Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan struktur-
struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan penting
mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak konstituen
plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua zat sisa
metabolisme. Sistem urin adalah bagian penting dari tubuh manusia yang terutama
bertanggung jawab untuk menyeimbangkan air dan elektrolit tertentu seperti kalium
dan natrium, membantu mengatur tekanan darah dan melepaskan produk limbah yang
disebut urea dari darah.
Traktus urinarius atau sistem urinaria sebagai salah satu sistem tubuh, yang
memiliki organ-organ yang kompleks dan rentan terhadap suatu penyakit.
Terdapatnya kelainan pada suatu organ akan mengganggu proses pembentukan dan
pengeluaran dari urine. Salah satu kelainan pada traktus urinarius pada anak yang
cukup sering terjadi adalah fimosis. Fimosis sering dikeluhkan orang tua karena
gejalan yang ditimbulkannya. Namun tidak semua fimosis harus diterapi dengan
sirkumsisi. Retraksi paksa pada kasus fimosis juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya parafimosis yang dapat berakibat lebih buruk dari pada fimosis itu sendiri.
Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai fimosis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Skenario

Anakku Rewel

1
Ibu Ani, warga Kampung Monjok datang ke IGD RSP UNIZAR karena
anaknya rewel tidak mau tidur. Reza yang diketahui baru berumur 5 tahun, mendadak
tidak bisa buang air kecil sejak 3 jam yang lalu. Dari hasil pemeriksaan fisik dokter
IGD didapatkan: HR 122/m, T 37.9C, RR 20/m, kuat angkat. Pada pemeriksaan
fisik region flank: tidak ditemukan adanya kelainan, region simfisis: distensi minimal,
perkusi redup (+), region urogenital: tampak preputium penis menutupi penis,
hiperemis (+), pancaran BAK lemah, massa (-). Apakah tindakan yang akan
dilakukan kemudian? Proses apakah yang mendasari hal tersebut?

2.2 Terminologi

a. Region flank: daerah yang terletak di antara tulang ileum dan tulang rusuk paling
bawah.
b. Hiperemis: gangguan sirkulasi darah yang menyebabkan kemerahan pada kulit,
kemerahan tersebut dapat menjadi indikasi adanya inflamasi.

2.3 Permasalahan dan Pembahasan

1) Jelaskan mengenai anatomi dan fisiologi urogenital!


Ginjal terletak di luar rongga peritoneum di bagian belakang atas dinding
abdomen, masing-masing satu di setiap sisi. Setiap ginjal secara anatomis dibagi
menjadi korteks dan medulla. Korteks berada di sebelah luar yang terdiri dari unit
fungsional yang disebut nefron, setiap nefron berawal dari glomerulus. Plasma
difiltrasi di sepanjang glomerulus melalui proses aliran yang deras dan masuk ke
tubulus nefron. Bagian medulla di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen
tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus
proksimal, kemudian sampai tubulus didtal, dan akhirnya hingga ke ductus
kolektifus. Setiap tubulus kolektifus di masing masing nefron menyatu dengan
tubulus-tubulus lain membentuk ductus pengumpul yang lebih besar yang terletak di
papilla (terletak di medulla). Kemudian dari papilla menuju pelvis ginjal, dan dari sini
terus mengalir ke ureter. Ureter dari masung-masing ginjal dihubungkan ke vesika
urinaria. Vesika urinaria menampung urin sampai urin dikeluarkan melalui proses

2
berkemih (mikturisi). Pengeluaran urin berlangsung melalui sebuah saluran yang
disebut uretra.

Gambar 2.1: Traktus Urinarius

Ginjal menerima vaskularisasi dari arteri renalis, yang bercabang menjadi arteriol
aferen, setiap arteriol aferen menjadi sebuah kapiler glomerulus yang menyalurkan
darah ke nefron. Kapiler glomerulus kembali menyatu membentuk arteriol eferen.
Arteriol eferen bercabang-cabang menjadi jaringan kapiler peritubulus yang nantinya
akan membentuk vena.
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin
dari pelvis ginjal ke dalam vesika urinaria. Pada orang dewasa panjagnya kurang
lebih 20 cm Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel sel transisional,
otot otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik
(berkontraksi) guna mengeluarkan urin ke vesika urinaria. Jika karena suatu sebab
terjadi sumbatan pada aliran urin, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang
bertujuan untuk mendorong atau mengeluarkan sumbatan itu dari saluran kemih.
Kontraksi ini dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan
irama peristaltik ureter.

3
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum menuju vesika urinaria, secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit daripada di
tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali
tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain adalah:
a) pada pembatasan antara pelvis renalis dan ureter
b) tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
c) pada saat ureter masuk ke vesika urinaria dalam posisi miring dan berada di otot
vesika urinaria (intramural), keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik
urin dari vesika urinaria ke ureter atau refluks vesicoureter pada saat vesika
urinaria berkontraksi.
Untuk kepentingan radiologi dan kepentingan pembedahan, ureter dibagi menjadi
dua bagian yaitu, ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis
sampai menyilang vasa iliaka, dan ureter pars pelvika, yaitu mulai dari persilangan
dengan vasa iliaka sampai masuk ke vesika urinaria. Disamping itu secara radiologis
ureter dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a) Ureter 1/2 proximal
b) Ureter 1/2 distal
Vesika urinaria atau yang lebih dikenal dengan kantong kemih merupakan salah
satu organ dalam saluran ekskresi yang berbentuk seperti kantung. Vesika urinaria
merupakan organ musculer berongga yang ukuran dan posisinya tergantung pada
jumlah urine didalamnya. Pada keadaan kosong vesica urinaria mempunyai struktur
berdinding tebal, berbentuk seperti buah pir yang terletak diatas pelvis. Peritonium
menutupi bagian cranial dari vesica urinaria, bagian caudal ditutupi oleh fasia pelvis.
Vesika urinaria disuplai oleh arteri-arteri yang berasal dari arteri pudenda, cabang dari
arteri obturatoria dan arteri umbilikalis.

4
Gambar 2.2: Vesika Urinaria

Vesika urinaria (kandung kemih): terletak tepat di belakang os pubis, merupakan


tempat penyimpanan urine yang berdinding otot kuat, bentuknya bervariasi sesuai
dengan jumlah urine yang dikandung. Kandung kemih pada waktu kosong terletak
dalam rongga pelvis, sedangkan dalam keadaan penuh dinding atas terangkat masuk
ke dalam region hipogastrika. Apeks kandung kemih terletak di belakang pinggir atas
simfisis pubis dan permukaan posteriornya berbentuk segitiga. Bagian sudut
superateral merupakan muara ureter dan sudut inferior membentuk uretra.
Bagian atas kandung kemih ditutupi oleh peritoneum yang membentuk eksavasio
retrovesikalis sedangkan bagian bawah permukaan posterior dipisahkan dari rektum
oleh duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis. Permukaan superior
seluruhnya ditutupi oleh peritoneum dan berbatasan dengan gulungan ileum dan
kolon sigmoid sepanjan lateral permukaan teritoneum melipat ke dinding lateral
pelvis.
Bagian vesika urinaria terdiri dari:
a) Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan bawah.
b) Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c) Verteks, yaitu bagian yang berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.

5
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari vesika urinaria
melalui prostat miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra
posterior dan uretra anterior. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan
cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan vesika urinaria dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan antara uretra anterior dan posterior.
Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis
sehingga pada saat vesika urinaria penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup
pada saat menahan kencing.

Gambar 2.3: Uretra (genetalia maskulina)

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang
lebih 23-25cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan
pengeluaran urin lebih sering terjadi pada pria.
Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra
yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di bagian
posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan verumontanum, dan di

6
sebelah proximal dan distal dari verumontanum ini terdapat di pinggir kiri dan kanan
verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus
prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis. Uretra anterior terdiri atas:
a) Pars bulbosa
b) Pars pendularis
c) Fossa navikularis
d) Meatus uretra eksterna
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi
dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar cowperi berada di dalam diafragma
urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar
parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8 mm. Berada di bawah
simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra bermuara
kelenjar pariuretra, diantaranya adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial
uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot
sfingter uretra eksterna dan tonus otot levator ani berfungsi mempertahankan agar
urin tetap berada di dalam vesika urinaria pada saat perasaan ingin miksi. Miksi
terjadi jika tekanan intravesica melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot
detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuk seperti buah kemiri
ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas
jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau
zona, yaitu:
a) Zona perifer
b) Zona sentral
c) Zona transisional
d) Zona preprostatik sfingter
e) Zona anterior
Secara histopatologi kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma.
Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan

7
jaringan penyangga yang lain. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan
salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus
sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama
cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25 %
dari seluruh volume ejakulat. Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan
parasimpatik dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus)
menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis dari S2-4 dan simpatik
dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimlasi parasimpatik meningkatkan sekresi
kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan
pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi.
Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan
leher buli buli. Ditempat tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik alfa.
Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Jika
kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

2) Bagaimana proses mikturisi?


Mikturisi adalah proses pengosongan vesika urinaria setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan dua tahap: Pertama, kandung kemih terisi secara progresif
hingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui nilai ambang batas; keadaan
ini akan mencetuskan tahap kedua, yaitu adanya refleks saraf (disebut refleks
mikturisi) yang akan mengosongkan vesika urinaria atau, jika gagal, setidaknya akan
menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Meskipun refleks mikturisi adalah
refleks medula spinalis yang bersifat autonom, refleks ini dapat dihambat atau
difasilitasi oleh pusat-pusat di korteks serebri atau batang otak.
Seiring dengan pengisian kandung kemih, mulai tampak peningkatan kontraksi
mikturisi, seperti yang di tunjukkan oleh bentuk runcing terputus-putus. Kontraksi ini
dihasilkan dari refleks regang yang dipicu oleh reseptor regang sensorik di dalam
dinding kandung kemih, terutama oleh reseptor di uretra posterior ketika area ini
mulai terisi dengan urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal

8
sensorik dari reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke segmen sakralin dari
medulla spinalis melalui saraf pelvis, dan kemudian di kembalikan secara refleks ke
kandung kemih melalui serabut saraf parasimpatis dengan menggunakan persarafan
yang sama.
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi mikturisi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti
berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar. Ketika kandung kemih terus
terisi, refleks mikturisi menjadi semakin sering dan menyebabkan kontraksi otot
detrusor yang lebih kuat.
Sekali refleks mikturisi dimulai, refleks ini bersifat regenerasi sendiri. Yang
artinya, kontraksi awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor regang yang
menyebabkan peningkatan impuls sensorik yang lebih banyak ke kandung kemih dan
uretra posterior, sehingga menyebabkan peningkatan refleks kontraksi kandung
kemih selanjutnya ; jadi, siklus ini berulang terus menerus sampai kanung kemih
mencapai derajat kintraksi yang cukup kuat. Kemudian setelah beberapa detik sampai
lebih dari semenit refleks yang beregenerasi sendiri ini mulai kelelahan dan siklus
regenerative pada refleks mikturiri menjai terhenti, memungkinkan kandung kemih
berelaksasi.
Jadi, refleks mikturisi merupakan sebuah siklus yang lengkap yang terdiri dari (1)
kenaikan tekanan secara cepat dan progresif, (2) periode tekanan menetap, dan (3)
kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal. Bila refleks mikturisi yang
telah terjadi tiak mampu mengosongkan kanung kemih, elemen persarafan pada
refleks ini biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit
hingga 1 jam atau lebih, sebelum terjadi refleks mikturisi yang semakin sering dan
semakin kuat.
Bila refleks mikturisi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan
melalui saraf pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini
lebih kuat di dalam otak dari paa sinyal konstriktor volunteer ke sfingter eksterna,
maka akan terjadi pengeluaran urin. Jika tidak, pengeluaran urin tidak akan terjadi
hingga kandung kemih terus terisi dan refleks mikturisi menjadi lebih kuat lagi.

9
3) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan di skenario?

Tabel 2.1: Interpretasi Hasil Pemeriksaan

No Pemeriksaan Interpretasi
.
1 Pemeriksaan fisik:
HR 122/m Normal
T 37.9C Subfebris
RR 20/m kuat angkat Normal
2 Regio simfisis:
distensi minimal Akibat adanya penumpukan urine di vesika urinaria
perkusi redup (+), Akibat adanya penumpukan urine di vesika urinaria
3 region urogenital:
tampak preputium penis Normal pada unsirkumsisi; Fimosis (jika tidak bisa
menutupi penis diretraksi)
hiperemis (+) Tanda-tanda inflamasi
pancaran BAK lemah Akibat fimosis, sebagian MUE tertutup oleh
preputium sehingga pancaran BAK lemah.
massa (-) Tidak terdapat massa di daerah urogenital

4) Apa saja diagnosis banding kasus di skenario?


a) Fimosis
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) sampai
ke korfona glandis. Fimosis umumnya dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir
karena terdapat adesi alamiah anatra prepusium dengan glans penis. Hingga usia
4-3 tahun, pertumbuhan dan perkembangan serta debris yang di hasilkan oleh
epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan
memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala
membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi
retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat 3 tahun, 90% prepusium sudah
dapat direteksi.

10
Gambar 4: Fimosis

Fimosis dibagi menjadi fimosis fisiologi dan fimosis patologis. Fimosis


fisiologi terjadi karena perlekatan antara lapisan epitel preputium bagian dalam
dengan glans penis. Perlekatan ini secara spontan dapat disembuhkan dengan
retraksi preputium dan ereksi. Dengan berjalannya usia, hormon dan faktor
pertumbuhan akan menyebabkan proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapisan bagian dalam preputium sehingga kulit
preputium terpisah dari glans penis. Fimosis patologis terjadi karena kebersihan
yang buruk sehingga memicu balanitis yang menyebabkan jaringan parut pada
lubang preputium, hal inilah yang akan menyebabkan fimosis patologis. Retraksi
yang kuat dapat memicu microtears pada lubang preputium yang juga dapat
memicu munculnya jaringan parut dan berujung pada fimosis.
Pasien dengan phimosis fisiologis dan patologis, berisiko menjadi
parapimosis ketika preputium dipaksa untuk retraksi atau pasien lupa untuk
mengembalikan preputium ke posisi semula setelah retraksi.
Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit BAK, pancaran urin
mengecil, menggelembungnya ujung penis saat miksi, dan menimbulkan retensi
urin. Kebersihan yang kurang dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada
prepusium dan/atau glans penis.
b) Parafimosis
Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium penis yang diretraksi sampai di
sulkus koronarius tidak dapat direposisi dan timbul jeratan pada penis di belakang
sulkus koronarius. Parafimosis jarang terjadi dibandingkan fimosis. Parafimosis

11
dapat terjadi karena prepusium yang diretraksi paksa pada anak yang sebelumnya
mengalami fimosis. Selain itu prafimosis juga bisa terjadi karena prepusium yang
sudah diretraksi lupa direposisi.

Gambar 5: Parafimosis

Jeratan pada penis dapat menyebabkan gangguan aliran balik vena superfisial,
hal ini menyebabkan edema pada glans penis dan nyeri. Jika terus dibiarkan dapat
menyebabkan terjadinya nekrosis.
c) Balanopostitis
Balanopostitis adalah peradangan pada glans (balanitis) dan preputium penis
(postitis). Laki-laki yang tidak disunat dengan higiene yang buruk paling
terpengaruh oleh balanitis. Kurangnya aerasi dan iritasi akibat penumpukan
smegma menyebabkan peradangan dan edema. Meskipun jarang, komplikasi
balanitis termasuk phimosis dan selulitis. Stenosis meatus dengan retensi urin
mungkin jarang menyertai balanitis.
Balanitis menyerang sekitar 3-11% dari laki-laki. Balanitis dapat terjadi pada
laki-laki pada usia berapa pun. Etiologi bervariasi tergantung pada usia. Higiene
yang kurang sering kali menjadi factor yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya balanopostitis pada anak. Balano postitis berulang dapat meningkatkan
risiko terjadinya fimosis akibat adanya perlekatan antara preputium dengan glans.

5) Bagaimana penatalaksanaan kasus di skenario?


Pada kasus diatas diduga mengalami fimosis. Fimosis fisiologis yang umumnya
terjadi pada bayi baru lahir jika orang tua mengeluhkan terjadinya fimosis pada
anaknya maka dapat dijelaskan bahwa seiring dengan pertumbuhan dan

12
perkembangan fimosis akan menghilang. Jika terjadi fimosis pada anak yang berusia
lebih dari 3 tahun tanpa ada tanda-tanda peradangan, maka dianjurkan untuk
melakukan sirkumsisi. Jika terdapat fimosis dengan tanda-tanda peradangan, maka
peradangan tersebut harus disembuhkan terlebih dahulu kemudia dilakukan
sirkumsisi. Anak yang menderita fimosis dan mengalami keluhan saat miksi
merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kasus di skenario, pasien diduga
mengalami fimosis. Perlu dilakukan pemeriksaan lain untuk memastikan diagnosis.
Fimosis adalah preputium yang tidak bisa diretraksi. Kelainan ini umunya terjadi
pada bayi baru lahir, dan akan menghilang seiring perkembangan dan pertumbuhan.
Fimosis dapat terjadi karena retraksi paksa yang menimbulkan luka dan terbentuknya
jaringan parut. Selain itu fimosis dapat terjadi karena infeksi berulang pada preputium
maupun glans penis. Jika fimosis dibiarkan dapat menimbulkan keluhan miksi. Pada
pasien dengan fimosis tidak dianjurkan untuk diretraksi secara paksa karena dapat
meningkatkan risiko menjadi parafimosis. Pasien dengan fimosis dianjurkan untuk
disirkumsisi, namun jika fimosis disertai adanya tanda-tanda radang, maka
peradangan harus disembuhkan terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, B. Purnomo. 2012. Dasar Dasar Urologi Edisi Ke-3. Jakarta: Sagung Seto
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Hina, Ghory, et al. 2016. Phimosis and Paraphimosis.
http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview diakses tanggal 04
April 2017
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. 2012. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

13
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

14

Anda mungkin juga menyukai