Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ATRITIS REUMATOID

Disusun oleh:
Hendra Arif Rachmawan
10700014

Dokter Pembimbing:
dr. Suryono Sp.JP

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSD dr.Soebandi Jember

LAB/SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
RSD DR SOEBANDI JEMBER
2014

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 1
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 2
BAB 2. STATUS PASIEN .................................................................................... 3
BAB 3. PEMBAHASAN ...................................................................................... 24
DEFINISI .................................................................................................... 24
ETIOLOGI............................................................................................ 24
PATOGENESIS .......................................................................................... 25
MANIFESTASI KLINIS ............................................................................ 26
KRITERIA .................................................................................................. 27
EVALUASI DIAGNOSTIK ....................................................................... 29
PENATALAKSANAAN ............................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 33

1
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal. Penyakit
jantung rematik adalah penyakit yang diakibatkan oleh komplikasi dari demam
rematik yang ditandai dengan adanya cacat pada katup jantung.
Demam rematik akut adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh adanya suatu
reaksi imunologi terhadap infeksi oleh bakteri Streptokokus Group A. Demam
rematik akut menyebabkan infeksi generalisata dan menginfeksi pada bagian
tubuh tertentu, seperti jantung, persendian, otak dan kulit. Individu dengan
Demam Rematik Akut sering menyebabkan penyakit yang berat dan memerlukan
perawatan di Rumah Sakit.
Kejadian demam rematik / penyakit jantung rematik rendah di Amerika
Serikat dan negara-negara maju paling lainnya. Namun, terus menjadi penyebab
utama kematian kardiovaskular selama lima dekade pertama kehidupan di negara
berkembang.
Insidensi dan prevalensi penyakit jantung rematik pada 8 Rumah Sakit
pendidikan Indonesia tahun 1983-1985: kasus demam rematik dan jantung
rematik rata-rata 3,44% dari seluruh jumlah penderita yang dirawat. WHO
memperkirakan demam rematik dan jantung rematik 25-40% dari semua penderita
penyakit jantung yang dirawat di negara berkembang. Sedangkan menurut data
RSUP dr. Sardjito tahun 1993: penyakit jantung rematik 8,3% dari seluruh
kelainan jantung.

2
BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS
Nama : An. H
Umur : 17 th
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Kaliwates
Status Marital : Belum Menikah
Pendidikan : SMP
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal MRS : 24 - 09 - 2015
Tanggal pemeriksaan : 1 10 - 2015
Tanggal KRS : 7 10 - 2015
No. RM : 09.39.56

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan kepada pasien pada tanggal 11 Mei 2014 di Ruang
Alamanda RSD dr. Soebandi Jember.

2.2.1 Keluhan Utama


Sakit kepala

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan sakit kepala. Pasien merasa sakit kepala
sejak 2 minggu yang lalu. Pasien juga merasa berdebar-debar, nyeri perut, mual
dan demam. Jari-jari tangan, siku, bahu, jari kaki dan lutut kanan dan kiri terasa
sakit, kaku dan panas, terasa semakin membengkak. Pasien minum obat
Allopurinol setiap kali terasa nyeri. 1 bulan ini pasien sering mengkonsumsi jamu.
Sebelumnya 2 minggu yang lalu pasiean MRS di Puskesmas sukowono dengan

3
diagnosis demam tipoid. Pasien MRS 4 hari di Puskesmas Sukowono. Saat di
rumah, pasien merasa berdebar-debar dan keluar kerngat banyak, setelah itu
pasien minum obat, kemudihan pasien dibawah ke RSD dr soebandi Jember.

2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Diabetes Mellitus, Hipertensi, Hepatitis maupun Asma disangkal.
Alergi makanan maupun obat-obatan disangkal.

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa. Keluarga tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus dan Hipertensi. Alergi makanan
maupun obat-obatan disangkal.

2.2.5 Riwayat Pengobatan


Pasien tidak ingat nama obat yang diminum sebelum ke RS. Soebandi.

2.2.6 Riwayat Sosial Lingkungan Ekonomi


Sosial Ekonomi:
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA.
Lingkungan:
Pasien tinggal bersama ibu dan ayah serta 1 kakaknya. Pasien tinggal di
sebuah rumah yang terdiri dari 4 kamar dan 1 kamar mandi. Rumah beratapkan
genteng, beralaskan keramik dan tembok dari batu bata. Air minum sehari-hari
yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih sebelum dikonsumsi.
Pasien mempunyai kamar mandi dan WC. Saat ini, biaya hidup pasien ditanggung
oleh kedua orang tuanya.
Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan cukup

2.2.7 Riwayat Gizi

4
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi berupa
nasi, lauk pauk (tahu, tempe dan telur) dan sayur. Satu tahun terakhir nafsu makan
pasien menurun, sehari 2x makan dengan jumlah sedikit hanya sekitar 5-6 sendok.
Kesan : kebutuhan gizi kurang

2.2.8 Riwayat Kebiasaan


Pasien tidak mengkonsumsi obat jangka panjang

2.3 ANAMNESIS SISTEM

- Sistem serebrospinal : sakit kepala (+), demam (-), kejang (-),


penurunan kesadaran (-)
- Sistem kardiovaskular : berdebar-debar (+), nyeri dada (+)
- Sistem pernapasan : sesak napas (+) batuk (-), pilek (-)

- Sistem gastrointestinal : nyeri perut (-), kembung, nafsu makan


berkurang, mual (-), muntah (-), BAB normal
- Sistem urogenital : BAK lancar, tidak ada keluhan
- Sistem integumentum : edema (-) turgor kulit normal
- Sistem muskuloskeletal : nyeri(-), tremor (-), edema (+) kedua kaki
Kesan : Pada anamnesis sistem ditemukan sakit kepala (+), bedebar debar
(+), nyeri dada (+) sesak nafas (+) dan edema kedua kaki (+)

2.4 PEMERIKSAAN FISIK


2.4.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign : TD : 130/70 mmHg
nadi : 88x/menit
RR : 28x/menit
suhu : 37,1oC
Status gizi : BB : 39kg
TB : 158cm

5
IMT : 15,8
Kesan : Status gizi pasien kurang (Berat badan kurang)

2.4.2 Pemeriksaan Khusus


a. Kepala
- Bentuk : normocephal
- Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut
- Mata : konjungtiva anemis : -/-
sklera ikterus : -/-
edema palpebra : -/-
refleks cahaya : +/+, d=3/3mm, pupil isokor
- Hidung : sekret (-),pernapasan cuping hidung (-), darah (-)
- Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut : perdarahan gusi (-)
- Bibir : sianosis (-), pucat (-), mukosa bibir basah (-)
- Lidah : candidiasis (-)
- Tenggorokan: faring hiperemis (-), hipertrofi tonsil (-)
Kesan: kepala dalam batas normal

b. Leher
- KGB : tidak ada pembesaran
- Tiroid : tidak ada pembesaran
- JVP : Meningkat
- Massa : (-)
Kesan : leher dalam batas normal

c. Thorax
Gerak dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak
1. Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba

6
- Perkusi : redup
- Batas kanan atas : sela iga II garis parasternal kanan.
- Batas kanan bawah : sela iga IV garis parasternal kanan.
- Batas kiri atas : sela iga II garis parasternal kiri.
- Batas kiri bawah : sela iga IV garis midklavikula kiri.
- Auskultasi : S1S2 tunggal irreguler, Galup (+) ,murmur (+), suara
tambahan (+)

2. Pulmo :
DEXTRA SINISTRA
Inspeksi: Inspeksi:
Retraksi (-) Retraksi (-)
Gerak nafas tertinggal (-) Gerak nafas tertinggal (-)
Palpasi: Palpasi:
Fremitus raba (n) Fremitus raba (n)
Deviasi trakea (-) Deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi: Perkusi:
Sonor Sonor
Auskultasi: Auskultasi:
Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing(-)

d. Abdomen
- Inspeksi : cembung
- Auskultasi : bising usus (+) 20x/menit
- Perkusi : tympani
- Palpasi : soepel, nyeri tekan abdomen (-), hepatosplenomegali (-)
Kesan: tidak ditemukan kelainan

e. Anus dan Genitalia


- Anus : ada, dalam batas normal
- Genital : jenis kelamin laki-laki

7
Kesan: tidak ditemukan kelainan

f. Ekstremitas
- Superior : akral hangat +/+, edema -/-, nyeri(-)
- Inferior : akral hangat +/+, edema +/+, nyeri(+)
Kesan: ditemukan nyeri pada ekstremitas inferior

g. Kulit
Ptekiae (-), ikterik (-), purpura (-), area hipopigmentasi dan hiperpigmentasi (-)
Kesan: tidak ditemukan kelainan

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.4.1 Laboratorium
I. Tanggal 24 september 2015

8
Pemeriksaan 7/5/2014 Nilai Normal
Hematologi
Hb (mg/dl) 9,3 13,0-16,0 gr/dL
Leukosit (/mm3) 14,0 4,5-11,0 x 109/L
Hct (%) 27,6 37-49%
Trombosit (/mm3) 196 150-450 x 109 /L
Hitung Jenis
Faal Hati
SGOT (U/L) 37 10-31 U/L
SGPT (U/L) 17 9-36 U/L
Elektrolit
Natrium 132,8 135-155 mmol/L
Kalium 3,85 3,5-5,0 mmol/L
Chlorida 102,8 90-110 mmol/L
Faal Ginjal
Kreatinin Serum 1,1 0,5-1,1 mg/dL
BUN 12 6-20 mg/dL
Urea 26 26-43 mg/dL

Glukosa Darah
Gula Darah Sewaktu 103stik < 200 mg/dL

II. Tanggal 9 Mei 2014

9
Pemeriksaan 9/5/2014 Nilai Normal
Hematologi
Hb (mg/dl) 10,1 12,0-16,0 gr/dL
Leukosit (/mm3) 5,4 4,5-11,0 x 109/L
Hct (%) 29,3 36-46%
Trombosit (/mm3) 201 150-450 x 109 /L
Faal Hati
Bilirubin direk 0,26 0,2-0,4 mg/dL
Bilirubin total 0,56 < 1,2 mg/dL
SGOT (U/L) 42 10-31 U/L
SGPT (U/L) 23 9-36 U/L
Alkali Phosphat 180 180-1200 U/L
Protein Total 5,1 6,6-8,7 gr/dL
Albumin 3,6 3,4-4,8 gr/dL
Globulin 1,5 2,3-3,5 gr/dL
Profil Lipid
Trigliserida 155 <150 mg/dL
Kolestrol Total 154 <220 mg/dL
Kolestrol HDL 23 Low <40 mg/dL
High >60 mg/dL
Kolestrol LDL 96 <100 mg/dL
Faal Ginjal
Kreatinin Serum 1,0 0,5-1,1 mg/dL
BUN 24 6-20 mg/dL
Urea 52 26-43 mg/dL
Asam Urat 6,2 2,0-5,7 mg/dL
Serologi-Imunologi
RA Semikuantitatif Negatif Aglutinasi direk
CRP Negatif Imunokromatografi

10
2.4.2 Pemeriksaan Radiologis

Gambar 2.1 Foto Rontgen Regio Manus


Kesan: Rheumathoid Athritis

Gambar 2.2: Foto Thorax


Kesan: Cardiomegali, efusi pleura (-)

2.4.3 USG Abdomen

Gambar 2.3: USG Abdomen


Kesan: Organ dalam abdomen dalam batas normal

2.5 RESUME
Anamnesis
Seorang laki-laki 17 tahun mengeluh sakit kepala, sakit pada perut bagian
kiri atas, mual, demam. Jari-jari tangan, siku, bahu, jari kaki dan lutut kanan dan
kiri terasa sakit, kaku dan panas, terasa semakin membengkak. Pasien minum obat
Allopurinol setiap kali terasa nyeri. 1 bulan ini pasien sering mengkonsumsi jamu.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, vital sign dbn,
status gizi kurang, anemis, S1S2 tunggal irreguler, Galup (+) ,murmur (+), suara
tambahan (+), mual (+), demam, destruksi dan deformitas pada MCP 1-5 dextra-
sinistra, brakioradialis dextra-sinistra, siku deksta-sinistra, MTP 1-5 dextra-
sinistra, patella dextra-sinistra.

Pemeriksaan Penunjang

11
Lab : Hb , LED , SGOT , Gamma GT , Natrium ,
Magnesium , BUN , Urea , Asam Urat
Foto thorax : Cardiomegali
Foto palmar : Rheumathoid Athritis
USG abdomen : dalam batas normal

2.6 DIAGNOSIS KERJA


Rheumathoid heart desease

2.7 PENATALAKSANAAN
Planing monitoring
Kadar Hb, vital sign
Planing diagnostik
Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan Histo PA
Medikamentosa
Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1
Planing edukasi
Istirahat yang cukup
Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien kepada keluarga
penyebab, perjalanan penyakit, perawatan, prognosis, komplikasi serta
usaha pencegahan komplikasi
Pemenuhan kebutuhan gizi
Menjaga kondisi lingkungan sekitar pasien agar mendukung
penyembuhan pasien

12
2.8 PROGNOSIS
Dubia ad malam

13
FOLLOW UP

Kondisi Pasien 9 Mei 2014 (H2-MRS)


S Keluhan Nyeri pada perut, kepala pusing
O Tekanan Darah 110/60 mmHg
Nadi 80 x/ menit
Respiratory Rate 18 x/menit
Suhu Tubuh 37,0C
Kepala dan Leher a/i/c/d : +/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Limfadenopati Submandibula
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

Kondisi Pasien 10 Mei 2014 (H3-MRS)


S Keluhan Nyeri perut, pusing berkurang
O Tekanan Darah 110/70 mmHg
Nadi 80 x/ menit
Respiratory Rate 18 x/menit
Suhu Tubuh 36,8C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +

14
Limfadenopati Submandibula
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

Kondisi Pasien 11 Mei 2014 (H4-MRS)


S Keluhan Nyeri jari-jari tangan kanan-kiri, terasa kaku
O Tekanan Darah 160/100 mmHg
Nadi 82 x/ menit
Respiratory Rate 16 x/menit
Suhu Tubuh 36,8C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

Kondisi Pasien 12 Mei 2014 (H5-MRS)


S Keluhan Nyeri perut dan jari tangan kanan-kiri
O Tekanan Darah 140/90 mmHg
Nadi 88 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,5C

15
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

Kondisi Pasien 13 Mei 2014 (H6-MRS)


S Keluhan Nyeri perut, jari tangan kanan-kiri
O Tekanan Darah 130/90 mmHg
Nadi 86 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,8C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

16
Kondisi Pasien 14 Mei 2014 (H7-MRS)
S Keluhan Nyeri perut, jari tangan kanan-kiri
O Tekanan Darah 130/90 mmHg
Nadi 88 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,6C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

Kondisi Pasien 15 Mei 2014 (H8-MRS)


S Keluhan Nyeri perut berkurang, jari tangan masih nyeri
O Tekanan Darah 140/80 mmHg
Nadi 84 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,8C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Anemia + Dispepsia +
Sialadenitis kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm

17
Inj lanzoprazole 2 x 1
Transfusi PRC 1 kof/hari
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

Kondisi Pasien 16 Mei 2014 (H9-MRS)


S Keluhan Nyeri pergelangan tangan kanan dan kaku pada ruas
jari tangan kiri
O Tekanan Darah 130/70 mmHg
Nadi 84 x/ menit
Respiratory Rate 20 x/menit
Suhu Tubuh 36,8C
Kepala dan Leher a/i/c/d : -/-/-/-
Thorax: C/P Cor: dbn / Pulmo: dbn
Abdomen Datar, BU (+), tympani, soepel
Ekstermitas Akral Hangat
Edema
Superior +/+
Superior -/-
Inferior +/+
Inferior -/-
A Diagnosis Rheumathoid athritis + Dispepsia + Sialadenitis
kronis
P Terapi Inf RL 14 tpm
Inj lanzoprazole 2 x 1
p/o Methylprednisolon 8 mg 2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

18
BAB 3
PEMBAHASAN

TEXTBOOK KLINIS PASIEN


Anamnesis Anamnesis
Kaku sendi saat bangun pagi paling Pasien mengeluh sendi-sendinya
sedikit selama 1 jam lebih kaku dan nyeri saat pagi hari

Atritis pada 3 atau lebih area sendi. Atritis pada 12 area sendi

Atritis sendi tangan dan sekitarnya Atritis sendi tangan dan sekitarnya

Atritis simetris pada area sendi Atritis simetris pada area sendi
yang sama kanan dan kiri yang sama kanan dan kiri

Berlangsung minimal 6 minggu Berlangsung 7 tahun

Epidemiologi: menyerang wanita Pasien wanita dengan usia 66 tahun


3x lebih banyak daripada pria
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik

Atritis pada 3 atau lebih area sendi. Atritis pada 12 area sendi:
Ada 14 area sendi yaitu: interfalang interfalang proksimal,
proksimal, metakarpofalangeal, metakarpofalangeal, pergelangan
pergelangan tangan, siku, lutut, tangan, siku, lutut dan
pergelangan kaki dan metatarsofalangeal kanan dan kiri
metatarsofalangeal kanan dan kiri

Atritis sendi tangan dan sekitarnya: Atritis sendi tangan dan


interfalang proksimal, sekitarnya: interfalang proksimal,
metakarpofalangeal, pergelangan metakarpofalangeal, pergelangan
tangan tangan

Atritis simetris pada area sendi yang Atritis simetris pada area sendi
sama kanan dan kiri yang sama kanan dan kiri

Nodul rematoid: nodul subkutan Nodul rematoid (-)


diatas penonjolan tulang, daerah
ekstensor, daerah juksta artrikuler
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang

Lab: LED , CRP , anemia LED , CRP metode

19
normokrom normositik, imunokromatografi (-), anemia,
trombositosis reaktif, alkali trombosit dbn, alkali fosfatase dbn,
fosfatase , gamma GT , albumin gamma GT , albumin dbn, RF
, proteinuria ringan, RF (+) 60- semikuantitatif metode aglutinasi
70%, ANA (+) 30% dengan RF direk (-), asam urat , kreatinin
(+), anti CCP untuk diagnosis dini, serum dbn, BUN , urea
asam urat normal untuk eklusi
gout, fungsi ginjal terganggu pada
fase lanjut

Radiologis: normal pada fase awal, Radiologis: erosi dan dekalsifikasi


fase lanjut: khas pada tangan dan pada sendi tangan dan pergelangan
pergelangan tangan berupa erosi tangan
dan dekalsifikasi pada sendi atau di
dekatnya
Penatalaksanaan Penatalaksanaan

Edukasi Edukasi
Pengaturan makan/diet Pengaturan makan/diet
Intervensi farmakologis Intervensi farmakologis :
Analgesik Inf RL 14 tpm
OAINS Inj lanzoprazole 2 x 1
DMARDs Transfusi PRC 1 kof/hari
Intervensi bedah p/o Methylprednisolon 8 mg
2x1
p/o Meloxycam 15 mg 1x1
p/o Dexanta syr 3xC1

20
ATRITIS REUMATOID

A. DEFINISI
Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun dengan karakteristik
adanya inflamasi kronik pada sendi disertai dengan manifestasi sistemik seperti
anemia, fatique, dan osteoporosis. Pasien mengalami nyeri kronis serta
peningkatan disabilitas, yang bila tidak diobati, dapat menurunkan angka harapan
hidup. Prevalensi artritis reumatoid relatif konstan pada banyak populasi, sekitar
0,5 - 1%. Prevalensi tinggi artritis reumatoid dilaporkan pada suku Indian Pima
sebesar 5,3% dan Indian Chippewa sebesar 6,8%. Sebaliknya prevalensi rendah
dilaporkan pada populasi dari Cina dan Jepang. Di Jawa Tengah, Indonesia,
prevalensinya sebanyak 0,2% di desa dan 0,3% di kota.
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan
bahwa, rheumatoid arthritis adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan
kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi dari membran sinovial dari sendi
diartroidial.

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi),
faktor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008),
faktor lingkungan, hormon esterogen, sosial ekonomi rendah dan merokok.
Beberapa gen yang terkait dengan AR antara lain:
MHC (major histocompability complex) kelas II: HLA-DR, HLA-DQ,
HLA-DP, HLA-DM
MHC kelas III: TNF-, C4, heat-shock protein 70
Gen hormon: prolaktin, esterogen sintetase
Gen respon imun non MHC: T-cell receptor a, d, b, Ig G heavy chain, Ig K
light chain, chemokine receptor CCR 5

C. PATOGENESIS
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial
dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang
akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan
mengalami perubahan degenerative dengan menghilangnya elastisitas otot dan
kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2002).
Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada sebagian
kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan sendi yang terus
menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
Fase Inisiasi
Hipotesisnya adalah adanya antigen eksogen yang mirip HLA kelas II yang
mencetus AR. Antigen eksogen tersebut diproses dan dipresentasi oleh APC kepada
sel T CD4+ otoreaktif. Sel T CD4+ otoreaktif yang teraktivasi kemudian
memperngaruhi makrofag melalui IL-2 dan IFN- untuk memproduksi sitokin
proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-18, PG, TNF-, molekul adhesi dan GM-CSF
(granulocyte macrophage colony stimulating factor). Berbagai sitokin proinflamasi
seperti TNF-, IL-1b meningkatkan produksi NO, COX-2, MMP yang berperan pada
proses keradangan, resorpsi tulang dan destruksi sendi. Sel T CD4+ juga
mempegaruhi sel B menghasilkan berbagai autoantibodi termasuk RF. Pembentukan
kompleks imun oleh IgM RF atau IgG RF akan engaktivasi kaskade komplemen,
kemudian merekrut sel leukosit PMN, melepas molekul efektor untuk menimbulkan
inflamasi dan destruksi sendi.
Pada lapisan atas membrana sinovia, sinoviosit mengalami transformasi
menjadi sinoviosit tipe A (macrophage like) sedangkan di bagian bawah terdapat
sinoviosit tipe B. Hiperplasi jaringan sinovia terutama disebabkan karena proliferasi
sinoviosit tipe B yang hidup lebih lama karena berkurangnya apoptosis. Mutasi gen
p53 dan sentrin dapat menyebabkan penurunan apoptosis sel sinoviosit tipe B.
Fase Kronis
Terjadi karena epitop spreading oleh karena kontribusi sel T CD4 otoreaktif
dan sel B otoreaktif yaitu peningkatan jenis dan jumlah otoantigen sehingga
otoantigen yang mencetus AR tidak dikenali lagi. Juga terjadi perubahan jenis sel,
mediator inflamasi dan sitokin yang terlibat. Sel B otoreaktif dapat berfungsi sebagai
APC yang mempresentasi peptida terkurung (cyptic peptide) dan molekul
kostimulator.

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum rheumatoid arthritis tergantung pada tingkat peradangan
jaringan. Ketika jaringan tubuh meradang, penyakit ini aktif. Ketika jaringan berhenti
meradang, penyakit ini tidak aktif. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan
pengobatan dan pada minggu-minggu terakhir bisa bulan atau tahun. Selama remisi,
gejala penyakit hilang dan orang-orang pada umumnya merasa sehat ketika penyakit
ini aktif lagi (kambuh) ataupun gejala kembali (Reeves, Roux & Lockhart, 2001).
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi,
kurangnya nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan.
Otot dan kekauan sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga
manifestasi klinis rheumatoid arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan
stadium serta beratnya penyakit. Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan
gangguan fungsi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis
(Smeltzer & Bare, 2002). Gejala sistemik dari rheumatoid arthritis adalah mudah
capek, lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Long, 1996).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada
persendian kecil di tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai
persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan
temporomandibular. Awitan biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat
teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 1 jam.
Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum. Jika ditinjau dari stadium
penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak maupun istirahat, bengkak
dan kekakuan.
2. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap. Keterbatasan fungsi sendi dapat
terjadi sekalipun stadium pada penyakit yang dini sebelum terjadi perubahan tulang
dan ketika terdapat reaksi inflamasi yang akut pada sendi-sendi tersebut. Persendian
yang teraba panas, membengkak, tidak mudah digerakkan dan pasien cendrung
menjaga atau melindungi sendi tersebut dengan imobilisasi. Imobilisasi dalam waktu
yang lama dapat menimbulkan kontraktur sehingga terjadi deformitas jaringan lunak.
Deformitas dapat disebabkan oleh ketidaksejajajran sendi yang terjadi ketika sebuah
tulang tergeser terhadap lainnya dan menghilangkan rongga sendi (Smeltzer & Bare,
2002).
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan
kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba
akan terasa hangat, terjadi kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan
dapat menyebabkan demam, dapat terjadi berulang.

E. KRITERIA ARTRITIS REUMATOID


Kriteria American College of Rheumatology (ACR)/European League
Against Rheumatism (EULAR) 2010 untuk artritis reumatoid mulai diperkenalkan
dengan menitikberatkan pada gambaran klinis tahap awal penyakit. Artritis reumatoid
ditegakkan berdasarkan adanya sinovitis pada paling sedikit 1 sendi, tidak adanya
diagnosis alternatif lain yang dapat menjelaskan penyebab sinovitis, serta skor total
individu dari 4 kriteria (keterlibatan sendi, pemeriksaan serologis, peningkatan acute-
phase reactant, dan durasi gejala) 6.
Keterlibatan sendi ditandai dengan adanya sendi nyeri atau bengkak pada saat
pemeriksaan, yang dapat dikonfirmasi dengan bukti gambaran sinovitis. Yang
termasuk sendi besar adalah sendi bahu, siku, panggul, lutut dan tumit, sedangkan
yang termasuk sendi kecil adalah sendi metacarpophalangeal, interphalangeal distal,
sendi metatarsophalangeal kedua sampai kelima, sendi interphalangeal ibu jari, dan
pergelangan tangan.17 Antibodi anti-CCP lebih spesifik dibandingkan rheumatoid
factor (RF) untuk penegakan diagnosis artritis reumatoid secara dini dan lebih baik
dalam memprediksi progresifitas penyakit secara radiologis serta prognosis penyakit.
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1) Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2) Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
3) Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
4) Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala
sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

F. EVALUASI DIAGNOSTIK
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis rheumatoid arthritis, yaitu nodul rheumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan
laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan factor rheumatoid yang
positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan
komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan antibody
antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif. Artrosentesis akan
memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap
dan mengandung banyak sel inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer &
Bare, 2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang
yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan penyakit
tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

G. PENATALAKSANAAN
Terapi di mulai dengan pendidikan pasien mengenai penyakitnya dan
penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik antara pasien
dan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa
hubungan yang baik akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap
berobat dalam suatu jangka waktu yang lama (Mansjoer, dkk. 2001). Penanganan
medik pemberian salsilat atau NSAID (Non Steriodal Anti-Inflammatory Drug)
dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat
ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun pasien perlu
diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat yang
konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga keefektifan obat anti-inflamasi
tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal (Smeltzer & Bare, 2002).
Obat remitif (DMARD), misalnya klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari,
metroteksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu, salazopirin dosis 3-4 x 500 mg/hari,
garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan
seminggu kemudian dengan dosis 15 mg/minggu, dan naikkan menjadi 50
mg/minggu selam 20 minggu, selanjutnya diturunkan selama 4 minggu samai
dosis kumulatif 2g. Glukokortikoid, dosis seminimal mungin dan sesingkat
mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau kekambuhan Bila terdapat
peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi dapat diberikan injeksi steroid
intraartikular seperti Triamcinolon acetonide 10 mg tau metilprednisolon 20-40
mg. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis. Operasi untuk
memperbaiki deformitas.
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan rheumatoid arthritis
menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium penyakit yang lebih
dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan perbaikan penatalaksanaan penyakit
terdapat dalam dua tahun pertama awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya
digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air hangat pergerakan sendi
menjadi lebih mudah bergerak. Selain mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya
penyakit ini, seperti: tidak melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat
badan tetap stabil, menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen bisa
menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam omega 3 terdapat zat
yang sangat efektif untuk memelihara persendian agar tetap lentur.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology, 2012. Rheumathoid Arthitis. Atlanta.

Askandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam hal 129-136. Surabaya:
SMF IPD FK UNAIR-RSD dr. Soetomo.

British Colombia Medical Asscociation, 2012. Rheumathoid Arthitis: Diagnosis,


Management and Monitoring. Victoria.

Daniel, Aleteha. 2010. 2010 Rheumathoid Arthitis Classification Criteria. Atlanta.

Jasvinder, Singh. 2012. Update of the 2008 ACR Recommendations for the Use of
DMARDs and Biologic Agents in the Treatment of Rheumathoid Arthitis.
Atlanta.

National Institute for Health and Clinical Exelence, 2009. The Management of
Rheumathoid Arthitis in Adults.

Anda mungkin juga menyukai