Anda di halaman 1dari 6

BAB 5

PEMAHAMAN DAN TANGGAPAN


TERHADAP KERANGKA ACUAN KERJA

5.1. Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja (KAK)


Berdasakan pada Latar Belakang, Rumusan Masalah, Maksud Tujuan dan
Sasaran serta Ruang Lingkup Kegiatan yang terdapat pada Kerangka Acuann
Kerja (KAK) berikut pemahaman Tenaga Ahli PT. Trikarsa Buwana Persada
Gemilang berkaitan dengan KAK tersebut, Tenaga Ahli PT. Trikarsa Buwana
Persada Gemilang telah memahami hal yang melatarbelakangi kegiatan
pemantauan penurunan tanah melalui pengukuran GPS Geodetik, yaitu
penurunan tanah (land subsidence) yang merupakan suatu fenomena alam yang
banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti
Jakarta, Bandung, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Di Jakarta
fenomena ini dilaporkan terjadi di beberapa wilayah. Kondisi geologis wilayah
DKI Jakarta yang sebagian besar tersusun oleh endapan aluvial dan formasi
geologi yang berumur muda, menjadikan wilayah ini rentan terhadap
perubahan di atasnya.
Secara umum penyebab penurunan tanah ada beberapa faktor yaitu :
pengambilan airtanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan
(settlement), penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan
tanah, serta penurunan karena struktur geologi yang mendasari wilayah DKI
Jakarta (gaya-gaya tektonik). Ditinjau dari rumusan masalah, PT. Trikarsa
Buwana Persada Gemilang selaku pihak Konsultan juga melihat kedudukan dan
fungsi kelembagaan Dinas Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta yang
sangat strategis dan besarnya tanggung jawab dalam menjalankan program
pengembangan dan pengendalian geologi perkotaan, dalam upaya pemantauan
penurunan tanah melalui pengukuran GPS Geodetik. Pengukuran ini menjadi
komponen dalam penyediaan data dan informasi dasar untuk merumuskan suatu
kebijakan dalam mengatasi penurunan tanah yang terjadi di DKI Jakarta
sebagai upaya mewujudkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
secara sistematik, menyeluruh, terpadu, berkesinambungan, dan berwawasan
lingkungan.
Permasalahan lingkungan dapat muncul karena manusia tidak mengenal
secara baik karakteristik lingkungan di sekitarnya. Akibat tidak mengenal

125
karakteristik lingkungan dengan baik, maka manusia cenderung memanfaatkan
sumberdaya alam yang ada dalam lingkungan menurut takaran atau
kemauannya sendiri-sendiri. Kemauan yang dimaksud di sini adalah ke arah
pemenuhan kebutuhan ekonomi, tanpa lebih jauh mempertimbangkan
kelestarian fungsinya sebagai suatu ekosistem.
Ketersediaan air sebagai komponen kehidupan yang utama dieksploitasi
secara berlebihan dan kurang memperhatikan keberlanjutan sehingga
sumberdaya air semakin berkurang. Air tanah yang menipis ditambah beban
tanah karena pembangunan gedung-gedung menyebabkan tanah mengalami
penurunan. Dilihat dari maksud, tujuan dan sasaran pada kegiatan ini Tenaga
Ahli PT. Trikarsa Buwana Persada Gemilang sangat memahami capaian yang
akan dihasilkan dalam kegiatan ini, mulai perolehan data penurunan permukaan
tanah melalui survey dan melakukan pendeskripsian hasil survey termasuk
perhitungan dan analisis penurunan permukaan tanah dibandingkan tahun
sebelumnya. Guna mewujudkan maksud tersebut Tenaga Ahli juga telah
memahami tujuan kegiatan ini yaitu mendapatkan data penurunan muka tanah
secara periodik. Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan dapat
diperoleh ouput sasaran berupa data dan informasi tentang penurunan tanah,
amblesan tanah, perhitungan dan analisis penurunan permukaan tanah
dibandingkan tahun sebelumnya.

5.2. Tanggapan Pemantauan dan Analisis Penurunan Permukaan Tanah

Studi perhitungan penurunan muka tanah diperlukan dalam penentuan


pola dan laju penurunan muka tanah. Hal ini diperlukan untuk penataan dan
perencanaan wilayah dimana membutuhkan stabilitas wilayah dalam
penempatan lokasi pembangunan dan pusat aktivitas pembangunan. Untuk itu
diperlukan suatu sistem pemantauan dan pengukuran penurunan muka tanah
baik secara spasial maupun non-spasial secara berkala untuk mendapatkan
pengetahuan suatu wilayah secara vertikal secara baik. Pengetahuan suatu
wilayah secara vertikal sangat dibutuhkan untuk menunjang pembangunan
infrastruktur seperti: pembangunan gedung-gedung, pembangunan pelabuhan,
pembangunan pemukiman serta pemanfaatan ruang dibawah permukaan tanah.
Pemantauan titik-titik kontrol vertikal (tinggi) secara periodik pada lokasi-lokasi
yang ditentukan akan menghasilkan nilai turunnya permukaan tanah sebagai
akibat pengaruh deformasi vertikal pada permukaan tanah yang

