Anda di halaman 1dari 30

PJK3

A. Definisi

Menurut Peraturan Mentri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun 1995


tentang Penyedia Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3),
perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan pekerja
dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun
milik Negara. Sedangkan Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja yang selanjutnya disebut PJK3 adalah perusahaan yang usahanya
di bidang jasa K3 untuk membantu pelaksanaan pemenuhan syarat
syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
. PJK3 dalam melaksanakan kegiatan jasa K3 harus terlebih
dahulu memperoleh keputusan penunjukan dari Menteri Tenaga Kerja
c.q.Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No. 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja).
Penunjukan PJK3 dilakukan untuk mencapai nihil kecelakaan
di tempat kerja. Untuk mencapai nihil kecelakaan, PJK3 harus
memiliki arena dan prasarana yang diperlukan untuk pemenuhan
syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Dalam hal ini PJK3 melekukan kegiatan berupa pengawasan
ketenagakerjaan, pemeriksaan, pengujian, pemeriksaan dan pengujian
teknik, pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja. Pengertiannya
menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per.04/Men/1995
tentang Perusahaan Jasa Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pasal 1 adalah
sebagai berikut:

a. Pengawasan ketenagakerjaan adalah suatu Sistem pengawasan


terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang

1
2

ketenagakerjaan yang merupakan rangkaian kegiatan pemeriksaan dan


pengujian guna melakukan tindakan korektif baik secara prefentif
maupun represif.
b. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh bahan keterangan tentang suatu keadaan disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka
tindakan korektif.
c. Pengujian adalah rangkaian kegiatan penilaian suatu objek secara
tehnis atau medis yang mempunyai suatu risiko bahaya dengan cara
memberi beban uji atau dengan teknik pengujian lainnya sesuai dengan
ketentuan tehnis atau medis yang telah ditetapkan.
d. Pemeriksaan dan pengujian teknik adalah pemeriksaan dan pengujian
yang dilakukan pada keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat
dan peralatan kerja, bahan-bahan, lingkungan kerja, sifat pekerjaan,
cara kerja dan proses produksi.
e. Pemeriksaan dan pengujian kesehatan kerja adalah pemeriksaan yang
dilakukan terhadap kesehatan tenaga kerja dan lingkungan kerja.

Ahli K3 atau dokter pemeriksa yang bekerja pada PJK3


mempunyai tugas melakukan pemeriksaan dan pengujian teknik atau
pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja sesuai dengan
Keputusan penunjukannya. Dalam hal adanya perubahan Ahli K3 atau
tenaga teknis, PJK3 harus melaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja c.q
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenaga kerjaan.

B. Hak dan Kewajiban


1. Hak
a. Melakukan kegiatan sesuai SK
b. Menerima imbalan sesuai kontrak
c. Mendapatkan pembinaan dan bantuan teknis dari pejabat K3 setempat
2. Kewajiban
a. Mentaati ketentuan peraturan
b. Mengutamakan misi K3
c. Membuat kontrak yang memuat secara jelas hak dan kewajiban
d. Menyimpan dokumen kegiatan selama 5 tahun
e. Lapor/konsul dengan pejabat K3 setempat
3

f. Perusahaan Jasa K3 wajib melaporkan dan konsultasi dengan Dinas


Tenaga Kerja setempat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dan
menyerahkan laporan tertulis sesuai dengan ketentuan.
Isi laporan rencana pemeriksaan meliputi:
1) Jadwal pemeriksaan
2) Obyek pemeriksaan
3) Metode pemeriksaan
4) Standar/pedoman tehnis (ref.)
5) Sarana/alat bantu:
a) Merk alat
b) Nomor seri
c) Tahun pembuatan
d) Kalibrasi terakhir
PJK3 yang melakukan kegiatan dibidang jasa pemeriksaan dan
pengujian teknik atau jasa pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan
kesehatan kerja yang mengakibatkan kerusakan atau kerugian pihak lain
karena tidak mengikuti prosedur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, wajib bertanggung jawab atas kerusakan atau
kerugian tersebut. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia
No. 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja).
C. Sanksi
PJK3 yang telah ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dalam hal ini
Direktur Jenderal Pembinaan HubunganIndustrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan, apabila dalam pelaksanakan kewajibannya tidaksesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dapat dikenakan sanksi
Pencabutan Keputusan penunjuk sebagai PJK3.
PJK3 yang telah mendapatkan Keputusan Penunjukan dari Menteri
Tenaga Kerja dalam hal ini DirekturJenderal Pembinaan Hubungan
Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan berdasarkankeputusan
Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 1261/Men/1988 tetap berlaku sampai
berakhirnyaKeputusan Penunjukan yang lama. (Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Republik Indonesia No. 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

D. Syarat Syarat Penunjukan


4

Berdasarkan Peraturan Mentri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun


1995 tentang PJK3, untuk menjadi PJK3 harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Berbadan hukum
2. Memiliki ijin usaha perusahaan (SIUP)
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
4. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan
5. Memiliki peralatan yang memadai sesuai usaha jasanya
6. Memiliki Ahli K3 yang sesuai dengan usaha jasanya yang bekerja
penuh pada perusahaan yang bersangkutan
7. Memiliki tenaga teknis sesuai usaha jasanya
Berdasarkan Peraturan Mentri Ketenagakerjaan No. 4 Tahun 1995
tentang PJK3, untuk mendapat keputusan penunjukan, PJK3 harus
mengajukan permohonan kepada menteri tenaga kerja c.q. direktur jendral
pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat dalam rangkap 3
(tiga) dan diberi meterai cukup dengan disertai lampiran :

1. Salinan akte pendirian perusahaan :


2. Salinan Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
3. Surat keterangan domisilin perusahaan
4. Salin bukti NPWP perusahaan
5. Daftar peralatan yang dimiliki sesuai usaha jasanya
6. Struktur organisasi perusahaan
7. Salin wajib laporan ketenagakerjaan
8. Salin keputusan penunjukan sebagai ahli K3 atau dokter pemeriksa kesehatan
tenaga kerja kecuali untuk perusahaan jasa sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 huruf b dan f (jasa pabrikasi, pemeliharaan, reparasi, instalasi teknik
K3, dan pembinaan K3).
9. Riwayat hidup ahli K3 atau tenaga teknis yang bekerja pada perusahaan yang
bersangkutan.
5

Permohonan penunjukan PJK3, harus mencantumkan bidang usaha


jasa yang sesuai dengan Ahli K3 yang dimiliki. Permohonan penunjukan
PJK3 tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor Departemen Tenaga
Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat.
Setelah permohonan diterima, Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
Kesehatan Kerja memeriksa kelengkapan syarat-syarat administrasi dan
syarat-syarat teknis. Dalam melaksanakan pemeriksaan kelengkapan syarat-
syarat administrasi dan syarat-syarat teknis, Direktur Pengawasan Norma
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat membentuk Tim Penilai. Ketua,
anggota, hak, kewajiban dan masa kerja Tim Penilai sebagaimana dimaksud
ditetapkan dengan Keputusan Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
kesehatan kerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Menteri Tenaga Kerja c.q.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan
Ketenagakerjaan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung mulai
tanggal diterimanya permohonan, menetapkan penolakan atau Keputusan
penunjukan. Keputusan Penunjukan PJK3 belaku untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun, dan setelah berakhir dapat diperpanjang. Untuk mendapatkan
Keputusan Penunjukan perpanjangan, PJK3 harus mengajukan surat
permohonan perpanjangan dengn melampirkan syarat-syarat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dan daftar kegiatan selama berlakunya
Keputusan Penunjukan. Perpanjangan permohonan perpanjangan PJK3 harus
diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir
masa berlakunya Keputusan Penunjukan yang lama.

