Anda di halaman 1dari 4

TEORI PERUBAHAN KONSTITUSI

1. Pengertian dan Sistem Perubahan Konstitusi

Beta pun sebuah konstitusi termasuk dalam kategori


konstitusi sosial, corak perumusan norma-norma konstitusi tetap
terbuka bagi perubahan. Konstitusi, walaupun diyakini
dirumuskan berdasarkan sumber-sumber yang bersifat
transenden, pada dasarnya merupakan hasil karya manusia
yang terbatas oleh ruang dan waktu. Karena itu, setiap konstitusi
selalu membuka peluang bagi amanademen. Walaupun ada
konstitusi yang tergolong kaku terhadap perubahan. Hal itu
sebagaimana dikemukakan oleh Venter1, yang mengatakan
bahwa konsep konstitusi sifatnya dinamis. Hal ini mengandung
makna bahwa apabila dikehendaki suatu perubahan baik
sebagian maupun seluruhnya. Lebih rinci Venter berpendapat
bahwa;

...Konstitusi yang final itu tidak ada, karena konstitusi


nasional itu sama dengan negara, terdiri dari begitu banyak
manusia berfikir, yang untuknyalah konstitusi itu ada. Ide
tentang sebuah konstitusi yang (keberadaannya) tak bisa
diganggu gugat tidak mungkin konsisten dengan dalil-dalil
negara konstitusional modern.2

Berdasarkan pendapat Venter tersebut, jelaslah bahwa


perubahan (amandement) terhadap konstitusi merupakan
sebuah keniscayaan. Sebab, tentu konstitusi tersebut juga harus
mampu merespon kondisi masyarakat yang dinamis. Dengan

1 Dikutip dalam Denny Indrayana, Amandemen UUD 1945, Antara


Mitos dan Pembongkaran (Jakarta: Mizan, 2008), hlm, 71.

2 Ibid.
kata lain, keterbukaan konstitusi dari perubahan adalah sesuatu
yang lazim dalam sebuah paham konstitusional modern.
Perubahan atau amandemen UUD mempunyai banyak arti.
Amandemen tidak saja berarti menjadi lain isi serta bunyi
ketentuan dalam UUD tetapi juga mengandung sesuatu yang
merupakan tambahan pada ketentuan-ketentuan dalam UUD
yang sebelumnya tidak terdapat di dalamnya.3
Berdasarkan penilitian yang dilakukan Tauffiqurrahman
terhadap seratus konstitusi negara, istilah perubahan dapat
dikualifikasikan ke dalam tujuh istilah, yaitu;4
1. Amandement (Perubahan)
2. Revision (Perbaikan)
3. Alteration (Perubahan)
4. Reform (Perbaikan)
5. Change (Pergantian)
6. Modified (Mo difikasi)
7. Review (Tinjauan)
Dari hasil penelitian tersebut, lebih lanjut Taufiqurrahman
mengatakan bahwa istilah amandemen merupakan istilah yang
paling banyak digunakan dalam konstitusi negara. 5 Namun
sekalipun istilah-istilah perubahan tersebut tidak sama, namun
dalam aplikasinya mengandung maksud yang sama, yaitu

3 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, dikutip


dalam Ellydar Chaidir, Hukum dan Teori Konstitusi (Yogyakarta: Kreasi
Total Media Yogyakarta, 2007), hlm. 69.

4 Taufiqurrahman Syahuri, Hukum Konstitusi, Proses dan Prosedur


Perubahan UUD di Indonesia 1945-2002 Serta Perbandingannya
Dengan Konstitusi Negara Lain di Dunia (Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia, 2004), hlm. 69.

5 Ibid., hlm. 73.


mencakup pencabutan (repeal), penambahan (addition), dan
penggantian (replacement).6
Selain itu, perubahan suatu konstitusi atau UUD pada
dasarnya dapat diamati dari dua sisi, pertama, perubahan secara
materil, dan kedua, perubahan secara formil. Perubahan secara
materil dapat berlangsung menurut berbagai bentuk, antara lain:
penafsiran, perkembangan tikat fluaktuasi kekuasaan lembaga-
lembaga negara, konvensi ketatanegaraan. Sedangkan
perubahan melalui prosedur formil lazimnya ditentukan dalam
konstitusi itu sendiri.7
Dalam kaitannya dengan sistem perubahan konstitusi atau
UUD di berbagai negara, paling tidak ada dua sistem yang
sedang berkembang , yaitu renewel (pembaruan) dianut di
negara-negara Eropa Kontinental dan amandemen (perubahan)
seperti di negara Anglo Saxon. Sistem yang pertama, ialah
apabila suatu konstitusi atau UUD dilakukan perubahan (dalam
arti didadakan pembaruan), maka yang diberlakukan adalah
konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang
menganut sistem ini adalah Belanda, German, dana Prancis.
Sedangkan sistem yang kedua, apabila suatu konstitusi diubah
(diamandemen), maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan
kata lain, hasil amandemen tersebut merupakan bagain atau
dilampirkan dalam konstitusinya. Sistem ini dianut oleh negara
Amerika Serikat misalnya.8
6 Ibid., hlm. 74.

7 Donald A. Rumokoy, Arti dan Fungsi Ketatanegaraan Dalam


Mengembangkan Hukum Tata Negara Indonesia, dikutip dalam Elly
Chaidir, Hukum..., hlm. 60.

8 Sri Soemantri, Prosedur..., dikutip dalam Dahlan Thaib, dkk., Teori


dan Hukum Konstitusi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 65.
CARA PERUBAHAN KONSTITUSI
Perbincangan tentang perubahan UUD meliputi pula cara
perubahan. Cara perubahan UUD berkaitan erat dengan
klasifikasi rigid dan fleksible. UUD diklasifikasikan rigid dan
fleksible tergantung dari sulit atau mudahnnya suatu konstitusi
dapat diubah. UUD yang rigid mengandung ciri futuristik atau
berorientasi ke masa depan sehingga perubahan sebuah
konstitusi harus benar-benar dipertimbangkan dari berbagai
aspek secara matang. Sedangkan UUD fleksible umumnya tidak
berorientasi ke depan, namun lebih bertitik tolak kepada
kepentingan politik. Di sinilah berlaku teori politik lebih dominan
atas hukum.9
Sistem perubahan konstitusi yang dipergunakan oleh negara-
negara dalam mengubah konstitusinya, dapat dibedakan menjadi
dua macam:
Pertama, UUD lama (aslinya) akan dicabut dan digantikan oleh
UUD baru secara keseluruhan.
Kedua, Perubahan melalui amandemen, di sini UUD atau
konstitusi lama (aslinya) tetap dipertahankan keberlakuannya,
sedangkan amandemen perubahan atas pasal-pasalnya itu
disisipkan sebagai lampiran atau adendum dari UUD atau
konstitusi asli tersebut.10 Sistem perubahan yang kedua inilah
(adendum) yang saat ini menjadi pilihan sistem perubahan
Indonesia.

9 Novendri M. Nggilu, Hukum Teori Konstitusi (Yogyakarta: UII Press,


2014), hlm. 41.

10 Dahlan Thaib, Teori dan Hukum..., hlm. 64.

Anda mungkin juga menyukai