Subjek Pajak
Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi
syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak
baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek pajak tidak identik dengan subjek hukum, oleh karena itu untuk menjadi subjek
pajak tidak perlu menjadi subjek hukum. Sehingga firma, perkumpulan, warisan yang belum
terbagi sebagai satu kesatuan dapat menjadi subjek pajak. Demikian juga orang gila, anak
yang masih di bawah umur dapat menjadi subjek atau wajib pajak, tetapi untuk mereka perlu
ditunjuk orang atau wali yang dapat dipertanggungjawabkan untuk memenuhi kewajiban-
kewajibannya.
Subjek PPh dibedakan antara Subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
1) Subjek pajak dalam negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau
bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia.
a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c) Warisan yang belum terbagi menggantikan yang berhak.
3) Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib memberitahukan Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang
bersifat final.
Sebagaimana diketahui bahwa pajak penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang
kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak
tidak dilimpahkan kepada subjek lainnya. Oleh karenanya, penentuan saat mulai dan
berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting sebagaimana diatur dalam Pasal 2 A
UU PPh, yaitu sebagai berikut :
1) Bagi Subjek pajak orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, maka kewajiban pajak
subjektifnya akan dimulai pada saat lahirkan, berakhir saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
2) Bagi subjek pajak badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, maka
kewajiban pajak subjektifnya akan dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia dan berakhir saat di bubarkan atau tidak lagi berkedudukan di
Indonesia.
3) Bagi subjek pajak orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang menjalankan usaha melalui BUT di Indonesia, dimulai
saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
4) Bagi subjek pajak orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari
menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia, dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia dan berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan tersebut.
5) Untuk warisan yang belum terbagi, maka kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat
timbulnya warisan, yaitu pada saat pewaris meninggal dunia, Warisan yang belum terbagi
baru menjadi wajib pajak apabila warisan tersebut mengeluarkan penghasilan Dan
berakhirnya pajak warisan tersebut setelah warisan selesai dibagi.
2) PPh Pasal 23
Subjek pajak PPh 23 adalah Wajib Pajak dalam Negeri atau bentuk usaha tetap. Adapun objek
pajak PPh 23 yang dipotong pajak oleh pihak yang membayarkan adalah :
a) Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas :
(1) Dividen
(2) Bunga
(3) Royalti
(4) Hadiah
b) Sebesar 2% (dua pesen) dari jumlah bruto atas :
(1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan.
(2) Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan.