Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Keadaan kelumpuhan sementara atau periodik paralisis merupakan suatu
keadaan kelemahan otot yang bersifat sebentar disertai dengan penurunan refleks
hal ini bisa dikaitkan dengan berbagai penyebab salah satunya gangguan
elektrolit. Gangguan elektrolit ini bisa berupa muntah berlebihan, diare, dan
pengeluaran melalui kencing.

Keadaan kelemahan atau kelumpuhan ini erat dikaitkan dengan stroke


maupun cedera pada tulang belakang. Keadaan stroke dikaitkan dengan tekanan
darah yang tinggi dan tidak terkontrol, sedangkan cedera tulang belakang
dikaitkan dengan trauma baik itu seperti jatuh, tabrakan maupun keadaan akibat
kecelakaan kerja.

Selain keadaan gangguan elektrolit yang rendah, periodik paralisis bisa


disebabakan karena adanya peningkatan kadar elektrolit ditubuh baik itu dari
kalium maupun elektrolit lainnya. Keadaaan tersering periodik parlasis ini adalah
hipokalemik dan sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Selain keadaan
elektrolit dan adanya riwayat trauma keadaan kelumpuhan ini bisa didasari dari
berbagai penyakti lainnya seperti ginjal maupun kelainanan pada tiroid.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok gangguan otot rangka


dengan bermacam etiologi, episodik, berlangsung sebentar, dan hiporefleks
kelemahan otot rangka, dengan atau tanpa myotonia tetapi tanpa defisit
sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pasien mengalami serangan
kelemahan otot dengan durasi dan keparahan yang bervariasi. Serangan dapat
berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam
serangan dapat general atau fokal.

Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal


kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang
menetap sering berkembang. Pada awal perjalanan penyakit ini, kelumpuhan
periodik primer atau yang diturunkan (familial), kekuatan otot normal di
antara serangan. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal
terjadi dan mungkin progresif. Gangguan ini dapat diobati dan kelemahan
progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh.

2.2 Klasifikasi

Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan


penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau
familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau
familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang
mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada
sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies
atau membranopathies.

Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh


beberapa penyebab. Pada paralisis periodik sekunder, bahkan antar-iktal
tingkat kalium dalam serum tidak normal. Riwayat penggunaan ACE
inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau carbenoxolone
memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik sekunder.

2
Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis,
paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat ditemukan
kelumpuhan periodik sekunder.

Berikut di bawah ini penggolongan paralisis periodik secara


konvensional :

a. Paralisis periodik primer atau familial


1. Paralisis periodik hipokalemik
2. Paralisis periodik hiperkalemik
3. Paralisis periodik normokalemik

Semua di atas diturunkan secara autosomal dominan

b. Paralisis periodik sekunder


1. Paralisis periodik hipokalemik
a. Tirotoksikosis
b. Thiazide atau loop-diuretic induced
c. Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
d. Drug-induced: gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, turunan
tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone
e. Hiperaldosteron primer atau sekunder
f. Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai
rodentisida
g. Gastro-intestinal potassium loss
2. Paralisis periodik hiperkalemik
a. Gagal ginjal kronis
b. Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut
c. Potassium supplements jika digunakan bersama potassium
sparing diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau
ACE-inhibitors
d. Andersens cardiodysrhythmic syndrome
e. Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau
dipicu oleh paparan suhu dingin

A. Paralisis periodik hipokalemik


Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai
kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik.
Sebagian besar paralisis periodik hipokalemik merupakan paralisis
periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis periodik hipokalemik
sekunder bersifat sporadik dan biasanya berhubungan dengan penyakit

3
tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat
menyebabkan paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis
tubulus renalis distal (ATRD) yang awitan pertama biasanya terjadi pada
masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut
yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat
unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis periodik
hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit dasarnya.
Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya
karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya.
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai
dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot
skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu,
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah
latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi,
konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi
kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan
aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan
kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya
dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu
berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium
serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga
serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga
bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi
kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk
menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka
kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari
wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 120 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 1535
tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik
periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal

4
dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik
periodik paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic paralysis),
hiperinsulin.
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan
berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,93,0
mmol/L)] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode flaccid
paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang
terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi
juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir
sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, refleks
Babinsky positif, kekuatan otot normal diluar serangan.
Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode
paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara
terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk paralitik murni,
kombinasi episode paralitik dan miopati yang progresifitasnya lambat
jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi.
Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan
hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis
berpasangan dengan otot pernafasan.
Pada pasien ini murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan
akan sembuh atau remisi sendiri 56 jam kemudian, dengan pemberian
kalium per oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak terdapat kelainan
pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka pada analisa
didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance
yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik
periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%)
disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2.

B. Paralisis periodik hiperkalemik


Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai
timbul sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang
pada masa remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan
wanita sama. Berbagai faktor pencetus terjadinya paralisis periodik
hiperkalemik diantaranya :
1. Lapar

5
2. Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
3. Asupan kalium yang berlebihan
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi

Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan


merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis
periodik hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan
lebih sering terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat,
misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang bila penderita berjalan-jalan.
Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan,
lengan dan bahu. Sebelum timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku
dan kesemutan pada kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan
napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring.
Pada saat serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun
dan tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal,
pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot proksimal.

C. Paralisis Periodik Normokalemik


Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui.
Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik
hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat
dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu oleh pemberian
insulin, glukosa ataupun kalium.
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik
dan paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Paralisis periodik Paralisis peiodik


hiperkalemik hipokalemik
Onset Dekade pertama Dekade kedua
Pemicu Istirahat sehabis latihan, Istirahat sehabis
dingin, puasa, makanan latihan, kelebihan
kaya kalium karbohidrat
Waktu serangan Kapan pun Pada saat bangun tidur
pagi hari
Durasi serangan Beberapa menit sampai Beberapa jam sampai

6
beberapa jam beberapa hari
Keparahan serangan Ringan sampai sedang, Sedang sampai berat
fokal
Gejala tambahan Miotonia atau -
paramiotonia
Kalium serum Biasanya tinggi, bisa Rendah
normal
Pengobatan Acetazolamide, Acetazolamide,
dichlorphenamide, dichlorphenamide,
thiazide, beta-agonist suplemen kalium,
diuretik hemat kalium
Gen/ ion channel SCN4A: Nav1.4 (sodium CACNA1S: Cav1.1
channel subunit (calcium channel
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium subunit)
channel subunit) SCN4A: Nav1.4
(sodium channel
subunit)
KCNJ2: Kir2.1
(pottasium channel
subunit)

2.3 Etiologi
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu
alat untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.
Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum
sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang
dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan
kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas
voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan
menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya
disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang
paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek
pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel,
menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan

7
kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal
merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.

2.4 Patofisiologi
a. Kalium
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial
elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium
mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel
otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran vital di
tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam
sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium
akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan
aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal4,5.
Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan
di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan
mempengaruhi fungsi dari selsel yaitu tidak berfungsinya membran sel
yang tidak eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhankeluhan
dan gejalagejala sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium.
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 150 mEq/L dan ekstrasel adalah
3,55,5mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan,
tergantung pada metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel
adalah elektro negatif dan terdapat membran potensial istirahat kurang
lebih sebesar -90 mvolt6.

b. Paralisis periodik hipokalemik

Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi


pada praktek klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang
dari 3,5 mEq/L, pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3
mEq/L, dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5
mEq/L. Keadaan ini dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme,
termasuk asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui
ginjal atau gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular
(perpindahan kalium dari serum ke intraselular)7,8.

8
Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi
kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan
klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi
serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama
pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas
serum dapat menjadi suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis6,7.

Selain itu suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu kerja dari


organ lain, terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot
dan berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja
jantung ini dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram (EKG).
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari
PR, QRS, dan QT interval6.

Periodik paralisis hipokalemi (HypoPP) merupakan bentuk umum


dari kejadian periodik paralisis yang diturunkan, dimana kelainan ini
diturunkan secara autosomal dominan. Dari kebanyakan kasus pada
periodik paralisis hipokalemi terjadi karena mutasi dari gen reseptor
dihidropiridin pada kromosom 1q. Reseptor ini merupakan calcium
channel yang bersama dengan reseptor ryanodin berperan dalam proses
coupling pada eksitasi-kontraksi otot. Fontaine et.al telah berhasil
memetakan mengenai lokus gen dari kelainan HypoPP ini terletak
tepatnya di kromosom 1q2131. Dimana gen ini mengkode subunit alfa dari
L-type calcium channel dari otot skeletal secara singkat di kode sebagai
CACNL1A3. Mutasi dari CACNL1A3 ini dapat disubsitusi oleh 3 jenis
protein arginin (Arg) yang berbeda, diantaranya Arg-528-His, Arg-1239-
His, dan Arg-1239-Gly. Pada Arg-528-His terjadi sekitar 50 % kasus pada
periodik paralisis hipokalemi familial dan kelainan ini kejadiannya lebih
rendah pada wanita dibanding pria. Pada wanita yang memiliki kelainan

9
pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya
tidak menimbulkan gejala klinis9,10.

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai


dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak
ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada
penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan
serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang
menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan
hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang
timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan
terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari
atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang
banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak
seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai
yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut 3,8.

Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada


tungkai biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat
kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas
lebih jelas terlihat kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali,
kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu
terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai
dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh
diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma,
dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi.

Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi


menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek
kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan
berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang
terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan

10
bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan 1,8.

Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti


laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin,
urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat
membantu kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia.
Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi
diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang
berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena diare, periodik
paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan
hyperaldosteronism 3.

2.5 Penegakan Diagnosis

1. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah 1,3

A. Laboratorium

1. Kadar kalium serum

Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang


paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum
abnormal pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya
normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan kadar
kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan
bisa di bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar
kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada
paralisis periodik normokalemik.

Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L


berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot
ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-
3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada

11
bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural
dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan mioglobinuria.

2. Fungsi ginjal

3. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel


menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-
sel tubuh.

4. pH darah

Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis


biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K + ke
dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam
urin.

5. Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab


sekunder hipokalemia.

6. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum. Kadar


CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja
setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.

B. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium
serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa
inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi,
pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval 8.
C. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan
keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan
latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG
akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik
hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
D. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan
penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik

12
hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal
atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala
dan agregat tubular dapat ditemukan.

2.6 Penatalaksanaan
A. Paralisis periodik hipokalemik
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia,
kebanyakan pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi
farmakologis. Pasien kita edukasi dan berikan informasi untuk mencegah
dan menurunkan kejadian serangan melalui menghindari kegiatan yang
memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari kedinginan,
mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi
intake karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).
Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase
dapat diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan
kelemahan episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan.
Acetazolamide merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan,
dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga
dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang tidak
berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat
carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga
150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone
atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari).
Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari
secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis dapat mencegah
timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan
HypoPP yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena
dengan dosis inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan,
diikuti dengan pemberian KCL dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga
40 mEq, hindari pemberian dalam larutan glukosa sebagai cairan
pembawa. Kepustakaan lain KCL dapat diberikan dengan dosis 50 mEq/L
dalam 250 cc larutan 5 % manitol 1,5.

B. Paralisis periodik hiperkalemik


Penatalaksanaan dari paralisis periodik hiperkalemik diaantaranya 1:

13
1. Profilaksis : acetazolamide atau diuretik thiazide dapat digunakan
untuk mencegah serangan.
2. Pengobatan saat serangan: pada kasus yang sedang tidak
membutuhkan terapi obat-obatan yang mana hanya dengan minum
minuman yang manis atau permen gula dapat mengurangi serangan.
Pada kasus yang memanjang atau serangan yang lanjut diuretik
thiazide dan loop diuretik (furosemide, bumetanide) digunakan dalam
dosis yang cukup tinggi untuk menurunkan kadar kalium menjadi
normal. Jika kadar kalium darah sangat tinggi dapat diberikan secara
intravena 20 ml kalsium glukonas 20% atau drip normal saline atau
secara intravena glukosa 10% ditambah insulin. Jika gagal atau
intoleransi terhadap diuretik, salbutamol dapat diberikan secara
intravena untuk mengatasi serangan.

C. Pengobatan paralisis periodik normokalemik


Pengobatan sama dengan paralisis periodik hiperkalemik, seperti 1:
1. Diet tinggi karbohidrat, seperti permen gula
2. Thiazide, seperti chlorthalidone 250-1000 mg/hari
3. Pemberian secara intravena normal saline dan kalsium glukonas
4. Pemberian secara intravena insulin dan glukosa

D. Pengobatan paralisis periodik sekunder


Prinsip utamanya adalah penyebeb utamanya harus diobati dahulu,
obat-obatan yang memperburuk kondisi dihentikan. Suplemen kalium
harus diberikan pada paralisis periodik hipokalemik. Loop diuretik,
glukosa ditambah insulin secara intravena, atau kalsium glukonas harus
diberikan pada paralisis periodik hiperkalemik 1.
a) Paralisis periodik karena tirotoksikosis: pada kelainan ini terdapat
hipokalemia, pengobatan dengan memberikan kalium klorida dengan
beta bloker dan carbimazole (Neomercazole). Acetazolamide tidak
efektif Pada kondisi emergensi propanolol secara intravena dapat
diberikan.
b) Paralisis periodik karena keracunan barium akut: diberikan larutan
magnesium sulfat 2,5 gm secara intravena bolus tunggal. Pada kasus
yang masih awal, lavase lambung dengan magnesium sulfat (2,5%)
dapat dibeikan. Bantuan ventilator dapat diberikan jika diperlukan.
Hipokalemia diatasi dengan pemberian secara intravena kalium

14
klorida. Natrium sulfat dapat digunakan menggantikan magnesium
sulfat.
c) Paralisis periodik karena paramyotonia kongenital: biasanya terdapat
hiperkalemia dan paralisis dipicu oleh dingin. Karenanya itu, pasien
harus di tempatkan di tempat yang hangat. Pengobatan terdiri dari
pemberian oral atau secara intravena glukosa dan oral thiazide.
d) Sindrom Andersen: pasien harus dimasukkan ke ICU untuk
monitoring jantung dan pengobatan segera untuk disritmia jantung.
Jika kadar kalium serum rendah, meningkat, atau normal pengobatan
untuk hipokalemia atau hiperkalemia dilakukan berdasarkan kadar
kalium serum.

15
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
No RM : 11 16 83
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 29 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 29 April 2015

B. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien

Keluhan utama
Tungkai bawah susah digerakkan sejak 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit
(SMRS)

Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang dengan keluhan tungkai bawah susah digerakkan sejak 3
jam SMRS. Keluhan muncul tiba-tiba saat bangun tidur. Nafas terasa
berat. Mulut mencong (-), bicara pelo (-), demam (-), mencret (-), muntah
(-).
Pasien menyangkal adanya riwayat jatuh ataupun trauma pada tulang
belakang pasien, pasien menyangkal adanya penyakit stroke dan tekanan
darah tinggi sebelumnya. Pasein mengatakan baru kali ini mengalami
penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hepatitis B dan C
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal

16
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan
Pekerjaan pasien seorang karyawan swasta
Pasien sering makan kerang dan udang
Pasien tidak merokok
Pasien tidak mengonsumsi alkohol

C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
- Kesadaran : Composmentis kooperatif
- Keadaan umum : Tampak sakit Ringan
- Tekanan darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Nafas : 25 x/menit
- Suhu : 36,6C
- Berat badan : 56 kg
- Tinggi badan : 165cm
- IMT : 20,58 (normal)
Pemeriksaan kepala dan leher
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata tidak cekung,
udem palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+).
- Telinga : tidak ada kelainan
- Hidung : tidak ada kelainan
- Mulut : tidak kering, lidah tidak kotor.
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
Paru-paru
- Inspeksi : statis : gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri.

17
Dinamis : pengembangan dinding dada simetris.
- Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri.
- Perkusi : sonor disemua lapangan paru.
- Auskultasi : suara nafas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba di line aksilaris anterior sinistra SIK V
- Perkusi : Batas jantung kanan : di linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : di linea aksilaris anterior sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, pelebaran vena (-)
- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 12 x/menit
- Perkusi : timpani
- Palpasi : teraba supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time < 2 detik, udema tungkai
(-).

D. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin tanggal 29/04/2015
- HGB : 13,40 g/dl
- Leukosit : 8.500/mm3
- HCT : 37,2 %
- PLT : 229.000 /mm3
Glukosa darah tanggal 29/04/2015
- Glukosa sewaktu : 103 mg/dL
Elektrolit tanggal 29/04/2015
- Chlorida : 109 mEq/L
- Kalium : 1,7 mEq/L
- Natrium : 141 mEq/L

18
E. Diagnosis
Periodik Paralisis ec Hipokalemia

F. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
- Bed rest
- Makan makanan yang memiliki kandungan kalium tinggi yaitu pisang.
b. Farmakologi
- IVFD WIDAKN 1
- Inj KCl 1 amp dalam D5% 8 tetes/menit
- KSR 1x1
R/ :
- foto lumbosacral

19
KESIMPULAN

Pada pasien dengan periodik paralisis akan didapati hasil yang lebih baik
perbaikannya jika dilakukan substitusi kalium secepatnya sehingga akan
mengurangi resiko penurunan kalium seterusnya. Apabila ada kelainan penyakit
lain yang mendasari hipokalemia ini maka ahrus dilakukan substitusi terlebih
dahulu dan dilakukan juga penangan untuk mengatasi kelainan penyakit
sekundernya baik itu penyakit ginjal maupun tiroidnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of


Clinical Medicine. 2010. Vol 2 No 3.

2. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J


2011;81;20-32

3. Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. 2012;77-105

4. Souvriyanti, Elsye; Sudung OP.. Paralisis Periodik Hipokalemik pada


Anak dengan Asidosis Tubulus Renalis Distal. 2010. Vol 1. 53-59

5. Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, ed.1. Farmedia.


Jakarta.2012

6. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic


Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance
in Women. InternalMedicine Vol.43, No.3 March 2014. p 21-8 222

7. Cannon SC. Myotonia and Periodic Paralysis: Disorders of Voltage-


Gated Ion Channels in Neurological Theurapeutics Principles and
Practice, vol.2 part 2. Mayo Foundation. United Kingdom. 2010;
225;2365-2377

8. Sternberg, D., Masionobe, T., Jurkat-Rott, K., et al., 2012, Hypokalaemic


Periodic Paralysis type 2 caused by mutasions at codon 672 in the muscle
sodium channel gene SCN4A. Barain. 124: 10919.

9. Sternberg, D., Tabt,i N., Haingue, B., Fontaine, B., 2014, Hypokalemic
periodic Paralysis,. Gene Reviews. Funded by NIH University of
Washington, Seattle 19 May, 122.

21

Anda mungkin juga menyukai