LP Cidera Kepala
LP Cidera Kepala
Disusun oleh :
Kefas Prasetyaadi
1.1.2495
A. Pengertian
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder
dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Cidera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal :
kecelakaan, dipukul dan terjatuh.
2. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
3. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
4. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera
akut dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak
selalu dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat
penting diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat
berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak
dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun
keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak
diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya
pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul
tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil
pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan
EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga
beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit.
Catatan kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma
berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit
gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter
ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih
dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin
terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh,
dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan
dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa
perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi
terus menerus dapat menyebabkan hipoksia sehingga tekanan intra kranial
akan meningkat. Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan
meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra
kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak
bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik yang
mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup
a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto
rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan
terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau
Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi",
karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa
didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah
suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana
pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan
vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan.
Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat
tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian
dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak
(TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum
intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda
neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan
dasar duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga
terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks
terluka. Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time".
Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka.
Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma
sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti
pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak,
karena bawaan lahir aneurysna pelebaran pembuluh darah. Ini sering
menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak
menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan karena
timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena
pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan
pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi
dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada
durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma",
disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe
centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan
syaraf-syaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian
cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan
gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak
pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi
paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia,
meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan
tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
E. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan
metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4
mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan
keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam
setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat
badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak
memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal
akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang
akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya
reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan
cara:
Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan
komponen membran lain dari kerusakan.
Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
Menghambat pelepasan asam arakhidonat.
H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke
otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan
intra kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan
elektrolit meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan
menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan
medula oblongata.
I. Intervensi
Pembatasan cairan
- Kolaborasi pemberian diperlukan untuk
cairan sesuai indikasi menurunkan Oedema
melalui IV dengan alat cerebral: meminimalkan
kontrol fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah (TD) dan
TIK
Gangguan rasa Rasa nyeri berkurang setelah - Teliti keluhan nyeri, Mengidentifikasi
nyaman nyeri b/ dilakukan tindakan catat intensitasnya, karakteristik nyeri
d peningkatan keperawatan selama 2 x 24 jam lokasinya dan lamanya. merupakan faktor yang
tekanan intra dengan KH : penting untuk menentukan
kranial. - pasien mengatakan nyeri terapi yang cocok serta
berkurang. mengevaluasi keefektifan
- Pasien menunjukan skala dari terapi.
nyeri pada angka 3. - Catat kemungkinan Pemahaman terhadap
- Ekspresi wajah klien rileks. patofisiologi yang khas, penyakit yang
misalnya adanya infeksi, mendasarinya membantu
trauma servikal. dalam memilih intervensi
yang sesuai.
- Berikan kompres dingin Meningkatkan rasa
pada kepala nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
Perubahan Fungsi persepsi sensori - Evaluasi secara teratur Fungsi cerebral bagian atas
persepsi sensori kembali normal setelah perubahan orientasi, biasanya terpengaruh lebih
b/ d penurunan dilakukan perawatan selama 3x kemampuan berbicara, dahulu oleh adanya
kesadaran, 24 jam dengan KH : alam perasaan, sensori gangguan sirkulasi,
peningkatan - mampu mengenali orang dan proses pikir. oksigenasi. Perubahan
tekanan intra dan lingkungan sekitar. persepsi sensori motorik
kranial. - Mengakui adanya dan kognitif mungkin akan
perubahan dalam berkembang dan menetap
kemampuannya. dengan perbaikan respon
secara bertahap
Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda klinis Deteksi dini dan intervensi
keseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam dehidrasi atau kelebihan dapat mencegah
cairan dan ganguan keseimbangan cairan cairan. kekurangan / kelebihan
elektrolit b/ d dan elektrolit dapat teratasi fluktuasi keseimbangan
haluaran urine dengan KH : cairan.
dan elektrolit - Menunjukan membran
meningkat. mukosa lembab, tanda vital - Catat masukan dan Kehilangan urinarius dapat
normal haluaran urine haluaran, hitung menunjukan terjadinya
adekuat dan bebas oedema. keseimbangan cairan, dehidrasi dan berat jenis
ukur berat jenis urine. urine adalah indikator
hidrasi dan fungsi renal.
Gangguan Pasien tidak mengalami - Kaji kemampuan pasien Faktor ini menentukan
kebutuhan gangguan nutrisi setelah untuk mengunyah dan terhadap jenis makanan
nutrisi b/ d dilakukan perawatan selama 3 menelan, batuk dan sehingga pasien harus
kelemahan otot x 24 jam dengan KH : mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
untuk menguyah - Tidak mengalami tanda-
dan menelan tanda mal nutrisi dengan - Auskultasi bising usus, Fungsi bising usus pada
nilai lab. Dalam rentang catat adanya penurunan/ umumnya tetap baik pada
normal. hilangnya atau suara kasus cidera kepala. Jadi
- Peningkatan berat badan hiperaktif. bising usus membantu
sesuai tujuan. dalam menentukan respon
untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.