PENDAHULUAN
Keadaan kelumpuhan sementara atau periodik paralisis merupakan suatu
keadaan kelemahan otot yang bersifat sebentar disertai dengan penurunan refleks
hal ini bisa dikaitkan dengan berbagai penyebab salah satunya gangguan
elektrolit. Gangguan elektrolit ini bisa berupa muntah berlebihan, diare, dan
pengeluaran melalui kencing.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2
Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis,
paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat ditemukan
kelumpuhan periodik sekunder.
3
tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat
menyebabkan paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis
tubulus renalis distal (ATRD) yang awitan pertama biasanya terjadi pada
masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut
yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat
unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis periodik
hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit dasarnya.
Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya
karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya.
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai
dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat
serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot
skeletal. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu,
misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah
latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat, operasi, menstruasi,
konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi
kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan
aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan
kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya
dalam batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu
berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium
serum dengan beratnya paralisis (kelemahan) otot skeletal.
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga
serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga
bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi
kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk
menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka
kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari
wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 120 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 1535
tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia. Hipokalemik
periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal
4
dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik
periodik paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic paralysis),
hiperinsulin.
Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan
berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,93,0
mmol/L)] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode flaccid
paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang
terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi
juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir
sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, refleks
Babinsky positif, kekuatan otot normal diluar serangan.
Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode
paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara
terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk paralitik murni,
kombinasi episode paralitik dan miopati yang progresifitasnya lambat
jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi.
Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid paralysis dengan
hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis
berpasangan dengan otot pernafasan.
Pada pasien ini murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan
akan sembuh atau remisi sendiri 56 jam kemudian, dengan pemberian
kalium per oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak terdapat kelainan
pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka pada analisa
didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance
yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik
periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%)
disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2.
5
2. Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
3. Asupan kalium yang berlebihan
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi
6
beberapa jam beberapa hari
Keparahan serangan Ringan sampai sedang, Sedang sampai berat
fokal
Gejala tambahan Miotonia atau -
paramiotonia
Kalium serum Biasanya tinggi, bisa Rendah
normal
Pengobatan Acetazolamide, Acetazolamide,
dichlorphenamide, dichlorphenamide,
thiazide, beta-agonist suplemen kalium,
diuretik hemat kalium
Gen/ ion channel SCN4A: Nav1.4 (sodium CACNA1S: Cav1.1
channel subunit (calcium channel
KCNJ2: Kir2.1 (pottasium subunit)
channel subunit) SCN4A: Nav1.4
(sodium channel
subunit)
KCNJ2: Kir2.1
(pottasium channel
subunit)
2.3 Etiologi
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan suatu
alat untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang jauh.
Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh retikulum
sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-plate yang
dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule). Ketepatan dan
kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa kelas
voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan
menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya
disebut chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang
paroksismal : miotonia atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek
pada kanal ion tersebut dapat meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel,
menurunkan kemampuan eksitasi, bahkan dapat menyebabkan kehilangan
7
kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari eksitasi listrik pada otot skeletal
merupakan kelainan dasar dari periodik paralisis.
2.4 Patofisiologi
a. Kalium
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial
elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium
mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel
otot jantung, saraf, dan otot lurik. Kalium mempunyai peran vital di
tingkat sel dan merupakan ion utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam
sel dengan cara transport aktif, yang memerlukan energi. Fungsi kalium
akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama berhubungan dengan
aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal4,5.
Eksitabilitas sel sebanding dengan rasio kadar kalium di dalam dan
di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio ini akan
mempengaruhi fungsi dari selsel yaitu tidak berfungsinya membran sel
yang tidak eksitabel, yang akan menyebabkan timbulnya keluhankeluhan
dan gejalagejala sehubungan dengan tidak seimbangnya kadar kalium.
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 150 mEq/L dan ekstrasel adalah
3,55,5mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan,
tergantung pada metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel
adalah elektro negatif dan terdapat membran potensial istirahat kurang
lebih sebesar -90 mvolt6.
8
Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi
kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan
klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi
serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama
pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas
serum dapat menjadi suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis6,7.
9
pada Arg-528-His dan Arg-1239-His sekitar setengah dan sepertiganya
tidak menimbulkan gejala klinis9,10.
10
bila terjadi dan terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan
terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan 1,8.
1. Pemeriksaan penunjang
A. Laboratorium
11
bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural
dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan mioglobinuria.
2. Fungsi ginjal
4. pH darah
B. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium
serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa
inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi,
pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval 8.
C. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan
keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan
latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG
akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik
hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
D. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan
penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik
12
hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal
atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala
dan agregat tubular dapat ditemukan.
2.6 Penatalaksanaan
A. Paralisis periodik hipokalemik
Seperti pada bentuk lain dari periodik paralisis dan miotonia,
kebanyakan pasien dengan HypoPP tidak memerlukan intervensi
farmakologis. Pasien kita edukasi dan berikan informasi untuk mencegah
dan menurunkan kejadian serangan melalui menghindari kegiatan yang
memerlukan kekuatan fisik yang berat, hindari kedinginan,
mengkonsumsi buah-buahan atau jus yang tinggi akan kalium, membatasi
intake karbohidrat dan garam (160 mEq/hari).
Pemberian obat-obatan seperti penghambat carbonic anhidrase
dapat diberikan untuk menurunkan frekuensi dan beratnya serangan
kelemahan episodik dan memperbaiki kekuatan otot diantara serangan.
Acetazolamide merupakan obat jenis tersebut yang banyak diresepkan,
dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara bertahap ditingkatkan hingga
dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien yang tidak
berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat
carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga
150 mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone
atau triamterine (keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari).
Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5 hingga 10 g per hari
secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa pemanis dapat mencegah
timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu serangan
HypoPP yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena
dengan dosis inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan,
diikuti dengan pemberian KCL dalam 5% manitol dengan dosis 20 hingga
40 mEq, hindari pemberian dalam larutan glukosa sebagai cairan
pembawa. Kepustakaan lain KCL dapat diberikan dengan dosis 50 mEq/L
dalam 250 cc larutan 5 % manitol 1,5.
13
1. Profilaksis : acetazolamide atau diuretik thiazide dapat digunakan
untuk mencegah serangan.
2. Pengobatan saat serangan: pada kasus yang sedang tidak
membutuhkan terapi obat-obatan yang mana hanya dengan minum
minuman yang manis atau permen gula dapat mengurangi serangan.
Pada kasus yang memanjang atau serangan yang lanjut diuretik
thiazide dan loop diuretik (furosemide, bumetanide) digunakan dalam
dosis yang cukup tinggi untuk menurunkan kadar kalium menjadi
normal. Jika kadar kalium darah sangat tinggi dapat diberikan secara
intravena 20 ml kalsium glukonas 20% atau drip normal saline atau
secara intravena glukosa 10% ditambah insulin. Jika gagal atau
intoleransi terhadap diuretik, salbutamol dapat diberikan secara
intravena untuk mengatasi serangan.
14
klorida. Natrium sulfat dapat digunakan menggantikan magnesium
sulfat.
c) Paralisis periodik karena paramyotonia kongenital: biasanya terdapat
hiperkalemia dan paralisis dipicu oleh dingin. Karenanya itu, pasien
harus di tempatkan di tempat yang hangat. Pengobatan terdiri dari
pemberian oral atau secara intravena glukosa dan oral thiazide.
d) Sindrom Andersen: pasien harus dimasukkan ke ICU untuk
monitoring jantung dan pengobatan segera untuk disritmia jantung.
Jika kadar kalium serum rendah, meningkat, atau normal pengobatan
untuk hipokalemia atau hiperkalemia dilakukan berdasarkan kadar
kalium serum.
15
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
No RM : 11 16 83
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pekerjaan : wiraswasta
Status : Menikah
Tanggal Masuk RS : 29 April 2015
Tanggal Pemeriksaan : 29 April 2015
B. Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien
Keluhan utama
Tungkai bawah susah digerakkan sejak 3 jam sebelum masuk Rumah Sakit
(SMRS)
16
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan
Pekerjaan pasien seorang karyawan swasta
Pasien sering makan kerang dan udang
Pasien tidak merokok
Pasien tidak mengonsumsi alkohol
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
- Kesadaran : Composmentis kooperatif
- Keadaan umum : Tampak sakit Ringan
- Tekanan darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Nafas : 25 x/menit
- Suhu : 36,6C
- Berat badan : 56 kg
- Tinggi badan : 165cm
- IMT : 20,58 (normal)
Pemeriksaan kepala dan leher
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata tidak cekung,
udem palpebra (-/-), reflex cahaya (+/+).
- Telinga : tidak ada kelainan
- Hidung : tidak ada kelainan
- Mulut : tidak kering, lidah tidak kotor.
- Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
Paru-paru
- Inspeksi : statis : gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri.
17
Dinamis : pengembangan dinding dada simetris.
- Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri.
- Perkusi : sonor disemua lapangan paru.
- Auskultasi : suara nafas vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis teraba di line aksilaris anterior sinistra SIK V
- Perkusi : Batas jantung kanan : di linea sternalis dextra
Batas jantung kiri : di linea aksilaris anterior sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, pelebaran vena (-)
- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 12 x/menit
- Perkusi : timpani
- Palpasi : teraba supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill time < 2 detik, udema tungkai
(-).
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin tanggal 29/04/2015
- HGB : 13,40 g/dl
- Leukosit : 8.500/mm3
- HCT : 37,2 %
- PLT : 229.000 /mm3
Glukosa darah tanggal 29/04/2015
- Glukosa sewaktu : 103 mg/dL
Elektrolit tanggal 29/04/2015
- Chlorida : 109 mEq/L
- Kalium : 1,7 mEq/L
- Natrium : 141 mEq/L
18
E. Diagnosis
Periodik Paralisis ec Hipokalemia
F. Penatalaksanaan
a. Non farmakologi
- Bed rest
- Makan makanan yang memiliki kandungan kalium tinggi yaitu pisang.
b. Farmakologi
- IVFD WIDAKN 1
- Inj KCl 1 amp dalam D5% 8 tetes/menit
- KSR 1x1
R/ :
- foto lumbosacral
19
KESIMPULAN
Pada pasien dengan periodik paralisis akan didapati hasil yang lebih baik
perbaikannya jika dilakukan substitusi kalium secepatnya sehingga akan
mengurangi resiko penurunan kalium seterusnya. Apabila ada kelainan penyakit
lain yang mendasari hipokalemia ini maka ahrus dilakukan substitusi terlebih
dahulu dan dilakukan juga penangan untuk mengatasi kelainan penyakit
sekundernya baik itu penyakit ginjal maupun tiroidnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
9. Sternberg, D., Tabt,i N., Haingue, B., Fontaine, B., 2014, Hypokalemic
periodic Paralysis,. Gene Reviews. Funded by NIH University of
Washington, Seattle 19 May, 122.
21