Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NURHIDAYAT
P2302210010
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
iii
PRAKATA
Assalamualaikum Wr.Wb
1) Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna Samang, MS, M.Eng dan Bapak Ir.
serta bimbingan.
Harianto, ST. MT. dan Bapak Dr.Eng. Ardy Arsyad, ST, MT, selaku
bimbingan.
3) Bapak Dr. Rudy Djamaluddin, ST. M.Eng selaku Ketua Program Studi
nasehatnya.
iv
bimbingannya
di Laboratorium.
9) Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah
sempurna, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan dan semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Nurhidayat
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 5
E. Batasan Penelitian 5
Jalan 64
A. Kesimpulan 105
B. Saran 107
LAMPIRAN 112
120
vii
DAFTAR TABEL
nomor halaman
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
burmister 15
dan waktu 17
suatu bahan 26
moving load 85
moving load 92
Simbol/singkatan Arti/keterangan
Deformasi
E Modulus Elastisitas
Regangan
xiv
f Frekuensi Beban
ks Konstanta pegas
Mr Resilient Modulus
Angka Poisson
P Beban
r Jari-jari lingkaran
SN Structural Number
Tegangan
z Tegangan Vertikal
r Tegangan horizontal
T Suhu
t Waktu
Vb Volume aspal
z Kedalaman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
badan jalan itu sendiri (struktural). Oleh sebab itu analisis deformasi harus
sehingga tegangan dan regangan yang dihasilkan lebih kecil dari nilai
diantaranya: teori satu lapis oleh Boussinesq, teori dua lapis dan berlapis
yang linear maupun non linear. Kepoluleran Metode Elemen Hingga ini
3
perkerasan jalan saat menerima beban dari luar. Salah satu program yang
lentur dan kaku pada subgrade sebagai pondasi elastis secara numerik
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
empirik;
D. Manfaat Penelitian
adalah :
E. Batasan Penelitian
komputer SAP2000;
dan kaku.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkerasan Jalan
dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi
struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat
dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Jadi, perkerasan jalan adalah
halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan
harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya. Kinerja
sendiri (struktural).
sejumlah pergerakan lalu lintas baik itu berupa angkutan manusia maupun
akan memberikan variasi beban yang beragam pula. Beban yang ada ini
harus dapat didukung oleh perkerasan, oleh karena itu mutu dan bahan
1. Jenis perkerasan
tanah dasar pada jalur lalu lintas yang bertujuan untuk menerima dan
terdiri dari lapis permukaan berupa campuran Aspal, lapis pondasi atas
dan bawah serta tanah dasar. perkerasan kaku terdiri dari pelat beton
lentur dan kaku dimana Lapis permukaan berupa Campuran Aspal dan
rusak pada satu atau lebih bagian dari struktur perkerasan jalan yang
disebabkan lapisan tanah dasar yang tidak stabil, beban lalu lintas,
Witczak, 1975).
a. Air, yang dapat berasal dari hujan, sistem drainase jalan yang
bawah tanah.
dan Poisson Ratio (), sebagai akibat dari beban terpusat statis pada
kedalaman dan r adalah jarak radial dari beban terpusat. Model system
satu lapis ini mungkin merupakan cara yang paling sederhana untuk
pada subgrade ketika nilai modulus pada lapis pondasi (base) hampir
1
E 3
H Chi i (1)
E0
Dimana :
C = konstanta, berkisar antra 0,8 s/d 0,9
14
persamaan Boussinesq.
untuk system dua lapis. Dapat dilihat bahwa tegangan vertikal pada
modulus (E1/E2).
15
p.r
1.5 Fw (2)
E2
Dimana :
p = Beban pada pelat lingkaran
E2 = Modulus elastisitas lapisan bawah (subgrade)
r = Jari-jari lingkaran
Fw = Faktor lendutan, Faktor yang bergantung pada
perbandingan antara modulus elastisitas subgrade
dan lapisan perkerasan, serta antara kedalaman
dari jari-jari beban.
parameter yang lebih luas, struktur perkerasan tiga lapis dan tegangan-
Layer I
Layer II
Layer III
tegangan dan lendutan dalam N- Lapis sistem elastis, solusi yang dia
tak terhingga.
terhingga.
bahan.
kal
Ve
Te
ga
ng
an
rti
kal
Ve
Te
ga
ng
an
rti
hingga 2-D pada tahun 1980 yang diberi nama ILLI-PAVE yang digunakan
statis dan beban berjalan. Deformasi yang terjadi pada kedua model
pengamatan/pengukuran lapangan.
19
W., 2007).
a. Teori Westergaard.
tegangan dan lendutan pada perkerasan kaku pada tahun 1926. Untuk
reaksi tanah dasar (Tu, W., 2007). Tekanan vertikal tanah dasar terhadap
pelat beton adalah konstanta yang sama terhadap reaksi tanah dasar (k).
Darter pada tahun 1968 dan 1987, teori Westergaard memiliki banyak
Westergaard diaplikasikan pada beban roda ganda (Tu, W., 2007). dua
Winkler dan tanah dasar sebagai solid elastis. Grafik Pickett dan Ray telah
raya.
tahun 1993. Tiga konfigurasi beban roda dianalisa yaitu: dual, tandem dan
analitis, metode elemen hingga menjadi alat bantu yang digunakan secara
ADINA. Variasi dalam geser dan tegangan horizontal dalam pelat beton,
sambungan, dan tegangan geser dalam tanah dasar juga diuji. hasilnya
Ketebalan berbeda dan kondisi tanah dasar juga diuji. Kemampuan model
sebagai pondasi elastis yaitu model Pondasi Winkler (elastis spring) dan
berdasarkan modulus reaksi tanah dasar (k). Pada model pondasi solid
seperti: modulus elastisitas (E), angka poisson (), kohesi (c), sudut geser
beton yang memiliki sifat elastis. Modulus elastisitas tanah (E), angka
sifat elatis tanah yang penting. Nilai-nilai ini umumnya dipakai dalam
solid elastis memiliki kesamaan perilaku namun pondasi solid elastis lebih
tertentu berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100%.
()
Tegangan
E (3)
Regangan()
adalah elastis dengan beban yang diberikan dan tidak mengubah bentuk
26
batas tegangan dan regangan pada baja. Bagian garis lurus awal
lengkung adalah daerah elastis baja. Jika baja dengan nilai dari tegangan
untuk diingat bahwa nilai dari modulus elastisitas bahan adalah tidak
Strain
FWD.
27
Institute).
.....Mr d
....................... ......(4)
r
Dimana:
d = deviator stress
r = recoverable strain
100 sampai 200 kali repetisi beban, menunjukkan bahwa semua regangan
adalah:
Dimana :
CBR = CBR Representative (%)
Mr = Modulus Resilien/Elastisitas tanah dasar (Psi)
29
3. Angka/Rasio Poisson
0.30 40 0.35
Hot mix asphalt (HMA)
0.15 0.20 0.15
Portland cement concrete (PCC)
0.30 0.40 0.35
Untreated granular materials
0.10 0.20 0.15
Cement-treated granular materials
0.15 0.35 0.25
Cement-treated fine-grained soils
0.10 0.25 0.20
Lime-stablilized materials
0.10 0.15 0.15
Lime-flyash mixtures
0.20 0.40 0.30
Loose sand or silty sand
0.30 0.45 0.35
Dense sand
0.30 0.50 0.40
Fine-grained soils
0.40 0.50 0.45
Saturated soft clays
lapisan di bawah pelat beton pada perkerasan kaku. Modulus reaksi tanah
Gambar 11.
31
ks =
deformasi pada pegas (yang menunjukkan deformasi pada pelat) dan nilai
Dimana :
P = Beban
k = modulus reaksi tanah dasar
= Deformasi pelat beton
32
Nilai modulus reaksi tanah (k) yang diukur melalui pengujian Plate
load test seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Nilai modulus reaksi tanah
qs
k (6)
Dimana :
k = Modulus reaksi tanah (kg/cm3)
qs = Tekanan (kg/cm2)
= Deformasi (cm)
sealing
layer being
material
tested
mulai dari 457, 610 sampai 762 mm dengan tebal 2,54 mm disesuaikan
batang referensi. Bila dial yang dipasang tiga buah pada pelatbearing
Lendutan beban dicatat; dari sini lalu dihitung besarnya modulus reaksi
tanah dasar.
Secara teoritis nilai k dapat juga ditentukan dari nilai CBR tanah
dasar, hubungan secara grafis antara nilai k dan CBR ditunjukkan pada
Gambar 14.
Gambar 14. Hubungan CBR (%) dengan modulus reaksi tanah dasar
(DPU, 1985).
34
Perkerasan Jalan
mengalami kerusakan
beroda ganda seperti pada Gambar 15, dengan beban tersebut dapat
35 8,1
cm 6T
cm
jalan yang diperoleh mengacu pada besarnya beban lalu lintas yang lebih
Single Axle Load. Untuk beban-beban as lain yang besarnya lebih besar
dari 18.000 lbs maka digunakan prinsip beban ekivalen dan damage
unit (satuan) beban sumbu standar 8,16 ton melintas satu kali
dalam Damage Factor tetapi dalam Equivalent Single Axle Load (ESAL)
4
P
ESAL C
8160kg (7)
Dimana:
angka ekivalen (ESAL) untuk perkerasan lentur dan kaku adalah sebagai
berikut
Wt18
ESAL (8)
Wtx
(9a)
(9b)
(9c)
Dimana:
Wtx = jumlah beban sumbu kendaraan (x) pada akhir umur
rencana
Wt18 = jumlah beban sumbu standar 18 Kip (8,16 Ton) pada akhir
umur rencana
Lx = beban sumbu kendaraan dalam Kip
L2 = kode beban sumbu (1 untuk sumbu tunggal, 2 untuk sumbu
ganda, dan 3 untuk sumbu triple)
SN = structural number / ITP (sama dengan indeks tebal
perkerasan dalam metode Bina Marga)
pt = IPt (indeks permukaan pada akhir umur rencana)
Gt = fungsi dari pt
18 = nilai dari x ketika Lx= 18 kip dan L2=1
(10a)
(10b)
(10c)
Dimana:
D = tebal pelat (Inch)
Wtx, W t18, Lx ,L2, pt, Gt, 18 = memiliki defenisi yang sama
pada perkerasan lentur
a. Volume lalulintas.
satu hari. Dari lama waktu pengamatan untuk mendapatkan nilai lalulintas
Jumlahkendaraandalamsatutahun
LHRT (11)
365hari
Jumlahkendaraanselamaharipengamatan
LHR (12)
Jumlahharipengamatan
38
median.
(repetisi beban) yang terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan
Dimana:
menjadi beban terbagi rata pada bidang kontak. Besarnya bidang kontak
kontak untuk tiap roda kendaraan yang digunakan oleh PCA (1966) untuk
Dimana :
Ac = luas bidang kontak yang diperoleh dari hasil pembagian
besarnya beban pada tiap roda (P) dengan tekanan
roda (q)
2. Beban berjalan (moving load) pada program SAP 2000 (CSI Inc.,
2009)
pada lajur lalulintas, berupa beban standar atau beban umum yang
didefinisikan sendiri. Beban kendaraan terdiri atas satu atau lebih beban
tititk atau beban garis merata, yang ditempatkan pada sumbu lajur
kendaraan dalam ton. Misalnya H15-44 berarti memiliki nilai 15 ton beban
truk H (truk dua sumbu), dan HS20-44 berarti memiliki nilai 20 ton beban
41
Gambar 17.
jaraknya. Beban titik dapat dapat ditempatkan pada sumbu roda (axle).
depan sumbu ke-1, atau dibelakang sumbu terakhir. Jarak antara satu
lain tetap. Beban merata depan (leading) dan beban merata belakang
dan minimum dari struktur yang dianalisis pada perbedaan yang sangat
serta nilai perpindahan diperoleh untuk tiap tipe kendaraan dalam kelas
kendaraan tersebut. Hanya satu tipe kendaraan untuk satu kali proses.
kendaraan.
load cases).
seperti pada kasus pembebanan yang lain (load case), pengguna tidak
load cases. Setiap moving-load load cases berisi serangkaian tugas yang
control)
terjadi pada material solid lainnya, seperti logam, komposit, beton, dan
yang lain.
2004):
Nf = 0,0796(t)-3,291(E1)-0,854 (15)
Dimana :
Nf : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan
sampai terjadinya retak lelah
t : Regangan tarik horizontal maksimum di bagian bawah
lapisan aspal (AC)
E1 : Modulus elastisitas lapisan AC
deformation)
oleh beban kendaraan yang lewat, dan yang kedua berasal dari sifat
deformasi plastis yang terjadi, baik dari lapis beraspal, lapis agregat
(pondasi) dan lapis tanah dasar. Kriteria rutting merupakan kriteria kedua
(Yoder dan Witczak, 1975), sehingga nilai kritis yang digunakan dalam
strain (c) yang terjadi pada titik teratas dari lapis tanah dasar. Deformasi
permanen dapat diketahui setiap lapisan dari struktur, membuat lebih sulit
Y.H., 1993):
Dimana :
Nd : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai
terjadinya deformasi permanen(rutting)
c : Regangan tekan vertikal maksimum di bagian atas tanah
dasar
(Huang, 2004):
Dimana :
Nf : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai
terjadinya retak lelah
: tegangan maksimum pada perkerasan beton
Sc : Modulus rupture Beton
material dan kondisi pembebanan, tidak ada solusi eksak yang telah
method).
SAP 2000 digunakan dalam penelitian ini karena Program ini dapat
SHELL dan SOLID. Elemen SOLID adalah elemen dengan delapan titik
struktur dua dimensi maupun tiga dimensi. Elemen SHELL adalah elemen
shell yang terdiri dari bentuk segi empat (Quadrilateral) dengan empat titik
nodal dan bentuk segi tiga (Triangular) dengan tiga titik nodal, bentuk
Gambar 22.
Perkerasan lentur
dan kaku
Kriteria Kegagalan/Kerusakan
Perkerasan Jalan dan pengaruh Pengaruh Beban Berjalan
nilai CBR subgrade terhadap Terhadap Deformasi
deformasi perkerasan jalan Perkerasan Jalan
BAB III
METODE PENELITIAN
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari data tanah
lintas. Data tersebut dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh
menggunakan data dari salah satu ruas jalan, hasil desain tebal
perkerasan
elastis/pegas(spring).
dasar
tersebut
perkerasan ini.
56
perkerasan lentur dengan program SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar
23.
57
Mulai
Mendefinisikan
Mendefinisikan perletakan perletakan/tumpuan
pegas(spring)
Mendefinisikan Kasus
pembebanan/ Kriteria Pembebanan
C A B
58
C A B
Tidak
Ya
Hasil Akhir
Selesai
Mulai
B A
60
B A
Mendefinisikan Kasus
pembebanan/ Kriteria Pembebanan
Tidak
Ya
Hasil Akhir
Selesai
Mulai
Hasil Analisis
Selesai
atau mm).
layanan jalan.
63
BAB IV
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari Ruas
tersebut adalah 6 m yang terdiri dari dua lajur dua arah dengan bahu jalan
SAP 2000.
sepeda motor, mobil penumpang, bus, truk 2 sumbu, truk 3 sumbu, dan
truk trailer. Rincian data Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHRo) dapat dilihat
pada Tabel 2.
Berat Jumlah
Jenis Kendaraan Kendaraan Kendaraan
(Ton) (LHR)
Mobil Penumpang 2 4456
Bus 9 105
Truk 2 sumbu kecil 8.3 42
Truk 2 sumbu besar 18.2 1032
Truk 3 sumbu 25 75
Truk Trailer 42 3
komponen Bina Marga terdiri dari: lapis permukaan aspal (Laston) tebal
10 cm, Lapis pondasi atas dengan tebal 20 cm, dan lapis pondasi bawah
dengan tebal 40 cm. Susunan dan tebal lapisan perkerasan dapat dilihat
pada Gambar 26, untuk perhitungan desain tebal perkerasan jalan dengan
tulangan dengan tebal 24 cm, dan lapisan beton kurus (lean concrete)
dengan tebal 10 cm. Susunan dan tebal lapisan perkerasan dapat dilihat
merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas rencana pada lajur
rencana selama umur rencana, dalam penelitian ini umur rencana yang di
Equivalent Single Axle Load (CESA) dapat dihitung dengan rumus berikut:
(1 g)UR 1
R (20)
g
dimana:
nilai DL = 1)
UR = umur rencana
lentur dan kaku memiliki nilai yang berbeda sehingga jumlah repetisi
sumbu 18 Kip (8,16 Ton), detail beban sumbu kendaraan standar yang
35 cm 35 cm
cm
8,16 T
cm
Tekanan Ban
q = 80 psi
=5,6 kg/cm2
Persamaan 14.
Ac P
L Ac
0.5227 q
2040 / 5,6
L
0.5227
70
26,399 cm
adalah beban kendaraan dengan bearat sumbu belakang = 8,16 ton dan
sumbu depan = 3,16 ton, detail beban kendaraan yang digunakan dapat
8 Ton
180 cm
cm
420 cm
cm
hubungan antara CBR dengan modulus reaksi tanah dasar seperti yang
4.3
6
California Bearing Ratio (%)
2. Modulus elastisitas
untuk menetapkan Koefisien kekuatan relatif (a3) lapis pondasi bawah dari
0,13 0,839
E3 10 0,227
73
pada penelitian ini digunakan koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas
0,14 0,977
E2 10 0,249
Gambar 31.
74
370.00
0
beton (EAC)= 370.000 Psi atau setara dengan (EAC)= 26.012,88 Kg/cm2
kg/cm2 setara dengan fc= 4.978,30 Psi, jadi modulus Elastisitas beton
adalah:
Ec 57.000 4.978,30
concrete)
kg/cm2 untuk beton kurus (LC) setara dengan fc= 782,30 Psi, jadi
Ec 57.000 782,30
3. Angka poisson
diambil dari harga tipikal angka poisson yang disajikan pada Bab 2, angka
poisson dari tiap material perkerasan yang akan digunakan dalam analisis
terhadap hasil analisis, semakin kecil ukuran mesh maka semakin akurat
sehingga perlu dilakukan pengujian ukuran mesh yang efektif yang akan
dengan jarak tumpuan pegas untuk model dengan tipe pondasi Winkler
untuk mengetahui ukuran mesh dan jarak tumpuan pegas yang efektif
dengan tipe pondasi solid elastis dan model pondasi winkler, adapun hasil
77
percobaan variasi ukuran mesh dan jarak tumpuan pegas dapat dilihat
Deformasi/Lendutan (cm)
Ukuran
No.
Mesh (cm) Pondasi solid elastis Pondasi Winkler
1 10 0,028 0,034
2 20 0,028 0,034
3 30 0,026 0,031
4 40 0,025 0,028
78
0,035
Deformasi/Lendutan (cm)
0,030
Solid elastis
0,025
Winkler
0,020
0 10 20 30 40 50
Ukuran mesh/jarak tumpuan pegas (cm)
ukuran mesh dengan deformasi yang terjadi, dapat dilihat bahwa dengan
Modulus Angka
Material Lapis Perkerasan
Elastisitas(kg/cm2) Poisson
dasar (K) = 4,3 Kg/cm3 jarak antar tumpuan pegas untuk arah melintang
20 20 20 20 20
beban statis serta menggunakan dua tipe pondasi yaitu pondasi winkler
dan solid elastis sedangkan elemen dan ukuran meshing yang digunakan
Tabel 7. Ukuran meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000
pada perkerasan lentur untuk analisis kriteria kegagalan
ukuran mesh yang digunakan, untuk kondisi boundary, panjang dan lebar
dibuat.
yang akan dianalisis dengan SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 34
untuk pemodelan dengan pondasi tipe solid elastis dan pada Gambar 35
(LPA), warna kuning merupakan material lapis pondasi bawah, dan warna
perbandingan.
82
1320 cm 1320 cm
1320 cm 1320 cm
Tabel 8. Ukuran meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000
pada perkerasan lentur dengan beban berjalan
dengan ukuran yang digunakan pada model kasus beban statis untuk
moving load, nilai tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi tidak
perkerasan, panjang lajur yang akan dilintasi beban berjalan (moving load)
antara beban roda dan bagian tepi model untuk mengurangi pengaruh
boundary
85
yang akan dianalisis dengan SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 36.
1300 cm
2000 cm
1000 cm
300 cm
dasar (K) = 4,3 Kg/cm3 jarak antar tumpuan pegas untuk arah melintang
20 20 20 20 20
beban statis serta menggunakan dua tipe pondasi yaitu pondasi winkler
dan solid elastis sedangkan elemen dan ukuran meshing yang digunakan
Tabel 10. Ukuran Meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP 2000
pada perkerasan kaku untuk analisis kriteria kerusakan
dan ukuran mesh yang digunakan, untuk analisis kegagalan akibat retak
yang akan dianalisis dengan SAP 2000 dapat dilihat pada Gambar 38
untuk tipe pondasi solid elastis dan pada Gambar 39 untuk tipe Pondasi
1320 cm 1320 cm
440 cm 500 cm
400 cm
(hinge/roller)
(pin) All three
Only the vertical (translation
translational degrees of
3) degree of freedom is
freedom are restrained
unrestrained
4 x Q = 4 x 6,071 kg/cm2
Beton K.350 (24 cm)
Lapis pondasi LC (10 cm)
Subgrade(400 cm)
440 cm
500 cm
4 x Q = 4 x 6,071 kg/cm2
Beton K.350 (24 cm)
lapis pondasi LC (10 cm)
pondasi Winkler(Spring)
440 cm
480 cm
(b) Tampak samping model perkerasan
Tabel 11. Ukuran Meshing dan elemen yang digunakan dalam SAP
2000 untuk perkerasan kaku dengan dengan beban berjalan
dan ukuran mesh yang digunakan, ukuran model yang digunakan berbeda
dengan ukuran yang digunakan pada model kasus beban statis untuk
load, nilai tegangan, regangan dan deformasi yang terjadi tidak digunakan
dimensi lainnya dari model perkerasan kaku yang akan dianalisis dengan
440 cm
1500 cm
Nfdesain yang dihasilkan harus lebih besar dari Nrencana (Nfdesain > Nrencana)
(Nfdesain) dapat dilihat pada Tabel 12 untuk pondasi solid elastis dan Tabel
Defor
Lapis Tebal ITP 22(ty) 11(tx) tmax
No. Perkera masi Nfdesain
2 2
san (cm) (cm) (kg/cm ) (kg/cm )
Lapis Defor
Tebal ITP 22(ty) 11(tx) tmax
No. Perkera masi Nfdesain
2 2
san (cm) (cm) (kg/cm ) (kg/cm )
Aspal AC 10 3,36 3,65
1 LPA 20 12,0 0,061 13,064 13,311 -4 x106
x10
LPB 40
Aspal AC 10 3,28 x 3,96
2 LPA 30 13,4 0,056 12,504 12,903 10-4 x106
LPB 40
Aspal AC 15 2,16 x 1,56
3 LPA 40 18,1 0,042 8,285 7,615 10-4 x107
LPB 50
Aspal AC 20 1,62 x 4,06
4 LPA 50 22,8 0,034 6,02 6,31 10-4 x107
LPB 60
dan regangan pada model perkerasan lentur dengan pondasi solid elastis
95
dan pondasi winkler menunjukkan hasil yang hampir sama, dan dapat kita
pondasi Winkler cenderung lebih besar dari output dari model perkerasan
dengan metode Bina Marga tidak memenuhi syarat jumlah repetisi beban
22,8 yang menghasilkan nilai Nfdesain > Nrencana dan dapat kita lihat bahwa
dan tegangan yang terjadi pada model perkerasan lentur hasil analisis
tarik maksimum yang terjadi pada dasar lapisan pelat beton digunakan
sampai terjadinya kegagalan akibat retak lelah (Nfdesain), nilai Nfdesain yang
dihasilkan harus lebih besar dari Nrencana (Nfdesain > Nrencana) dimana Nrencana
= 36.461.531
dilakukan dengan model pondasi solid elastis dan pondasi Winkler untuk
Defor
Lapis Tebal 22(ty) 11(tx) tot
No. masi Nfdesain
Perkerasan (cm) (cm)
2
(kg/cm ) (kg/cm )
2
(kg/cm2)
K.350 24 1,288
1 0,028 13,498 5,657 19,155
LC 10 x108
K.350 23 5,172
2 0,028 14,008 6,04 20,048
LC 10 x107
K.350 22 1,632
3 0,029 14,715 6,462 21,177
LC 10 x107
Defor
Lapis Tebal 22/ty 11/tx tot
No. masi Nfdesain
Perkerasan
(cm) (cm) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
K.350 24 6,338
1 0,033 14,766 5,083 19,849
LC 10 x107
K.350 23 2,028
2 0,034 15,482 5,482 20,964
LC 10 x107
97
tegangan pada model perkerasan kaku dengan pondasi solid elastis dan
lebih besar jika dibandingkan pada model perkerasan lentur, dan sama
halnya pada model perkerasan lentur dapat kita lihat bahwa deformasi
Winkler lebih besar dari nilai deformasi dan tegangan yang diperoleh dari
pondasi solid elastis, tebal pelat beton yang memenuhi syarat sampai
tegangan yang terjadi pada model perkerasan kaku dengan tebal pelat 24
perubahan nilai CBR tehadap deformasi pada perkerasan, nilai CBR yang
kriteria kegagalan yaitu untuk perkerasan lentur dengan ITP 22,8 dan
23 cm. Hasil Analisis variasi nilai CBR tanah dasar dengan pemodelan
pada program SAP 2000 dapat dilihat pada Tabel 16 dan 17 serta
Tabel 16. Hasil analisis pemodelan perkerasan lentur dengan variasi nilai
CBR subgrade
Lendutan 22 11
CBR max Nfdesain Nrenc.
(cm) (kg/cm2) (kg/cm2)
3 0,0430 5,975 5,279 1,587E-4 4,311E+7
4 0,0390 5,957 5,266 1,581E-4 4,357E+7
5 0,0350 5,943 5,257 1,577E-4 4,395E+7
6 0,0330 5,931 5,249 1,574E-4 4,428E+7 3,958E+7
7 0,0310 5,921 5,243 1,571E-4 4,456E+7
8 0,0300 5,913 5,237 1,568E-4 4,477E+7
9 0,0290 5,907 5,232 1,567E-4 4,493E+7
99
Tabel 17. Hasil analisis pemodelan perkerasan kaku dengan variasi nilai
CBR subgrade
Lendutan 22 11 total
CBR Nfdesain Nrenc.
(cm) (kg/cm2) (kg/cm2) (kg/cm2)
3 0,0450 16,541 6,613 23,154 0,216E+7
4 0,0370 15,483 6,38 21,863 0,810E+7
5 0,0320 14,700 6,193 20,893 2,181E+7
6 0,0281 14,008 6,04 20,048 5,172E+7 3,646E+7
7 0,0250 13,591 5,909 19,500 9,053E+7
8 0,0220 13,176 5,797 18,973 15,510E+7
9 0,0200 12,821 5,698 18,519 24,670E+7
4,550E+7 0,0450
4,500E+7 0,0400
deformasi (cm)
4,450E+7 0,0350
Nf desain
4,400E+7 0,0300
4,350E+7 0,0250
4,300E+7 0,0200
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CBR (%)
CBR (%)
(a) Nfdesain vs CBR (b) deformasi vs CBR
Gambar 41. Grafik hubungan nilai CBR dengan Nfdesain dan deformasi
pada perkerasan lentur
100
2,500E+6 0,0500
0,0450
2,000E+6
0,0400
deformasi (cm)
1,500E+6 0,0350
Nf desain
0,0300
1,000E+6
0,0250
5,000E+5
0,0200
0,000E+0 0,0150
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
CBR (%) CBR (%)
(a) Nfdesain vs CBR (b) deformasi vs CBR
Gambar 42. Grafik hubungan nilai CBR dengan Nfdesain dan deformasi
pada perkerasan kaku
akibat retak lelah (Nfdesain ) pada perkerasan lentur dan kaku meningkat
memiliki umur rencana yang sama yakni 20 tahun, hal ini disebabkan
karena beton memiliki modulus elastis yang tinggi, sehingga pelat beton
deformasi yang terjadi pada perkerasan lentur akibat beban berjalan dapat
2000 cm
1000 cm
Lintasan beban
180 cm 1300 cm
Lintasan beban
0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000
0,0025
deformasi (cm)
-0,0175
-0,0375
-0,0575
-0,069707
-0,0775
Jarak (cm)
(c) grafik deformasi yang terjadi pada tiap titik pergerakan beban
terjadi pada tepi perkerasan hal ini disebabkan karena pada tepi
semakin besar.
menggunakan dowel, hal ini terjadi karena dengan adanya dowels maka
terjadi transfer beban dari slab beton yang dibebani ke slab beton yang
perkerasan kaku.
104
Lintasan beban
440 cm
Lintasan beban
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500
0
-0,01
-0,02
Deformasi (cm)
-0,03
-0,04 -0,034
-0,05
-0,06
-0,07
-0,069
-0,08 Jarak (cm)
(c) grafik deformasi yang terjadi pada tiap titik pergerakan beban
BAB V
A. Kesimpulan
yaitu dengan tipe Pondasi Solid Elastis dan Tipe Pondasi Winkler
dan regangan yang terjadi pada perkerasan lentur dan kaku hampir
sama sehingga kedua tipe pondasi elastis ini dapat digunakan untuk
memodelkan subgrade
tahun, hal ini disebabkan karena beton memiliki modulus elastis yang
karena dengan adanya dowels maka terjadi transfer beban dari slab
B. Saran
dowels.
berjalan
Lampiran 1
Perhitungan Tebal Lentur dengan Metode Analisa Komponen (Bina Marga)
Diketahui data parameter perencanaan Ruas Jalan Tarumpakkae-Anabanua sebagai berikut :
Peranan Jalan = Jalan Arteri
Tipe Jalan = 2 Lajur 2 Arah
Umur Rencana = 20 tahun
Rencana Jenis Perkerasan = Lentur (Flexible)
CBR tanah dasar = 6%
Kondisi/Iklim setempat = Curah hujan rata-rata = > 900 mm/thn
Kelandaian Rata-rata = 6%
Angka Pertumbuhan lalu lintas (g) = 5% per tahun
Data Jumlah LalulintasHarian Rata-rata/LHR awal (LHR0)
- Mobil penumpang = 4456 kendaraan/hari
- Bus = 105 kendaraan/hari
- Truk 2as kecil = 42 kendaraan/hari
- Truk 2as besar = 1032 kendaraan/hari
- Truk 3 as = 75 kendaraan/hari
- Truk Trailer = 3 kendaraan/hari
Penyelesaian :
A. Analisis lalu-lintas
L 4
AE = k
8,16
Dimana:
L = beban sumbu kendaraan (ton)
k = 1 ; untuk sumbu tunggal
0,086 ; untuk sumbu tandem/ganda
0,021 ; untuk sumbu triple
Dimana :
j = Jenis kendaraan
Cj = Koefisien distribusi kendaraan
AEj = Angka Ekuivalen beban sumbu kendaraan
Dimana :
g = faktor pertumbuhan lalu lintas
UR = umur rencana
UR
LEA = 2.733,06 1 + i
20
= 2.733,06 1 + 0,05
= 7.251,62
LEP + LEA
LET =
2
LET = 4.992,34
UR
LER = LET
10
LER = 9.984,68
B. Daya Dukung Tanah
Diketahui Nilai CBR tanah dasar = 6 %, dari nilai CBR tersebut diperoleh nilai daya dukung
tanah dari grafik hubungan antara CBR dengan DDT, diperoleh nilai DDT sebesar= 5.0
1. Faktor Regional
Dari data diketahui:
Tipe/Fungsi Jalan adalah Jalan Arteri dengan jurah hujan rata-rata/tahun < 900 mm/thn
kelandaian rata-rata < 6%
Persentase kendaraan berat = 22,0 %
untuk penentuan faktor regional digunakan tabel berikut:
dari tabel di atas diambil nilai Indeks Permukaan akhir umur rencana (IPt) = 2,5
3. Mencari Harga Indeks Tebal Perkerasan (ITP) :
untuk IPo 4, dan IPt = 2.5 Maka penetuan harga indeks tebal perkerasan digunakan
Nomogram 1
Direncanakan Menggunakan 3 lapis perkerasan yang terdiri dari: Lapis Permukaan, lapis pondasi atas, dan
lapis pondasi bawah
Tebal perkerasan dapat dihitung dengan persamaan:
ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3. D3
dimana:
a1 = Koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
a2 = Koefisien kekuatan relatif lapis pondasi atas
a3 = Koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah
D1 = Tebal lapis permukaan
D2 = Tebal lapis pondasi atas
D3 = Tebal lapis pondasi Bawah
dari tabel koefisien kekuatan relatif diperoleh koefisien kekuatan relatif untuk tiap lapis perkerasan sbb:
- Lapis Permukaan : Laston (a1) = 0,40
- Lapis Pondasi Atas : Baru pecah kelas A (a2) = 0,14
- Lapis Pondasi Bawah : Batu pecah kelas B (a3) = 0,13
Tebal perkerasan ditentukan dengan memaksimalkan tebal lapis pondasi bawah, tebal minimum lapis
permukaan dan lapis pondasi atas diperoleh dari tabel penentuan batas minimum tebal lapis perkerasan
dari tabel diperoleh : nilai D1 minimum = 10 cm
: nilai D2 minimum = 20 cm
Maka diperoleh:
D3 = 40,00 cm dibulatkan menjadi 48 cm
jadi diperoleh susunan lapisan perkerasan sebagai berikut:
Subgrade
Lampiran 2
Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku Metode Dep. PU 2003
Diketahui data parameter perencanaan Ruas Jalan Tarumpakkae-Anabanua sebagai berikut :
CBR tanah dasar = 6 %
Mutu Beton Rencana =
Bahan pondasi bawah = Campuran Beton Kurus; T = 10 cm
Data lalu-lintas harian rata-rata :
- Mobil penumpang : 4456 kendaraan/hari
- Bus : 105 kendaraan/hari
- Truk 2as kecil : 42 kendaraan/hari
- Truk 2as besar : 1032 kendaraan/hari
- Truk 3 as : 75 kendaraan/hari
- Truk Trailer : 3 kendaraan/hari
Pertumbuhan lalu-lintas (i) = 5 % per tahun
Umur rencana (UR) = 20 Tahun
Fungsi Jalan = Jalan Arteri
Tipe Jalan = 2 Lajur 2 Arah
Perencanaan meliputi :
Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan (BBTT)
Jumlah sumbu kendaraan niaga (JSKN) selama umur rencana (20 tahun).
JSKN = 365 x JSKNH x R x C
R =
(1+i)UR - 1 Dimana :
i R : Faktor Pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam (%)
Diperoleh Nilai R : UR : Umur rencana (tahun)
R = 33,066 C : Koefisien distribusi kendaraan
(9)=(4)*100/
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(4)*100/(6) (8)
(8)
24 cm Beton K.350
Tanah
Dasar
Lampiran 3
PERHITUNGAN REPETISI BEBAN STANDAR UNTUK PERKERASAN LENTUR
Data Jumlah Lalulintas Harian Rata-rata/LHR awal (LHR0) Ruas Jalan Tarumpakkae-Anabanua :
- Mobil penumpang = 4456 Kendaraan/hari
- Bus = 105 Kendaraan/hari
- Truk 2as kecil = 42 Kendaraan/hari
- Truk 2as besar = 1032 Kendaraan/hari
- Truk 3 as = 75 Kendaraan/hari
- Truk Trailer = 3 Kendaraan/hari
Tipe Jalan : 2 Lajur 2 Arah
Umur Rencana : 20 tahun
Pertumbuhan lalulintas (g) : 5 % pertahun
Indeks Tebal Perkerasan (ITP) : 12 (dari hasil Perhitungan)
Indeks Permukaan akhir umur rencana (IPt) : 2,5 (dari hasil Perhitungan)
Penyelesaian:
Analisis lalu lintas
Beban
Jumlah Beban Sumbu (Ton) Beban Sumbu (Kip)
Jenis Kendaraan Kendaraan
Kendaraan
(Ton) Depan Belakang Depan Belakang
Mobil Penumpang 4456 2 1 1 2,20 2,20
Bus 105 9 3,06 5,94 6,75 13,09
Truk 2as kecil 42 8,3 2,822 5,478 6,22 12,08
Truk 2as besar 1032 18,2 6,188 12,012 13,64 26,48
Truk 3 as 75 25 6,25 18,75 13,78 41,33
Truk Trailer 3 42 7,56 11,8 + 22,7 16,67 25,92 + 50,00
ket: 1 ton = 2,204 Kip
Wtx Gt Gt
log
Wt18
= 4,79 log 18 + 1 - 4,79 log Lx + L2 + 4,33 log L2 + x - 18 (4.1)
4,2 - Ipt
Gt = log (4.2)
4,2 - 1,5
3,23
x = 0,40 +
0,081 Lx
5,19
+ L2
3,23
(4.3)
ITP + 1 L2
Wt18
AE = (4.4)
Wtx
Lx = 2,20
L2 = 1
4,2 - 2,5
Gt = log
4,2 - 1,5
Gt = -0,20091
3,23
0,081 2,20 + 1
x = 0,40 + 5,19 3,23
12 + 1 1
x = 0,40001
3,23
18 = 0,40 +
0,081 18
5,19
+ 1
3,23
12 + 1 1
18 = 0,40181
Wtx Gt Gt
log = 4,79 log 18 + 1 - 4,79 log Lx + L2 + 4,33 log L2 + -
Wt18 x 18
Wtx
log = 3,7004
Wt18
Wtx
= 5016,343
Wt18
Wt18
AE =
Wtx
AE = 0,00020
5. Beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana/Repetisi beban standar:
N rencana ( 1 + 0.05)20 - 1
= 1.196.961 x
0,05
Penyelesaian:
Analisis lalu lintas
Beban
Jumlah Beban Sumbu (Ton) Beban Sumbu (Kip)
Jenis Kendaraan Kendaraan
Kendaraan
(Ton) Depan Belakang Depan Belakang
Mobil Penumpang 4456 2 1 1 2,20 2,20
Bus 105 9 3,06 5,94 6,75 13,09
Truk 2as kecil 42 8,3 2,822 5,478 6,22 12,08
Truk 2as besar 1032 18,2 6,188 12,012 13,64 26,48
Truk 3 as 75 25 6,25 18,75 13,78 41,33
Truk Trailer 3 42 7,56 11,8 + 22,7 16,67 25,92 + 50,00
ket: 1 ton = 2,204 Kip
Wtx Gt Gt
log
Wt18
= 4,62 log 18 + 1 - 4,62 log Lx + L2 + 3,28 log L2 + x - 18 (4.1)
4,5 - Ipt
Gt = log (4.2)
4,5 - 1,5
5,2
x = 1,00 +
3,630 Lx
8,46
+ L2
3,52
(4.3)
D + 1 L2
Wt18
EALF = (4.4)
Wtx
Lx = 2,20
L2 = 1
4,5 - 2,5
Gt = log
4,5 - 1,5
Gt = -0,176
5,2
x = 1,00 +
3,630 2,20
8,46
+ 1
3,52
9,45 + 1 1
x = 1,00000
5,2
18 = 1,00 +
3,630 18
8,46
+ 1
3,52
9,45 + 1 1
18 = 1,0387
Wtx Gt Gt
log = 4,62 log 18 + 1 - 4,62 log Lx + L2 + 3,28 log L2 + -
Wt18 x 18
Wtx
log = 3,5647
Wt18
Wtx
= 3670,00
Wt18
Wt18
EALF =
Wtx
EALF = 0,0002725
5. Beban gandar standar untuk lajur rencana selama umur rencana/Repetisi beban standar:
N rencana ( 1 + 0.05)20 - 1
= 1.102.691 x
0,05
Nf = 0,0796(t)-3,291(EAC)-0,854
Dimana:
Nf : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai terjadinya retak lelah
t : Regangan tarik horizontal maksimum di bagian bawah lapisan aspal (AC)
EAC : Modulus elastisitas lapisan AC
Diketahui :
EAC = 26.012,88 kg/cm2
= 0,35
tx = 12,753 kg/cm2 (tegangan tarik horizontal arah melintang pada dasar lapisan AC)
ty = 13,065 kg/cm2 (tegangan tarik horizontal arah memanjang pada dasar lapisan AC)
tx ty
tx
E AC E AC
y x
ty
E AC E AC
Sehingga:
tx = 0,0003145
ty = 0,0003307
-3,291 -0,85
NF = 0,0796 0,000314 26.012,88
Dimana:
Nf : Jumlah repetisi/pengulangan beban yang diijinkan sampai terjadinya retak lelah
t : tegangan tarik maksimum pada dasar perkerasan beton
Sc : Modulus rupture Beton
Diketahui :
Sc = 39,684178 Kg/cm2
t = 19,155 Kg/cm2 (dari hasil program SAP 2000)
Sehingga:
19,155
Log Nf = 16,61 - 17,61
39,684
Log Nf = 8,110
nilai NFdesain > Nfrencana tapi selisihnya besar, untuk memperoleh desain yang lebih ekonomis maka tebal perkerasan
dikurangi sampai diperoleh nilai NF desain > Nfrencana yang lebih kecil selisihnya
Lampiran 6