PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat
mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume
relatif banyak.(3)
Glukosa adalah suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati dan mengandung satu
molekul air hidrat atau anhidrat.(1)
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan
melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok. Asupan air dan
elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan dikeluarkan dalam jumlah relatif
sama. Ketika terjadi gangguan hemostatif, maka tubuh harus segera mendapatkan terapi
untuk mengembalikan air dan elektrolit.(4)
Injeksi volume besar atau injeksi yang dimaksudkan untuk pemberian langsung ke
dalam pembuluh darah vena harus steril dan isotonis dengan darah, dikemas dalam wadah
tunggal berukuran 100 mL - 2000 mL. Tubuh manusia mengandung 60 air dan terdiri atas
cairan intraseluler (di dalam sel), 40 yang mengandung ion-ion K+, Mg+, sulfat, fosfat,
protein serta senyawa organik asam fosfat seperti ATP, heksosa, monofosfat dan lain-lain.
Air mengandung cairan ekstraseluler (di luar sel) 20 yang kurang lebih mengandung 3 liter
air dan terbagi atas cairan intersesier (diantara kapiler) 15 dan plasma darah 5 dalam sistem
peredaran darah serta mengandung beberapa ion seperti Na+, klorida dan bikarbonat.(4)
Dalam pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal
dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel lain. Oleh
karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam infus intravena biasanya
mengandung zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan vitamin. Walaupun cairan infus
intravena yang diinginkan adalah larutan yang isotonis untuk menetralisir trauma pada
pembuluh darah. Namun cairan Hipotonis maupun Hipertonis dapat digunakan untuk
meminimalisir pembuluh darah, larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat.(4)
2.2 Anatomi
3
Injeksi intravena
dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu satu
peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya
singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek
yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan
terganggunya zat-zat koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing
langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya
shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga kadar obat setempat
dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat
perlahan, antara 50-70 detik lamanya. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis (kulit
ari), dermis atau korium (kulit jangat), dan jaringan subkutan atau subkutis
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Kekebalan epidermis
berbeda-beda pada bagian tubuh. Bagian yang paling tebal berukuran 1 milimeter, misalnya
pada telapak kaki dan telapak tangan. Sedangkan lapisan yang tipis berukuran 0,1 milimeter
terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi, dan perut. Sel-sel epidermis ini disebut keratinosit.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit. Pada epidermis, terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis mempunyai 5 lapisan yaitu :
1. Lapisan Tanduk (Stratum corneum), merupakan lapisan yang paling atas. Terdiri atas sel-
sel mati yang mengelupas dan banyak mengandung keratin yang melindunginya. Lapisan
ini secara terus-menerus melepaskan sel-sel kulit yang mati.
4
2. Lapisan Jernih (Stratum lucidum), disebut juga lapisan barrier. Terletak tepat di bawah
stratum corneum. Merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti. Protoplasmanya berubah
menjadi protein (eleidin). Biasanya terdapat pada kulit tebal seperti telapak kaki dan
telapak tangan.
3. Lapisan Granular (Stratum granulosum), tersusun oleh sel-sel keratinosit yang berbentuk
poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut.
4. Lapisan Malphigi (stratum spinosum atau malphigi layer), memiliki sel yang berbentuk
kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil
yang terdiri atas serabut protein. Cairan limfe masih ditemukan mengitari sel-sel dalam
lapisan malphigi ini.
5. Lapisan Basal (Stratum germinativum) adalah lapisan terbawah epidermis yang hanya
tersusun oleh satu lapis sel-sel basal. Di dalam stratum germinativum juga terdapat sel-sel
melanosit, yaitu sel-sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel keratinosit melalui
dendrit-dendritnya
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit dan sering dianggap sebagai True
Skin karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang
menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Kulit jangat atau
dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar
keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah
bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Dermis mempunyai 2 lapisan
yaitu:
1. Lapisan papiler (Pars papilare), merupakan bagian yang menonjol ke epidermis, tipis,
berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
2. Lapisan retikuler (Pars retikulare), merupakan bagian yang menonjol ke subkutan, tebal,
terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan kental
asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas), serta terdiri dari sel fibroblast yang
memproduksi kolagen dan retikularis yang banyak terdapat pada pembuluh darah, limfe,
akar rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus.
c. Subkutis / hypodermis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan
di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
5
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi dari
Subkutis/hipodermis adalah melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, dan
kontrol bentuk tubuh.
c. Gamma
Digunakan untuk sterilisasi alat kedokteran serta alat yang terbuat dari logam. Dosis
efektifnya adalah 2,5 M Rad
5. Sterilisasi Filtrasi
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik
dengan adasorbsi pada media penyaringan atau dengan mekanisme penyaringan, yang
digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas.
6
Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni
7,4.
Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah
atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan
lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme
hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam
bentuk tidak vegetatif (spora).
Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam.
Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung
radikal yang ada unsur N, dan P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat
menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil.
2.8 Evaluasi
1. Penetapan Kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dan lain-lain.
2. pH
Evaluasi ini menggunakan pH meter dan diukur apakah pHnya sesuai yaitu 7,4.
3. Uji Kejernihan
Pengujian dilakukan secara visual, botol diputar 180o berulang-ulang didepan suatu
background yang berwarna hitam untuk melihat partikulat yang berwarna putih dan
didepan suatu background yang berwarna putih untuk melihat partikulat yang berwarna
hitam.
4. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung
sulfur atau anti oksidan.
5. Uji Pirogenitas
6. Uji Kebocoran
Wadah sediaan diletakkan dengan posisi terbalik.
8
BAB III
METODOLOGI
Bahan :
Glukosa
Natrium klorida
Aqua Pro Injeksi
Glukosa
Struktur
Pemerian Hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak
berbau, rasa manis.
Kelarutan Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
agak sukar larut dalam metanol (95%) P mendidih, sukar larut
dalam metanol (95%) P
Khasiat Kalorigenikum
10
menjadi berwarna cokelat muda
Sterilisasi Autoklaf
Natrium Klorida
11
Pemerian Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbuk hablur putih,
tidak berbau, rasa asin
Kelarutan Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut dalam
metanol (95%) P
Fungsi
12
Kelarutan Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih,
agak sukar larut dalam metanol (95%) P mendidih, sukar larut
dalam metanol (95%) P
Sisa Penguapan Tidak lebih dari 0,003% b/v, penguapan dilakukan diatas tangas
air, kemudian dikeringkan pada suhu 105C selama 1 jam
Khasiat Kalorigenikum
13
REGISTERED NO.DKL. 99556781043AI
STERIL NON PYROGENIC
INFUS GLUCOSE
Each 200 ml contain of :
Glucose 4%
NaCl 0,18%
Osmolarity320,68mmol/l
Na+ = 196,58mEq/l
Cl- = 303,4188mEq/l HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Batch no: 40528
Prod date: OCT 2016
Exp date: OCT 2017
200 ml
EDTAFarmaCorp
3.5 Evaluasi
1. Penetapan Kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dan lain-lain.
14
2. pH
Evaluasi ini menggunakan pH meter dan diukur apakah pHnya sesuai yaitu 7,4.
3. Uji Kejernihan
Pengujian dilakukan secara visual, botol diputar 180o berulang-ulang didepan suatu
background yang berwarna hitam untuk melihat partikulat yang berwarna putih dan
didepan suatu background yang berwarna putih untuk melihat partikulat yang berwarna
hitam.
4. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang mengandung
sulfur atau anti oksidan.
5. Uji Pirogenitas
6. Uji Kebocoran
Wadah sediaan diletakkan dengan posisi terbalik.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada formulasi ini, pembuatan infus dengan menggunakan zat aktif glukosa. Glukosa
merupakan bahan aktif yang berkhasiat sebagai kalorigenik yaitu zat yang dapat meghasilkan
atau meningkatkan energi atau memperkecil kekurangan kalori pada terapi pengganti atau
pemeliharaan. Pembuatan sediaan steril khususnya infus harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari kontaminasi mikroba. Cara pembuatan obat yang baik juga mensyaratkan tiap
wadah akhir infus harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran
bahan asing yang terlihat secara visual harus ditolak.
A.P.I (Aquadest Pro Injection) digunakan untuk bahan pelarut dalam infus. Selain sebagai
bahan dalam pembuatan infus, A.P.I juga digunakan karena bebas pirogen, alasan penggunaan
A.P.I. dalam ilmu farmasi yaitu air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang
mudah terhidrolisa (mudah terurai karena adanya kelembaban). Bentuk alami dari glukosa
disebut juga Dekstrosa. Penggunaan glukosa pada sediaan ini sebagai bahan utamanya
dimaksudkan untuk menambah energi pada pasien yang kehilangan banyak cairan tubuh karena
hipokelemik dehidrasi. Selain itu, glukosa juga dapat menambah kadar gula dalam darah.
Pada larutan NaCl digunakan sebagai penghistonis karena mempunyai tekanan osmosis
yang sama dengan cairan tubuh yakni 0,9%. NaCl merupakan zat tambahan yang digunakan
untuk membuat larutan isotonis.
Glukosa tidak stabil pada pemanasan suhu tinggi dalam waktu yang lama karena terjadi
penurunan pH sehingga sterilisasi tidak dilakukan pada suhu yang tinggi dalam waktu yang lama
serta penyimpanan sediaan disarankan pada suhu yang sejuk. Untuk membuat sediaan yang
efektif dibuat kadar sediaan yang sesuai tujuan terapi yaitu untuk sediaan infus dengan rentang
kadar 2,5 7 %.
Sediaan infus haruslah isotonis atau sedikit hipertonis karena jika hipotonis maka akan
menyebabkan sel darah menjadi pecah sehingga itu berbahaya. Selain itu, perlunya sediaan infus
16
ini dibuat isotonis ataupun sedikit hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa
nyeri.
Sebelum dilakukan pembuatan infus glukosa, alat-alat yang akan digunakan harus di
sterilisasikan terlebih dahulu menggunakan autoklaf agar terbebas dari mikroorganisme yang ada
pada lingkungan sekitar. Setelah larutan glukosa yang sudah dilarutkan dengan aqua pro injeksi
dan NaCl yang sudah dilarutkan dalam aqua pro injeksi kemudian kedua campuran tersebut
dicampur. Pada pembuatan infus glukosa ini, fungsi penambahan karbon aktif agar sediaan steril
tersebut bebas pirogen. Kemudian setelah pembuatan infus selesai dibuat, sediaan siap dikemas
dan dimasukkan kedalam botol infus kemudian sterilisasikan kembali dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 115o-116oC selama 15 menit.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sediaan infus glukosa merupakan suatusediaan yang berfungsi sebagai pengganti
kehilangan cairan tubuh sehingga tubuh dapat berenergi kembali.
Sediaan infus glukosa haru memenuhi syarat, yaitu :
Aman
Steril
Jernih
Bebas pirogen
Praktis bebas partikel
Evaluasi yang dilakukan pada sediaan infus glukosa ini meliputi :
Warna
Kekeruhan
Bau
Uji kebocoran
Uji kejernihan
5.3 Evaluasi
1. Penetapan Kadar
Penentuan kadar dilakukan dengan SP UV, HPLC, SP IR dan lain-lain.
2. pH
Evaluasi ini menggunakan pH meter dan diukur apakah pHnya sesuai yaitu 7,4.
3. Uji Kejernihan
Pengujian dilakukan secara visual, botol diputar 180o berulang-ulang didepan suatu
background yang berwarna hitam untuk melihat partikulat yang berwarna putih dan
18
didepan suatu background yang berwarna putih untuk melihat partikulat yang
berwarna hitam.
4. Bau
Pemeriksaan bau dilakukan secara periodik terutama untuk sediaan yang
mengandung sulfur atau anti oksidan.
5. Uji Pirogenitas
6. Uji Kebocoran
Wadah sediaan diletakkan dengan posisi terbalik.
DAFTAR PUSTAKA
19
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI.
Sunan, Insan. 2009. Pengaruh Penggunaan Karbon Aktif Terhadap Kadar Endotoksin Dalam
Sediaan Injeksi Intravena Glukosa Volume 7 Nomor 2. Jatinangor : Universitas Padjajaran.
20