Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DEPARTEMEN EMERGENCY

NEFROLITIASIS (BATU GINJAL)

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan


di IGD RS. Tk. II dr. SOEPRAOEN MALANG

Oleh :
Eriska Pratiwi
150070300011126
Kelompok 11

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1. Definisi Nefrolitiasis
Batu ginjal atau nefrolitiasis merupakan suatu keadaan terdapatnya batu (kalkuli) di
ginjal. Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa
sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu
saluran kemih. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan poinefrosis,
urosepsis, abses ginjal ataupun pielonefritis (Muttaqin dan Sari: 108, 2011)
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk didalam
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi
didalam urine. Sebanyak 60% kandungan batu ginjal terdiri dari kalsium oksalat, asam urat,
magnesium, ammonium, dan fosfat atau gelembung asam amino (Nursalam: 65, 2008).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).

2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terbentuknya batu pada saluran kemih, yaitu
sebagai berikut;
a. Penyebab dan faktor predisposisi:
1) Hiperkalemia dan hiperkalsiuria disebabkan oleh bebrapa kelebihan terkait reabsorpsi
kalsium dari tulang (hiperparatiroidisme), asidosis tubulus ginjal, dan kelebihan
asupan vitamin D, susu, dan alkali.
2) Dehidrasi kronis, asupan cairan yang buruk, dan imobilitas.
3) Diet tinggi purin dan abnormalitas metabolisme purin (hiperuremia dan gout)
4) Infeksi kronis dengan urea mengandung bakteri (proteus vulgaris)
5) Sumbatan kronis dimana urine tertahan akibat benda asing dalam saluran kemih.
6) Kelebihan absorpsi oksalat dalam penyakit inflamasi usus
b. Pelepasan ADH yang menurun dan peningkatan konsentrasi, kelarutan, dan pH urin.
c. Lamanya kristal terbentuk didalam urin dipengaruhi oleh mobilisasi rutin
d. Gangguan reabsorpsi ginjal dan gangguan aliran urin
e. Infeksi saluran kemih
f. Kurangnya asupan air dan diet tinggi purin mengandung zat penghasil batu
g. Idiopatik (Muttaqin dan Sari; 108, 2011)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu:
a. Faktor intrinsik, meliputi:
1) Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2) Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3) Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Lelaki
dikatakan memiliki risiko dua hingga empat kali lebih besar dibandingkan perempuan. Dari
penelitian Chen, hal ini dipengaruhi oleh reseptor hormon androgen yang ada pada lelaki.

b. Faktor ekstrinsik, meliputi:


1) Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu).
2) Iklim dan temperatur.
3) Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan
insiden batu saluran kemih.
4) Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5) Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas fisik (sedentary life).

3. Patofisiologi
Zat pembentuk batu dapat mengendap di urine jika ambang kelarutannya terlampaui.
Pada rentang yang disebut rentang metastabil, pembentukan kristal mungkin tidak terjadi
sama sekali atau hanya berjalan dengan sangat lambat, meskipun larutan sangat jenuh.
Namun, jika konsentrasinya meningkat melebihi rentang metastabil, maka terjadilah
kristalisasi.
Pada peningkatan filtrasi dan ekskresi zat penghasil batu akan membuat peningkatan
konsentrasi didalam plasma. Jadi, hiperkalsiuria dan fosfaturia terjadi akibat peningkatan
absorpsi di usus dan mobilisasi dari tulang. Hiperkalsemia dapat disebabkan oleh kelainan
metabolik pada pemecahan asam amino atau melalui peningkatan absropsinya di usus.
Hiperurisemia terjadi akibat suplai yang berlebihan, sintesis baru yang meningkat, atau
peningkatan pemecahan purin. Batu xantin dapat terjadi jika pemebentukan purin sangat
meningkat dari pemecahan purin xantin menjadi asam urat dihambat.
Gangguan reabsorpsi ginjal merupakan penyebab yang sering dari peningkatan
eksresi ginjal pada hiperkalsiuria dan merupakan penyebab tetap pada sistinuria.
Pelepasan ADH menyebabkan peningkatan konsentrasi zat pembentuk batu melalui
peningkatan konsentrasi urine. Kelarutan beberapa zat bergantung pada pH urine. Fosfat
mudah larut dalam urine yang asam, tetapi sukar larut dalam urine yang alkalis.
Faktor lain yang juga penting adalah berapa lama sebenarnya kristal yang telah
terbentuk tetap berada di dalam urine yang sangat jenuh.
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis, serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kali kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa
sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
mempengaruhi timbulnya batu ginjal.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises
dan turun ke ureter menjadi batu ureter.
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu menimbulkan
obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelaianan struktur saluran kemih sebelah atas.
Obstruksi diureter menimbulkan hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum kaliekstasis
pada kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan
pionefrosis, urosespsis, abses ginjal, abses perinefritik, abses paranefritik ataupun
pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi
dapat mengakibatkan gagal ginjal permanen.
(Muttaqin dan Sari;110, 2011)

4. Teori Terbentuknya Batu


Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan
dalam beberapa teori:
a. Teori inti matriks
Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai inti
antara lain mukopolisakarida dan muhoprotein yang akan mempermudah kristalisasi dan
agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori super saturasi
Terjadinya kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti sistin, asam urat dan
kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori presipitasi
Perubahan pH pada urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin.
d. Teori berkurangnya faktor penghambat
Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, piropospat

5. Klasifikasi Batu Ginjal


Menurut Silbernagl (2007), senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal
adalah kalsium oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium-amonium fosfat 30%),
serta xantin atau sistin (<5 108="" 2011="" dan="" sari="" span="" uttaqin="">
a. Batu Kalsium
Merupakan jenis yang paling sering dan mengandung kalsium oksalat, kalsium fosfat,
atau keduanya. Faktor predisposisinya adalah volume urine yang rendah, kadar kalsium urine
tinggi, oksalat urine tinggi, dan sitrat urin rendah.
Pembentukan batu ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan:
1) Hiperkalsiuria keadaan ini biasanya idiopatik dan berkaitan dengan peningkatan absorpsi di
usus, yang dapat menyebabkan hiperparatiroidisme primer.
2) Hiperoksaluria dapat terjadi akibat kelebihan asupan, kelebihan absorpsi dikolon pada
penyakit ileus, atau kelainan metabolism bawaan.
3) Hipositraturia keadaan ini timbul akibat asidosis tubular ginjal distal, yang menyebabkan
kelebihan metabolisme sitrat pada motokondria.

b. Batu Asam Urat


Natrium urat bersifat relative tidak larut dalam pH asam. Sebagian kasus bersifat
idiopatik dengan kadar urat darah dan urin normal, namun seringkali dengan urin asam. Urin
yang asam diproduksi ketika terjadi kehilangan isi usus yang bersifat alkali akibat diare,
ileotomi, atau penyalahgunaan laksan. Penyebab sekundernya meliputi kelainan metabolisme
purin bawaan turnover atau kematian sel yang cepat, terutama selama kemoterapi kanker.

c. Batu Sistin
Sistin bersifat relatif tidak larut, terutama pada pH asam. defek resesif autosomal pada
transporter asam amino dibasic menurunkan reabsorpsi sistin di tubulus, sehingga
menyebabkan sistinuria.

d. Batu Struvit (Infeksi)


Batu ini sering kali merupakan batu cetak (staghorn) besar yang mengandung magnesium
amonium fosfat dan kalsium fosfat. Infeksi, biasanya akibat Proteus sp, menghasilkan urease
yang memecah ureum menjadi ion amonium. Peningkatan pH memacu kristalisasi kalsium
fosfat dan amonium membentuk kristal dengan magnesium dan fosfat .

(OCallaghan; 105, 2007)

6. Manifestasi Klinik
a. Nyeri pinggang yang berat, seringkali menyebar ke selangkangan
b. Gejala gastrointestinal: meliputi mual, muntah, diare, dan perasaan tidak nyaman di perut
berhubungan dengan refluks renointestinal dan penyebaran saraf antara ureter dan intestin.
c. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis ginjal serta
ureter proksimal yang menyebabkan kolik;
1) Batu ureter yang besar menimbulkan gejala atau sumbatan seperti saat turun ke ureter (kolik
uretra)
2) Batu kandung kemih menimbulkan gejala yang mirip sistitits.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran kemih: suhu
tubuh naik dan menggigil.
e. Obstruksi meregangkan kapsul ginjal, menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan
produksi prostaglandin ginjal.
f. Aliran urine tiba-tiba terhenti, dengan nyeri pada penis atau perineum.
(Nursalam; 66, 2008)

7. Komplikasi
a. Gagal ginjal
Terjadinya karena kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut
kompresi batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal ini terjadi
akibat sumbatan yang lama menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan
gagal ginjal (Nursalam; 67, 2008).
b. Infeksi
Dalam aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangan
mikroorganisme akibat adanya obstruksi. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada
peritoneal (Nursalam; 67, 2008).
c. Hidronefrosis
Oleh karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk diginjal dan
lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
d. Avaskuler ischemia
Terjadi karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian
jaringan.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan penunjang dasar mencakup urinalisis, kalsium, fosfat, asam urat, kreatinin, dan
ureum serta serum,
b. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, henaturia, dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu
c. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
d. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi
e. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah
f. Pemeriksaan foto polos abdomen, IVP USG, urogram, untuk menilai posisi, besar, bentuk
batu pada saluran kemih serta mengevaluasi derajat sumbatan
g. Analisa material batu jika memungkinkan kristal dapat diidentifikasi melalui mokroskop
polarisasi , difraksi sinar-X, dan spektroskopi infra merah
(Muttaqin dan Sari; 113, 2011)

9. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan menurut klasifikasi pembentukan batu ginjal:
a. Batu Kalsium: asupan cairan ditingkatkan dan asupan kalsium, natrium, dan protein hewani
dikurangi.
b. Batu Asam Urat: mengurangi asupan purin dan diet, meningkatkan volume urin dan
alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat atau kalium sitrat.
c. Batu Sistin: meningkatkan asupan cairan yang baik dan alkalinisasi dengan natrium
bikarbonat.
d. Batu Infekai: pengangkatan batu, antibiotik, dan skrining predisposisi pembentukan batu.
(OCallaghan; 105, 2007)

10. Penatalaksaan Medis


Tujuan dari penatalaksanaan medis adalah menurunkan komplikasi pada ginjal dan
menghilangkan keluhan. Penatalaksanaan yang diberikan adalah sebagai berikut:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat
dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G . Terapi simtomatik
berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/
banyak dan pemberian diuretik. bendofluezida 5 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi.
Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL
(Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar
tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor (alat gelombang kejut).
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat ini
bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah diindikasikan jika batu tersebut
tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
3) Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih

11. Pencegahan Batu Ginjal


Beberapa tindakan yang dapat mencegah terjadinya batu ginjal adalah sebagai berikut :
a. Minumlah air yang cukup, setidaknya 2 liter air sehari atau satu gelas setiap jamnya (lebih
banyak bila cuaca panas atau saat banyak beraktivitas fisik). Dengan minum banyak air, urin
akan bertambah sehingga mengurangi konsentrasi garam dan mineral.
b. Minumlah sepanjang hari. Bila minum hanya di pagi hari, maka air tersebut akan dibuang
melalui kencing dalam dua jam berikutnya sehingga konsentrasi garam dan mineral di siang
hari meningkat. Jadi harus membiasakan minum lebih sering.

c. Pilih makanan yang kaya vitamin A. Asupan vitamin A sebesar 5000 IU per hari (setara 60
gram wortel) menyehatkan fungsi sistem urin dan mencegah pembentukan batu ginjal.
Makanan yang kaya vitamin A adalah brokoli, melon, ikan, dan hati. Namun, berhati-hatilah
jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan bervitamin A dari sumber hewani, karena
kelebihan vitamin A justru menyebabkan masalah kesehatan lain.

