Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGANGGURAN

Pengaruh Banyaknya Pengangguran Terhadap


Perekonomian Di Madiun

Disusun Oleh:
Nama : Yasheive Saadi
Kata Pengantar

Hingga saat ini, masalah pengangguran di Indonesia sepertinya tidak


pernah terselesaikan secara tuntas. Kondisinya diperparah dengan persoalan
ekonomi yang juga tidak kunjungselesai setelah sangat terpuruk di akhir abad dua
puluh yang lalu. Permasalahan lain, berkaitan dengan kualitas sumber daya
manausia dari para penganggur sendiri, misalnya dari aspek tingkat pendidikan
yang masih belum begitu bagus. Jika pun penganggur berkualifikasi pendidikan
tinggi, sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas.
Bukan rahasia lagi, banyak mereka yang bekerja pada posisi yang
sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan rendah atau menengah.
Keadaan seperti ini memunculkan fenomena mismatch, yaitu angkatan kerja yang
bekerja pada posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya. 
Selain karena sulitnya lapangan pekerjaan, persoalan pengangguran
dihadapkan pula pada bermunculannya para penganggur baru, yaitu orang-orang
yang baru lulus mengikuti pendidikan, kemudian meramaikan pasar kerja. Dalam
kondisi penganggur lama, yaitu mereka yang pernah bekerja tetapi masih mencari
pekerjaan belum tertangani, maka kedatangan penganggur baru di pasar kerja
turut menambah rumitnya persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.

Penulis,
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1Latar Belakang Masalah 1
1.2Rumusan Masalah 2
1.3Tujuan Penulisan 3
1.4Sistematis Penulisan 3
1.5Manfaat Penelitian 3

BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pengertian (definisi) Masalah pengangguran 4-5 
2.2 Masalah Pengangguran di kota Madiun 6
2.3 Tingkat Pengangguran di kota Madiun 6-7
2.4 Dampak Pengangguran bagi kota Madiun 8

BAB III PENUTUP 10


3.1 Kesimpulan 10
3.2 Solusi Masalah Pengangguran 11-12
3.3 Kritik dan Saran 12
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masalah kependidikan yang serius dihadapi oleh kota berkembang pada
umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga
pendidik, fasilitas, dan lapangan pekerjaan. Membidik masalah yang terakhir,
dengan tidak bermaksud mengecilkan arti ketiga masalah lainnya, memiliki greget
yang lain. Kekurangtersediaan lapangan pekerjaan akan berimbas pada
kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam perspektif masyarakat.
Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana
untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada.
Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa
pendidikan, adalah teraihnya lapangan kerja yang diaharpkan. Atau setidak-
tidaknya, setelah lulus dapat bekerja di sektor formal yang memiliki nilai "gengsi"
yang lebih tinggi di banding sektor informal.
Dengan demikian, keterbatasan lapangan pekerjaan sehingga berpotensi
untuk tidak dapat tertampungnya lulusan program pendidikan di lapangan kerja,
secara linear berpotensi menggugat eksistensi dan urgensi pendidikan dalam
perspektif masyarakat. Masyarakat akan kehilangan kepercayaan secara signifikan
terhadap eksistensi lembaga pendidikan.
Lapangan pekerjaan merupakan indikator penting tingkat kesejahteraan
masyarakat dan sekaligus menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan
"pendidikan". Maka merembaknya isyu pengangguran terdidik menjadi sinyal
yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara
berkembang pada umumnya, khususnya juga di Indonesia. 

1.2 Rumusan Masalah


Seperti yang telah di uraikan pada latar belakang masalah dapat membuat
rumusan masalah yaitu :
1.Apa pengertian dari Pengangguran 
2.Apa yang menjadi masalah pengangguran di kota Madiun
3.Bagaimana keadaan pengangguran di kota Madiun
4.Apa dampak dari pengangguran bagi kota Madiun
5.Sajian data pengangguran di kota Madiun

1.3 TUJUAN PENULISAN 


Dapat di ketahui tujuan penulis makalah ini.
1.Untuk mengetahui pengertian ( Definisi )
2.Untuk mengetahui apa yang menjadi masalah pengangguran di kota Madiun
3.Untuk mengetahui keadaan pengangguran di kota Madiun
4.Untuk mengetahui akibat yang timbul dari pengangguran 
5.Untuk mengetahui data-data tentang pengangguran di kota Madiun

1.4 SISTEMATIKA PENULISA


BAB 1 PENDAHULUAN
Dapat di jelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan
sistematika penlisan.
BAB 2 PEMBAHASAN
Pada bab ini di temukan pembahasan yang terdiri dari : pengertian pengangguran ,
masalah , pengangguran keadaan, dampak pengangguran, data-data
pengangguran.
BAB 3 PENUTUP
Diakhir memuat kesimpulan dan solusi masalah pengangguran.

1.5 MANFAAT PENULISAN


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.Penulis
Karena dengan tugas ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi si
penulis mengenai kemiskinan. 
2.Masyarakat 
Masyarakat juga dapat mengetahui penyebab apa saja yang menimbulkan
kemiskinan serta masyarakat juga dapat berindak langsung dalam upaya
pengentasan kemiskinan
3.Rekan-rekan Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk yang ingin mengetahui lebih
dalam mengenai Masalah Kemiskinan. hasil penelitian ini juga dapat
dimanfaatkan dan dijadikan salah satu bahan masukan ataupun bahan
pertimabngan dalam kegiatan penelitian selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian 
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai
64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang
yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa
sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena
sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.

Jenis & Macam Pengangguran


1. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara
yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara
pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.

2. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment


Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang
mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang
ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu
daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang
memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.

3. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment


Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya
fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus
nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukan jualan
duren yang menanti musim durian.
4. Pengangguran Siklikal 
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat
imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih
rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran juga dapat dibedakan atas pengangguran sukarela
(voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment).
Pengangguran suka rela adalah pengangguran yang menganggur untuk
sementara waktu karna ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik.
Sedangkan pengangguran duka lara adalah pengengguran yang menganggur
karena sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan
kerja.

2.2 Masalah pengangguran di kota Madiun


Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi
pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita
menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara
kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab,
rendahnya taraf hidup di kota-kota berkembang adalah terbatasnya penyerapan
sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan kota-
kota maju.
Pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh kota-kota berkembang
relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di kota-kota maju karena buruknya
efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam 
maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan 
sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat 
pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak.
Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang 
sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan 
pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari Depnaker pada tahun 1997 jumlah 
pengangguran terbuka saja sudah mencapai sekitar 10%.
2.3. TINGKAT PENGANGGURAN
1. Tingkat Pengangguran Menurut Umur
Tingkat pengangguran yang dimaksud pada tulisan ini
adalah tingkat pengangguran terbuka atau open unemployment
rate. Ukuran ini merupakan salah satu tolok ukur ketenagakerjaan
yang banyak digunakan untuk melihat sampai seberapa
jauh penawaran tenaga keja, serta bagaimana permintaan akan
kesempatan kerja.
Diperoleh dengan cara menghitung jumlah absolut angkatan kerja yang
menganggur, baik mereka yang baru lulus sekolah dan pertama kali mencari
pekerjaan, maupun yang sudah pernah bekerja tetapi sedang mencari kembali
pekerjaan, dibagi dengan total angkatan kerja dikalikan seratus. Jika tingkat
pengangguran 10 persen, berarti ada 10 orang penganggur dari setiap 100 orang
angkatan kerja.memperlihatkan pola tingkat pengangguran yang sangat umum,
yaitu memiliki persentase yang tinggi pada kelompok umur muda (15-19 tahun),
kemudian menurun tajam hingga usia 30-34 tahun. Pada umur-umur tua, relatif
stabil rendah, untuk kemudian meningkat lagi pada kelompok usia non produktif,
karena mungkin masih banyak yang pension tapi masih mencari pekerjaan.

2.Tingkat Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan


Tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan yang
ditamatkan lebih menarik untuk di bahas. Pada umumnya tingkat pengangguran di
pedesaan lebih rendah dari perkotaan, namun pada tingkat SLTP angkanya
sedikit lebih tinggi di pedesaan, dan pada klasifikasi SLTA angkanya hampir
sama. Kemungkinan penyebab ini adalah banyaknya lulusan SLTP yang tidak
mampu melanjutkan pendidikan ke SLTA, tetapi langsung mencari kerja.
Baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan, tingkat pengangguran yang paling
tinggi adalah pada jenjang SLTA.
Kondisi ini belum banyak berubah sejak beberapa decade terakhir Hal ini
dapat dibuktikan dengan mengkaji ulang
beberapa tulisan yang membahas mengenai pengangguran seperti Effendi (1993)
yang memakai data SUPAS 1985, pembahasan yang berasal dari data sensus
penduduk 1990 serna Sakernas 1996 oleh Tjiptoherijanto dan Soemitro (1998),
serta analisis Setiawan (2002) terhadap angkatan kerja dan pengangguran, yang
didasarkan pada data ketenagakerjaan hasil Sakernas 2001.

2.4 DAMPAK PENGANGGURAN BAGI KOTA MADIUN


Kecenderungan pengangguran terdidik di kota Madiun semakin meningkat
namun upaya perluasan kesempatan pendidikan dari pendidikan menengah sampai
pendidikan tinggi tidak boleh berhenti. Akan tetapi pemerataan pendidikan itu
harus dilakukan tanpa mengabaikan mutu pendidikan itu sendiri. 
Karena itu maka salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah sulitnya
memberikan pendidikan yang benar-benar dapat memupuk profesionalisme
seseorang dalam berkarier atau bekerja. Saat ini pendidikan kita terlalu
menekankan pada segi teori dan bukannya praktek. 
Pendidikan seringkali disampaikan dalam bentuk yang monoton sehingga
membuat para siswa menjadi bosan., pendidikkan dalam wujud praktek lebih
diberikan dalam porsi yang lebih besar. Di sanapun, cara pembelajaran dan
pemberian pendidikkan diberikan dalam wujud yang lebih menarik dan kreatif. 
Tingginya angka inflasi karena tidak seimbangnya antara permintaan dan 
penawaran barang dan jasa. Ini membuktikan tingginya laju inflasi di negara kita
lebih banyak dipengaruhi sektor riil, bukan sektor moneter. Jika kita mengambil
kesimpulan mengenai masalah inflasi di Indonesia bahwa ternyata laju inflasi
tidak semata ditentukan faktor moneter, tapi juga faktor fisik. Ada empat faktor
yang menentukan tingkat inflasi, tingkat inflasi ditentukan faktor fisik prasarana.
Melonjaknya inflasipun karena dipicu oleh kebijakan pemerintah yang menarik
subisidi sehingga harga listrik dan BBM meningkat. Kenaikan BBM ini telah
menggenjot tingkat inflasi bulan Juni 2001 menjadi 1,67 persen. Dampak ini
masih terasa sampai bulan Juli 2001 yang akan memberikan sumbangan inflasi
antara 0,3-1 persen. Efek domino yang ditimbulkan pun masih menjadi pemicu
kenaikan harga lainnya. Diperkirakan inflasi tahun ini. 
BAB III
PENUTUP

3.1 kesimpulan
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan
kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari
kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi
pasar kerja bagi para pencari kerja. 
Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi
kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945
dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan
penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional. 
Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro
(khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran,
antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat
suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank
Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat
kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan
pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran
harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya. 
Selain itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat
dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama, pengembangan mindset dan wawasan
penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya
memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan
mengembangkan secara optimal.
Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya
yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas
transportasi dan komunikasi. Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang
dapat menjamin kehidupan penganggur. 
Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu
banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal
Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi
masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Kelima, mengaitkan secara
erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan
lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat.
Kita. Diharapkan ke depannya di kota Madiun kebijakan ketenagakerjaan dapat
diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi
pengangguran.

3.2 SOLUSI MASALAH PENGANGGURAN DI KOTA MADIUN


Sekitar 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta
setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus
dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta
penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia. Penganggur
itu berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial,
politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan
yang luar biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian,
energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak
mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan
lainnya harus disubsidi setiap harinya. Bekerja berarti memiliki produksi.
Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih baik dibandingkan jika tidak
memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan bagaimanapun
kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan
berbagai upaya. 
Sering berbagai pihak menyatakan persoalan pengangguran itu adalah
persoalan muara. Berbicara mengenai pengangguran banyak aspek dan teori
disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara
konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara.
Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh
sebagai berikut. 
Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi
kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945
dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan
penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.
Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro
(khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran,
antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat
suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank
Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. 
Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya
dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga
pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam
keputusannya dan pelaksanaannya.

3.3 Kritik dan saran 


Demikianlah makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita bersama.
Ibarat ”tak ada gading yang tak retak”, tentunya makalah ini jauh dari
kesempurnaan maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat dih
DAFTAR PUSTAKA

http://www.andisite.com, 2007
http://www.datastatistik-indonesia.com, 2007
http://www.dephan.go.id, 2007
http://www.google.co.id, 2007
http://id.wikipedia.co.id, 2007
http://www.instruments.worldpress.com, 2007
http://www.suarapembaruan.com, 2007
http://www.tempointeraktif.com, 2007

Anda mungkin juga menyukai