -.2128** -.2445** -.2182** -.2476**
Asas Prestasi -.1402* -.2216** -.1814** -.1924**
Asas Empirik -.1622** -.2912** -.2025** -.2300**
Asas Keakraban -.2828** -.3410** -.3220** -.3440**
Asas Integrasi -.3493** -.4194** -.3959** -.4238**
Skor Total -.2575** -.3458** -.3011** -.3258**
Keterangan: * = p < 0,05 ** = p < 0,01
yang terbentuk dan yang kedua adalah pretasi kembali makna baru dari setiap
sulitnya untuk dilakukan korelasi antara faktor berdasarkan aitem yang menyusun-
faktor-faktor yang terbentuk di variabel nya. Oleh karena itu dalam laporan
independen dengan faktor-faktor variabel sementara ini hanya akan dilaporkan
dependen. Kesulitan untuk melakukan korelasi antara faktor-faktor skala budaya
korelasi antar faktor ini sebetulnya perusahaan dengan faktor-faktor skala
merupakan bentuk sulitnya menginter- burn-out.
Tabel 4. Matriks korelasi antara faktor skala Budaya Organisasi dengan skala Burn-out
(Model II)
Burn-out
Budaya organisasi
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Total
- Faktor 1 .5481** .0619 -.0857 .3082**
- Faktor 2 -.0908 -.1392* .1817* -.0280
- Faktor 3 -.0324 .3048** .0859 .2069**
- Faktor 4 .0580 .0349 -.3126** -.1268*
- Faktor 5 -.1247* -.1245* .0136 -.1360*
- Faktor 6 -.1247* -.1245* .0136 -.1360*
- Faktor 7 -.1247* -.1245* .0136 -.1360*
- Faktor 8 -.1247* -.1245* .0136 -.1360*
- Total -.0036 -.0526 .0170 -.0421
Keterangan: * = p < 0,05 ** = p < 0,01
pihak lain, analisis model kedua layanan jasanya. Kondisi terakhir ini dapat
menunjukkan bahwa korelasi yang sangat menjadikan sumber burn-out bagi para
signifikan hanya terjadi antara setiap aspek anggota organisasi karena tuntutan
dengan skor total. Di dalam Lampiran B masyarakat tidak sesuai dengan layanan
diperoleh bukti bahwa korelasi antar aspek yang diberikan oleh perusahaan tersebut.
tidak signifikan. Kondisi ini sangat ideal
untuk dilakukannya analisis regresi, karena DAFTAR PUSTAKA
antar aspek tidak terjadi multikolinearitas.
Dengan adanya dua model analisis data Bandoro, A.L. (1997). The study of chinese
tersebut menjadikan tidak mudah pula organizational culture and the
untuk melakukan penyimpulan mengenai relationship to the Javanese organi-
keterkaitan antara budaya organisasi zational commitment (at Surabaya
dengan burn-out. Plaza). Thesis. Surabaya: Magister
Management STIE IEU.
PENUTUP Farhati, F. (1996). Peran tingkat
karakteristik pekerjaan dan dukungan
Pada penelitian ini tidak diperoleh bukti sosial terhadap tingkat burn-out
empirik dari keterkaitan antara budaya karyawan Radiant Utama Group di
organisasi menurut pendekatan Miller jakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas
dengan tingkat burn-out pada karyawan Psikologi Universitas Gadjah Mada.
RSUD Cilacap. Di samping pendekatan
Miller, barangkali pendekatan Hofstede Firth, H. (1989). Burnout, absence, and
bisa menjadi alternatif untuk mengkaji turnover amongst British nurshing staff.
ulang keterkaitan antara budaya organisasi Journal of Occupational Psychology,
dengan burn-out. Dari dimensi mengenai vol. 15, pp. 157-175.
budaya sebagaimana dikemukakan oleh Freudenberger, H.J. and Richelson, G.
Hofstede dapat kita cermati dampaknya (1981). Burnout: how to beat the high
terhadap individu. Nilai-nilai pribadi cost of success. New York: Bantam
individu sebelum masuk ke dalam Books.
organisasi dapat menjadi penyebab Garden, A.M. (1989). Burnout: the effect
terjadinya kesenjangan antara harapan of psychological type on research
individu dan harapan organisasi. Begitu findings. Journal of Occupational
pula tuntutan atau standar prestasi yang Psychology, vol. 62, pp. 223-234.
disyaratkan organisasi juga merupakan
alasan bagi individu untuk merasa tidak Hostede, G. (1991). Organizational
sesuai dengan kondisi perusahaan dan ini culture: sofware of the mind. London:
akan berakibat yang mengarah kepada McGraw-Hill U.K. Ltd.
burn-out, karena individu dapat merasa Jackson, S.E., Schuler, R.S. and Schwab,
menjadi orang yang bermanfaat bagi R.L. (1986). Toward an understanding
organisasi atau perusahaan. Di pihak lain, of burnout phenomenon. Journal of
organisasi itu sendiri dapat memiliki Applied Psychology. Vol 71, No.40, pp.
budaya yang tidak sesuai dengan tuntutan 630-640.
publik yang mestinya memanfaatkan
Leatz, C.A. and Stolar, M.W. (1993). stress and burnout in the human
When work gets to be too much. World services. Journal of Personality and
Executive Digest, Vol. 14, No. 11. Social Psychology. Vol. 46, No. 4, pp.
Luthans, F. (1995). Organizational 864-876.
Behavior. Singapore: McGraw-Hill Whiteley, R.C. (1991). The customer
International. driven company: moving from talk to
Shinn, M., Rosario, M., Morch, H., and action. Reading, MA: Addison-Wesley
Chestnut, D.E. (1984). Coping with job Publishing Company.