Anda di halaman 1dari 47

PENDAHULUAN

Asuhan keperawatan merupakan titik sentral dalam pelayanan keperawatan, oleh karena
itu manajemen asuhan keperawatan yang benar akan meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan.
Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi
secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen asuhan keperawatan
yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam manajemen tersebut adalah
bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai pendekatan model
asuhan keperawatan yang diberikan.
Penetapan dan keberhasilan model pemberian asuhan keperawatan yang digunakan di
suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bagaimana
pemahaman perawat tentang model-model asuhan keperawatan tersebut.
Dalam makalah ini akan dijelaskan 6 model dalam asuhan keperawatan yang telah
dikenal dan sering digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan sebagai berikut.

A. MODEL KASUS
Model Kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan. Sampai
Perang Dunia kedua model tersebut merupakan model pemberian asuhan keperawatan yang
paling banyak digunakan. Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan
kepada seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah pasien yang dirawat oleh
satu perawat sangat tergantung kepada kemampuan perawat dan kompleksnya masalah dan
pemenuhan kebutuhan pasien.
Dalam Model Kasus perawat mampu memberikan asuhan keperawatan yang mencakup
seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan pasien. Pada model ini perawat memberikan asuhan
keperawatan kepada seorang pasien secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang harus
dilakukan terhadap pasien dengan baik, sehingga pasien merasa puas dan merasakan lebih aman
karena mengetahui perawat yang bertanggung jawab atas dirinya. Dengan model ini menuntut
seluruh tenaga keperawatan mempunyai kualitas profesional dan membutuhkan jumlah tenaga
keperawatan yang banyak.
Model ini sangat sesuai digunakan di ruangan rawat khusus seperti ruang perawatan
intensif, misalnya ruang ICCU, ICU, HCU, Haemodialisa dan sebagainya.
B. MODEL FUNGSIONAL
Model Fungsional dikembangakan setelah perang dunia kedua, dimana jumlah
pendidikan keperawatan meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit dari berbagai jenis
program pendidikan keperawatan. Agar pemanfaatan yang bervariasi tenaga keperawatan
tersebut dapat dimaksimalisari, maka memunculkan ide untuk mengembangkan model
fungsional dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Pada model fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada penyelesaian
tugas dan prosedur keperawatan. Setiap perawat diberikan satu atau beberapa tugas untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Seorang perawat mungkin
bertanggung jaawb dalam pemberian obat, mengganti balutan, monitor infus dan sebagainya.
Prioritas utama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik sesuai dengan kebutuhan
pasien dan kurang menekankan kepada pemenuhan kebutuhan pasien secara holistik, sehingga
dalam penerapannya kualitas asuhan keperawatan sering terabaikan, karena pemberian asuhan
yang terfragmentasi. Komunikasi antara perawat sangat terbatas, sehingga tidak ada satu
perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin Kepala
Ruangan. Hal ini sering menyebabkan klien kurang puas dengan pelayanan asuhan keperawatan
yang diberikan, karena seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang
ditanyakan, dan kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
Kepala Ruangan bertanggung jawab untuk mengarahkan dan mensupervisi. Komunikasi
antar staf sangat terbatas dalam membahas masalah pasien. Perawat terkadang tidak mempunyai
waktu untuk berdiskusi dengan pasien atau mengobservasi reaksi obat yang diberikan maupun
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang diberikan.
Pada model ini Kepala Ruangan menentukan apa yang menjadi tugas setiap perawat
dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada Kepala
Ruangan. Dan Kepala Ruangan lah yang bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien.
Dalam model fungsional ini koordinasi antar perawat sangat kurang sehingga seringkali
pasien harus mengulang berbagai pertanyaan atau permintaan kepada semua petugas yang datang
kepadanya, dan Kepala Ruanganlah yang memikirkan setiap kebutuhan pasien secara
komprehensif. Informasi yang disampaikan bersifat verbal, yang seringkali terlupakan karena
tidak didokumentasikan dan tidak diketahui oleh staf lain yang memberikan asuhan keperawatan.
Dengan menggungkan model ini Kepala Ruangan kurang mempunyai waktu untuk
membantu stafnya untuk mempelajari cara yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan pasien atau
dalam mengevaluasi kondisi pasien dan hasil asuhan keperawatan, kecuali terjadi perubahan
yang sangat mencolok. Dan orientasi model ini hanya pada penyelesaian tugas, bukan kualitas,
sehingga pendekatan secara holistik sukar dicapai.
Model fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf
sedikit, namun pasien selalu tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan.

C. MODEL TIM
Setelah bertahun-tahun menggunakan Model Fungsional, beberapa pimpinan
keperawatan (nursing leader) mulai mempertanyakan keefektifan model tersebt dalam
pemberian asuhan keperawatan profesional. Oleh karena adanya berbagai jenis tenaga dalam
keperawatan, diperlukan adanya supervisi yang adekuat, maka pada tahun 1950 dikembangkan
Model Tim dalam pelayanan asuhan keperawatan.
Model Tim merupakan suatu model pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat professional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984).
Konsep model ini didasarkan kepada falsafah bawah sekelompok tenaga keperawatan
bekerja secara bersama-sama secara terkoordinasi dan kooperatif sehingga dapat berfungsi secara
menyeluruh dalam memberikan asuhan keperawatan kepada setiap pasien.
Model Tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai
kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi
dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim merasakan kepuasan
karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan
keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling komplementer menjadi satu
kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta timbul rasa kebersamaan
dalam setiap upaya pemberian asuhan keperawatan, sehingga dapat menghasilkan sikap moral
yang tinggi.
Pada dasarnya di dalam Model Tim menurut Kron & Gray (1987) terkandung dua konsep
utama yang harus ada, yaitu:
1. Kepemimpinan

Kemampuan ini harus dipunyai oleh Ketua Tim, yaitu perawat profesional (Registered
Nurse) yang ditunjuk oleh Kepala Ruangan untuk bertanggung jawab terhadap
sekelompok pasien dalam merencanakan asuhan keperawatan, merencanakan penugasan
kepada anggota tim, melakukan supervisi dan evaluasi pelayanan keperawatan yang
diberikan.

1. Komunikasi yang efektif

Proses ini harus dilaksanakan untuk memastikan adanya kesinambungan asuhan


keperawatan yang diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien secara individual
dan membantunya dalam mengatasi masalah. Proses komunikasi harus dilakukan secara
terbuka dan aktif melalui laporan, pre atau post conference atau pembahasan dalam
penugasan, pembahasan dalam merencanakan dan menuliskan asuhan keperawatan dan
mengevaluasi hasil yang telah dicapai.

Pengajaran dan bimbingan secara insidental perlu dilakukan yang merupakan bagian dari
tanggung jawab Ketua Tim dalam pembinaan anggotanya. Dalam model ini Ketua Tim
menetapkan anggota tim yang terbaik untuk merawat setiap pasien. Dengan cara ini Ketua Tim
membantu semua anggota tim untuk belajar apa yang terbaik untuk pasien yang dirawatnya
berdasarkan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pasien.
Dalam pelaksanaan model ini, Ketua Tim dapat memperoleh pengalaman praktek
melakukan kepemimpinan yang demokratik dalam mengarahkan dan membina anggotanya.
Pimpinan juga akan belajar bagaimana mempertahankan hubungan antar manusia dengan baik
dan bagaimana mengkoordinasikan berbagai kegiatan yang dilakukan dengan beberapa anggota
tim secara bersama-sama. Untuk mencapai kepemimpinan yang efektif setiap anggota tim harus
mengetahui prinsip dasar administrasi, supervisi, bimbingan dan tehnik mengajar agar dapat
dilakukannya dalam bekerjasama dengan anggota tim. Ketua Tim juga harus mampu
mengimplementasikan prinsip dasar kepemimpinan.

Tanggung Jawab Kepala Ruangan, Ketua Tim dan Anggota Tim


1. Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Model Tim akan berhasil baik bila didukung oleh Kepala Ruangan, yang berperan sebagai
menejer di ruangan tersebut, yang bertanggung jawab dalam:
Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan keperawatan.
Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan.
Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang fungsi model tim dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan.
Menjadi nara sumber bagi ketua tim
Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

2. Tanggung Jawab Ketua Tim


Mengkaji setiap pasien dan menetapkan rencana keperawatan.
Mengkoordinasi rencana keperawatan dengan tindakan medik.
Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan memberikan
bimbingan melaui pre atau post conference.
Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta
mendokumentasikannya.

3. Tanggung Jawab Anggota Tim


Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun.
Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan berdasarkan
respon pasien.
Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan.
Menghargai bantuan dan bimbingan dari ketua tim.
Pelaksanaan model tim tidak dibatasi oleh suatu pedoman yang kaku. Model tim dapat
diimplementasikan pada tugas pagi, sore, dan malam. Apakah terdapat 2 atau 3 tim tergantung
pada jumlah dan kebutuhan serta jumlah dan kualitas tenaga keperawatan. Umumnya satu tim
terdiri dari 3-5 orang tenaga keperawatan untuk 10-20 pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984),
menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar merupakan model asuhan
kperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini berarti bahwa model tim
dilaksanakan dengan tepat pada kondisi dimana kemampuan tenaga keperawatan bervariasi.
Kegagalan penerapan model ini, jika penerapan konsep tidak dilaksanakan secara
menyeluruh/ total dan tidak dilakukan pre atau post conference dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan untuk pemecahan masalah yang dihadapi pasien dalam penentuan strategi
pemenuhan kebutuhan pasien.
Diagram Model Tim adalah seperti berikut ini.

D. MODEL PRIMER
Dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan dn berbagai ilmu dalam bidang kesehatan,
serta meningkatknya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan yang bermutu tinggi,
dengan didasarkan bahwa pemberian asuhan keperawatan model tim masih mempunyai beberapa
kekurangan, maka berdasarkan studi, para pakar keperawatan mengembangkan model
pemberian asuhan keperawatan yang terbaru yaitu Model Primer (Primary Nursing). Dan
perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan disebut sebagai Primary Nurse.
Tujuan dari Model Primer adalah terdapatnya kontinuitas keperawatan yang dilakukan
secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Penugasan yang diberikan kepada
Primary Nurse atas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang
didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan
kemampuan Primary Nurse. Setiap primary nurse mempunyai 4-6 pasien dan bertanggung
jawab selama 24 jam selama pasien dirawat. Primary Nurse akan melakukan pengkajian secara
komprehensif dan merencanakan asuhan keperawatan. Selama bertugas ia akan melakukan
berbagai kegiatan sesuai dengan masalah dan kebutuhan pasien.
Demikian pula pasien, keluarga, staff medik dan staf keperawatan akan mengetahui
bahwa pasien tertentu merupakan tanggung jawab primary nurse tertentu. Dia bertanggung
jawab untuk mengadakan komunikasi dan koordinasi dalam merencanakan asuhan keperawatan
dan dia juga akan merencanakan pemulangan pasien atau rujukan bila diperlukan.
Jika primary nurse tidak bertugas, kelanjutan asuhan keperawatan didelegasikan kepada
perawat lain yang disebut associate nurse. Primary nurse bertanggung jawab terhadap asuhan
keperawatan yang diterima pasien dan menginformasikan tentang keadaan pasien kepada Kepala
Ruangan, dokter dan staf keperawatan lainnya. Kepala Ruangan tidak perlu mengecek satu
persatu pasien, tetapi dapat mengevaluasi secara menyeluruh tentang aktivitas pelayanan yang
diberikan kepada semua pasien.
Seorang primary nurse bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan tetapi juga mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja
sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat, membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan
kunjungan rumah dan sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Primary Nurse berperan
sebagai advokat pasien terhadap birokrasi rumah sakit.
Kepuasan yang dirasakan pasien dalam model primer adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena pasien terpenuhi kebutuhannya secara individual dengan asuhan
keperawatan yang bermutu dan tercapainya pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi. Kepuasan yang dirasakan oleh Primary Nurse
adalah tercapainya hasil berupa kemampuan yang tinggi terletak pada kemampuan supervisi.
Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan model primer ini, karena senantiasa informasi
tentang kondisi pasien selalu mutakhir dan laporan pasien komprehensif, sedangkan pada model
Fungsional dan Tim informasi diperoleh dari beberapa perawat. Untuk pihak rumah sakit
keuntungan yang dapat diperoleh adalah rumah sakit tidak perlu mempekerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan, tetapi tenaga yang ada harus berkualitas tinggi.
Dalam menetapkan seorang menjadi Primary Nurse perlu berhati-hati karena
memerlukan beberapa kriteria, diantaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta
mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya
perawat yang ditunjuk sebagai primary nurse adalah seorang Clinical Specialist yang
mempunyai kualifikasi Master.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa Model Primer dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan bila dibandingkan dengan Model Tim, karena:
1. Hanya satu perawat yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam perencanaan dan
koordinasi asuhan keperawatan.
2. Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 pasien bila dibandingkan dengan 10-20 orang
pada setiap tim.
3. Perawat Primer bertanggung jawab selama 24 jam.
4. Rencana pulang pasien dapat diberikan lebih awal.
5. Rencana keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

E. MODEL MODULAR
Pengembangan model modular merupakan pengembangan dari primary nursing yang
digunakan dalam keperawatan dengan melibatkan tenaga professional dan non professional.
Model modular mirip dengan model keperawatan tim, karena tenaga profesional dan non
profesional bekerjasama dalam memberikan asuhan keperawatan kepada beberapa pasien dengan
arahan kepemimpinan perawat profesional.
Model modular mirip juga dengan model primer, karena tiap 2-3 perawat bertanggung
jawab terhadap asuhan beberapa pasien sesuai dengan beban kasus, sejak pasien masuk, pulang
dan setelah pulang serta asuhan lanjutan kembali ke rumah sakit. Agar model ini efektif maka
Kepala Ruangan secara seksama menyusun tenaga profesional dan non profesionaln serta
bertanggung jawab supaya kedua tenaga tersebut saling mengisi dalam kemampuan, kepribadian,
terutama kepemimpinan. Dalam menerapkan model modular, 2-3 tenaga keperawatan bisa
bekerjasama dalam tim, serta diberi tanggung jawab penuh untuk mengelola 8-12 kasus. Seperti
pada model primer, tugas tim keperawatan ini harus tersedia juga selama tugas gilir (shift) sore-
malam dan pada hari-hari libur, namun tanggung jawab terbesar dipegang oleh perawat
profesional. Perawat profesional bertanggung jawab untuk membimbing dan mendidik perawat
non profesional dalam memberikan asuhan keperawatan. Konsekuensinya peran perawat
profesional dalam model modular ini lebih sulit dibandingkan dengan perawat primer. Model
modular merupakan gabungan dari model tim dan primary model.
F. MODEL MANAJEMEN KASUS
Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing. Dalam
model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk penyelesaian
kasus keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.
Tujuan dari manajemen kasus adalah:
1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar.
2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin.
3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.
4. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya.
5. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.
6. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan

Kerangka kerja dari model Manajemen Kasus adalah:


1. Pasien masuk melalui agency kesehatan, manager mempunyai kewenangan dan tanggung
jawab dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan
pasien itu berasal dari unit mana.
2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:
a. Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari masing-masing
profesi kesehatan.
b. Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada target
waktunya.
3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu pada tujuan asuhan
keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari manajemen kasus ini tergantung
dari karakteristik tatanan asuhan keperawatan.
BAB I

Pendahuluan

1. Latar belakang

Seorang petugas kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan

penduduk di suatu daerah. Daerah tanggung jawabnya bias hanya satu desa atau satu daerah

distrik. Kesulitan pelayanan kesehatan yang harus di atasi selalu ada dan tidak tergantung besar

kecilnya daerah yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam bagian IV ini akan di bicarakan praktek pelayanan kesehatan masyarakat yang secara

garis besar telah di bicarakan pada bagian I,II, dan III. Petugas kesehatan yang telah di beri tugas

mengatur kegiatan pelayanan lebih dulu melakukan pendekatan kepada penduduk untuk

merencanakan dan memprakarsai program kesehatan. Sebelum membicarakan soal mengatur

kegiatan pelayanan kesehatan harus di pertimbangkan secara terinci :

bagaimana mengelolah pelayanan kesehatan primer dalam masyarakat, dan


Bagaimana meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan dengan cara mengembangkan

program, agar penduduk dapat menolong dirinya sendiri.

Metode Keperawatan Primer

Metode ini pertama kali diperkenalkan di Inggris oleh Lydia Hall (1963) ini merupakan sistem

dimana seorang perawat bertanggung jawab selama 24 Jam sehari, 7 hari per minggu,ini

merupakan metode yang memberikan perawatan secara komprehensif, individual dan konsisten.

Metode keperawatan primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan

manajemen. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan

pasien, mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan


mengevaluasi keefektivitasan perawatan. Sementara perawat yang lain menjalankan tindakan

keperawatan, perawat primer mengkoordinasi perawatan dan menginformasikan tentang

kesehatan pasien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Keperawatan Primer melibatkan

semua aspek peran profesional, termasuk pendidikan kesehatan, advokasi, pembuatan keputusan,

dan kesinambungan perawatan. Perawat primer merupakan manager garis terdepan bagi

perawatan pasien dengan segala akuntabilatas dan tanggung jawab yang menyertainya.

Adalah pemberian askep yang ditandai dengan keterikatan kuat dan terus menerus antara pasien

dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan askep

selama pasien dirawat.

Tugas perawat primer adalah :

- Menerima pasien

- Mengkaji kebutuhan

- Membuat tujuan, rencana, pelaksanaan dan evaluasi.

- Mengkoordinasi pelayanan

- Menerima dan menyesuaikan rencana

- menyiapkan penyuluhan pulang

Konsep dasar :

1. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat

2. Ada otonomi

3. Ada keterlibatan pasien dan keluarganya

Ketenagaan :

1. Setiap perawat primer adalah perawat bed. side.

2. Beban kasus pasien maksimal 6 pasien untuk 1 perawat


3. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.

4. Perawat profesional sebagai primer d.an perawat non profesional sebagai asisten.

Kepala bangsal :

1. Sebagai konsultan dan pengendali mtu perawat primer

2. Orientasi dan merencanaka karyawan baru.

3. Menyusun jadwal dinas

4. Memberi penugasan pada perawat asisten.

Kelebihan dari metode perawat primer ini adalah :

- Mendorong kemandirian perawat.

- Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat

- Berkomunikasl !angsung denga! Dokter

- Perawatan adalah perawatan komfrehensif

Sedangkan kelemahannya/kekurangannya adalah :

- Perlu kualitas dan

- kuantitas tenaga perawat,

. Metode perawatan primer. Askep yang diberikan dilaksanakan oleh seorang perawat yang

melayani kepentingan pasien dari datang sampai pulang dan maksimal 6 orang pasien yang

dilayani. Diperlukan tenaga bantuan/perawt pembantu/asisten

Bekerja di masyarakat
Berbagai macam keperluan kesehatan yang di bahas pada bagian III seperti uang,

manusia dan perlengkapan adalah sumber daya yang di butuhkan petugas kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.Petugas kesehatan yang menjadi

penghubung dengan pusat kesehatan mempunyai kewajiban khusus untuk membantu petugas

kesehatan desa, selain menjadi penghubung antara petugas kesehatan tingkat desa dan tingkat

pusat.Petugas baru terutama yang menjabat sebagai pimpinan pertama kali harus mengenal

keadaan penduduk setempat, menyelidiki masalah-masalah yang di hadapi penduduk dan

mencari tahu kebutuhan mereka dari petugas yang lain atau dari pemuka masyarakat.

Banyak masalah penting yang kelihatannya bukan masalah kesehatan tetapi mempunyai

dampak terhadap masalah kesehatan.Seperti perumahan yang jelek dan malnutrisi dapat

mempunyai akibat buruk terhadap masalah kesehatan. Masalah-masalah itu dapat di rujuk di

sector lain, misalnya yang menyangkut pendidikan dan pertanian. Yang lain mungkin dapat di

atasi penduduk sendiri dengan bantuan dan saran dari petugas kesehatan.

Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan

Suatu masalah besar yang di hadapi beberapa negara, yaitu banyak keluarga yang tidak

dapat di capai pelayanan kesehatan atau tidak dapat di jangkau oleh system

kesehatan.Bagaimana seorang petugas kesehatan primer dapat memberikan pelayanan kesehatan

kepada penduduk yang demikian banyak, terutam kepada mereka yang bertempat tinggal sejauh

10 km sampai 20 km dari pusat pelayanan kesehatan? Salah satu cara untuk mengatasi hal ini

ialah bekerja sama dengan penduduk atau menggunakan sumber daya masyarakat. Dengan cara

demikian beberapa tugas pelayanan kesehatan dapat di lakukan oleh penduduk sendiri bersama

dengan petugas kesehatan primer yang mengadakan kunjungan pada hari-hari tertentu. Penduduk

akan menyarankan penderita penyakit atau kepada siapasaja yang membutuhkan nasihat
perawatan yang lebih baik, untuk datang kepada petugas kesehatan primer, perawat atau di depot

obat atau pusat kesehatan.

2. Merencanakan kegiatan kesehatan


Perencanaan mulai sebagai suatu ide atau karena perhatian terhadap sesuatu situasi yang

khusus.

Perencanaan suatu program dapat dilakukan pada setiap tingkat dari system.Meskipun

demikian, biasanya kebijaksanaan umum dan petunjuk suatu system kesehatan telah di gariskan

oleh departemen kesehatan.System tingkat menengah berfungsi menginterpretasikan

kebijaksanaan di tingkat local, merencanakan pelaksanaannya dan mengamati bagaimana

pelaksanaannya.

Seperti telah kita ketahui dalam pendahuluan bab ini, bahwa ada lima langkah dalam

merencanakan program seperti di bawah ini :

1. Melihat situasi, mengumpulkan fakta

2. Memilih masalah utama

3. Menyusun tujuan dan target

4. Meninjau hambatan dan keterbatasan

5. Menyiapkan atau membuat perencanaan

1) Melihat situasi;

Keterangan yang di perlukan dalam merencanakan pelayanan kesehatan :

Keadaan kesehatan, penyakit dan kesakitan


Keadaan masyarakat
Organisasi pelayanan kesehatan
Staf kesehatan
Sumber daya lain
2) Memilih masalah utama

Di sini ada dua definisi atau batasan mengenai masalah:

Suatu masalah adalah suatu halangan atau rintangan yang tampak ada antara keadaan sekarang

dengan tujuan yang harus kita wujudkan.


Suatu masalah adalah, adanya perbedaan yang dapat di rasakan antara apa yang sekarang ada dengan

apa yang seharusnya ada.

3) Menyusun tujuan
Menyusun tujuan merupakan langkah positif menuju perbaikan kesehatan, karena tujuan

adalah keadaan lebih baik yang di harapkan dan akan di usahakan terwujudnya. Kadangkala

pengobatan dan perawatan yang di berikan setiap tahunnya tidak menunjukkan perbaikkan

kesehatan masyarakat.Kalau pun ada hasilnya hanyalah kecil sekali.Hal ini terjadi karena

kegiatan usaha kesehatan tujuannya tidak di rumuskan secara jelas.Dengan tujuan yang jelas dan

tersusun menurut tingkat kepentingannya, maka setiap kegiatan kesehatan yang telah di lakukan

dapat terus di nilai.Pada akhir periode tertentu hasilnya dapat di evaluasi dan di adakan penilaian

terhadap program tersebut.

Ciri-ciri tujuan yang berguna;


Relevan, apabila tujuan program sesuai, berhubungan dengan masalah yang hendak

ditanggulangi.Dapat diamati, berarti hasilnya mudah diamati.Seperti halnya kalau kita

membangun gedung atau melatih petugas suatu keterampilan tertentu, maka hasilnya mudah

dilihat. Sebagai contoh malnutrisi akan ditekan sampai 1% saja, dapat diukur.
4) Mempelajari hambatan dan keterbatasan
Jenis hambatan dan keterbatasan;
Keterbatasan yang di hadapi dalam kegiatan bias sederhana yaitu tiadanya sumber daya.

Hal ini telah di bicarakan dalam bab yang mengupas soal sumber daya.
Contoh;
Manusia; Tidak tertarik pada program, ada kebutuhan lain yang lebih penting, atau tidak tersedianya tenaga yang

terlatih atau terampil.


Perlengkapan; Tidak tersedia atau tidak dapat di beli, atau harganya mahal
nformasi ;Sulit di dapat: tidak ada buku, dan tidak tersedia penasehat.
Dana ; hanya sedikit dan tidak mencukupi.
Waktu ; tak seorang pun punya waktu untuk memulai membuat rencana dan mengawasi.

5) Membuat rencana
Tujuan dan target sasaran telah tersusun. Tim kesehatan bekerja sama dengan masyarakat,

sekarang merencanakan bagaimana tujuan dan target itu dapat dicapai. Mungkin ada beberapa

cara untuk mencapainya, tetapi mungkin juga hanya ada satu cara.
Kegiatan yang disusun dan digunakan untuk mencapai tujuan sering disebut strategi

strategi adalah istilah militer yang berarti merencanakan dan menggunakan sumber daya yang

ada sedemikian rupa sehingga memberikan peluang berhasil yang paling besar.

Sebelum merencanakan kegiatan, perlu diingat untuk;


Melihat perbedaan-perbedaan strategi untuk mencapai tujuan;
Menyeimbangkan kebutuhan dengan sumber daya;
Memilih rencana kegiatan yang paling baik; LALU
Menuliskan semua kegiatan secara terinci, berdasarkan rencana kegiatan yang di pilih.

BAB II

KEPERWATAN PRIMER

Metode keperawatan Primer

Perawatan Primer ( Primary Nursing / PN ) adalah metode pemberian asuhan keperawatan

yang di tandai dengan adanya keterikatan yang kuat dan terus menerus antar pasien dan perawat

yang di tugaskan dalam merencanakan dan melaksanakan asuhan keperawatan termasuk

berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya. Metode perawatan primer mendorong praktik

perawatan professional sebab ada kejelasan antara sipembuat rencana asuhan keperawatan dan
pelaksanaan asuhan keperawatan. Adapun yang melandasi konsep dasar metode keperawatan

primer adalah:

Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat

Perawat memiliki otonomi atas peran dan fungsinya

Keterlibatan pasien dan keluarga

Adapun tugas perawat primer adalah sebagai berikut:

Menerima pasien

Mengkaji kebutuhan pasien untuk menentukan asuhan keperawatan yang akan di berikan

Membuat tujuan perawatan

Membuat rencana keperawatan

Melaksanakan rencana yang telah di buat

Mengkoordinasi pelayanan yang di berikan oleh tim kesehatan maupun perawat lain

Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang telah di capai

Menerima dan menyesuaikan rencana keperawatan selanjutnya

Menyiapkan penyuluhan pada pasien yang akan pulang

Ketenagaan

Setiap perawat primer adalah perawat bed side

Beban kasus pasien maksimum 6 orang untuk satu perawat

Pembagian pasien di lakukan oleh kepala ruangan


Perawat professional sebagai perawat primer dan sebagai perawat professional lain/ non

profesionalsebagai perawat asisten.

Kepala Ruangan

Sebagai konsultan dan pengendalian mutu asuhan keperawatan yang di berikan oleh

perawatan primer dan tugas kepala Ruangan meliputi:

Melaksanakan orientasi pada perawat baru

Menyusun jadwal dinas memberi penugasan pada perawat asisiten

Mengevaluasi asuhan keperawatan

Merencanakan pengembangan staf

Kelebihan dari perawatan primer yaitu seluruh tim kesehatan akan merasa puas karena

tugas perawatan dilakukan oleh personil perawat yang bertugas secara menyeluruh. Demikian

halnya pasien yang di rawat akan puas karena dirawat dengan optimal sesuai dengan

kebutuhannya.

Kelemahan perawatan primer yaitu bahwa asuhan keperawatan primer hanya dapat di

terapkan pada ruang perawatan yang memiliki jumlah dan kualifikasi tenaga yang memadai.

Jumlah perawat professional yang memiliki latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan

sikap professional yang tinggi mutlak di perlukan ditambah dengan perawat asisiten yang cukup

Keperawatan primer ialah metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien.Hal ini dilakukan mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit.Keperawatan primer mendorong praktik kemandirian
perawat,karena ada kejelasan antara sipembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer
ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan teru-menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan unutk merencanakan, melakukan dan mengkoordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat.
Secara garis besar, system keperawatan primer memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
betrikut :
Kelebihan :
- Bersifat kontinu dan komprehensif
- Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan
pengembangan diri.
- Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan Rumah sakit (Gillies, 1989).
Selain itu, kelebihan yang dirasakan adalah pasien merasa dihargai karena dipenuhi
kebutuhannya secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi dan akan
tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan
advokasi.
Dokter juga merasakan kepuasan dengan system/model primer kerena senantiasa
mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbaharui dan komprehensif.

Kepala ruangan

Dokter

Sarana rumahsakit
a. Konsep dasar keperawatan primer adalah :
1. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat ;
2. Ada otonomi ;
3. Ada ketertiban pasien dan keluarga ;
b. Tugas perawat primer
Tugas perwat primer meliputi :
1. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif ;
2. Membuat tujuan dan rencana keperawatan;
3. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama berdinas ;
4. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayan yang diberikan oleh disiplin lain maupun
perawat lain ;
5. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai ;
6. Menerima dan menyesuaikan rencana ;
7. Menyiapkan penyuluhan untuk kepulangan pasien ;
8. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, dengan lembaga sosial dimasyarakat ;
9. Membuat jadwal perjanjian klinik ;
10. Mengadakan kunjungan rumah ;
c. Peran kepala ruangan/bangsal
peran kepala ruangan/bangsal dalam metode primer adalah :
1. Menjadi konsultan dan pengendali mutu perawat primer ;
2. Member orientasi dan merencanakan karyawan baru ;
3. Menyusun jadwal dan merencanakan karyawan baru
4. Menyusun jadwal dinas dan member penugasan pada perawat asisten;
5. Melakukan evaluasi kerja ;
6. Merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;
7. Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.
d. Ketenagakerjaan dalam keperawatan primer
Ketenagakerjaan dalam keperawatan primer adalah:
1. Setiap perawat primer adalah perawat bed side;
2. Beban kasus adalah 4-6 orang pasien untuk satu perawat;
3. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;
4. Perawat primer di bantu oleh perawat profesionalk lain maupun perawat nonprofessional sebagai
perawat asisten.

RUMUSAN

Seseorang harus mulai dengan rumusan tentang apa yang dianggap sebagai layanan

primer. Hampir dalam semua sistem, perawatan yang di barikan oleh dokter-dokter dari bidang

spesialisasi praktik keluarga, penyakit dalam, dan penyakit akan dianggap sebagai pelayanan

primer.

Banyak spesialis kandungan dan kebidanan merasa bahwa mereka juga memberikan

pelayanan primer kepada pasien-pasien mereka. Mereka beragumentasi bahwa sering sekali

mereka adalah satu-satunya dokter yang ditemui oleh seorang wanita muda selama bertahun-

tahun. Ini memang benar untuk para wanita muda yang berkesehatan baik, tetapi tidak selalu

benar bila wanita tersebut mengalami masalah medis di luar system reproduktifnya.

Bagaimanapun, adanya sejumlah badan usaha kapitasi layanan primer (yaitu yang menggunakan

system penjaga gawang ) yang juga melibatkan bidang kandungan dan kebidanan sebagai

layanan primer dan memisahkan layanan (dan mungkin kapitasinya) antara kebidanan dengan
dokter ahli penyakit dalam atau dokter keluarga. Badan-badan usaha yang menggunakan metode

ini harus merumuskan layanan apa yang harus di berikan oleh stiap bidang. Misalnya,

kandungan/kebidanan boleh melakukan apusan Pap dan pemeriksaan panggul, pemeriksaan

kehamilan, dan prosedur sterilisasi tanpa surat rujukan. Untuk masalah lain, pasien anggota harus

menemui dokter layanan primer untuk mendapat layanan perawatan atau surat rujukan kepada

spesialisasi lain dan bahkan mungkin mendapat rujukan kembali ke spesialis

kandungan/kebidanan yang telah ia pilih untuk memberikan layanan diluar layanan yang

disediakan oleh badan usaha, jadi seperti pilihan rujukan ke pihak sendiri.

Pada umumnya, mungkin akan lebih mudah untuk merumuskan layanan kandungan dan

kebinan sebagai layanan spesialis dan memperlakukannya sebagai bidang spesialisasi lainnya.

Untuk alasan pemasaran maupun penerimaan oleh masyarakat, kebanyakan badan usaha

membuat peraturan khusus untuk pemeriksaan apusan Pap rutin dan layanan kebidanan

sementara tetap memerlukan koordinasi dengan dokter layanan primer untuk semua perawatan

lainnya.

PENGEMBANGAN JARINGAN KERJA

Badan usaha yang masih muda atau baru dibentuk terutama akan memusatkan perhatian

pada pengembangan jaringan kerja. Badan usaha yang sudah matang akan lebih memusatkan

perhatian pada pemeliharaan jaringan kerja, meskipun rekrutmen untuk mengisi area-area yang

belum optimal akan selalu menjadi proses yang berkelanjutan, terutama di masa-masa

pertumbuhan yang tinggi.

Kemudahan dalam pengembangan sebuah jaringan kerjakan dipengaruhi oleh banyak

faktor. Pasar yang sudah dipenuhi dengan badan-badan usaha layanan yang terkelola akan
menimbulkan kesulitan dalam rekrutmen dokter-dokter layanan primer (atau konsultan), jika

para penyedia layanan itu tidak sedang merasa butuh untuk melamar ke badan usaha lain.

Sebaliknya,persaingan bias begitu keras,atau mungkin ada begitu banyak penyedia layanan (yang

belum terpakai), sehingga rekrutmen akan menjadi lebih mudah. Pada situasi manapun,

rekrutmen dokter layanan primer untuk sebuah panel terbuka sebaiknya dilakukan dengan cara

pendekatan yang teratur. Tanpa perencanaan yang matang, akan banyak waktu yang terbuang dan

panel dokter bias tidak sesuai dengan pilihan rumah sakit atau kebutuhan pasar.

DAFTAR PUSTAKA

Suyanto, SKp, M.Kep (2008) ; Kepemimpinan dan manajemen keperawatan; Jogjakarta : MITRA

CENDIKIA Press,

Peter R. Kongstvedt (2000) . Pokok-pokok pengelolah usaha pelayanan kesehatan ; alih bahasa, susi

purwoko; editior, Huriawati Hartanto Jakarta : EGC,

Rosemary Mc.MAHON,ELIZABETH BARTON (1999) .Manajemen pelayanan kesehatanprimer

edisi 2; alih bahasa, Poppy kumala ; editor, Brahm U. Pendit. Jakarta : EGC,
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini dunia keperawatan semakin berkembang. Perawat dianggap sebagai salah satu profesi
kesehatan yang harus dilibatkan dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan baik di dunia
maupun di Indonesia.
Sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat membantu klien mendapatkan kembali
kesehatannya melalui proses penyembuhan. Perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan
kesehatan klien secara holistic, meliputi upaya untuk mengembalikan kesehatan emosi, spiritual
dan sosial. Pemberi asuhan memberikan bantuan kepada klien dan keluarga klien dengan
menggunakan energy dan waktu yang minimal. Selain itu, dalam perannya sebagai pemberi
asuhan keperawatan, perawat memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat dan sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian
dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatannya dilakukan dari
yang sederhana sampai yang kompleks.
Kondisi kesehatan di Indonesia sekarang memang sangat memprihatinkan dan sesungguhnnya
merupakan tantangan yang sangat besar sekaligus kesempatan bagi para perawat Indonesia untuk
menampilkan eksistensinya sebagai profesi kesehatan yang senantiasa memberikan pelayanan
sesuai dengan peran dalam pemberi asuhan perawatan.Sebagai pemberi perawatan, perawat
membantu klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan yang lebih
dari sekedar sembuh dari penyakit tertentu namun berfokus pada kebutuhan kesehatan klien
secara holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual, dan sosial.
Secara umum mutu pelayanan kesehatan di Indonesia masih relative belum professional. Hal ini
bisa di lihat dengan adanya kemampuan professional terbatas, pengaturan tugas yang kurang
efektif, dan fasilitas maupun alat. Yang kurang memadai. Kondisi seperti ini akibat relatife masih
kurangnya penguasaan ilmu pengetahuan maupun adanya krisis moral para pelaku pelayan
kesehatan akibat krisis di berbagai bidang yang berkepanjangan (suara merdeka 14 november
2002). Di sisi lain, era globalisasi dengan berbagai konsekuensinya seperti tuntutan pelayan
rumah sakit yang semakin kompetitif menuntut petugas kesehatan untuk bertindak professional.
Situasi ini menuntut para pembaharu di bidang keperawatan untuk mengembangkan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan untuk dapat diimplementasikan dalam pengorganisasian
ruang keperawatan sehingga dapat menjamin dan meningkatkan mutu pelayanan melalui
pemberian asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asuhan keperawatan
2. Apa saja metode pemberian asuhan keperawatan
C. Tujuan
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
1. Tujuan Umum
Mengerti metode pemberian asuhan keperawatan serta prinsip-prinsip dari metode yang ada.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menganalisa suatu lingkungan keperawatan.
b. Menghitung kebutuhan tenaga keperawatan di suatu ruangan keperawatan.
c. Memilih salah satu metode pemberian asuhan keperawatan di suatu ruangan.
d. Melaksanakan asuhan keperawatan dengan menggunakan salah satu dari metode yang ada.
D. Manfaat
Mahasiswa mampu mengaplikasikan metode pemberian asuhan keperawatan yang ada di suatu
ruangan keperawatan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan
ilmu dan kiat keperawatan,bersifat humanistic,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Menurut Ali (1997) proses keperawatan adalah
metode asuhan keperawatan yang ilmiah,sistematis,dinamis,dan terus- menerus serta
berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien,di mulai dari
pengkajian (pengumpulan data,analisis data,dan penentuan masalah) diagnosis keperawatan,
pelaksanaan, dan penilaian tindakan keperawatan. Asuhan keperawatan di berikan dalam upaya
memenuhi kebutuhan klien. Menurut A Maslow ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan fisiologis meliputi oksigen,cairan,nutrisi, kebutuhan rasa aman dan
perlindungan,kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki,kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan
aktualisasi diri.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan keperawatan merupakan
seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan
dengan kiat-kiat keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi dalam usaha
memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang optimal.
2. Tujuan asuhan keperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang Kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan secara optimal agar
tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara kesehatannya
d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
3. Fungsi proses keperawatan
Proses Keperawatan berfungsi sebagai berikut.
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga keperawatan
dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan .
b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah dan
pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.
c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.
4. Tahap-tahap proses keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan
dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental,
sosial maupun spiritual dapat ditentukan.tahap ini mencakup tiga kegiatan,yaitu pengumpulan
data,analisis data,dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.
1) Pengumpulan data
Tujuan :
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada pada pasien sehingga dapat
ditentukan tindakan yang harus di ambil untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut
aspek fisik,mental,sosial dan spiritual serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Data
tersebut harus akurat dan mudah di analisis. Jenis data antara lain Data objektif, yaitu data yang
diperoleh melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan, misalnya suhu tubuh,
tekanan darah, serta warna kulit.Data subjekyif, yaitu data yang diperoleh dari keluhan yang
dirasakan pasien, atau dari keluarga pasien/saksi lain misalnya,kepala pusing,nyeri,dan mual.
Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi
a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
b) Pola koping sebelumnya dan sekarang
c) Fungsi status sebelumnya dan sekarang
d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
e) Resiko untuk masalah potensial
f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
2) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir rasional sesuai
dengan latar belakang ilmu pengetahuan.
3) Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah kesehatan. Masalah
kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan asuhan keperawatan (masalah
keperawatan) tetapi ada juga yang tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya
disusun diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan berdasarkan
criteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan
menimbulkan komplikasi, sedangkan segera mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang
tidak sadar maka tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah
atau kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan hierarki kebutuhan menurut
Maslow, yaitu : Keadaan yang mengancam kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan,
persepsi tentang kesehatan dan keperawatan.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).Perumusan
diagnosa keperawatan :
1) Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan.
2) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi.
3) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah
keperawatan kemungkinan.
4) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau masyarakat dalam transisi
dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi.
5) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual dan resiko tinggi
yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
c. Rencana keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan
saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam hasil yang di harapkan
(Gordon,1994).Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan
terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan
yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi
konyinuitas
asuhan perawatan dari satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat
mempunyai kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.
Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam laporan
pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien jangka
panjang(potter,1997)
d. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah
sebagai berikut :
Tahap 1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi
pada tahap perencanaan.
Tahap 2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
meliputi tindakan : independen,dependen,dan interdependen.
Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
e. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan
sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah di rumuskan sebelumnya.Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
2) Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di rumuskan dalam
rencana evaluasi.
Hasil evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
1) Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan criteria
yang telah di tetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu di
cari penyebab dan cara mengatasinya.
3) Tujuan tidak tercapai,apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan sama sekali bahkan
timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah
terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi
penyebab tidak tercapainya tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan
evaluasi kepada pasien,seluruh tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam
dokumentasi keperawatan.
5. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai
catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang (potter 2005). Potter (2005) juga
menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian yaitu :
a. Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan (menjelaskan) perawatan klien
termasuk perawatan individual,edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk rencana
pemulangan.

b. Tagihan financial
Dokumentasi dapat menjelaskan sejauhmana lembaga perawatan mendapatkan ganti rugi
(reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi klien.
c. Edukasi
Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalm berbagai masalah
kesehatan dan menjadi mampu untuk mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien.
d. Pengkajian
Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mendukung
diagnose keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai.
e. Riset
Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk mengumpulkan informasi
tentang faktor-faktor tertentu.
f. Audit dan pemantauan
Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klienmemberi dasar untuk evaluasi tentang
kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi.
g. Dokumentasi legal
Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri terbaik terhadap tuntutan yang
berkaitan dengan asuhan keperawatan.
Dokumentasi penting untuk meningkatkan efisiensi dan perawatan
klien secara individual. Ada enam penting penting dalam dokumentasi keperawatan yaitu :
1) Dasar factual
Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan fakta yaitu apa yang perawat
lihat,dengar dan rasakan.
2) Keakuratan
Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat dipertahankan klien.
3) Kelengkapan
Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap,mengandung informasi singkat tentang
perawtan klien.
4) Keterkinian
Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan bersama klien.
5) Organisasi
Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan yang logis. Contoh catatan
secara teratur menggambarkan nyeri klien,pengkajian dan intervensi perawat dan dokter.
6) Kerahasiaan
Informasi yang diberikan oleh seseorang keorang lain dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa
informasi tersebut tidak akan dibocorkan.
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini akan bermanfaat bagi peningkatan
mutu pelayanan dan bahan pertimbangan dalam kenaikan jenjang karir/kenaikan pangkat. Selain
itu dokumentasi keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang perawat.

B. KINERJA PERAWAT
1. Definisi kinerja
Menurut Ilyas (2002) kinerja adalah penampilan karya personal baik kualitas maupun kuantitas
dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja
personal. Menurut Mangkunegoro (2002) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya. Kinerja perawat adalah tindakan yang
dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggungawabnya masing-masing,tidak melanggar hukum,aturan serta moral dan etika, dimana
kinerja yang baik dapat memberikan kepuasan pada pengguna jasa (Yacobales,1997)
2. Model Teori Kinerja
Menurut Ilyas (2002), untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja personal dilakukan
pengkajian terhadap beberapa teori kinerja. Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang
mempengaruhi perilaku kinerja dan kerja yaitu :
a. Variabel individu, dikelompokkan pada sub variabel kemampuan, latar belakang dan geografis.
Sub variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja. Sedangkan variabel geografis mempunyai efek tidak langsung pada
perilaku dan kinerja individu.
b. Variabel psikologis, terdiri dari sub variabel persepsi, sikap, kepribadian belajar dan motivasi.
Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnyan dan
variabel geografis. Variabel psikologis merupakan variabel yang komplek dan sulit diukur dan sukar
mencapai kesepakatan karena seseorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja pada
usia, etnis, latar belakang dan ketrampilan berbeda satu dengan lainnya.
c. Varibel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku kinerja individu yang digolongkan
dalam sub variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Sub
variabel imbalan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhirnya secara
langsung akan meningkatkan kinerja individu.
Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh
pada kerja personal. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-
tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
3. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Mangkunegoro (2002) menyebutkan faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah
faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).
a. Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ
110 -120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pelajaran sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena
itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situasion)
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental
seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan,
dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan,
dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptkan situasi kerja.
Suyanto (2008) menyatakan ada beberapa tekhnik untuk memotivasi bawahan yaitu:
a. Bersikap baik (the be good approach) dengan cara mencitakan kondisi kerja yang baik seperti
tunjangan,gaji dan bonus yang tinggi.
b. Menggunakan kekerasan (the strong approach) yaitu pemimpin memberikan wewenangnya
untuk menekan bawahan.
c. Perundingan implicit (implicit bergaining) melalui perundingan antara bawahan dan atasan
terhadap hasil kerja yang dicapai sesuai dengan imbalan yang akan diberikan.
d. Kompetisi (competition) yaitu diberikan kesempatan pada seseorang untuk melakukan
pekerjaannya sebaik mungkin sesuai dengan kemampuannya.
e. Internalisasi (internalized motivation) yaitu pertimbangan terhadap
ketrampilan,kebebasan,perhatian dan percaya diri yang dimiliki.
Menurut Handoko (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik pekerjaan, sistem
kompetisi, desain pekerjaan,dan aspek ekonomi. Di tambah lagi supervisi dan kapasitas
pekerjaan atau beban kerja juga dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Menurut Suyanto
(2008), Supervisi merupakan segala bantuan dari pimpinan / penanggung jawab kepada perawat
yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan
asuhan keperawatan. Selain itu,perawat pelaksana akan mendapat dorongan positif sehingga mau
belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Dengan kemauan belajar,secara tidak
langsung akan meningkatkan kinerja perawat. sedangkan kapasitas pekerjaaan adalah frekuensi
kegiatan rata-rata dari masing-masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu (Irwandy, 2007
dalam Wirnata,2009).
Selain itu karakteristik perawat juga dapat mempengaruhi kinerja. Karakeristik itu antara lain:
a. Umur
Umur adalah usia perawat yang secara garis besar menjadi indicator dalam setiap mengambil
keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya(Berg,1996), dengan semakin banyaknya
umur maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggungjawab dan
berpengalaman.
b. Pendidikan
Perawat sebagai bagian penting rumah sakit dituntut memberikan perilaku yang baik dalam
rangka membantu pasien mencapai kesembuhan. Pendidikan seorang perawat yang tinggi akan
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Pengembangan pendidikan formal keperawatan
saat ini terutama ditujukan untuk menumbuhkan serta membina sikap dan tingkah laku
professional serta membutuhkan dan membina landasan etik keperawatan yang kokoh dan
mantap (Marifin,dalam Hamid,1995).
c. Masa kerja
Masa kerja merupakan lama kerja seorang perawat yang bekerja dirumah sakit dari mulai awal
bekerja sampai dengan seorang perawat berhenti bekerja (Ismani,2001).
C. Standar Kinerja
Evaluasi kinerja melibatkan komunitas yang jelas mengenai target dan standar; penetapan tujuan
yang spesifik dan dapat diukur; dan umpan balik (feedback) yang berkelanjutan, (Pophal, 2008).
1. Standar kinerja
Standar kinerja menjabarkan tentang pekerjaan yang tercakup dalam satu pekerjaan tertentu. Ini
adalah langkah sangat penting sebelum menetapkan tujuan, tapi perlu maju satu langkah lebih
jauh dengan menerangkan bagaimana setiap pekerjaan harus dilakukan untuk memenuhi standar
pekerjaan tersebut. Tanpa standar, masalah kinerja dapat menjadi sangat rancu. Sebelum
menentukan tingkat kinerja tertentu, sebaiknya dibuat garis dasar kinerja untuk jenis kerja yang
sedang ditangani. Setelah itu membuat target minimal tingkat kinerja. Tingkat minimal ini
menjadi standar dan tolak ukur bahwa suatu kinerja dianggap layak.
Berdasarkan tingkat kelayakkan minimal, maka dapat ditentukan standar istimewa dan
ketidaklayakan dalam kinerja. Untuk masingmasing standar kita akan menentukan tingkat
kinerja bagaimana yang melebihi dan kurang dari harapan kita.
Nursalam (2002), dalam penilaian pelaksanaan kerja perawat sering ditemukan berbagai
permasalahan antara lain:
a. Pengaruh hallo effect: tendensi untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya terlalu tinggi.
b. Pengaruh horn : kecenderungan untuk menilai pegawai lebih rendah dari pelaksanaan kerja yang
sebenarnya karena alasanalasan tertentu.
2. Penentuan Target
Tenaga pemersatu yang berada dalam setiap perusahaan adalah bahwa, setidaknya secara teoritis,
setiap orang dalam perusahaan bekerja untuk tujuan yang sama, yaitu keberhasilan perusahaan.
Sebuah pemahaman yang jelas tentang tujuan yang mendasari perusahaan dan bagaimana setiap
karyawan berkontribusi kepada tujuan tersebut dapat meningkatkan semangat dan produktivitas.
Ada beberapa keuntungan dari pembuatan tujuan yang jelas dan terukur. Tujuan yang spesifik
dan terukur menciptakan keteraturan dan kesatuan tujuan bagi seluruh unsur dalam perusahaan.
Tujuan yang jelas memungkinkan karyawan dan manajer untuk mengembangkan pandangan
yang lebih luas tentang tujuan perusahaan. Setelah tujuan ditetapkan, manajemen akan lebih
mampu mengambil keputusan berdasarkan arahan perusahaan dan karyawan. Setelah tujuan
mulai tercapai, tingkat percaya diri karyawan dan manajer pun meningkat. Penyusunan target itu
sendiri adalah sebuah proses yang memungkinkan manajer dan karyawan untuk terus
mengupayakan peningkatan.
Tujuan perusahaan harus memiliki karakteristikkarakteristik berikut :
a. Spesifik. Sangat penting bahwa tujuan harus spesifik dan terukur. Ketika tujuan departemen atau
perusahaan tidak jelas, motivasi pun berkurang.
b. Telah disepakati bersama. Dorong para manajer dan penyelia agar bekerja sama dengan
karyawan dalam penyusunan tujuan. Ketika dua orang bekerja untuk mencapai tujuan yang
sama, maka peluang untuk mencapai tujuan tersebut akan bertambah secara substansial.
c. Sulit tetapi dapat dicapai. Target harus realistis, harus menantang tapi mungkin untuk dicapai.
d. Komprehensif. Target harus mencakup tujuan perusahaan. Target dapat dibuat untuk kegiatan
manajemen dan juga staf.
D. Standar Kinerja Perawat
Perkembangan keperawatan sebagai suatu profesi, diperlukan penetapan standar praktik
keperawatan. Standar praktik sangat penting untuk menjadi pedoman objektif di dalam menilai
asuhan keperawatan. Apabila sudah ada standar, klien akan yakin bahwa ia mendapatkan asuhan
yang bermutu tinggi. Standar praktik juga sangat penting jika terjadi kesalahan yang terkait
dengan hukum (Sitorus, R , 2006).
American Nursing Association (ANA) menjelaskan bahwa standar praktek keperawatan
merefleksikan nilai-nilai dan prioritas profesi perawat. Standar tersebut memberikan arah dalam
melakukan praktek perawatan profesional dan menjadi kerangka dalam mengevaluasi praktek
tersebut. Perawat bertanggung jawab kepada masyarakat tentang hasil akhir asuhan keperawatan
yang diberikan. Penetapan standar ini juga bertujuan untuk mempertahankan mutu pemberian
asuhan keperawatan yang tinggi. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sudah
menetapkan standar praktek keperawatan yang dikembangkan berdasarkan standar praktik
keperawatan yang dikeluarkan ANA (PPNI, 2002, dalam Sitorus, R , 2006).
Standar praktik keperawatan menurut ANA :
Standar I : perawat mengumpulkan data tentang kesehatan klien
Standar II : perawat menetapkan diagnosa keperawatan
III : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk setiap klien
IV : perawat mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang berisi rencana tindakan untuk mencapai
hasil yang diharapkan
V : perawat mengimplementasikan tindakan yang sudah ditetapkan dalam rencana asuhan keperawatan
andar VI : perawat mengevaluasi perkembangan klienndalam
mencapai hasil akhir

Ditambahkan oleh Nursalam (2008) bahwa selain keenam standar tersebut, untuk penilaian
pelaksanaan kerja perawat juga meliputi ketrampilan komunikasi dan harapan institusi dan
profesi. Disamping standar-standar keperawatan yang sudah di terangkan diatas, menurut
Nursalam (2002) untuk menciptakan pelayanan keperawatan yang professional dan dalam rangka
memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan keperawatan yang berkualitas,maka peran
perawat harus lebih independen sehingga pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan dan
tanggung gugat. Peran tersebut adalah CARE yang dapat di jabarkan sebagai berikut :
: Communication
Ciri khas perawat professional harus dapat berkomunikasi secara lengkap, akurat dan tepat,dan
yang terpenting adalah mampu berbicara dan menulis bahasa asing minimal bahasa inggris ini di
maksud untuk mengantisipasi terjadinya persaingan pasar bebas.
A : Activity
Prinsip melakukan asuhan keperawatan harus dapat bekerjasama dengan teman sejawat serta
dengan tenaga kesehatan lainnya. Aktifitas tersebut harus ditunjang dengan menunjukan suatu
kesungguhan dan sikap empati serta bertanggungjawab terhadap setiap tugas yang diemban.
R : Review
Prinsip dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien, perawat harus selalu berpedoman
pada nilai-nilai etik keperawatan dan standar keperawatan yang ada serta ilmu keperawatan.
E : Education
Peningkatan kualitas asuhan keperawatan di masa mendatang, seorang perawat harus
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap profesi dengan jalan secara terus menerus
menambah ilmu melalui pendidikan formal atau informal sampai pada suatu keahlian tertentu.
BAB III
PEMBAHASAN
Model praktek keperawatan profesional merupakan suatu sistem, baik menyangkut struktur,
proses dan nilai-nilai professional, yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk mendukung pemberian asuhan
keperawatan. Dalam rangka mendayagunakan tenaga keperawatan yang tersedia di rumah sakit,
ada beberapa metode yang dapat di implementasikan dengan metode penugasan dalam bentuk
metode pemberian asuhan keperawatan. Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan yang
dikenal, antara lain metode fungsional, tim, keperawatan primer, modular, dan menejemen kasus
keperawatan.
A. Macam metode penugasan
1. Metode Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas dan prosedur
keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada
semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan yang
berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff.
Setiap staff perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien
dibangsal. Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang
yang lain untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang
lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi dan tidak
ada perawat yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior menyibukan diri
dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada tindakan keperawatan. Penugasan
yang dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria efisiensi, tugas didistribusikan berdasarkan
tingkat kemampuan masing-masing perawat dan dipilih perawat yang paling murah. Kepala
ruangan terlebih dahulu mengidentifikasm tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan
perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional
ini merupakan metode praktek keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat dan
berkembang pada saat perang dunia kedua. Kelebihan :
- Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat dengan pembagian
tugas yang jelas dan pengawasan yang baik
- Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
- Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja
- Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.
- Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman untuk tugas
sederhana.
- Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yang melakukan praktek
untuk ketrampilan tertentu.
Kelemahan :
- Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga kesulitan dalam penerapan
proses keperawatan.
- Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas pekerjaan.
- Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja
- Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
- Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
- Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk
2. Metode Tim
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan menggunakan tim yang
terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse). Pembagian
tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok/ ketua group dan ketua group
bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota group / tim. Selain itu ketua group bertugas
memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta
membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya
ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan
terhadap klien. Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagai pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori perawat
pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat penggunaan model
fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan untuk
sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat profesional (Marquis & Huston,
2000).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja bersama untuk
memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien dibuat untuk tim yang terdiri
dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontriibusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan
merasakan kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim saling
melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta
menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim apakah berorientasi pada tugas
atau pada klien. Perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui
kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan merencanakan perawatan
klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi arahan perawatan untuk klien,
melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan aktivitas klien. Menurut Tappen (1995),
ada beberapa elemen penting yang harus diperhatikan:
- Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi
- anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
- Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif dalam
berinteraksi dengan anggota tim.
- Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada kelompok pasien.
- Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses. Komunikasi meliputi:
penu!isan perawatan klien, rencana perawatan klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim,
pentemuan tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di antara anggota
tim.
Kelebihan :
- Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
- Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
- Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk belajar.
- Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
- Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda secara efektif.
- Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat menghasilkan sikap moral
yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan
bahwa ia mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang diberikan
- Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan
- Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas
Kelemahan :
- Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi anggota tim dan harus
mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai perawat pemimpin maupun perawat klinik
- Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya tidak
diimplementasikan dengan total
- Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan, sehingga
komunikasi antar angota tim terganggu.
- Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung staf, berlindung
kepada anggota tim yang mampu.
- Akontabilitas dari tim menjadi kabur.
- Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena membutuhkan tenaga yang
mempunyai keterampilan tinggi.
Tanggung jawab Kepala Ruang
- Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan keperawatan.
- Mengorganisir pembagian tim dan pasien
- Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
- Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
- Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/model tim dalam pemberian
asuhan keperawatan.
- Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
- Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
- Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,
- Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian menindak
lanjutinya,
- Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
- Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim :
- Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan,
- Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan oleh kepala
ruangan.
- Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan bersama-sama
anggota timnya,
- Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
- Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan melalui konferens.
- Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta
mendokumentasikannya.
- Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan keperawatan,
- Menyelenggarakan konferensi
- Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan,
- Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,
- Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,
Tanggung jawab anggota tim
- Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
- Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan berdasarkan respon
klien.
- Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan
- Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
- Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
- Memberikan laporan
3. Metode Primer
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan beberapa konsep dan
perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan
keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam terhadap perencanaan
pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai
pasien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung
secara total untuk klien. Ketika perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan
diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah
disusuni oleh perawat primer. Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan
akan mengetahui bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer
tertentu. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer mempunyai
kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain
sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut akontabilitas yang tinggi
terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan
perawat kolega yang memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang
diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan
primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat
dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan
dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab
untuk membangun komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota
tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari
orang lain diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien
Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena memerlukan
beberapa kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta mampu
berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara maju pada umumnya perawat
yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai
kualifikasi master dalam bidang keperawatan. Karakteristik modalitas keperawatan primer
adalah :
- Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan pasien selama 24 jam
sehari, dari penerimaan sampai pemulangan
- Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan, kolaborasi dengan
pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun rencana perawatan.
- Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer kepada perawat
sekunder selama shift lain.
- Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia.
- Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer
Kelebihan :
- Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan untuk
pengembangan diri.
- Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan motivasi, tanggung
jawab dan tanggung gugat
- Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer dalam memberikan
atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
- Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer operasional dan
administrasi
- Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan keperawatan secara holistik.
Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah memungkinkan pengembangan diri
melalui penerapan ilmu pengetahuan.
- Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang kondisi klien selalu
mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar
mengetahui keadaan kliennya.

- Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.


- Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi dan lebih banyak
waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
- Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhi kebutuhannya
secara individu.
- Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
- Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat yang mengetahui
semua tentang kliennya.
- Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
- Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
- Metode ini mendukung pelayanan profesional.
- Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan tetapi harus
berkualitas tinggi
Kelemahan :
- Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
- Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan
kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
- Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
- Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
- Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
Ketenagaan metode primer
- Setiap perawat primer adalah perawat bedside
- Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
- Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
- Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professional sebagai
perawat asisten
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer
- Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
- Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer
- Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
- Orientasi dan merencanakan karyawan baru
- Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff

Tanggung jawab perawat primer :


- Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
- Membuat tujuan dan rencana keperawatan
- Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
- Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain
maupun perawat lain
- Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
- Menyipakan penyuluhan untuk pulang
- Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial dimasyarakat
- Membuat jadual perjanjian klinis
- Mengadakan kunjungan rumah
4. Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap pasien tertentu yang
didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk
periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus seperti
isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.
Kelebihan :
- Perawat lebih memahami kasus per kasus
- Sistem evaluasi da
Kekurangan:
- Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
- Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
5. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan modifikasi antara tim
dan primer. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai dengan
kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain adalah:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional tingkat III.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik
yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat melakukan riset serta
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II. Pada
ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik
untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang
asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil- hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah
perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I dan untuk
itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan
primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap awal untuk menuju
model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula.
Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian
asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan.
Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan sistem model MAKP ii diasarkan pada
beberapa alasan, yaitu :
a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus mempunyai
latar belakang pendidikan SI keperawatan atau setara
b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung jawab asuhan keperawatan
pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c. Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan
akountabilitasnya terdapat pada primer.
Disamping itu karena saat ini perawat yang ada di rumah sakit sebagaian besar adalah lulusan
SPK, maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer atau ketua tim tentang asuhan
keperawatan. Nilai-nilai profesional dari penatalaksanaan kegiatan keperawatan diaplikasikan
dalam bentuk aktifitas pelayanan profesional yang dipaparkan dalam 4 pilar sebagai berikut :
a. Pendekatan Manajemen (Management Approach )
b. Penghargaan karir ( compensatory rewards )
c. Hubungan Profesional ( professional relationship)
d. Sistem pemberian asuhan pasien ( patient care delivery system )
Kegiatan yang ditetapkan pada tiap pilar merupakan kegiatan dasar MPKP yang dapat
dikembangkan jika tenaga keperawatan yang bekerja berkualitas.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan :
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di suatu ruangan sakit, dapat digunakan
beberapa metode pemberian asuhan keperawatan.diantaraya Metode Fungsional, Metode TIM,
Metode Primer,Metode Kasus dan Metode Modifikasi.
Pada metode fungsional,perawat lebih banyak melakukan satu jenis pekerjaan yang dilakukan di
ruangan sakit,atau dengan kata lain perawat sudah mendapat tugasnya masing-masing,artinya
setiap perawat tidak mengerjakan semua intervensi pada seorang pasien sakit.
Pada metode tim, klien dan perawat membuat suatu kelompok yang diketuai/dipimpin oleh
seorang perawat yang mempunyai lisensi dan ahli dalam bidangnya,selain itu ketua tim
mempunyai tanggung jawab yang paling tinggi didalam kelompok.ketua tim bertugas memberi
pengarahan, menerima laporan kemajuan, serta membantu anggota tim yang kesulitan
mengerjakan tugas. Selain itu ketua tim juga yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang
kemajuan pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien
Pada metode primer, seorang pasien akan diberikan perawatan,pelayanan dan asuhan
keperawatan secara total oleh seorang perawat primer selama 24 jam.dengan kata lain, seorang
pasien akan diberikan asuhan keperawatan oleh 1 perawat yang khusus ditugaskan untuk 1
pasien di ruangan sakit,
Pada metode kasus seorang perawat akan memberikan perawatan konstan dalam jangka waktu
tertentu .
Pada metode modifikasi, metode primer dan metode tim akan digunakan secara bersamaan.
B. Saran
Makalah ini masih belum cukup sempurna dan masih ada banyak kesalahan sehingga penulis
mohon kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah penulis yang
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/keperawatan-profesional.html

http://yayannerz.blogspot.com/2012/02/metode-pemberian-asuhan-keperawatan.html
http://kti-akbid.blogspot.com/2011/03/peran-pemberian-asuhan-keperawatan.html

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/03/model-praktek-keperawatan-
profesional_07.html

http://hazlynpotc.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-menggunakan-metode.html

http://kutukuliah.blogspot.com/2013/08/pengertian-rumusan-masalah.html

http://aanborneo.blogspot.com/2013/04/makalah-mpkp-model-praktik-keperawatan.html

http://askep-net.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan.html

http://www.jaringankomputer.org/standar-praktek-keperawatan-asuhankeperawatan/

http://hilmansyariflubis.blogspot.com/2013/03/sistem-model-asuhan-keperawatan.html

http://rozaliaapriani-amond.blogspot.com/2012/02/model-asuhan-keperawatan-profesional.html

Anda mungkin juga menyukai