126
direpresentasikan melalui perubahan tinggi titik-titik kontrol vertikal.
Pemantauan penurunan permukaan tanah dapat dilakukan melalui pemodelan.
Terdapat 6 jenis pemodelan yang lazim digunakan dalam pemantauan dan
analisis penurunan permukaan tanah yaitu:
a. Physical Model
Pemodelan yang menggambarkan keadaan fisik yang sebenarnya atau
merupakan gambaran fisik secara aktual suatu masalah. Pemodelan ini dapat
memberikan skala tertentu dari sebuah desain. Contoh: Gambaran keadaan
sebenarnya kondisi struktur tanah yang mengalami penurunan secara aktual.
b. Graphical Model
Pemodelan dengan menggunakan garis atau skema. Contoh: Histogram, flow
chart penurunan tanah dan akibat yang ditimbulkannya dari tahun ke tahun.
c. Mathematical Model
Pemodelan yang menyajikan masalah dalam suatu bentuk matematis,
menggunakan simbol dan notasi yang saling berkorelasi satu dengan lainnya,
dan mempunyai batasan masalah pada suatu pemodelan tersebut.
d. Descriptive Model
Pemodelan ini digunakan untuk penyajian spesifikasi yang rinci terhadap
masalah yang tercakup penurunan tanah dan juga merincikan apa saja yang
harus dicapai dalam penyelesaian masalah ini. Pemodelan ini juga
merupakan uraian ringkas mengenai aspek-aspek dari masalah penurunan
tanah, yang jika diformulasikan dengan semestinya akan memberikan
kerangka penyelesaian masalah.
e.Behavioral Model
Pemodelan yang digunakan untuk menunjukan karakteristik respon dari
sebuah sistem penyelesaian masalah penurunan tanah.
f. Decision Model
Pemodelan yang digunakan untuk memilih solusi yang terbaik dari beberapa
solusi yang tersedia berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan untuk
mengatasai penurunan tanah.
Dari pemodelan tersebut kemudian dianalisis menggunakan
Decision Process Analysis. Metode ini digunakan karena dapat membuat alur
dari alternatif-alternatif yang ada dengan rinci sehingga bisa didapatkan
alternatif-alternatif yang sesuai dengan karakteristik umum berdasarkan
kebijakan dan keputusan yang dari berbagai macam alternatif pemecahan

127
masalah. Pemodelan dan analisis pada tahapan ini bisa didapatkan penetapan
prosedur analisis dan model yang akan digunakan. Model dari tahapan ini
kemudian akan digunakan untuk menganalisis evaluasi dari alternatif-alternatif
yang didapatkan. Fungsi dari pemodelan ini adalah didapatnya pemodelan yang
dapat digunakan sebagai alat bantu dalam tahap mendeskripsikan, menganalisis
dan merancang pemecahan masalah serta memudahkan penyampaian gagasan.
Alternatif-alternatif yang ada harus dianalisis dari berbagai segi seperti
tujuan, manfaat, biaya, dan konsekuensi yang akan terjadi jika alternatif
tertentu dipilih sebagai solusi. Untuk mengevaluasi alternatif yang ada,
pendekatan yang digunakan pada kasus ini adalah subjective approach.
Subjective approach digunakan untuk mendapat alternatif yang paling ideal.
Pendekatan ini juga dipilih karena referensi yang digunakan, biaya yang
dihitung dan penyelesaian masalah atau pemilihan alternative yang paling
sesuai dikaji. Dalam mengkaji masalah penurunan tanah di DKI Jakarta,
alternatif-alternatif yang ada diberikan peringkat berdasarkan segi biaya,
efektivitas keberhasilan, dan kemudahan dalam pengaplikasian. Dari tahapan
ini, bisa didapatkan dasar untuk memilih alternatif yang sesuai dan ideal
dengan kasus penurunan tanah di DKI Jakarta.

5.3. Tanggapan Terhadap Metode Pelaksanaan Pekerjaan


Berdasarkan metode yang terdapata dalam dokumen Kerangka Acuan
Kerja di mana disebutkan bahwa dalam pemantauan penurunan tanah dengan
menggunakan metode GPS dengan diestimasi pengukuran pada 100 titik
pengamatan satelit GPS. Titik referensi GPS dari BIG (Badan Informasi
Geospasial)yang mengelola Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN) dan
titik tetap yang telah dibangun oleh Eks Dinas Pertambangan Provinsi DKI
Jakarta di lokasi Pondok Rangon Jakarta Timur, Taman Langsat Jakarta
Selatan, Kamal Jakarta Barat dan Tanjung Priok di Jakarta Utara serta titik
tetap yang dibangun Dinas Perindustrian dan Energi tahun 2009 di Marunda
Jakarta Utara, dianggap sebagai titik stabil yang tidak terpengaruh oleh a n g
bersumber fenomena penurunan tanah dan juga koordinatnya
diketahui secara teliti. Berdasarkan uraian tersebut makan Tenaga Ahli dari
kami berpendapat bahwa metode pengukuran yang di gunakan adalah
menggunakan metode jaring dengan baseline yang telah di sebutkan di atas.

128
Tenaga ahli juga menanggapi point pada pelaksanaan pekerjaan di mana
di sebutkan bahwa Titik referensiyang digunakan adalah stasiun IGS GPS atau
CORS BI0047 yang berada di lingkungan BIG Cibinong. Dengan adanya
ketentuan pelaksanaan pekerjaan diatas makan tenaga ahli menggunakan
meto radial dalam melakukan pengukuran pemantauan penurunan tanah di
DKI Jakarta. Dengan adanya dua ketentuan tekniks pengukuran berdasarkan
KAK maka tenaga ahli akan memilih metode jaring yang akan di gunakan
sebagai pengukuran pemantauan penurunan tanah dengan
mempertimbangkan efiensi tanpa mengurangi kulitas dari hasil pekerjaan

5.4. Pemantauan dan Analisis Penurunan Permukaan Tanah Sebagai Dasar


Pertimbangan Perencanaan Wilayah

Penurunan muka tanah menimbulkan permasalahan lingkungan dan


menambah parah permasalahan yang sudah ada di DKI Jakarta. Dampak yang
dapat ditimbulkan diantaranya adalah:
a. Memperparah banjir dan rob di DKI Jakarta bagian utara dan tengah.
b. Kerusakan infrastruktur yang berada di atas permukaan tanah.
Pembangunan di Jakarta mengalami perkembangan yang sangat pesat
sehingga mengakibatkan banyak bangunan berdiri dan hampir tidak menyisakan
kawasan terbuka. Dijumpai berbagai kasus kerusakan bangunan dimana terjadi
keretakan pada bangunan-bangunan. Selain kerugian ekonomi langsung (direct
losses), penurunan muka tanah juga menyebabkan kerugian ekonomi secara
tidak langsung (indirect losses) seperti berkurangnya pendapatan, hilangnya
mata pencaharian penduduk, guncangan bisnis, bahkan menurunnya laju
pertumbuhan ekonomi dan menurunkan tingkat kesehatan dan sanitasi
lingkungan. Banjir dan rob menyebabkan bercampurnya air bersih dan air kotor
yang berada di sekitar pemukiman warga.
Untuk mengatasi dan menanggulangi permasalahan penurunan tanah
cukup sulit dan hanya bisa dilakukan untuk mengurangi penurunan tanah
tersebut. Penggunaan air bawah tanah (ABT) sebaiknya dihemat tanpa
melakukan eksploitasi berlebihan dan menggantinya dengan air permukaan
sebagai sumber air baku atau dari PDAM. Pembuatan kolam pengumpul air
hujan juga diperlukan, baik di atas maupun bawah permukaan. Hal yang telah
banyak dilakukan adalah membuat sumur resapan dengan cara menampung air
hujan dan meresapkannya ke dalam tanah. Tetapi berbagai upaya tersebut

129
dilakukan secara sporadis dan kurang merata ke semua wiiayah sehingga
permasalahan belum teratasi secara optimal.
Pemantauan penurunan permukaan tanah penting dilakukan untuk
mengetahui daerah mana saja yang paling parah mengalami penurunan muka
tanah, dapat mengetahui penyebabnya, mencari solusi untuk mengatasinya dan
sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijaan dalam perencanaan
pembangunan. Pada daerah yang telah terjadi penurunan permukaan tanah
sebaiknya difokuskan memperbanyak sumur resapan dan RTH (ruang terbuka
hijau).
Daerah yang mengalami penurunan permukaan tanah sebaiknya tidak
direncanakan sebagai kawasan terbangun dengan gedung-gedung bertingkat
yang tinggi karena justru akan memperparah keadaan. Sebaiknya daerah
tersebut diprioritaskan sebagai daerah lindung untuk mengurangi aktivitas
manusia di dalamnya sehingga dapat mengurangi beban kawasan tersebut.
Pembangunan dapat direncanakan di daerah lain yang relatif lebih aman dari
kemungkinan penurunan permukaan tanah. Karena pembangunan yang masif
pada kawasan yang rentan penurunan tanah juga pada suatu saat akan sia-sia
karena lingkungan akan mengalami kerusakan, gedung akan lebih cepat rusak,
ketersediaan air bersih akan menurun sehingga tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan dalam mendukung aktivitas masyarakat.
Untuk kajian selanjutnya diperlukan analisis daya dukung lahan sehingga
dapat menentukan lokasi-lokasi perencanaan pembangunan sesuai dengan
peruntukannya secara kelingkungan. Pada daerah yang mengalami penurunan
tanah parah, jika direncanakan akan dibuat bangunan perlu ditambahkan
perlakuan yang berbeda seperti dengan cara melakukan rekayasa geoteknik
seperti suntik semen, melakukan pembangunan pondasi pada struktur tanah
yang tepat, melakukan pergantian tanah lunak dengan tanah yang relatif lebih
kompak. Tetapi hal tersebut akan berimplikasi pada meningkatnya biaya
pembangunan. Tetapi tidak disarankan pembangunan gedung bertingkat tinggi
pada daerah yang mengalami penurunan permukaan tanah.

130

Anda mungkin juga menyukai