d. Kurangi garam dalam makanan. Dengan mengurangi garam maka akan mengurangi kadar
kalsium dalam urin.

e. Jangan berlebihan mengkonsumsi susu dan produk susu (keju, yogurt, es krim, dll) yang
berkalsium tinggi. Kelebihan kalsium akan dibuang oleh tubuh melalui urin sehingga
meningkatkan risiko batu ginjal.

f. Jangan berlebihan mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium oksalat tinggi seperti
cokelat, kacang, bayam, anggur, merica, teh dll.

g. Jangan berlebihan mengkonsumsi vitamin C dan D karena dapat mempermudah


pengkristalan kalsium oksalat. Konsumsi 3 atau 4 gram vitamin Cdan 400 IU vitamin D
setiap hari sudah memenuhi kebutuhan sebagian besar orang.

h. Perbanyak mengkonsumsi makanan yang mengandung magnesium dan vitamin B6 karena


dapat mengurangi kadar kalsium oksalat dalam air seni.

i. Mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan tersebut menyebabkan
meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.

j. Kembangkan pola hidup aktif. Kalsium adalah unsur pembentuk tulang. Dengan hidup aktif
maka akan membantu pembentukan kalsium menjadi tulang. Sebaliknya, gaya hidup kurang
gerak mendukung kalsium untuk beredar dalam darah dan berisiko menjadi kristal.

k. Kurangi juga makanan mengandung asam urat terlalu tinggi seperti kangkung, bayam,
kembang kol dan olahan melinjo.

l. Konsumsi buah semangka, karena buah ini memiliki manfaat yang sangat bagus bagi tubuh
khususnya ginjal. Bahkan buah ini sering disebut sebagai pencuci darah alami.

m. Jangan mengkonsumsi vitamin C secara berlebihan. Untuk orang dewasa, batas vitamin C
yang disarankan maksimal 2.000 mg per hari
n. Jangan memanaskan olahan sayur bayam, sebab ini termasuk salah satu pembentuk batu
ginjal.
(http://www.dokterku-online.com/index.php/article/72-waspadai-batu-ginjal-dan-saluran-
kemih diakses pada tanggal 25 Februari 2013)

BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama
antara perawat dengan klien, keluarga dan masyarakat untuk mencapai kesehatan yang
optimal (Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk, 2000):
A. Pengkajian
1. Identitas
Data yang diperoleh meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal masuk MRS dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling menggangu ketidak nyamanan dalam aktivitas atau yang
menggangu saat ini.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Di mana mengetahui bagaimana penyakit itu timbul, penyebab dan faktor yang
mempengaruhi, memperberat sehingga mulai kapan timbul sampai di bawa ke RS.
4. Riwayat Kesehatan Penyakit Dahulu
Klien dengan batu ginjal didapatkan riwayat adaya batu dalam ginjal.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Yaitu mengenai gambaran kesehatan keluarga adanya riwayat keturunan dari orang tua.

B. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan


1. Aktifitas/Istirahat.
Riwayat : pekerjaan,dehidrasi,infeksi,imobilisasi
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajang pada lingkungan bersuhu tinggi.
Keterbatasan aktivitas/immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya.
2. Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal jantung), Kulit hangat dan kemerahan, pucat.

3. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunan haluaran urine,
kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria, dan perubahan pola berkemih.
4. Makan dan Minum
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau fosfat,
ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal, penurunan atau takadanya bising usus, dan muntah
5. Nyeri / rasa tidak nyaman
Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran
nyeri,skala nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya
nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Apakah
nyeri sampai menimbulkan kokik atau tidak.
6. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-obatan.
7. Respon emosi : cemas
8. Pengetahuan tentang penyakitnya

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum: klien biasanya lemah, kesadaran komposmetis, adanya perubahan TTV
sejunder dari nyeri kolik.
2. Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat dingin, dan
nausea.
3. Inspeksi: pada pola eliminasi urine terjadi perubahan akibat adanya hematuria, retensi urine,
dan sering miksi. Adanya kolik menyebabkan pasien terlihat mula dan muntah
4. Palpasi: palpasi ginjal dilakukan untuk mengindentifikasi massa. Dapat teraba ginjal pada
sisi sakit pada beberapa kasus, seperti pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan
hidronefrosis.
5. Perkusi: perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada
sudut kostovertebra dan didapatkan respon nyeri, tanda gagal ginjal dan retensi urin.
6. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis
(Muttaqin dan Sari; 112, 2011).
D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan penunjang dasar mencakup urinalisis, kalsium, fosfat, asam urat, kreatinin, dan
ureum serta serum, pemeriksaan ini diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
penyebab batu.
2. Pemeriksaan sedimen urine menunjukkan adanya: leukosituria, henaturia, dan dijumpai
kristal-kristal pembentuk batu
3. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea
4. Pemeriksaan fungsi ginjal untuk memonitor penurunan fungsi
5. Pemeriksaan elektrolit untuk keterlibatan peningkatan kalsium dalam darah
6. Pemeriksaan foto polos abdomen, IVP USG, urogram, untuk menilai posisi, besar, dan
bentuk batu pada saluran kemih serta mengevaluasi derajat sumbatan
7. Analisa material batu jika memungkinkan kristal dapat diidentifikasi melalui mokroskop
polarisasi, difraksi sinar-X, dan spektroskopi infra merah

E. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf
sekunder dari adanya batu pada ginjal
2. Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran
kemih.
3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik.
4. Kecemasan b/d prognosis pembedahan, tindakan invasive diagnostic.
5. Kurang informasi b/d rencana pembedahan, tindakan diagnostik invasif (ESWL),
perencanaan pasien pulang.

INTERVENSI KEPERAWATAN (NANDA, NOC, NIC )

DIAGNOSA NOC NIC


Nyeri akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri

Defenisi : Klien diharapkan mampu Intrevensi yang akan dilakukan :


Pengalaman untuk : Lakukan penilaian nyeri secara
emosional Menilai factor penyebab komprehensif dimulai dari lokasi,
dan sensori Menilai gejala dari nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
yang tidak Gunakan tanda tanda vital intensitas dan penyebab.
Evaluasi bersama pasien dan tenaga
menyenangk memantau perawatan
Laporkan tanda / gejala kesehatan lainnya dalam menilai
an yang
nyeri pada tenaga kesehatan efektifitas pengontrolan nyeri yang
muncul dari
professional pernah dilakukan
kerusakan
Gunakan catatan nyeri Bantu pasien dan keluarga mencari
jaringan Tingkat Kenyamanan dan menyediakan dukungan.
secara aktual Gunakan metoda penilaian yang
Klien diharapkan mampu
dan potensial berkembang untuk memonitor perubahan
untuk :
atau nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual
Melaporkan Perkembangan
menunjukka dan potensial dalam mempercepat
Fisik
n adanya Melaporkan perkembangan penyembuhan
kerusakan Pemberian Obat Penenang
kepuasan
Melaporkan perkembangan Intrevensi yang akan dilakukan :
psikologi Kaji riwayat kesehatan pasien dan
Mengekspresikan perasaan
riwayat pemakaian obat penenang
dengan lingkungan fisik sekitar
Menekspresikan kepuasan Tanyakan kepada pasien atau keluarga

dengan Kontrol nyeri tentang pengalaman pemberian obat


penenang sebelumnya
Tingkatan Nyeri
Lihat kemungkinan alergi obat
Klien diharapkan mampu
Tinjau ulang tentang contraindikasi
untuk:
Melaporkan Nyeri pemberian obat penenang
Ekspresi nyeri lisan Pemberian Analgesic
Ekspresi wajah saat nyeri
Melindungi bagian tubuh Intrevensi yang akan dilakukan :
yang nyeri Tentukan lokasi , karakteristik, mutu,
Perubahan frekuensi
dan intensitas nyeri sebelum mengobati
pernapasan
pasien
Periksa order/pesanan medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi yang
ditentukan analgesik
Cek riwayat alergi obat

Kekurangan
Keseimbangan Elektrolit Manajemen Elektrolit
Volume Asam dan Basa Intrevensi yang akan dilakukan :
Cairan Klien diharapkan mampu
untuk: Monitor serum elektrolit abnormal
Defenisi : Denyut jantung Monitor manifestasi imbalance cairan
Irama jantung Pertahankan kepatenan akses IV
Keadaan Pernapasan Berikan cairan sesuai kebutuhan
individu Irama napas Catat intake dan output secara akurat
Kekuatan otot Manajemen Syok
yang Keseimbangan Cairan
Intrevensi yang akan dilakukan :
mengalami Klien diharapkan mampu
penurunan untuk: Monitor tanda dan gejala perdarahan
Tekanan darah yang konsisten.
cairan Tekanan arteri
intravaskuler, Tekanan vena sentral Catat pendarahan tertutup pada
Palpasi nadi perifer pasien.
interstisial, Kesimbangan intake &
dan atau output (24jam) Cegah kehilangan darah (ex :

intrasel. Kestabilan berat badan melakukan penekanan pada tempat


Konfusi yang tidak tampak terjadi perdarahan)
Diagnosis ini Hidrasi kulit
merujuk ke Hidrasi Berikan cairan IV, yang tepat/
Klien diharapkan mampu Catat Hb/Ht sebelum dan sesudah
dehidrasi
untuk: kehilangan darah sesuai indikasi.
yang Hidrasi kulit
merupakan Kelembaban membran Berikan tambahan darah (ex : platelet,

kehilangan mukosa plasma) yang sesuai.


Haus yang abormal (-) Monitor faktor koagulasi, termasuk
cairan saja Perubahan suara napas (-)
tanpa Napas pendek (-) waktu protombin (PT), PTT, fibrinogen,
Mata yang cekung (-) degrtadasi fibrin, den jumlah platelet, jika
perubahan Demam (-)
dalam Keringat diperlukan.

natrium. Gunakan celana MAST jika perlu.

Pemantauan Cairan
Intrevensi yang akan dilakukan :

Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe


intake cairan dan pola eliminasi
Kaji kemungkinan factor resiko
terjadinya imbalan cairan (seperti :
hipertermia, gagal jantung, diaforesis,
diare, muntah, infeksi, disfungsi hati)
Monitor BB, intake dan output
Monitor nilai elektrolit urin dan serum
Monitor osmolalitas urin dan serum
Monitor denyut jantung, status
respirasi
Gangguan Eliminasi urin Manajemen cairan
Eliminasi Klien diharapkan mampu
Intrevensi yang akan dilakukan :
untuk:
Defenisi : Pola eliminasi Timbang BB tiap hari
Bau urin Hitung haluran
disfungsi Jumlah urin Pertahankan intake yang akurat
dalam Warna urin Pasang kateter urin
Partikel urin yang bebas Monitor status hidrasi (seperti
eliminasi Kejernihan urin :kelebapan mukosa membrane, nadi)
urine Pencernaan cairan yang Monitor TTV
adekuat Monitor adanya indikasi
Keseimbangan intake dan retensi/overload cairan (seperti :edem,
output dalam 24 jam asites, distensi vena leher)
Urin yang keluar disertai Monitor perubahan BB klien sebelum
nyeri dan sesudah dialisa
Urin yang tak lancar keluar Monitor status nutrisi
Urin yang keluar dengan
tergesa-gesa
Pengawasan urin
Pengosongan kandung
kemih dengan lengkap
Tahu akan keluarnya urin
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC


Muttaqin & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba
Medika
Nursalam & Baticaca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
OCallaghan. (2007). At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga
Purnomo, BB (2000), Dasar-Dasar Urologi, Jakarta: Sagung Seto
Syaifuddin. (2006). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai