Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TEHNIK PEMBERIAN OBAT MELALUI REKTUM

by world of women

undefined

undefinedundefined

BAB I

PENDAHULUAN

. Latar Belakang

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau


binatang sebagai perawatan atau pengobatan bahkan pencegahan terhadap
berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuh. Beberapa faktor yang
mempengaruhi reaksi pengobatan diantaranya absorpsi obat, distribusi obat
dalam tubuh, metabolism obat, dan ekskresi.

Obat memiliki dua efek yakni efek terapeutik dan efek samping. Efek terapeutik
obat memiliki kesesuaian terhadap efek yang diharapkan sesuai dengan
kandungan obatnya seperti paliatif (berefek untuk mengurangi gejala), kuratif
(memiliki efek pengobatan), suportif (menaikkan fungsi atau respon tubuh),
subtitutif (sebagai pengganti), efek kemoterapi (berefek untuk mematikan atau
menghambat), restorative ( berefek pada memulihkan fungsi tubuh yang sehat).
Efek samping merupakan dampak yang tidak diharapkan, tidak bisa diramal, dan
bahkan kemungkinan dapat membahayakan seperti adanya alergi, penyakit
iatrogenic, kegagalan dalam pengobatan, dan lain-lain.

Pemberian obat kepada pasien dapat dilakukan melalui beberapa cara


diantaranya : oral, parenteral, rectal, vaginal, kulit, mata, telinga, dan hidung.
Dengan menggunakan prinsip enam tepat dalam pengobatan yakni tepat pasien,
obat, dosis, rute, waktu, dan dokumentasi.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Pemberian Obat Melalui Abus/Rektum

2. Tujuan

3. Memberikan Efek Lokal Dan Sistemik

4. Alat Dan Bahan


5. Prosedur kerja

6. Penyakit Yang Biasa Terjadi Pada Rectum

7. Penyebab,Gejala,Diagnosa dan Pengobatan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Pemberian Obat Anus/Rektum

Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau
rektum, dengan tujuan memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan
pengobatan ini disebut pemberian obat suppositoria yang bertujuan untuk
mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah feses dan
merangsang buang air besar.

Contoh pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac
supositoria yang berfungsi secara lokal untuk meningkatkan defekasi dan contoh
efek sistemik pada obat aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi
bronkus. Pemberian obat supositoria ini diberikan tepat pada dinding rektal yang
melewati sfingter ani interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami
pembedahan rektal.

Pemberian Obat yang dilakukan melalui anus atau rektum dengan tujuan
memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut juga
pemberian obat supositorium. Contoh pemberian yang memiliki efek lokal
seperti pada obat dulkolak supositoria yang berfungsi secara lokal untuk
meningkatkan defekasi. Contoh efek sistemik adalah pemberian obat aminofilin
supositoria dengan fungsi mendilatasi bronkial. Pemberian obat supositoria ini
diberikan tepat pada dinding mukosa rektal yang melewati sfingter anus interna.
Kontra indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan rektal. Suppositoria
adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui
anus atau rektum. Umumnya berbentuk torpedo dapat meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung
jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat local atau
sistematik. (Farmakope Indonesia Edisi IV).

Suppositoria merupakan obat luar karena penggunaannya tidak melewati mulut


dan tidak menuju ke arah lambung, hanya dimetabolisme dalam darah dan
dinding usus.

Salep (cream) adalah sediaan yang digunakan untuk pemberian topikal ke area
perianal. Sebagian besar digunakan untuk terapi kondisi lokal pruritis anorektal,
inflamasi dan nyeri atau ketidaknyamanan akibat wasir.

Contohnya:

Astrigents (Zinc oxide)

Pelindung dan pelicin (cocoa butter dan lanolin)

Anestesi lokal (Pramoxine HCl)

Antipruritis serta agen antiinflamasi (Hidrokortisone)

Beberapa produk rectal cream, gel, dan ointment komersial yaitu : ANUSOL
ointment, TRONOLANE cream, ANALPRAM-HC cream, dan DIASTAT Gel.

Cair (larutan) Rektal adalah sediaan rektal yang sangat sedikit digunakan, karena
tidak menyenangkan dan kepatuhan pasien rendah. Dalam banyak kasus,
sediaan ini digunakan untuk memasukkan media atau agen untuk rontgen
saluran pencernaan bagian bawah. Walaupun absorpsi obat dari larutan lebih
baik daripada dari suppositoria solid, tetapi penggunaan jarang sekali. Contoh :
ROWASA rectal suspension enema (mesalamine), ASACOL rectal suspension
enema (mesalazine).

Rektal aerosol atau busa rektal aerosol disertai dengan aplikator untuk
memudahkan penggunaannya.

Aplikator dimasukkan ke dalam wadah berisi produk, serta terdapat alat


pengatur dosis obat aerosol. Aplikator dimasukkan ke dalam anus dan obat
dapat diberikan melalui rektal.

Beberapa contoh rektal aerosol : PROCTOFOAM HC (Hidrocortisone dan


Pramoxine), CORTIFOAM (Hidrocortisone).
B. Tujuan

C. memberikan efek lokal dan sistemik. Contoh: efek local untuk melunakkan
faeces dan merangsang/melancarkan defekasi, efek sistemik untuk dilatasi
bronkus.

D. Alat Dan Bahan :

1. Obat supositorium dalam tempatnya

2. Sarung tangan

3. Kain kasa

4. Vaselin/pelicin/pelumas

5. Kertas tisu

E. Prosedur Kerja :

1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

2. Cuci tangan

3. Gunakan sarung tangan

4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa

5. Olesi ujung obat supositorium dengan pelicin

6. Minta pasien mengambil posisi tidur miring (sims) lalu regangkan bokong
dengan tangan kiri. Kemudian masukkan supositoria dengan perlahan melalui
anus, sfingter interna dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10 cm pada
orang dewasa, dan kurang lebih 5 cm untuk anak/bayi

7. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal
dengan tisu

8. Anjurkan klien untuk tetap berbaring telentang/miring selama kurang


lebih 15 menit

9. Kemudian lepaskan sarung tangan dan letakkan di bengkok

10. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

11. Catat prosedur dan respons pasien

F. Penyakit yang biasa terjadi pada rectum


Proktitis (radang lapisan rektum) DEFINISI Proktitis adalah peradangan pada
lapisan rektum (mukosa rektum). Pada proktitis ulserativa, ulkus (luka) muncul
pada lapisan rektum yang meradang. Hal ini bisa mengenai rektum bagian
bawah selebar 2,5-10 cm. Beberapa kasus sudah memberikan respon terhadap
pengobatan; yang lainnya menetap atau kambuh dan membutuhkan pengobatan
jangka panjang. Beberapa kasus akhirnya berkembang menjadi kolitis
ulserativa.

G. Penyebab,Gejala, Diagnosa dan Pengobatan

Penyebab

Proktitis memiliki beberapa penyebab :

1. Penyakit Crohn atau kolitis ulserativa

2. Penyakit menular seksual (gonore, sifilis, infeksi Chlamydia trachomatis,


herpessimpleks, infeksi sitomegalovirus), terutama pada laki-laki homoseksual.

3. Bakteri spesifik seperti Salmonella

4. Penggunaan antibiotik tertentu yang merusak bakteri usus normal dan


memungkinkan bakteri lainnya tumbuh

5. Terapi penyinaran pada rektum atau di sekitar rektum.

Orang-orang dengan gangguan sistem kekebalan memiliki resiko tinggi terhadap


terjadinya proktitis, terutama pada infeksi yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks atau sitomegalovirus.

GEJALA

Proktitis terutama menyebabkan perdarahan yang tidak nyeri atau pengeluaran


lendir dari rektum.

Jika penyebabnya gonore, herpes simpleks atau sitomegalovirus, anus dan


rektum akan terasa sangat nyeri.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan dengan proktoskop atau


sigmoidoskop dan hasil pemeriksaan dari contoh jaringan lapisan rektum.

Pemeriksaan laboratorium bisa menemukan jenis kuman, jamur atau virus yang
menjadi penyebabnya.

Daerah lain dari usus juga bisa diperiksa dengan menggunakan kolonoskop atau
barium enema.

PENGOBATAN
Antibiotik merupakan pengobatan terbaik untuk proktitis yang disebabkan oleh
infeksi kuman spesifik.Jika proktitis disebabkan karena penggunaan antibiotik
yang merusak flora normal usus, bisa digunakan metronidazole atau vancomycin
untuk menghancurkan kuman yang merugikan. Bila penyebabnya adalah terapi
penyinaran atau tidak diketahui, bisa diberikan kortikosteroid (misalnya
hydrocortisone dan mesalamine). Keduanya dapat diberikan sebagai enema
(cairan yang dimasukkan ke dalam usus/usus besar) atau sebagai suppositoria
(obat yang dimasukkan melalui dubur). Kortison diberikan dalam bentuk busa
yang dimasukan dengan bantuan alat khusus.Sulfasalazine atau obat serupa
bisa diberikan per-oral (melalui mulut) dalam waktu bersamaan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemberian obat melalui rektum merupakan pemberian obat dengan memasukan


obat melalui anus dan kemudian rectum dalam bentuk suppositoria, salep
(cream), cairan (larutan).

Tujuan : memberikan efek lokal dan sistemik. Contoh: efek local untuk
melunakkan faeces dan merangsang/melancarkan defekasi, efek sistemik untuk
dilatasi bronkus.

Kontraindikasi : klien dengan pembedahan rectal

B. Saran

Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang
tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan
kerugian bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat
kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa
menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun
orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Potter, Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7 : Salemba Medika

A.Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Uliyah. 2002. Buku Saku Praktikum


Kebutuhan Dasar Manusia : EGC

Eny Retra Ambarwati, Tri Sunarsih. 2009.KDPK Kebidanan. Jogjakarta : Nuha


Medika

A.Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktik


Klinik : Salemba Medika

Dr. Lyndon Saputra. 2013. Keterampilan Dasar Untuk Perawat dan Bidan :
Binarupa Aksara Publisher

Anda mungkin juga menyukai