E. Tata Cara Pengajuan


* Syarat syarat permohonan :
1. Salinan akte pendirian perusahaan;
F.
2. Salinan Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP);
Surat keterangan domisili perusahaan;MENAKER dalam hal ini
3. PERMOHONAN KEPUTUSA
4. Salinan Bukti NPWP perusahaan; DIREKTUR PKK
G. peralatan yang dimiliki sesuai usaha jasanya; N
5. Daftar
H. organisasi perusahaan;
6. Struktur
7. Salinan wajib lapor ketenagakerjaan; Ditolak alasannya
8. Salinan
I. Faktor
KeputusanYang Mempengaruhi
Penunjukan Penyalaan
sebagai Ahli K3 atau dokter Diterima 2 tahun :
pemeriksa kesehatan tenaga kerja kecuali untuk perusahaan
jasa Pabrikasi, Pemeliharaan, Reparasi dan Instalasi Teknik dapat diperpanjang dan
K3, serta Jasa Pembinaan K3. dapat dicabut
9. Riwayat hidup Ahli K3 atau Tenaga Tehnis yang bekerja
pada perusahaan yang bersangkutan.
10. Permohonan harus mencantumkan bidang usaha jasa yang
sesuai dengan Ahli K3 yang dimiliki.
11. Permohonan tembusannya diampaikan kepada Kepala
Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Kepala Kantor
6

Alur pengajuan menjadi PJK3 Berdasarkan bagan diatas:


1. Permohonan tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor Departemen
Tenaga Kerja dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja
setempat.
2. Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja memeriksa
kelengkapan syarat-syarat administrasi dan syarat-syarat teknis. Dalam
melaksanakan pemeriksaan kelengkapan syarat-syarat administrasi dan
syarat-syarat teknis Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dapat membentuk Tim Penilai
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan Menteri Tenaga Kerja c.q Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan dalam
waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal diterimanya
permohonan, menetapkan penolakan atau keputusan penunjukan.
Keputusan Penunjukan PJK3 berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)
tahun, dan setelah berakhir dapat diperpanjang.
F. Dokumen PJK3
Dokumen yang dibutuhkan dalam pengajuan sebagai PJK3 antara lain :
1. BAP dari notaris
2. Hasil Pemeriksaan
3. Surat Pengajuan Sebagai PJK3 oleh instansi setempat
4. Salinan AKTA pendiri perusahaan
5. Surat ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
6. Surat Keterangan Domilisi
7. Daftar Peralatan yang dimiliki Perusahaan
8. Salinan struktur organisasi
9. Wajib Lapor ketenagakerjaan
10. Salinan surat keputusan ahli K3 perusahaan
11. CV Organisasi
7

12. Surat Pernyataan bahwa ahli K3 bekerja penuh untuk perusahaan yang
bersangkutan
13. Pas Foto
14. Sertifikasi Pembina / TOT
15. Pimpinan membuat komitmen Kebijakan K3
Sumber : Pertemuan 5 mata kuliah manajemen K3 Semester 6 Kelas A
D4K3 FK UNS

G. Jenis Jenis Bidang Jasa PJK3

Pelaksanaan kegiatan PJK3 meliputi :


1. Jasa Konsultan K3
2. Jasa Pabrikasi, Pemeliharaan, Reparasi dan Instalasi Teknik K3
3. Jasa Pemeriksaan dan Pengujian Teknik, meliputi bidang:
a. Pesawat uap dan bejana tekan;
b. Listrik;
c. Penyalur petir dan peralatan elektronik;
d. Lift;
e. Instalai proteksi kebakaran;
f. Konstruksi bangunan;
g. Pesawat angkat dan angkut dan pesawat tenaga dan priduksi;
h. Pengujian merusak (Destructif Test) dan tidak merusak (Non
Destructif Test).
4. Jasa Pemeriksaan / Pengujian dan atau Pelayanan Kesehatan Kerja,
meliputi bidang:
a. Kesehatan Tenaga Kerja;
b. Lingkungan Kerja;
5. Jasa Audit K3
6. Jasa Pembinaan K3
H. Contoh Perusahaan PJK3

No Nama Perusahaan
1 PT. Indika Pratama Jaya (www.indikapratamajaya.co.id)
2 PT. Sucofindo (www.sucofindo.co.id)
3 PT. Arpindo Pratama (www.arpindopratama.co.id)
4 PT. Sinergi Solusi Indonesia (www.synergysolusi.co.id)
5 PT. Delta Indo (www.deltaindo.co.id)
6 PT. Midiatama (www.midiatama.co.id)
7 PT. Safindo Raya (www.safindoraya.co.id)
SAFETY LEADERSHIP
8

A. Pengertian
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan ilmu dan seni yang berusaha untuk
membimbing, mengarahkan, memberi motivasi, dan menginspirasi
kelompok atau organisasi pada pencapaian tujuan bersama (Marshall, 2010).

Kepemimpinan adalah suatu proses yang kompleks di mana seorang


mempengaruhi orang-orang lain untuk mencapai suatu misi, tugas, atau
suatu sasaran, dan mengarahkan organisasi yang membuatnya lebih kohesif
dan lebih masuk akal. Artinya pemimpin membuat orang memiliki kemauan
untuk mencapai tujuan dan sasaran yang tinggi, sedangkan seorang kepala
menyuruh orang untuk mencapai suatu tugas atau sasaran (Wirjana, 2006).
Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya
diarahkan mencapai tujuan organisasi (Thoha, 2007).

Dalam melakukan pembahasan mengenai komponen kepemimpinan


sebagai inti manajemen ada ada beberapa hal yang akan dijelaskan bahwa
dalam upaya untuk membuktikan kebenaran pendapat yang mengatakan
bahwa kepemimpinan merupakan inti manajemen, dua definisi perlu
dijadikan titik tolak berpikir, yaitu:

a. Kepemimpinan adalah kemampuan dan seni memperoleh hasil melalui


kegiatan dengan memengaruhi orang lain dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Kepemimpinan merupakan kemampuan memengaruhi orang lain dalam
hal ini para bawahan sehingga mau dan mampu melakukan kegiatan
tertentu meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak
disenanginya.
Dari uraian di atas dapat terlihat dengan jelas bahwa kemampuan
manajerial seseorang tidak diukur dengan menggunakan kriteria
9

kemampuan operasional karena kriteria tersebut diterapkan kepada mereka


yang bertugas sebagai pelaksana melainkan dengan menggunakan tolak
ukur kemampuan dan keterampilan memengaruhi orang lain yaitu para
bawahan masing-masing agar mereka bertindak, berperilaku dan berkarya
sedemikian rupa sehingga mau dan mampu memberikan kontribusi yang
optimal, bahkan kalau mungkin maksimal, demi tercapainya tujuan dan
berbagai sasaran yang telah ditentukan atau diterapkan sebelumnya.

Definisi-definisi lain mengenai kepemimpinan adalah sebagai


berikut :

a. Leadership is the process of influencing others to understand and agree


about what needs to be done and how to do it, and the process of
facilitating individual and collective efforts to accomplish shared
objectives (Gary, 2010).
b. Leadership is the influencing process of leaders and followers to achieve
organizational objectives through change (Lussier, 2007).
2. Safety leadership
Safety leadership adalah kemampuan pimpinan untuk menggerakan
seluruh anggota organisasi agar bersemangat dalam mewujudkan
terciptanya budaya keselamatan kerja, guna mencapai operasi unggul
(Gunawan, 2013). Safety leadership dapat juga didefinisikan sebagai proses
dari interaksi antara pemimpin dan bawahannya dimana pemimpin dapat
mengarahkan bawahannya untuk mencapai target-target safety organisasi
melalui faktor organisasi atau faktor individu (Wu, 2008). Definisi
operasional kepemimpinan keselamatan mengacu pada nilai ukur terhadap
tiga dimensi skala kepemimpinan keselamatan, yaitu pembinaan
keselamatan, kepedulian terhadap keselamatan, dan pengendalian
keselamatan (Wu, 2005).

Kepemimpinan telah menjadi keunggulan kompetitif dalam


mempromosikan budaya responsif terhadap perubahan yang meliputi
10

perubahan dalam keselamatan kerja (Silong dan Hasan, 2009).


Kepemimpinan keselamatan yang efektif memiliki tiga elemen utama yaitu:

a. Bersikap sebagai peran model


b. Memotivasi staf supaya bersikap aman
c. Memonitor prestasi keselamatan kerja.
Kepemimpinan yang efektif dipercaya sangat diperlukan untuk
memastikan setiap rencana organisasi mengenai manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Kepemimpinan yang kuat akan membentuk landasan stabilitas
pelaksanakan upaya manajemen kesehatan dan keselamatan kerja sehingga
dapat dipertahankan dari waktu ke waktu (Bennet, 2012). Oleh karena itu,
menurut Astuti (2010), safety leadership menjadi kunci keberhasilan dalam
membangun budaya keselamatan yang kuat pada industri berisiko tinggi
karena pengembangan budaya keselamatan dimulai dari manajemen puncak
dan tim manajemen dalam organisasi.

Kepemimpinan K3 atau safety leadership dapat didefinisikan sebagai


suatu proses pendefinisian suatu yang diinginkan, penyiapan tim untuk
keberhasilan, dan keterlibatan dalam upaya mendorong nilai keselamatan
secara luas yang bermuara pada tindakan dan mempertahankan perilaku
untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan keselamatan.

Safety leadership secara luas diakui sebagai elemen penting dari


keberhasilan bisnis. Safety leadership yang tidak efektif dapat menghambat
kemampuan dari banyak perusahaan untuk mencapai tujuan bisnis.
Karakteristik safety leadership yang efektif yang menghasilkan budaya
keselamatan yang lebih baik.

Safety leadership dapat juga didefinisikan sebagai proses penetapan


yang diinginkan negara, menyiapkan tim untuk berhasil, dan terlibat dalam
upaya penentuan kebijakan yang mendorong nilai keselamatan (Cooper,
2010). Budaya keselamatan sebuah perusahaan didorong oleh tim
11

kepemimpinan eksekutif yang menciptakan, memupuk dan memelihara


perusahaan untuk mencapai kesuksesan (HSE, 2008). Eksekutif ini
menetapkan visi dan arah strategis, menyediakan sumber daya, dan terus-
menerus menekankan dan memperkuat pentingnya keselamatan kepada
orang-orang dan bisnis. Dengan demikian, safety leadership yang efektif
dapat mendorong banyak perusahaan untuk mencapai sukses (Cooper &
Finley, 2013). Hal positif dari safety leadership antara lain mempengaruhi
perilaku keselamatan karyawan dan sikap, membantu mengurangi tingkat
cedera dan premi asuransi, dan memberikan kontribusi peningkatan
produktivitas dengan menghilangkan hambatan produksi.

Safety leadership memiliki dua pekerjaan penting, yaitu mengarahkan


pekerja untuk melakukan pekerjaan yang benar dan mempertahankan
hubungan baik dengan pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut sehingga
safety leadership digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi
perilaku berdasarkan aspek keselamatan (behavior-based safety) orang lain
(Krause, 2005). Beberapa faktor yang mempengaruhi safety leadership
(Krause, 2005) antara lain :

a. Personality and values


b. Leadership styles
c. Best practices and organizational culture
Safety leadership adalah bagian dari leadership itu sendiri yang
menjadi sub-sistim dari kepemimpinan suatu organisasi. Safety leadership
juga menjadi penentu keberhasilan dari kepemimpinan suatu organisasi.
Konsep dari safety leadership adalah membantu dalam menjelaskan
bagaimana dan mengapa prestasi safety pada organisasi yang baik harus
dicapai. Terry McSween (2010) menyatakan bahwa safety leadership dapat
dikembangkan dengan 5 tahapan yaitu :

a. Menyesuaikan tindakan dan keputusan mengenai safety dengan apa yang


telah diucapkan
12

b. Mengkomunikasikan dengan mengajak berdiskusi orang lain hingga


menyadari bahwa safety menjadi suatu nilai dari apa yang mereka
kerjakan
c. Membangun dukungan dari orang lain untuk melaksanakan safety
d. Mengawasi proses safety
e. Membentuk dan memperkuat untuk berperilaku safety

Personality and Values

Leadership Style Personality and Values Personality and Values

Best Practices

Gambar 1. Kerangka Teori Safety Leadership (Krause, 2005)

Bagian terpenting dari kerangka teori safety leadership adalah


personal values, leadership style dan apa yang pemimpin lakukan dan
jangan dilakukan (best practices) yang mempengaruhi budaya organisasi
serta safety performance

B. Elemen Dasar Kepemimpinan


Berikut akan dijelaskan elemen-elemen dasar kepemimpinan yang dapat
diterapkan dalam SMK3 :

1. Komunikasi yang jelas, transparan dan memiliki visi yang jauh kedepan
13

SMK3 harus dikomunikasikan secara jelas, sederhana dan terdapat


pengembangan visi. Manajemen puncak bertanggung jawab untuk
mengembangkan visi dan memastikan pesan yang dibuat jelas dan
dimengerti oleh semua pihak. Disamping adanya kebijakkan K3,
menajemen puncak dapat mengembangkan sendiri istilah-istilah yang secara
spesifik memberikan arahan dan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
dengan tingkat personil di dalam perusahaan. Misalnya, Safety adalah
prioritas utama. Istilah ini sangat sederhana tetapi siapapun yang
membacanya akan dapat memahami dan mengingatnya disaat melakukan
aktifitas kerja.

2. Rencana yang ringkas, jelas untuk mencapai visi


Manajemen puncak bertanggung jawab untuk memastikan
penyusunan manual sistem manajemen K3 yang terdiri dari penjelasan
singkat struktur dan program SMK3 yang telah dilakukan. Untuk setiap
manajemen K3, sebaiknya terdiri dari: alur yang dapat dipahami, matriks
tanggung jawab yang jelas, dan indikator pengukuran kinerja (KPI).
Manajemen puncak dapat menunjuk siapa saja yang diberi tanggung jawab
menerapkan program tersebut.

3. Secara aktif ikut mendukung dan terlibat dalam pencapaian program


Ini mencakup setting standar kinerja bagi manajer dan supervisor
pada aktifitas seperti safety patrol, investigasi kecelakaan, diskusi kelompok
K3 dan proyek-proyek khusus. Para manajer dan supervisor secara aktif
menyingkirkan berbagai hambatan, mempromosikan pentingnya K3
disamping kualitas dan produktifitas, dan berpartisipasi dalam inspeksi,
investigasi, dan lain-lain.

4. Dapat mempertanggungjawabkan semua program K3 kepada semua level


didalam perusahaan
Ini memerlukan keterlibatan aktif semua pihak dengan memberikan
peluang yang luas bagi staff untuk memberikan masukkan dan menerima
14

tanggung jawab K3. Hal ini sangat penting dan menunjukkan bahwa standar
K3 dan aturannya diketahui, ditaati bersama-sama, dan bila ada
pelanggaran, diperkuat dengan tindakkan pendisiplinan.

5. Mengintegrasikan elemen K3 kedalam fungsi inti pengelolaan bisnis


K3 jangan dianggap sebagai tambahan pekerjaan, atau menjadi
sistem diluar aktifitas sehari-hari. K3 harus menjadi bagian dari setiap
pekerjaan. Organisasi yang berkomitmen kuat kepada K3 memiliki batas
yang luas bagi SMK3 didalam organisasinya. Bentuk yang biasa dilakukan
adalah dengan mengintegrasikan SMK3 ke dalam sistem manajemen
lainnya seperti ISO 9001 dan ISO 14001.

6. Komitmen kepada K3 sebagai prioritas


Memiliki SMK3 yang meliputi banyak hal, terstruktur, dan adanya
proses dalam meningkatkan kompetensi sumberdaya manusianya
merupakan sebuah pesan bahwa K3 menjadi prioritas didalam organisasi.
Pelatihan sebaiknya tidak dipandang sebagai pengganti tapi sebagai
tambahan untuk keterlibatan. Pemimpin dalam K3 mengambil setiap
peluang dalam memperkuat SMK3, dan menemukan dukungan, keterlibatan
pekerja dan mengakui hal tersebut sebagai prestasi positif mereka.

7. Fokus pada perbaikkan berkelanjutan (continous improvement) dari sistem


manajemen K3
Mengelola SMK3 adalah sama dengan mengelola produktivitas,
kualitas atau area-area lain dalam organisasi. Peningkatan dan perbaikkan
sistem dapat dijadikan sebagai bagian dari aktifitas sehari-hari.

C. Mengapa Safety Leadership diperlukan dalam Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja
Safety leadership menjadi kunci keberhasilan dalam membangun budaya
keselamatan yang kuat pada industri berisiko tinggi seperti Pertamina,
perusahaan penerbangan dan lain-lain, karena pengembangan keselamatan
dimulai dari manajemen puncak dan tim manajemen dalam organisasi.
15

Mengapa setiap pemimpin dan calon pemimpin dalam setiap level


organisasi di perusahaan harus mengembangkan dan memiliki safety
leadership, terutama perusahaan yang memiliki resiko tinggi?
Pertama, karena pekerja safety bukanlah orang nomor satu di sebuah
organisasi. Para pemimpin yang menduduki posisi-posisi teratas seperti
manager - senior manager, vice president - senior vice president, jajaran direksi
dan lain-lain yang memiliki otoritas dalam memimpin dan membuat keputusan.
Pekerja safety hanya bertanggungjawab sebagai advisor untuk memberikan
masukan-masukan dalam bidang safety bagi organisasi yang di pimpin oleh
para pemimpin. Jajaran pimpinan yang mampu menjalankan organisasi dan
mereka yang menginspirasi mimpi-mimpi semua pekerja yang ada di
organisasi. Karena pekerja safety bukan pemimpin, maka para pimpinan
tersebutlah yang harus memiliki safety leadership.
Kedua, sebagai pemimpin, mereka yang dimintai pertanggungjawaban atas
semua yang terjadi di organisasi, termasuk kejadian yang tak diinginkan, salah
satunya adalah kecelakaan. With great power comes great responsibility, ujar
Voltaire. Kecelakaan mungkin tidak murni kesalahan para pimpinan, tetapi
melampaui soal siapa yang salah atau seberapa besar kesalahannya, sebagai
misal ketika ada kecelakaan kereta api atau kapal feri, maka menteri
perhubungan dapat saja dituntut rakyat untuk mundur. Hal itu sudah menjadi
konsekuensi seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin belum dituntut secara
moral, sosial maupun evaluasi kinerja saat ada kecelakaan, berarti ada problem
akuntabilitas dalam organisasi, dan itu tidak bagus untuk organisasi.
Ketiga, seorang pemimpin adalah sosok yang berani bermimpi. Zero
accident adalah mimpi. Kapan terakhir kita menutup tahun kinerja dengan
kebanggaan yang sempurna karena kita mencapai zero accident? Kalau mau
jujur, seluruh level pekerja sebenarnya merasa zero accident itu nyaris mustahil
untuk dicapai. Di dunia safety dan seluruh perusahaan di dunia pun masih
diperdebatkan, apakah zero accident itu layak dijadikan KPI? Pandangan yang
tidak setuju beralasan zero accident hanya bisa dicapai dengan zero defect, zero
error, zero mistake dan zero imperfection. Dalam filosofi manajemen yang
16

memandang manusia dan organisasi sebagai learning entity (makhluk


pembelajar) yang membolehkan manusia melakukan kesalahan, KPI zero
accident itu dianggap kontradiktif. Jadi, jika seluruh level pekerja apatis pada
target zero accident, harapan ada pada pemimpin, sebab bagi pemimpin yang
hebat, ada pepatah Arab mengatakan ahlamul yaum, haqaiqul amsi atau
mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok
Jadi, pengertian safety leadership merupakan bagian dari kualitas
kepemimpinan. Di perusahaan kelas dunia, safety leadership adalah bagian
yang tak terpisahkan dari leadership value. Pemimpin yang pandai dalam
banyak hal, misalnya budgeting control, public speaking, technical knowledge,
management skill serta lain-lainnya, tetap akan dipertanyakan kualitasnya
ketika ia tidak mampu menunjukkan safety leadership.
(Artikel asli : http://www.kanal.web.id/2016/12/kepemimpinan-keselamatan-
safety.html )
D. Gaya Kepemimpinan Dalam Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Menurut Krause dan Hidley (2009), gaya kepemimpinan merupakan
elemen kedua dari pembentuk kepemimpinan keselamatan (safety leadership).
Berdasarkan kajian literatur terhadap beberapa pelaksanaan kepemimpinan
keselamatan (safety leadership), beberapa gaya kepemimpinan dalam kajian
keselamatan dan kesehatan kerja utamanya dapat dibedakan menjadi (a) gaya
kepemimpinan transformasional, (b) gaya kepemimpinan transaksional, dan (c)
gaya kepemimpinan berdasarkan Shell Global Solution. Penjelasan masing-
masing gaya kepemimpinan dapat disajikan sebagai berikut.
1. Kepemimpinan Transformasional
a. Definisi
Pembedaan istilah gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional
pertama kali dikembangkan oleh Bernard M. Bass pada tahun 1985
berdasarkan pengembangan terhadap teori kepemimpinan Burns (Lievens et al,
1997; Bass, 1997).
17

Konsep kepemimpinan transformasional didefinisikan oleh Bass (1990)


sebagai kinerja kepemimpinan yang terjadi ketika para pemimpin memperluas
dan meningkatkan perhatian pengikut mereka, membangkitkan kesadaran dan
penerimaan terhadap tujuan dan misi kelompok, serta ketika para pemimpin
menggerakan pengikut mereka untuk menjadikan kepentingan kelompok
sebagai prioritas dibandingkankepentingan pribadi. Roucheet al(1989)
mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai kemampuan
pemimpin untuk mempengaruhi nilai-nilai, sikap, kepercayaan, dan perilaku
dalam rangka mencapai misi dan tujuan organisasi. Pemimpin menjadikan
budaya dan peran mereka sebagai dasar untuk mempengaruhi orang lain.
Dengan kata lain,pemimpin transformasional mencoba untuk membuat
perubahan yang meningkatkan efisiensi organisasi dan kinerja ( Jandaghi et al,
2009).
b. Unsur Kepemimpinan Transformasional
Berdasarkan teori Bass (1998), kepemimpinan transformasional terdiri atas
empat komponen, yaitu pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi
intelektual, dan pertimbangan individual.
1) Pengaruh Ideal
Pengaruh ideal dapat didefinisikan sebagai contoh (role model)
yang kharismatik bagi para pengikutnya. Para pemimpin ini dikagumi,
dihormati, dan dipercaya (Bass, Avolio, Jung, & Berson, 2003). Dimensi
ini sering hanya disebut sebagai kharisma (Judge &Bono, 2000).
Kepemimpinan yang mempunyai pengaruh ideal terjadi ketika para
bawahan berusaha untuk mengidentifikasi dan meniru pemimpin mereka
(Avolio dan Bass, 2002). Dimensi pengaruh ideal merupakan dimensi
paling penting dalam teori Bass.
2) Motivasi Inspirasional
Motivasi inspirasional menekankan pada mengkomunikasikan visi
secara menarik dengan penuh keyakinan, menumbuhkan semangat tim dan
meningkatkan antusiasime (Bass, et al, 2003). Pada karakter motivasi
inspirasional pemimpin mengekspresikan pencapaian tujuan dengan
18

menggunakan simbol-simbol yang menarik kepada bawahan dan


mengekspresikan tujuan-tujuan dengan cara-cara sederhana. Pemimpin
juga diharapkan dapat membangkitkan semangat, antusiasme dan
optimisme setiap pekerja untuk melaksanakan setiap visi perusahaan
(Sovyia, 2005). Motivasi nspirasional dapat menarik dan memberi
inspirasi kepada para pengikutnya (Judge & Bono, 2000).
Motivasi keselamatan mengacu pada kesediaan individu untuk
mengerahkan setiap usaha dalam melaksanakan perilaku keselamatan
(Neal dan Griffin, 2006). Dalam sebuah penelitian longitudinal dalam
literatur keselamatan, Probst and Brubaker (2001) menemukan bahwa
motivasi keselamatan memiliki efek tertinggal pada kepatuhan
keselamatan 6 bulan kemudian.
3) Stimulasi Intelektual
Pemimpin merangsang karya para pengikut mereka untuk menjadi
inovatif dan kreatif dengan mempertanyakan asumsi dan melakukan
pendekatan cara yang baru terhadap situasi yang ada (Bass et al., 2003).
Ide-ide baru dan solusi kreatif dalam proses menangani masalah dan
mencari solusi dikumpulkan dari bawahan. Pemimpin yang mempunyai
karakteristik stimulasi intelektual mampu menampung ide-ide dari
bawahan dengan mengedepankan intelegensia dan alasan-alasan rasional
(Runtuwene, 2011).
Kepemimpinan transformasional dengan stimulasi intelektual yang
tinggi dapat menjadi katalisator aktivitas kreatif melalui penggalian
masalah dan pemecahannya serta mengambil kata sepakat dari anggota tim
(Suyanegara dan Adisasmito, 2007). Pemimpin aktif mendorong
karyawannya untuk membingkai masalah dalam perspektif baru dan
melakukan pekerjaan mereka melalui pendekatan baru (Kark et al., 2003)
4) Pertimbangan Individual
Pada dimensi pertimbangan individual, pemimpin memperhatikan
kebutuhan masing-masing individu untuk pencapaian dan pertumbuhan
setiap pekerja dengan bertindak sebagai pelatih atau mentor (Basset al.,
19

2003). Pemimpin memperlakukan pekerja secara individual karena setiap


pekerja mempunyai kebutuhan yang unik pada setiap pribadinya (Inness,
Turner, Barling, &Stride, 2010). Selain itu, pemimpin memberikan
perhatian khusus terhadap setiap kebutuhan para pekerja untuk pencapaian
dan pertumbuhan mereka dengan memberikan dukungan dan pembinaan
untuk membuat setiap individu merasa dihargai dan berharga bagi
organisasi (Gillespi dan Mann, 2004). Pemimpin juga secara aktif
memberikan umpan balik dan menjadi penghubung kebutuhan individual
dengan misi organisasi (Krause, 2005).
Pemimpin fokus pada pengembangan dan pendampingan pengikut
serta mengurusi kebutuhan pekerja (Eagly, Johannesen-Schmidt, &van
Engen, 2003). Karakteristik pertimbangan individual juga dapat dilihat
dari sikap pemimpin yang berusaha untuk memberikan nasihat kepada
bawahan (Desianty, 2005) serta mendampingi dan mengawasi pekerja
(Rahmi, 2013).
Sedangkan menurut Krause dan Hidley (2009), karakterisitik
kepemimpinan transformasional yaitu :
1) Penuh Tantangan
Pemimpin yang mempunyai karakteristik penuh tantangan diidentifikasi
dari sikap pemimpin yang memberikan tantangan kepada bawahannya untuk
menghasilkan ide-ide baru yang bertujuan untuk merangsang bawahan
mengkritisi cara-cara mereka selama ini dalam mengerjakan sesuatu.
Pemimpin menantang bawahan untuk menghasilkan paradigma disfungsional,
mempromosikan rasionalitas dan memecahkan masalah dengan hati-hati.
2) Ikut Terlibat
Pemimpin yang mempunyai karakteristik ikut terlibat diidenfitifikasi dari
pemimpin yang mampu menjadi fasilitator orang lain untuk berkomitmen
terhadap tujuan yang diinginkan. Dia menjadi seorang pelatih, mentor,
memberikan umpan balik dan menjadi penghubung kebutuhan individual
dengan misi organisasi.
3) Inspiratif
20

Pada karakteristik inspiratif, pemimpin menetapkan standar yang tinggi


dan utamanya memiliki antusias yang tinggi dalam mengkomunikasikan tujuan
yang ingin dicapai oleh perusahaan. Pemimpin mampu mengartikulasikan visi
dengan sangat menarik dan mengkomunikasikan keyakinan untuk pencapaian
visi tersebut kepada setiap bawahan yang menjadi tanggungjawabnya.
4) Mampu Mempengaruhi
Karakteristik mampu mempengaruhi diifentifikasi dari pemimpin yang
mampu membangun komitmen mengenai pencapaian visi dan misi bersama.
Pemimpin mempunyai kepercayaan, kehormatan dan kepercayaan orang lain
dalam pencapaian visi dan misi bersama tersebut. Selain itu, pemimpin juga
dapat mempertimbangkan konsekuensi etis dari keputusannya, dan mampu
melibatkan orang lain untuk melaksanakan nilai-nilai penting perusahaan.

c. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional


Pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja
keselamatan dalam banyak industri telah banyak dijelaskan dalam berbagai
penelitian. Gaya kepemimpinan transformasional dinyatakan mempunyai
hubungan dengan tindakan keselamatan yang dilakukan oleh seorang manajer
(Barling, Loughlin, &Kelloway, 2002; Zohar & Luria, 2010). Kepemimpinan
transformasional juga memiliki hubungan positif dalam menciptakan iklim
keselamatan dan partisipasi safety pekerja (Clarke, 2013).
Data-data empiris lain juga mendukung hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan keselamatan kerja. Kepemimpinan transformasional (a)
mempunyai hubungan yang positif terkait dengan inisiatif keselamatan (O'Dea
& Flin, 2000) dan prioritas yang ditugaskan untuk keselamatan (Zohar, 2002),
(b) berhubungan negatif dengan tingkat cedera minor (Zohar, 2002) dan
kecelakaan mikro ( Zohar, 2000), dan (c) secara tidak langsung terkait dengan
cedera (Barling et al., 2002). Penelitian Wahab et al (2012) terhadap industri
otomotif Malayasia juga mengkonfirmasi bahwa kepemimpinan
transformasional memerankan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
keselamatan dalam sebuah industri. Secara kolektif, penelitian ini mendukung
21

gagasan bahwa kepemimpinan transformasional memainkan peran penting


dalam keselamatan kerja.
Pada penelitian lain, Kelloway et al (2000), menunjukan bahwa pemimpin
transformasional diyakini dapat mengkomunikasikan standar keselamatan yang
tinggi dan memotivasi pekerja untuk menerima dan mau terlibat terhadap
setiap tujuan keselamatan. Selain itu, peran kepemimpinan transformasional
sangat penting ketika tingkat kinerja keselamatan pada sebuah organisasi tidak
stabil (Zohar, 2008)

d. Kelebihan Kepemimpinan Transformasional


Menurut Krause dan Hidley (2009), gaya kepemimpinan dalam
pengembangan safety leadership umumnya diklasifikasikan menjadi dua gaya
kepemimpinan, yaitu kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan
transformasional. Meskipun demikian, keduanya tidak bersifat saling eksklusif
tergantung pada situasi dan kondisi yang terdapat pada organisasi masing-
masing perusahaan.
Zacharatos, Barling, & Iverson (2005) menyatakan bahwa model
kepemimpinan transformasional merupakan model kepemimpinan yang paling
baik untuk mengembangkan manajemen keselamatan dalam suatu organisasi.
Alasan yang menjadikan kepemimpinan transformasional menjadi model
kepemimpinan yang tepat untuk meningkatkan keselamatan antara lain karena
efektivitas kepemimpinan transformasional mendukung untuk digunakan
dalam berbagai konteks (Bass, 1998). Selain itu, unsur-unsur yang terkandung
dalam kepemimpinan transformasional telah terbukti dapat meningkatkan
kinerja keselamatan (Zacharatos, Barling, & Iverson, 2005). Barling, Weber, &
Kelloway (1996) menyatakan bahwa hasil penelitian juga telah menunjukkan
bahwa kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang
dapat dipelajari dan diajarkan untuk para manajer. Sehingga, pelaksanaan
model kepemimpinan transformasional tersebut dapat diterapkan dalam
pelaksanaan praktis pengembangan sistem manajemen keselamatan.
22

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Krause (2007) berpandangan bahwa


gaya kepemimpinan transformasional memiliki kelebihan dibandingkan dengan
kepemimpinan transaksional dalam upaya meningkatkan keselamatan dan
menciptakan budaya kinerja yang tinggi, karena gaya kepemimpinan ini dapat
membantu para pimpinan untuk mencapai hasil keselamatan dengan cara
mempengaruhi, memotivasi dan menginspirasi karyawan. Gaya kepemimpinan
tranformasional sangat kondusif untuk mengembangkan seseorang menjadi
seorang pemimpin dan memotivasi mengerjakan suatu tugas dengan
pendekatan yang berbeda. Kepemimpinan transformasional mengedepankan
pembinaan kerjasama atas nama tujuan organisasi dan sangat menghindari
untuk menyalahkan pihak tertentu.
Kepemimpinan transformasional memiliki kelebihan dibandingkan dengan
teori-teori kepemimpinan lainnya (Judge & Bono, 2000). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Turner, Barling, Epitropaki, Butcher & Milner (2002),
seorang pemimpin yang mempunyai skor kepempinan transformasional yang
tinggi juga akan memiliki skor yang tinggi dalam penalaran moral, sementara
itu tidak terdapat hubungan antara pertimbangan moral dan nilai gaya
kepemimpinan transaksional. Selain itu, kepemimpinan transformasional
merupakan model kepemimpinan yang lebih signifikan untuk pengaturan
organisasi yang mencakup keselamatan dibandingkan dengan kepemimpinan
transaksional (Humphreys, 2010). Gaya kepemimpinan transformasional lebih
mempunyai hubungan dengan terbentuknya iklim keselamatan dalam sebuah
organisasi dibandingkan dengan gaya kepemimpinan transaksional (Andoh,
2013).
2. Kepemimpinan Transaksional
a. Definisi
Kepemimpinan transaksional mendasarkan hubungan pada sentralitas
transaksi atau kesepakatan antara pemimpin dengan pekerja (Bycio,
Hackett, & Allen, 1995). Gaya ini berfokus pada hubungan antara kinerja
dan manfaat, dan berpendapat bahwa orang-orang termotivasi oleh
kepentingan diri sendiri. Seorang pemimpin transaksional yang baik
23

menciptakan hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya bersifat


koordinasi.
Pemimpin transaksional pada hakikatnya menekankan bahwa seorang
pemimpin perlu menentukanapa yang perlu dilakukan para bawahannya
untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional
cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para
pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian
penghargaan dan hukuman kepada bawahannya (Flin dan Yule, 2004).
Kepemimpinan transaksional bisa dijalankan secara aktif maupun
pasif (Krause, 2005; Krause dan Hidley, 2009). Dalam bentuk aktif,
pemimpin mengambil inisiatif untuk mengkomunikasikan harapan-
harapannya, kemudian memantaunya dan secara bersamaan berusaha
untuk memperkuat kinerja.
Literatur menyebutnya sebagai kepemimpinan transaksional yang
konstruktif. Dalam versi pasif, seorang pemimpin transaksional cenderung
untuk menunggu sampai suatu ketidakberesan terjadi dan kemudian
merespon dengan konsekuensi yang sesuai. Gaya kepemimpinan versi
pasif ini disebut sebagai kepemimpinan transaksional korektif atau
manajemen dengan pengecualian. Kepemimpinan transaksional disebut
juga sebagai kepemimpinan berorientasi tugas yang pada dasarnya
merupakan gaya kepemimpinan konservatif yang dilaksanakan untuk
melestarikan kondisi budaya dan praktek organisasi yang selama ini ada
dalam sebuah organisasi. Hal ini bertujuan untuk tetap mendapatkan
sesuatu yang dilakukan dalam konteks saat ini dan berorientasi untuk lebih
baik bekerja di lingkungan yang stabil.
b. Unsur Kepemimpinan Transaksional
Karakteristik kepemimpinan transaksional adalah contingent reward
dan management by-exception (Howell dan Avolio, 1993). Berikut
penjelasan kedua karakteristik tersebut.
(1) Contingent Reward
24

Pada contingent reward dapat berupa penghargaan dari pimpinan


karena tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya
penghasilan atau fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberi
penghargaan maupun pujian untuk bawahan terhadap upaya-upayanya.
Selain itu, pemimpin betransaksi dengan bawahan, dengan memfokuskan
pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan, menunda keputusan atau
menghindari hal-hal yang kemungkinan mempengaruhi terjadinya
kesalahan.
(2) Management By-exception
Management by-exception menekankan fungsi managemen sebagai
kontrol. Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi
kesalahan untuk diadakan koreksi, pimpinan memberikan intervensi pada
bawahan apabila standar tidak dipenuhi oleh bawahan. Praktik
management by-exception, pimpinan mendelegasikan tanggungjawab
kepada bawahan dan menindaklanjuti dengan memberikan apakah
bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati bawahan dan juga
dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi standar.
c. Pengaruh Kepemimpinan Transaksional
Penelitian yang dilakukan oleh Snderstrup-Andersen (2011)
menunjukan bahwa gaya kepemimpinan transaksional secara bersama-
sama dengan gaya kepemimpinan tranformasional memiliki hubungan
positif yang signifikan dalam proses pemberdayaan manajemen
keselamatan. Sedangkan prioritas keselamatan pekerja hanya bermakna
dengan gaya kepemimpinan transformasional. Hasil penelitian Zohar
(2002) menunjukan bahwa gaya kepemimpinan tranformasional dan
traksaksional dapat bersifat komplementer dalam mempengaruhi perilaku
keselamatan pekerja.
Penelitian Zohar (2001) yang menggunakan pendekatan
gayakepemimpinan transaksional untuk melakukan pengembangan dan
impelementasi training keselamatan pada supervisor. Secara bermakna,
setiap intervensi yang dilakukan oleh Zohar (2001) tersebut meningkatkan
25

persepsi supervisor tentang iklim keselamatan (safety climate),


meningkatkan pemakaian earplug, dan terjadi penurunan kejadian
kecelakaan. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Zohar (2002) yang
menunjukan bahwa gaya kepemimpinan tranformasional dan traksaksional
dapat bersifat komplementer dalam mempengaruhi perilaku keselamatan
pekerja.
3. Gaya Kepemimpinan Shell Global Solution (SGS)
Menurut Heni (2011), dalam rangka impelementasi safety
leadershipdi lingkungan kerja dapat digunakan konsep safety
leadershipyang dikembangkan oleh Shell Global Solution (SGS). Dalam
modul safety leadership Shell Global Solution (SGS) yang juga digunakan
oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap, gaya
kepemimpinan didasarkan pada konsep teaching, telling, delegating, dan
participating.
Konsep teaching dapat didefinisikan sebagai memberikan bimbingan,
arahan, penjelasan dan dorongan. Sedangkan konsep telling didefinisikan
sebagai memberikan petunjuk yang benar tentang apa, dimana, kapan, dan
bagaimana. Konsep delegating didefinisikan dengan memberikan
kebebasan, kepercayaan, dukungan dan monitoring. Sedangkan konsep
Participating didefinisikan dengan kecenderungan pimpinan untuk
memberikan dukungan, fasilitas, kerangka dan contoh. Berikut penjabaran
modul safety leadership Shell Global Solution (SGS) yang juga digunakan
oleh PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. Pada gaya
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Shell Global Solution ini,
pemimpin dituntun untuk mampu membangun karakter seorang pemimpin
yang situasional, membangun skills sekelilingnya, fleksibel, mampu
memakai berbagai gaya yang sesuai, mampu mendiagnosis kinerja
keselamatan dengan tepat, memberikan perhatian terhadap kompetensi dan
komitmen, serta mendiskusikan dan menyetujui tingkat pengawasan
keselamatan dengan anggota tim (Heni, 2011). Dalam tataran praktis
pelaksanaan safety leadership, keterlibatan pemimpin dalam gaya
26

kepemimpinan Shell Global Solution ini dilakukan dengan menanyakan


isu terkini dan ide baru, menjadi panutan, bersikap konsisten untuk datang
ke fasilitas, memberi masukan, dan menyampaikan setiap hal yang
dilakukan untuk perbaikan kinerja keselamatan. Berikut dijelaskan
mengenai konsep teaching, telling, delegating, dan participating dalam
pelaksanaan safety leadership yang dikembangkan oleh Shell Global
Solution.
E. Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Manajemen keselamatan utamanya bertujuan untuk mendorong
partisipasi aktif setiap tingkatan manajemen dalam memimpin pekerja untuk
mencapai tujuan keselamatan (safety goal) suatu perusahaan. Kepemimpinan
merupakan titik kritis dalam peningkatan kinerja keselamatan tersebut.
Pencapaian tujuan manajemen keselamatan sangat tergantung pada kualitas dan
konsistensi kepemimpinan yang ditunjukkan oleh manajemen (Lack, 2002).
Peran aktif seorang pemimpin dalam mempromosikan keselamatan kerja dan
melakukan pengawasan menjadi faktor penting dalam meningkatkan
keselamatan dan kesehatan di tempat kerja (Barling, Loughlin, & Kelloway,
2002).

Penelitian tentang hubungan antara kepemimpinan dan keselamatan


telah berkembang secara substansial selama 30 tahun terakhir, sebagian besar
penelitian telah difokuskan pada pengaruh gaya kepemimpinan secara umum
terhadap berbagai hasil keselamatan (Hoffmeister, 2012). Menurut Mullen,
Kelloway & Teed (2011), peran kepemimpinan dalam sebuah organisasi 12
menjadi prediktor yang konsisten untuk menghasilkan keselamatan.

Kepemimpinan mempunyai hubungan dengan kinerja yang positif


dalam pelaksanaan keselamatan seperti perbaikan persepsi iklim keselamatan,
meningkatkan perilaku keselamatan, dan penurunan kecelakaan dan cedera
(Hoffmeister, 2012). Sedangkan menurut Zohar (1980), organisasi yang
pemimpinnya mengambil peran aktif dalam melakukan promosi keselamatan,
27

perusahannya mempunyai catatan keselamatan kerja yang lebih baik dan


pengawasan yang dilakukan oleh seorang pimpinan secara umum mempunyai
kaitan terhadap keselamatan di tempat kerja. Selain itu, pemimpin yang
mempunyai kepemimpinan keselamatan yang baik sangat dibutuhkan bagi
organisasi dalam proses akselerasi transformasi di bidang keselamatan (Astuti,
2010).

Komitmen dan keterlibatan manajemen puncak dan jajaran tim


manajemen merupakan hal yang paling mendasar dalam menggerakkan
partisipasi pekerja di semua strata sosial. Seorang manajemen puncak pada
perusahaan yang telah mencapai Safety & Health Excellent sudah benar
benar menyadari bahwa biaya, produktivitas, kualitas dan K3 adalah seiring
sejalan dan tentunya dan secara konsisten membuktikannya dilapangan.
Sasaran terakhirnya adalah untuk menciptkan iklim dan budaya K3.

F. Peran Safety Leadership


Menurut IAEA (2003), No. GS-R-3 tentang safety requirements yang
berjudul The Management System for Facilities and Activities disebutkan
bahwa salah satu karakteristik penting untuk menjadikan budaya K3 yang kuat
adalah melalui safety leadership. Hal ini senada dengan pendapat berbagai
pakar yang menyatakan bahwa pengembang budaya keselamatan harus dimulai
dari manajemen puncak beserta tim mansjemen dalam organisasi.

1. Peran pemimpin sebagai role model


Komunikasi pemimpin dan pekerja perlu dilakukan untuk mengurangi
jarak kekuasaan yang dipercaya dapat menghambat proses pengembangan
keberhasilan organisasi.

2. Peran kepemimpinan sebagai pembelajaran dan berbagi pengetahuan


Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang berpotensi dan dapat
dibanggakan oleh karyawannya. Seorang pemimpin harus dimulai dengan
menjadi manusia pembelajar, baru kemudian menjadi pemimpin dan
akhirnya akan menjadi seorang guru. Untuk membangun safety leadership
28

yang efektif kita dapat mempelajari dan memilih style pendekatan gaya
kepemimpinan yang banyak dipakai oleh organisasi pada umumnya yang
mengutamakan aspek keselamatan. Untuk melakukan transfer pengetahuan
secara umum dapat dilakukan dengan metode :

1. Coaching dari seorang pemimpin kepada pekerja merupakan proses yang


kreatif dan memotivasi untuk memberikan imajinasi pada pekerja
2. Consulting merupakan transfer knowledge dari atasan ke bawahan terkait
materi yang dikonsultasikan, waktunya bisa kapan saja.
3. Monitoring, didapat dari pengalaman selama bekerja dari pemimpin
kepada bawahan.
Peran kepemimpinan K3 berbasis perilaku :

1. Keselamatan sebagai suatu prioritas utama


2. Manajemen yang visibel
3. Meningkatkan visibilitas pada lingkup keselamatan
4. Laporan keselamatan dan kesehatan kerja
5. Keterlibatan staf/pekerja
6. Menciptakan suatu pembelajaran budaya
7. Memberikan pengakuan
8. Budaya terbuka
9. Komunikasi efektif
10. Sistem manajemen K3
G. Strategi Safety Leadership
Menurut Tarwaka (2015), strategi safety leadership secara umum yaitu :

1. Penyamaan nilai
Memberikan tujuan yang jelas kepada setiap bagian perusahaan (manajemen
puncak, menengah, dan pekerja), tidak hanya sekedar penandatanganan
kebijakan.

2. Sistem dan pemantauan


29

Membuat sistem keselamatan dan kesehatan kerja serta menjalankan


pemantauan terhadap tingkat kecelakaan, survey keselamatan dan analisa
kesenjangan.

3. Pembelajaran dan kesadaran


Menyediakan pelatihan kepemimpinan keselamatan sehingga menjadi nilai
perusahaan.

4. Menunjukkan kepemimpinan
Mendorong tim manajemen untuk menunjukkan komitmen kepemimpinan
yang terlihat untuk tempat kerja aman.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Yusri Heni Nurwidi. 2010. Peran Safety Leadership dalam Membangun
Budaya Keselamatan yang Kuat. Seminar Nasional VI, SDM Teknologi
Nuklir, Yogyakarta, 18 November 2010, ISSN 1978- 0176.

BSMS. Safety Leadership (http://www.behavioral-safety.com/behavior-based-


safety-solution-center/safety-coaching-and-training/safety-leadership
Diakses 10 April 2017)

Cooper, Dominic. 2015. Effective Safety Leadership Understanding Types &


Styles That Improve Safety Performance.

Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI. 1995. No.PER.04/MEN/1995


tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kerja Jakarta: Departemen
Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI.

Gunawan, F.A. 2013. Safety Leadership : Building an Excellent Operation.


Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.

Ismatullah, Zaki. 2014. Karakteristik Gaya Kepemimpinan Transformasional


dalam Implementasi Safety Leadership di Direktorat Produksi PT.
30

Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014.


(http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25697/1/Zaki
%20Ismatullah%20-%20fkik.pdf Diakses 22 Februari 2017)

Krause, T. 2005. Leading with Safety. John wiley & Sons. New Jersey.

Maulidi, Ahmad. 2016. Kepemimpinan Keselamatan (Safety Leadership) :


http://www.kanal.web.id/2016/12/kepemimpinan-keselamatan-safety.html
(Diakses pada 10 April 2017 )

Tarwaka. 2015. Keselamatan, Kesehatan Kerja, dan Ergonomi (K3E) dalam


Perspektif Bisnis. Surakarta : Harapan Press.

Tsung-Chih Wu. 2007. A Correlation Among Safety Leadership, Safety Climate.

Uha, Nawawi Ismail. 2013. Budaya Organisasi Kepemimpinan dan Kinerja :


Proses Terbentuk, Tumbuh Kembang, Dinamika, dan Kinerja Organisasi.
Jakarta : Kencana.

Utami, Desyawati. 2012. Gambaran Karakteristik Safety Leadership PT. RND di


Jakarta-Surabaya Tahun 2012. Tesis, Universitas Indonesia.

Wirawan. 2013. Kepemimpinan : Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi


dan Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai