Anda di halaman 1dari 18

Bab I

Pendahuluan

Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi
untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah
mempertahankan fungsi ventilasi paru.

Fraktur costa terutama disebabkan karena trauma tumpul dada. Perlu ketelitian untuk
membedakan apakah kontusio dinding dada atau fraktur kosta. Fraktur ini sebagian terbesar
disebabkan kecelakaan lalu lintas diikuti jatuh dari tempat yang tinggi.

Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi
untuk memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah
mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang
mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang
menyertai memerlukan perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak
fraktur costa sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.

Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping
ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma
costa, tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua
trauma dada akan terjadi fraktur costa.

Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah
timbul komplikasi, seperti hematotoraks dan pneumotoraks. Hal ini dapat terjadi pada
olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan dapat mempertahankan posisi frakmen
tulangnya.
BABII

PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIS

1. PENGERTIAN

Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih
jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga
gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena).
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.

Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat
fraktur pada iga VIII-XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas
atas dan kepala (pleksus brakhialis, subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur
klavikula.

2. KLASIFIKASI FRAKTUR

Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi

menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan

dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui

kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2). Fraktrul Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan

kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya

yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.

1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi atau langsung.

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu

tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi.

4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang ke arah permukaan lain.

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada

insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang

yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen

tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga

disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan

overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

f. Berdasarkan posisi frakur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

1. 1/3 proksimal

2. 1/3 medial

3. 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman

sindroma kompartement.
3. KLASIFIKASI FRAKTUR IGA

a) Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :


Fraktur simple
Fraktur multiple
b) Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :
Fraktur segmental
Fraktur simple
Fraktur comminutif
c) Menurut letak fraktur dibedakan :
Superior (costa 1-3 )
Median (costa 4-9)
Inferior (costa 10-12 ).
d) Menurut posisi :
Anterior,
Lateral
Posterior.

Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula


1. Akibat dari tenaga yang besar
2. meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar
3. mortalitas sampai 35%

Fraktur Costae tengah (4-9) :


1. peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani
pada rawat jalan.
2. MRS jika pada observasi :
a. Penderita dispneu
b. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
c. Penderita berusia tua
d. Memiliki preexisting lung function yang buruk.

Fraktur Costae bawah (10-12) :


Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma yang
diintubasi pada adanya fraktur kostae. Associated injuries sering terlewatkan meliputi :kontusio
kardiak, rupture diafragmatik dan injury esophageal.

4. ETIOLOGI

Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma

a.. Trauma tumpul

Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain:
Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar
yang keras atau akibat perkelahian.

b. Trauma Tembus

Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka
tembak
2. Disebabkan bukan trauma

Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan
putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan
stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

5. PATOFISIOLOGI

Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping
ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma
costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua
trauma dada akan terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat
traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang
diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan
dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan
dari angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.

Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis ,pleura
visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi jantung.

6. TANDA dan GEJALA

Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada


Adanya gerakan paradoksal
Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri
Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk
membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara yang
dihisap masuk ke dalam rongga dada.
Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.

7. TEST DIAGNOSTIK

Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks
dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur
costae.
Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa.
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain,
namun tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
EKG
Monitor laju nafas, analisis gas darah
Pulse oksimetri

8. KOMPLIKASI
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. hematotoraks
d. pneumotoraks
e. cidera intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
f. laserasi jantung.

9. PENATALAKSANAAN

1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)

2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)

3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau
kerusakan organ intratoraks lain, adalah:

Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)


Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala

Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan
pengobatan yang adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk
menghilangkan nyeri, penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera
vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada

(Doengoes, 2000)

2. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai,
mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan
keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring, malformasi.
gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,


terkena. mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan


pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum,


meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan lokal dan
(masase, perubahan posisi) kelelahan otot.

5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap


manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
dalam, imajinasi visual, aktivitas nyeri yang mungkin berlangsung
dipersional) lama.

6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan mengurangi


fase akut (24-48 jam pertama) rasa nyeri.
sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui


sesuai indikasi. mekanisme penghambatan rangsang
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.

Evaluasi keluhan nyeri (skala, Menilai perkembangan masalah


petunjuk verbal dan non verval, klien.
perubahan tanda-tanda vital)

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah


(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat,
tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan


melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat


tekanan bebat/spalk yang terlalu Mencegah stasis vena dan sebagai
ketat. petunjuk perlunya penyesuaian
keketatan bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi Meningkatkan drainase vena dan


ekstremitas yang cedera kecuali ada menurunkan edema kecuali pada
kontraindikasi adanya sindroma adanya keadaan hambatan aliran
kompartemen. arteri yang menyebabkan penurunan
perfusi.
4. Berikan obat antikoagulan
(warfarin) bila diperlukan. Mungkin diberikan sebagai upaya
profilaktik untuk menurunkan
trombus vena.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran
kapiler, warna kulit dan kehangatan Mengevaluasi perkembangan
kulit distal cedera, bandingkan masalah klien dan perlunya
dengan sisi yang normal. intervensi sesuai keadaan klien.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan


membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak
sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar dan


dalam dan latihan batuk efektif. perfusi.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan


posisi yang aman sesuai keadaan Reposisi meningkatkan drainase
klien. sekret dan menurunkan kongesti
paru.
3. Kolaborasi pemberian obat
antikoagulan (warvarin, heparin) Mencegah terjadinya pembekuan
dan kortikosteroid sesuai indikasi. darah pada keadaan tromboemboli.
Kortikosteroid telah menunjukkan
keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb,
kalsium, LED, lemak dan trombosit Penurunan PaO2 dan peningkatan
PCO2 menunjukkan gangguan
pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan Adanya takipnea, dispnea dan


upaya bernapas, perhatikan adanya perubahan mental merupakan tanda
stridor, penggunaan otot aksesori dini insufisiensi pernapasan,
pernapasan, retraksi sela iga dan mungkin menunjukkan terjadinya
sianosis sentral. emboli paru tahap awal.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,


terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian,


rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu
keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif


aktif pada ekstremitas yang sakit Meningkatkan sirkulasi darah
maupun yang sehat sesuai keadaan muskuloskeletal, mempertahankan
klien. tonus otot, mempertahakan gerak
sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.

3. Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posis fungsional


gulungan trokanter/tangan sesuai ekstremitas.
indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri


(kebersihan/eliminasi) sesuai Meningkatkan kemandirian klien
keadaan klien. dalam perawatan diri sesuai kondisi
keterbatasan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai
keadaan klien. Menurunkan insiden komplikasi
kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat,
6. Dorong/pertahankan asupan cairan men-cegah komplikasi urinarius dan
2000-3000 ml/hari. konstipasi.

7. Berikan diet TKTP.


Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis perlu


sesuai indikasi. untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi Menilai perkembangan masalah


klien dan program imobilisasi. klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,


kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk
mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi


nyaman dan aman (kering, bersih, kulit yang lebih luas.
alat tenun kencang, bantalan bawah
siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan


penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan
bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah Mencegah gangguan integritas kulit
perianal dan jaringan akibat kontaminasi
fekal.

4. Observasi keadaan kulit, penekanan Menilai perkembangan masalah


gips/bebat terhadap kulit, insersi klien.
pen/traksi.

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,


taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema
dan demam
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan


perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk Meminimalkan kontaminasi.


mempertahankan sterilitas insersi
pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau


dan toksoid tetanus sesuai indikasi. spesifik dapat digunakan secara
profilaksis, mencegah atau
mengatasi infeksi. Toksoid tetanus
untuk mencegah infeksi tetanus.

4. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada


laboratorium (Hitung darah lengkap, proses infeksi, anemia dan
LED, Kultur dan sensitivitas peningkatan LED dapat terjadi pada
luka/serum/tulang) osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.

5. Observasi tanda-tanda vital dan Mengevaluasi perkembangan


tanda-tanda peradangan lokal pada masalah klien.
luka.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan
memahami tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran
program pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas dan Meningkatkan partisipasi dan


ambulasi sesuai program terapi fisik. kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksanaan
program terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang
memerluka evaluasi medik (nyeri Meningkatkan kewaspadaan klien
berat, demam, perubahan sensasi untuk mengenali tanda/gejala dini
kulit distal cedera) yang memerulukan intervensi lebih
lanjut.
4. Persiapkan klien untuk mengikuti
terapi pembedahan bila diperlukan.
Upaya pembedahan mungkin
diperlukan untuk mengatasi maslaha
sesuai kondisi klien.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai