Anda di halaman 1dari 78

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah adalah lembaga pertama yang berwenang dan

berkewajiban memperhatikan kehidupan dan kesejahteraan rakyat di suatu

negara. Pemerintah memiliki kewajiban dalam merumuskan program-

program yang tepat sebagai upaya untuk mengentaskan kemiskinan pada

masyarakat dengan memberikan pemberdayaan-pemberdayaan secara

berkelanjutan. Saat ini sudah banyak program-program yang dilakukan

pemerintah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat

seperti KUR (Koperasi Usaha Rakyat), UMKM (Usaha Mikro Kecil

Menengah), BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk pendidikan, LKM

(Lembaga Keuangan Mikro), PNPM dan lain sebagainya.

Program-program tersebut dilaksanakan oleh pemerintah sebagai

upaya untuk mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi masyarakat,

meskipun pada kenyataannya yang berada di masyarakat, tidak semua

program-program tersebut berjalan dengan baik. Ada beberapa program

yang tidak tepat sasaran dalam pendistribusiannya, sehingga hal ini

membuat keadaan sosial ekonomi masyarakat berada pada kondisi

ketidakstabilan dimana ada beberapa yang mendapat bantuan yang

membuat hidupnya menjadi lebih baik dan ada yang tidak sama sekali

memperoleh bantuan tersebut yang menyebabkan hidupnya berada dalam

1
kondisi yang tidak berkembang. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 1.1.

Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan

Tahun 2000 2013 di Indonesia.

Garis
Jumlah Penduduk Persentase Penduduk Kemiskinan
Miskin (Juta Jiwa) Miskin (%) (Rp/Kapita/Bula
Tahun
n)
Kot Desa Kota+Des Kot Desa Kota+Des
Kota Desa
a a a a
2000 12,3 26,4 38,74 14,6 22,3 19,14 91.632 73.648
1 3 8
2001 8,6 29,2 37,87 9,79 24,8 18,41 100.01 80.382
7 4 1
2002 13,3 25,0 38,39 14,4 21,1 18,2 130.49 96.512
2 8 6 9
2003 12,2 25,0 37,34 13,5 20,2 17,42 138.80 105.888
6 8 7 3 3
2004 11,3 24,7 36,15 12,1 20,1 16,66 143.45 108.725
7 8 3 1 5
2005 12,4 22,7 35,1 11,6 19,9 15,97 165.56 117.365
8 8 5
2006 14,4 24,8 39,3 13,4 21,8 17,75 174.29 130.584
9 1 7 1 0
2007 13,5 23,6 37,17 12,5 20,3 16,58 187.94 146.837
6 1 2 7 2
2008 12,7 22,1 34,96 11,6 18,9 15,42 204.89 161.831
7 9 5 3 6
2009 11,9 20,6 32,52 10,7 17,3 14,15 222.12 179.835
1 2 2 5 3
2010 11,1 19,9 31,02 9,87 16,5 13,33 232.98 192.354
3 6 9
Mar-11 11,0 18,9 30,02 9,23 15,7 12,49 243.01 213.395
5 7 2 6
Sep-11 10,9 18,9 29,89 9.09 15,5 12,36 263.59 223.181
6 4 9 4
Mar- 10,6 19,4 29,13 8,78 15,1 11,96 267.40 229.226
12 5 9 2 8
Sep-12 10,5 18,0 28,59 8.6 14,7 11,66 277.38 240.441
1 9 2
Mar- 10,3 17,7 28,07 8,39 14,3 11,37 289.04 253.273
13 3 4 2 2
Sep-13 10,6 19,9 28,55 8,52 14,4 11,47 308.82 257.779
3 2 2 6
(Sumber: BPS, 2013)

2
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat jumlah penduduk miskin di desa dan

kota pada tahun 2001 sebesar 37,87 juta jiwa dan meningkat menjadi 38,39 juta

jiwa pada tahun 2002, namun pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin menurun

menjadi 35,1 juta jiwa dan meningkat ditahun 2006 menjadi 39,3 juta jiwa, dan

pada maret 2013 menurun kembali menjadi 28,07 juta jiwa dan meningkat terus

pada September 2013 menjadi 28,55 juta jiwa. Naik turunnya jumlah penduduk

miskin menunjukkan bahwa keadaan sosial ekonomi masyarakat Indonesia berada

pada kondisi ketidakstabilan. Masalah tersebut membutuhkan perhatian lebih dari

pemerintah, sehingga sampai saat ini pemerintah terus memperbaharuhi

kebijakan-kebijakan untuk membantu masyarakat mengatasi masalah sosial dan

ekonominya. Seluruh kebijakan tersebut menjadi agenda pemerintah yang akan

disalurkan kepada masayarakat luas.

Agenda pemerintah yang terus menjadi pusat perhatian hingga saat ini

adalah pembangunan. Menurut Ali (2006) konsep pembangunan adalah suatu

upaya perubahan yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai kondisi dan

situasi yang lebih baik, dilaksanakan secara sistematis dan bertahap disemua

bidang.Pembangunan menjadi tanggung jawab, menuntut partisipasi masyarakat

dan hasilnya pun dapat dinikmati oleh seluruh rakyat secara merata, namun

demikian salah satu tantangan pembangunan yang paling serius dan harus disikapi

secepatnya adalah upaya penanggulangan jumlah keluarga miskin perdesaan.

Berbagai program pemerintah telah dilaksanakan untuk menanggulangi

besarnya jumlah keluarga miskin di perdesaan. Salah satu program pemerintah

yang telah dilakukan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

3
Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) yang dimulai padatahun 2007. Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) adalah

bentuk pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang

selama ini dinilai berhasil menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat

dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang digagas oleh

masyarakat desa itu sendiri. Tujuan umum dari pelaksanaan PNPM-Mpd yaitu

untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin

secara mandiri, mempercepat penanggulangan kemiskinan serta meningkatkan

kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat desa yang ditempuh melalui

pemberian modal usaha untuk mengembangkan kegiatan usaha ekonomi produktif

dan membangun sarana dan prasarana yang mendukung pembangunan desa.

Tujuan khususnya yaitu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan,

pelaksanaan dan pelestarian kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan memiliki

beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat, seperti Program Pengembangan

Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) yang bertujuan untuk

mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya,

Bantuan Langsung bagi Masyarakat (BLM), Simpan Pinjam bagi Perempuan

(SPP) dan sebagainya (Sumber: www.pnpm-mandiri.org).

Dalam Novitasari (2011) menyebutkan Simpan Pinjam bagi Perempuan

(SPP) adalah salah satu program yang wajib dilaksanakan untuk pengentasan

kemiskinan dalam program PNPM-Mpd. Program ini memberikan bantuan berupa

permodalan yang ditujukan bagi mereka yang dinilai sudah memiliki usaha yang

cukup untuk dapat membiayai kebutuhan dasar mereka, namun masih perlu

4
ditingkatkan. Pemberian modal tanpa agunan dalam bentuk perguliran dengan

kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman melalui pembentukan kelompok

perempuan dan besarnya pinjaman sesuai pengajuan proposal kelompok.

Program Simpan Pinjam bagi Perempuan juga dilakukan di Kecamatan

Rahuning, salah satunya di Desa Batu Anam. Jumlah kelompok Simpan Pinjam

Perempuan di Desa Batu Anam saat ini adalah 10 kelompok dengan anggota tiap

kelompoknya yaitu 7-10 orang. Juliarni (2013) berdasarkan penelitiannya

mengenai keefektivitasan kegiatan Simpan Pinjam Perempuan dikecamatan

Bangun Purba, hasil penelitiannya adalah bahwa dalam pelaksanaan Simpan

Pinjam Perempuan di wilayah tersebut terkesan kejar target demi terpakainya

seluruh alokasi bantuan langsung masyarakat yang dikelola di Kecamatan.

Anggapan kejar target tersebut menjadikan subjek hanya sebagai objek, jika

ditanyakan kepada kelompok penerima, belum tentu mereka membutuhkan

bantuan tersebut karena belum punya usaha yang layak untuk didanai. Sebagian

masyarakat tidak menggunakan pinjaman untuk modal usaha, bahkan digunakan

untuk keperluan sehari-hari.

Permasalahan-permasalahan ini muncul akibat tidak berjalannya fungsi

setiap struktur dalam lembaga yang bertanggung jawab, seperti yang dikatakan

Robert K. Merton dalam Ritzer (2010) fungsi dalam struktur bisa saja berupa

fungsi manifest dan fungsi latent. Fungsi manifest sebagai fungsi yang diharapkan

sedangkan fungsi latent sebagai fungsi yang tidak diharapkan. Merton juga

mengatakan bahwa suatu struktur yang disfungsiakan selalu ada. Berdasarkan

observasi sementara, peneliti melihat adanya kecenderungan disfungsi

5
pelaksanaan yang terjadi dalam pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan di Desa

Batu Anam. Berdasarkan gejala-gejala dan kecenderungan disfungsi itulah, maka

menjadi alasan peneliti untuk melihat dan meneliti disfungsi seperti apa yang

terjadi dalam pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam bagi Perempuan dalam

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Desa Batu

Anam, Kecamatan Rahuning Kabupaten Asahan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakangtersebut maka peneliti membuat rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam bagi Perempuan (SPP)

dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Perdesaan di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan?

2. Bagaimana disfungsi yang terjadi dalam kegiatan Simpan Pinjam

Perempuan (SPP) di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten

Asahan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, makayang

menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan Simpan Pinjam

Perempuan (SPP) dalam program PNPM Mandiri Pedesaan di Desa Batu

Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan.

6
2. Untuk mengetahui disfungsi apa saja yang terjadi dalam Simpan Pinjam

Perempuan di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian

sudah selesai ditulis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menambah wawasan kajian

ilmiah dan referensi penelitian ilmiah selanjutnya, khususnya bagi mahasiswa

departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera

Utara, serta untuk memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pemberdayaan

masyarakat.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi kementrian dalam negeri untuk

senantiasa memantau dan mengkontrol program tersebut.

2. Menjadi masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah pusat

maupun daerah dalam merumuskan program-program pemberdayaan

masyarakat lainnya.

1.5. Definisi Konsep

Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan

penelitian. Konsep merupakan rangkaian pengertian logis yang dipakai untuk

7
menentukan jalan pemikiran dalam penelitian untuk memperoleh permasalahan

yang tepat. Dengan kata lain konsep adalah istilah-istilah yang mewakili atau

menyatakan suatu pengertian tertentu.

Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Disfungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam pelaksanaan

kegiatan Simpan Pinjam Perempuan ini terdapat fungsi negatif atau fungsi

laten yang diluar dari SOP program.


2. PNPM-Mpd yaitu program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri

pedesaan (PNPM Mandiri Pedesaan atau PNPM-Pedesaan atau Rural

PNPM) merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang

mendukung PNPM Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya

adalah masyarakat perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi

sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan

(PPK) yang telah dilaksanakan sejak 1998-2007.


3. Simpan Pinjam bagi Perempuan (SPP) yaitu salah satu kegiatan dalam

PNPM-Mpd yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh ibu-ibu yang

membentuk satu kelompok. Kegiatan ini merupakan pemberdayaan yang

dalam pelaksanaannya memberikan bantuan modal yang ditujukan bagi

mereka yang dinilai sudah memiliki usaha yang cukup untuk dapat

membiayai kebutuhan dasar mereka, namun masih perlu ditingkatkan.

Tujuan dari Simpan Pinjam Perempuan ini adalah mengembangkan

potensi kegiatan simpan pinjam di perdesaan, kemudahan akses pendanaan

usaha skala kecil, pemenuhan kebutuhan pendanaan sosial dasar dan

8
memperkuat kelembagaan kegiatan kaum perempuan serta mendorong

pengurangan rumah tangga miskin dan penciptaan lapangan kerja.


4. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya-upaya yang dapat merubah taraf

hidup masyarakat ke arah yang lebih baik dan sejahtera. Pemberdayaan

masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberdayaan

khusus perempuan melalui kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Struktural Fungsional Dalam Kajian Rober K. Merton

Robert K. Merton sebagai salah satu tokoh yang mengkaji mengenai teori

struktural fungsional dan berada pada teori tingkat menengah menjelaskan bahwa

9
analisis struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi,

masyarakat dan kultur. Dalam pemikiran Merton, sasaran studi struktur fungsional

antara lain adalah : peran sosial, pola institusi, proses sosial, organisasi kelompok,

struktur sosial, perlengkapan untuk pengendalian sosial dan sebagainya .

Robert K. Merton dalam Ritzer (2010) telah mengkritik 3 postulat yang


dikemukakan oleh Malinowski dan Radcliffe Bron, yaitu:
1. Kesatuan fungsional masyarakat. Postulat ini berpendirian bahwa
semua keyakinan dan praktik kultur dan sosial yang sudah baku adalah
fungsional untuk masyarakat sebagai satu kesatuan maupun untuk
individu dan masyarakat. Merton berpendapat bahwa meski hal ini
benar terjadi pada masyarakat primitif dan kecil, namun hal ini tidak
berlaku ke tingkatan masyarakat yang luas dan kompleks.
2. Fungsionalisme universal, yang menganggap bahwa seluruh bentuk
sosial dan kebudayaan yang baku memiliki fungsi-fungsi positif.
Merton menyatakan bahwa postulat ini bertentangan dengan
kehidupan nyata, yang jelas adalah bahwa tidak setiap struktur, adat,
gagasan, kepercayaan dan sebagainya mempunyai dampak positif.
3. Indispensability yaitu dalam setiap tipe peradaban, kebiasaan memiliki
sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sistem sebagai
keseluruhan, akan tetapi Mertonmengatakan bahwa terdapat alternatif
struktur dan fungsi yang dapat ditemukan di dalam masyarakat.

Perhatian analisis struktural fungsional lebih dipusatkan pada fungsi sosial


ketimbang pada motif individual. Menurut Merton, fungsi didefenisikan sebagai
konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau
penyesuaian dari sistem tersebut. Dari pendapat Merton tentang fungsi, ada
konsep barunya mengenai sifat dari fungsi dengan membedakan atas fungsi
manifestdan fungsi latent. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapkan
(intended) atau fungsional, sedangkan fungsi latent adalah sebaliknya yaitu fungsi
yang tidak diharapkan atau disfungsi. Merton menunjukan bahwa suatu struktur
disfungsional akan selalu ada, sebagaimana struktur atau institusi dapat
menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur atau
institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif ataupun positif terhadap sistem
sosial. Merton juga mengemukakan konsepnonfunctionsyang didefenisikannya
sebagai akibat-akibat yang sama sekali tak relevan dengan sistem yang sedang
diperhatikan.

Kecocokan argumen Merton dengan permasalahan penelitian mengenai

struktur organisasi maupun kelompok terkait peran dan fungsi masing-masing

10
bidang inilah menjadikan peneliti menggunakan teori ini. Teori struktur fungsional

oleh Robert K. Merton dapat menganalisis tiap-tiap bagian dalam struktur

organisasi maupun kelompok terkait fungsi dan perannya sehingga mampu

menjawab permasalahan yang diteliti dalam disfungsi pelaksanaan Simpan Pinjam

bagi Perempuan (SPP). Fungsi yang dianggap manifest dalam penelitian ini

adalah ketika Simpan Pinjam Perempuan ini dapat meningkatkan kesejahteraan

tiap anggotanya dan berjalan sesuai aturanya, sedangkan fungsi yang dianggap

laten ialah terdapat kondisi disfungsi atau fungsi negatif yang terjadi dalam

pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan yang berakibat pada

ketidakefektivan program pemberdayaan masyarakat.

Adapun penelitian lainnya yang membahas disfungsi pemberdayaan dalam


teori struktural fungsional dikutip dari penelitian disertasi Hikmat (2001) yang
meneliti mengenai marginalisasi komunitas lokal dalam perspektif kontingensi
strategi pengembangan masyarakat di Bekasi. Hasil penelitian ini adalah
ketidakberdayaan komunitas lokal dalam beradaptasi terhadap perubahan struktur
kota dapat dilihat dari ciri-ciri:

1. Tidak adanya alternatif untuk meningkatkan kualitas hidup dan


kesejahteraaan keluarga, karena mereka kehilangan peluang untuk akses
terhadap sistem pelayanan sosial dasar (termasuk sulit akses terhadap
program pemberdayaan).

2. Terbatasnya produktifitas kerja dan ekonomi yang membuat mereka


berada dalam keadaan subsistence level.

3. Tujuan-tujuan kolektif tidak dapat lagi dibentuk dan dicapai, walaupun


mereka dalam bentuk komunal.

4. Semakin lama cenderung fatalistik terhadap perubahan dan kemajuan di


lingkungan sekitar.

11
Kondisi ketidakberdayaan komunitas lokal adalah merupakan
penyimpangan fungsi-fungsi masyarakat atau mereka mengalami disfungsi sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat mikro, terjadi ketidakberdayaan
komunitas lokal tidak cukup dianalisis dalam kerangka struktural eksternal
fungsional tetapi juga dianalisis dalam kerangka struktural internal fungsional
yang menjelaskan hubungan interaksi individu dengan lingkungan komunitas
lokal itu sendiri.

2.2. Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatMandiri Perdesaan

(PNPM-Mpd)

PNPM-Mpd diluncurkan tanggal 30 April 2007 oleh Presiden Indonesia

sebagai kelanjutan Program Keluarga Kecamatan (PKK). PNPM-Mpd ini

memiliki tujuan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan

melalui berbagai tahapan kegiatan dengan sebuah siklus kegiatan. Tahapan-

tahapan tersebut adalah :

1. Diseminasi informasi dan sosialisasi, dapat dilakukan dengan cara

lokakarya di berbagai level pemerintahan, hearing anggota legislatif di

berbagai jenjang dan forum-forum musyawarah masyarakat. Setiap desa

dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media (penyebaran)

informasi.
2. Proses perencanaan administrasi, dilaksanakan dari tingkat dusun, desa

selanjutnya tingkat kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa (FD)

untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan kegiatan.


3. Seleksi proyek di tingkat desa dan kecamatan, masyarakat melakukan

musyawarah di tingkat desa dan antar desa untuk memutuskan usulan

prioritas dan layak didanai. Musyawarah terbuka bagi setiap masyarakat

untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan.

12
4. Masyarakat melaksanakan proyek, masyarakat memilih anggotanya untuk

menjadi tim pengelola kegiatan (TPK) di desa-desa yang terdanai.

Fasilitator teknis program akan mendampingi TPK dalam mendesain

prasarana, penganggaran kegiatan, vertifikasi mutu dan supervise. Para

pekerja pada umumnya berasal dari desa penerima dana.


5. Akuntabilitas dan laporan perkembangan selama pelaksanaan kegiatan,

TPK harus memberikan laporan perkembangan kegiatan 2 kali dalam

pertemuan terbuka di desa, yakni sebelum proyek pencarian dana tahap

berikutnya. Pada pertemuan akhir, TPK akan melakukan serah terima

proyek kepada masyarakat desa dan tim pemelihara kegiatan.


(Sumber: www.pnpm-mandiri.org diakses 12 januari 2015)

Pelaksanaan program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur

desa, pengelolaan dana bergulir bagi kelompok perempuan, kegiatan pendidikan

dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah perdesaan. Program ini terdiri dari tiga

komponen utama, yaitu:

a) Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) untuk kegiatan

pembangunan.

b) Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk kegiatan perencanaan

pembangunanpartisipatif dan kegiatan pelatihan masyarakat (capacity

building).

c) Pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh para fasilitator

pemberdayaan, fasilitator teknik dan fasilitator keuangan.

13
Dalam modul PNPM Mandiri Pedesaan tahun 2014, seluruh anggota

masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara

partisipatif mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam

penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya,

sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM

Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa (PMD), Departemen/Kementrian Dalam Negeri.

Program ini didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari CSR (Corporate Social

Responsibility) dan dari dana hibah serta pinjaman dari sejumlah lembaga dan

negara pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.

Adapun penelitian lainnya yang terkait PNPM-Mpd berasal dari


Agistiasari (2012). Hasil penelitian ini adalah:

1. Efektifitas program berkenaan dengan ketetapan jumlah anggaran dari


pemerintah bagi pelaksanaan PNPM-Mpd dan upaya tim pelaksana dalam
melaksanakan. Hal ini perlu diperhatikan karena dengan anggaran yang
memadai dan kerjasama yang dilakukan oleh semua pihak baik itu tim
pelaksana maupun masyarakat maka pelaksanaan PNPM-Mpd akan
berjalan dengan baik.

2. Kecukupan program berkenaan dengan PNPM-Mpd dapatmemuaskan


kebutuhan masyarakat serta penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan
PNPM-Mpd. Hal ini penting karena suatu kebijakan dikatakan berhasil
apabila semua kesatuan yang ada dapat terlaksana sesuai prosedur yang
telah ditentukan.

3. Perataan program berkenaan dengan anggaran dapat di distribusikan


secara adil dalam pelaksanaan PNPM-Mpd, pengalokasian pembangunan
fisik desa dan dana bergulir di setiap desa.

14
4. Responsivitas program berkenaan dengan penilaian masyarakat terkait
dengan diadakannya PNPM-Mpd dan upaya tim pelaksana dalam
menanggapi dan memenuhuhi kebutuhan masyarakat.

5. Ketepatan program berkenaan dengan kebijakan yang dipilih sesuai


dengan kebutuhan masyarakat dan dana bergulir disalurkan pada anggota
kelompok yang berhak.

2.3 Simpan Pinjam Perempuan (SPP) sebagai Solusi Penurunan Jumlah


Keluarga Miskin

Simpan Pinjam Perempuan (SPP) adalah salah satu program dalam

PNPM-Mpd yang bertujuan untuk mengentas jumlah keluarga miskin di

perdesaan. SPP merupakan program bantuan penambahan modal yang ditujukan

bagi mereka yang dinilai sudah memiliki usaha yang cukup untuk dapat

membiayai kebutuhan dasar mereka, namun masih perlu untuk ditingkatkan.

Pemberian bantuan permodalan ini menggunakan sistem dana bergulir.

Pelaksanaan SPP yang tertuang dalam SOP SPP bahwa pengertian dana

bergulir adalah seluruh dana program dan bersifat pinjaman dari UPK (Unit

Pengelola Kecamatan) yang digunakan oleh masyarakat untuk mendanai kegiatan

ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompok-kelompok masyarakat.

Tujuan pengelolaan dana bergulir ini ialah :

1 Memberikan kemudahan akses permodalan usaha baik kepada masyarakat

sebagai pemanfaatan maupun kelompok usaha.

2 Pelestarian dan pengembangan modal usaha yang berasal dari dana

PNPM-Mpd yang sesuai dengan tujuan program.

15
3 Peningkatan kapasitas pengelola kegiatan dan bergulir ditingkat wilayah

perdesaan.

4 Menyiapkan lembaga UPK sebagai pengelola dana bergulir yang mengacu

pada tujuan program secara akuntabel artinya dalam melakukan

pengelolaan dana bergulir dapat dipertanggung jawabkan kepada

masyarakat, transparan dan berkelanjutan.

5 Peningkatan pelayanan kepada rumah tangga miskin dalam pemenuhan

kebutuhan permodalan usaha melaui kelompok pemanfaat.

Fungsi dari dana bergulir SPP ini adalah :

1. Memberikan pinjaman dana kepada kelompok simpan pinjam.

2. Mengembangkan kelompok usaha produktif dan kelompok perempuan.

3. Mendayagunakan kemampuan potensi lokal dalam pengembangkan usaha

bagi ekonomi masyarakat miskin.

4. Mempertinggi kualitas sumberdaya manausia dan kelompok untuk

mencapai terciptanya masyarakat yang mandiri.

5. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di kecamatan.

Sifat dari perguliran dana ini adalah terbuka bagi semua lapisan

masyarakat, mudah, cepat dan lestari. Prinsip dana bergulir ini ialah transparansi,

keberpihakan kepada orang miskin, partisipasi, kompetisi sehat, desentralisasi,

akuntabilitas dan berkelanjutan. Dan yang menjadi sasaran dari dana bergulir ini

16
adalah kelompok yang mempunyai kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman

dengan prioritas kelompok yang rumah tangga miskin dengan tujuan untuk

peningkatan kesejahteraan anggota yang anggotanya khusus perempuan.

Aturan pokok perguliran dana yaitu :

1. Pinjaman perguliran dilakukan ditingkat kecamatan oleh UPK, Tim

Verifikasi, Tim Pendanaan dalam wilayah kerja kecamatan lokasi PNPM.

2. Musyawarah antar desa perguliran menetapkan daftar kelompok yang

mengajukan kredit atau kelompok daftar tunggu perguliran.

3. Pendanaan kredit disesuaikan dengan perkembangan/ketersediaan dana

yang ada di UPK dan dana yang tersedia di rekening SPP.

4. Pinjaman hanya disalurkan kepada kelompok yang bersifat kelompok

dengan pemanfaatan rumah tangga miskin atau dengan kata lain tidak

diperbolehkan meminjam secara perorangan.

5. Adanya perjanjian pinjaman antara kelompok dengan UPK.

6. Jadwal angsuran disesuaikan dengan fungsi kelompok dan siklus

usahanya. Jangka waktu peminjaman kelompok maksimal 12 bulan.

Dengan adanya aturan yang telah ditetapkan diharapkan program yang

dilaksanakan akan berjalan sesuai dengan fungsinya dan dapat tepat sasaran sesuai

yang telah ditentukan.

Persyaratan kelompok pinjaman bergulir yaitu :

17
1. Kelompok pinjaman harus mempunyai ikatan persatuan yang kuat,

misalnya RT/RW, arisan, yasinan dsb.

2. Mempunyai kepengurusan yang jelas minimal ketua, sekretaris dan

bendahara.

3. Mempunyai kegiatan ekonomi dan atau kemasyarakatan.

4. Anggota yang menjadi pemanfaat benar-benar warga desa atau warga

kecamatan tersebut dibuktikan dengan KTP dan KK yang berlaku.

5. Anggota kelompok peminjam wajib mendapatkan persetujuan salah satu

anggota keluarga yang diketahui oleh RT/TW setempat.

6. Pengurus tingkat desa maupun tingkat kecamatan tidak dipekenankan

menerima pinjaman dari dana SPP kecuali mendapat persetujuan dari BP-

UPK dan BKAD.

7. Kelompok lunas yang akan melakukan kembali pinjaman harus dinilai

kondisi pinjamannya :

a. Jika tidak pernah menunggak pinjaman dapat ditingkatkan jumlahnya

dari pinjaman sebelumnya.

b. Jika pernah menunggak maka pengajuannya sama dengan pinjaman

sebelumnya.

c. Jika pernah melakukan penunggakan secara berulang maka pengajuan

maksimal 75 % dari pinjaman sebelumnya.

18
8. Mempunyai kegiatan rutin pertemuan.

9. Anggota kelompok baru minimal 5 orang dan maksimal 10 orang,

sedangkan untuk kelompok lama maksimal 15 orang.

10. Dalam satu kelompok tidak diperbolehkan 1 keluarga.

11. Kelompok wajib mempunyai tabungan kelompok sebesar minimal 10%

dari besaran pengajuan pinjaman, selanjutnya tabungan tersebut sebagai

agunan tanggung renteng.

12. Anggota kelompok diwajibkan memiliki asuransi jiwa untuk

mengantisipasi kemacetan apabila terjadi hal yang tidak diinginkan.

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif berkaitan dengan

pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau

gejala, juga menjawab pertanyaan sehubungan dengan status subyek penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,

berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada didalam

kehidupan masyarakat yang menjadi objek dalam penelitian ini dan berupaya

untuk menarik realitas itu ke permukaan sehingga terlihat bagaimana realitas

sosial yang sebenarnya ada dan sedang terjadi dalam kehidupan masyarakat

(Bungin, 2007).
Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskripsi berupa kata-kata (baik tertulis maupun lisan). Metode penelitian

kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan

antara peneliti dan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri

dengan pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2000).


Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara

objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki, dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti akan memperoleh informasi atau

data yang lebih mendalam mengenai disfungsi yang terjadi dalam pelaksanaan

20
Simpan Pinjam Perempuan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Mandiri Perdesaan di Desa Batu Anam Kecamatan Rahuning Kabupaten Asahan.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning,

Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi ini

karena Desa Batu Anam telah mengikuti pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan

dalam PNPM-Mpd sejak tahun 2010. Berdasarkan kurun waktu yang relatif lama

itulah maka peneliti ingin meneliti proses pelaksanaan program tersebut

khususnya yang terkait dengan disfungsi yang terjadi dalam program Simpan

Pinjam bagi Perempuan.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek dari

keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Dalam

penelitian ini yang menjadi unit analisisnya adalahanggota kegiatan Simpan

Pinjam Perempuan, fasilitator kegiatan dan staff pekerja di kantor PNPM-Mpd di

Desa Batu Anam.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam

penelitian.Informan dianggap sebagai orang yang menguasai dan memahami data,

informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2008).Adapun yang

menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

21
1. Anggota Simpan Pinjam Perempuan yang memiliki usaha berjumlah 3

orang, dan yang tidak memiliki usaha berjumlah 3 orang. Dengan

keikutsertaan sebagai anggota SPP minimal 2 tahun.


2. KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) sebagai pendamping

anggota SPP berjumlah 1 orang.


3. Staff PNPM-Mpd Kecamatan yaitu tim verifikasi 1 orang dan unit

pengelola kegiatan 1 orang.


4. Pemerintahan Desa berjumlah 1 orang.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Teknik pengumpulan data primer

Teknik pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang diperoleh

melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data

yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Observasi yaitu metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian, dimana data penelitian itu dapat diamati

peneliti. Dalam arti data tersebut dihimpun melalui pengamatan peneliti

melalui penggunaan pancaindra (Bungin, 2001). Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan pengamatan langsung ke kantorPNPM-Mpd untuk

mendapatkan langsung data anggota simpan pinjam perempuan yang

merupakan informan dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya melakukan

pengamatan langsung kepada para informan sehingga hasil pengamatan

langsung dapat peneliti peroleh. Pengamatan ini meliputi pertemuan yang

diadakan di kantor kepala desa antara pihak PNPM-Mpd kecamatan

dengan beberapa anggota SPP, iuran bulanan yang dilakukan anggota SPP

22
kepada ketua kelompok dan penyaluran hasil iuran oleh ketua ke kantor

PNPM-Mpd.

b. Wawancara Mendalam yaitu proses tanya jawab yang dilakukan secara

langsung dan mendalam ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian

dengan draf pertanyaan yang sudah siapkan dan disesuaikan dengan

rumusan masalah yang telah ada, serta menggunakan panduan atau

pedoman wawancara dan alat bantu wawancara seperti tape recorder,

catatan kecil dan lain-lain untuk memperoleh data dan informasi tentang

pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri

pedesaan yang berlangsung di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning,

Kabupaten Asahan.

3.4.2. Teknik pengumpulan data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari

objek penelitian dan data yang dapat diambil dari sumber lain atau instansi lain

yang berkaitan dengan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian

ini dilakukan dengan penelitian perpustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu

menghimpun berbagai informasi dari buku referensi, jurnal, majalah dan internet

yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan proses pengolahan data dimulai dari tahap

mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah

secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi dilapangan. Menganalisis data

menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan

tertentu dalam rangka penginterpretasikan data (Faisal, 2007). Analisis data

23
ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap

informasi baik melalui pengamatan, wawancara atau catatan lapangan lainnya

yang telah ada melalui penelitian terdahulu yang kemudian dipelajari dan

ditelaah.Pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang

kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan satu sama lain dan

diinterpretasikan secara kualitatif.

3.6.1 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman

peneliti untuk melakukan penelitian ilmiah, terkait dengan keterbatasan waktu

terutama pada informan membuat peneliti harus membuat jadwal pertemuan.

Terlepas dari kendala diatas peneliti menyadari keterbatasan dalam proses

penelitian yang dilakukan, meskipun demikian peneliti berusaha untuk

melaksanakan penelitian semaksimal mungkin agar mendapatkan hasil yang

akurat.

BAB IV
TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

24
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian
4.1.1 Sejarah Desa

Desa Batu Anam adalah desa baru yang masuk ke dalam wilayah

pemerintahan Kecamatan Rahuning sejak tahun 2011. Awalnya Desa Batu

Anam berada dibawah pemerintahan Kecamatan Bandar Pulau. Pindahnya

pemerintahan karena pada tahun 2011 diadakan pemekaran daerah. Desa

Batu Anam Kecamatan Rahuning berada di Kabupaten Asahan Sumatera

Utara, dengan batas wilayah yaitu:

1. Utara berbatasan dengan Desa Mekar Sari, Kecamatan Pulau Rakyat.


2. Selatan berbatasan dengan Desa Perkebunan Kelapa Sawit Gunung

Melayu, Kecamatan Rahuning.


3. Barat berbatasan dengan Desa Gunung Melayu, Kecamatan Rahuning.
4. Timur berbatasan dengan Desa Rahuning, Kecamatan Rahuning.
(Sumber data: Data Statistik Desa Batu Anam 2014)

Pada wilayah Desa Batu Anam terdapat perkebunan kelapa sawit

yaitu PT. Asian Agri. Awalnya seluruh tanah di desa Batu Anam adalah

milik warga, namun sejak tahun 1985 masuklah PT Indo Sawit Grup yang

membuka lahan perkebunan kelapa sawit yang pernah menyebabkan

terjadinya konflik perebutan lahan, dan akhir dari konflik tersebut ialah

pembagian batas kepemilikan tanah yang disahkan oleh notaris. Awalnya

warga tidak memiliki surat tanah, hanya berdasarkan pemahaman tanah

leluhur, oleh karena itu hingga sekarang wilayah perkebunan PT. Asian

Agri bercampur dengan tanah warga, yang mana dapat dilihat ada rumah

warga yang berada di dalam kawasan tanah luas tumbuhan kelapa sawit

milik perkebunan.

25
Umumnya warga menggunakan lahan tersebut untuk tempat tinggal dan

menanam umbi-umbian dan sayur-mayur yang kemudian akan di pasarkan ke luar

desa, namun dengan hadirnya perkebunan tersebut maka dibukalah lapangan

pekerjaan yang besar untuk warga sekitar untuk membantu perekonomian mereka.

Desa Batu Anam terdiri dari 10 dusun yang tiap dusunnya dihuni 120 kepala

keluarga (kk). Desa batu anam dipimpin oleh kepala desa. Hingga tahun 2014

pemilihan kepala desa sudah terjadi sebanyak 3 kali, namun saat ini posisi kepala

desa di isi oleh Plt. Kepala desa yang ditunjuk dari kecamatan Rahuning. Masa

kepemimpinan Plt. Kepala desa hingga saat ini menginjak usia 9 bulan dan akan

berganti jika pilkades telah selesai dilakukan.

4.1.2 Perhubungan, Sarana dan Prasarana Desa

Desa Batu Anam dapat diakses dengan mudah melalui jalur darat. Terdapat

3 jalan utama yang dapat dilalui untuk masuk ke Desa Batu Anam ini, pertama

melalui simpang RGM yang tepat berada di jalur lintas sumatera, kedua melalui

desa Simpang Empat Kecamatan Rahuning dan ketiga melalui desa Pinggul Toba

Kecamatan Bandar Pulau. Dari ibu kota Asahan yaitu Kisaran membutuhkan

waktu1 jam 30 menit -2 jam perjalanan, sedangkan dari ibu kota sumatera utara

yaitu Medan membutuhkan waktu 5-6 jam perjalanan untuk sampai ke desa Batu

Anam tersebut.

Semua perjalanan menggunakan jalur darat, namun untuk masuk ke

wilayah desa Batu Anam membutuhkan alat transportasi pribadi karena tidak

adanya transportasi umum yang tersedia. Transportasi umum hanya ada di

sepanjang jalur lintas sumatera sedangkan lokasi desa Batu Anam itu sendiri

26
masuk kedalam area PT Asian Agri yang membutuhkan waktu 1 jam untuk masuk

ke wilayah desa jika ditempuh dari jalan utama yaitu simpang RGM. Diwilayah

desa Batu Anam terdapat beberapa sarana umum yang dapat membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mulai dari sarana pendidikan, sarana

kesehatan, sarana rumah ibadah dan juga koperasi yang dimaksudkan untuk

membantu perekonomian keluarga, baik dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

maupun usaha simpan pinjam.

4.1.2.1 Sarana Pendidikan

Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu daerah sangat dipengaruhi

oleh sumber daya manusia yang dimilikinya. Semakin maju pendidikan di suatu

daerah maka akan meningkatkan sumber daya manusia yang dimiliki oleh

daerah tersebut. Di Desa Batu Anam ini hanya terdapat jenjang sekolah TK

hingga SMP, sedangkan tingkat SMA berada diluar desa dan berada dikecamatan

lain. Peranan pendidikan sangat penting, maka sudah sewajarnyalah pemerintah

dan seluruh lapisan masyarakat memberikan perhatian yang besar pada bidang

ini.

Tabel 4.2
Sarana Pendidikan Formal di Desa Batu Anam

No. Sarana Frekuensi Persentase (%)


1. TK Swasta 2 28,57
2. SD Negeri 2 28,57
3. SD Swasta 2 28,57

27
4. SMP Negeri 1 14,29
Jumlah 7 100,00
(Sumber data: Data Statistik Desa Batu Anam 2014 )

Dengan keterbatasan sarana pendidikan formal ini, maka setiap

masyarakat di Desa Batu Anam yang berkeinginan melanjutkan sekolah ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus berani menempuh jarak yang cukup

jauh ke kecamatan bahkan jika ingin melanjutkan sampai ke perguruan tinggi

harus pergi ke ibu kota provinsi dan kabupaten.

4.1.2.2 Sarana Kesehatan

Pemenuhan kebutuhan kesehatan di Desa Batu Anam dilengkapi oleh

beberapa prasarana kesehatan. Adapun prasarana kesehatan yang terdapat di Desa

Batu Anam ini yaitu sebanyak 24 prasarana kesehatan yang terdiri dari 1

puskesmas pemerintah, 13 praktek bidan, dan 10 posyandu. Untuk mendukung

pemenuhan kebutuhan ini, maka sarana kesehatan tersebut didukung beberapa

tenaga medis seperti dokter puskesmas satu orang, pembina posyandu sebanyak

enam orang, dan pegawai puskesmas sebanyak lima orang. Secara terperinci dapat

di lihat pada tabel berikut :

Tabel 4.3
Sarana Kesehatan di Desa Batu Anam

No. Sarana Frekuensi Persentase (%)


1. Puskesmas 1 4,17
2. Posyandu 10 41,67
3. Praktek Bidan 13 54,16

28
Jumlah 24 100,00
(Sumber data: Data Statistik Desa Batu Anam 2014 )

4.1.3 Kependudukan

Penduduk merupakan subjek dan objek dalam pembangunan suatu daerah

serta berperan penting dalam mengelola unsur-unsur alam yang tersedia.

Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Batu Anam tahun 2014

jumlah penduduk di Desa Batu Anam berjumlah 4586 jiwa, yang terdiri dari laki-

laki berjumlah 2424 jiwa dan perempuan berjumlah 2162 jiwa. Penduduk di desa

ini terdiri dari warga negara indonesia atau penduduk pribumi asli. Secara

terperinci dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.4
Jumlah Penduduk Desa Batu Anam Menurut Jenis Kelamin

No
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
.
1. Laki-laki 2424 52,85
2. Perempuan 2162 47,15
Jumlah 4586 100,00
(Sumber: Kantor Kepala Desa Batu Anam tahun 2014)

Pada Tabel 4.4 Desa Batu Anam dengan jumlah penduduk yang cukup

banyak dan tersebar kedalam beberapa kategori umur. Berikut data statistik

jumlah penduduk berdasarkan kategori umur :

Tabel 4.5
Jumlah Penduduk Desa Batu Anam Berdasarkan Umur tahun 2014

29
No
Umur Jumlah Persentase (%)
.
1. 0-4 Tahun 73 Jiwa 1,59

2. 5-9 Tahun 202 Jiwa 4,40

3. 10-14 Tahun 275 Jiwa 6,00

4. 15-19 Tahun 321 Jiwa 7,00

5. 20-24 Tahun 476 Jiwa 10,38

6. 25-29 Tahun 394 Jiwa 8,60

7. 30-34 Tahun 467 Jiwa 10,18

8. 35-39 Tahun 312 Jiwa 6,80

9. 40-44 Tahun 380 Jiwa 8,30

10. 45-49 Tahun 630 Jiwa 13,74

11. 50-54 Tahun 413 Jiwa 9,00

12. 55-59 Tahun 367 Jiwa 8,00

13. 60-64 Tahun 138 Jiwa 3,00

14. 65-69 Tahun 78 Jiwa 1,70

15. 70-74 Tahun 60 Jiwa 1,31

Jumlah 4.586 Jiwa 100,00

(Sumber: Kantor Kepala Desa Batu Anam tahun 2014)

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas, dapat kita lihat bahwa mayoritas penduduk

berusia 45-49 tahun yakni 13,7% setelah itu penduduk dengan usia 30-34 yakni

10,2 %, setelah itu juga penduduk dengan usia 25-29 8,6 %. Mayoritas penduduk

yang berada di Desa Batu Anam ini adalah pada usia produktif yakni usia 15-60

30
tahun. Dengan banyaknya jumlah penduduk di desa, tentu juga membuat desa ini

terdiri dari berbagai suku, akan tetapi yang mendominasi adalah suku jawa.

Berdasarkan suku mayoritas yang berada di desa ini, maka agama yang

dianut oleh masyarakat desa ini juga mayoritas beragama muslim. Jumlah rumah

ibadah di desa ini didominasi oleh mesjid yaitu berjumlah 12 unit yang tersebar di

beberapa dusun dan memiliki 1 gereja. Berikut Tabel data jumlah penduduk

berdasarkan agama :

Tabel 4.6
Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentase (%)


.
1. Islam 3527 Jiwa 76,91
2. Kristen 1059 Jiwa 23,09
Jumlah 4586 Jiwa 100,00
(Sumber: Kantor Kepala Desa Batu Anam tahun 2014)

Berdasarkan data Tabel 4.6 dapat di lihat bahwa mayoritas penduduk Desa

Batu Anam beragama Islam yakni sebanyak 76,9% dari total jumlah penduduk

yakni sebanyak 3527 jiwa yang ada di desa ini, hanya ada 23,09 % yang beragama

Kristen atau sekitar 1059 jiwa, meskipun agama Islam menjadi agama mayoritas,

namun tidak menjadikan masyarakat desa ini menjadi masyarakat yang tidak

menghargai agama lain. Desa ini juga terdiri dari berbagai suku bangsa dan

agama. Perbedaan agama itu seperti agama islam, kristen protestan dan katolik,

dan juga bermacam suku bangsa seperti batak dan jawa. Dengan keberagaman

yang ada di desa ini masyarakat dapat hidup rukun dan hampir tidak pernah

terjadi konflik yang besar di desa ini. Dengan latar belakang desa perkebunan,

maka masyarakatnya juga sebagian besar bekerja di perkebunan dan sangat

31
menjunjung tinggi asas kebersamaan. Hal ini dibuktikan tidak pernah ada konflik

agama di desa ini. Selain agama yang beragam desa ini juga memiliki masyarakat

yang bersuku beragam meskipun suku asli dari desa ini adalah suku Jawa. Berikut

data statistik jumlah penduduk berdasarkan suku bangsa :

Tabel 4.7
Data Penduduk Berdasarkan Suku/Etnis

No. Suku Frekuensi Persentase (%)


1. Jawa 3457 75,38
2. Batak Toba 623 13,58
3. Batak Karo 394 8,59
4. Melayu 103 2,25
5. Aceh 9 0,20
Jumlah 4586 100,00
(Sumber: Data Statistik Desa Batu Anam tahun 2014)

Berdasarkan data Tabel 4.7 di atas, masyarakat yang bersuku Jawa

menjadi masyarakat mayoritas dikarenakan memang penduduk asli desa ini adalah

suku Jawa sebanyak 75,36%, namun dengan berjalannya waktu desa ini banyak

didatangi oleh pendatang dari berbagai daerah maka saat ini banyak suku yang

lain, seperti Melayu Pekanbaru sebanyak 2,24%, Suku Batak Toba dengan jumlah

13,6%,Suku Batak Karo sebanyak 8,6% dan terakhir sebagai pendatang yang

baru-baru ini adalah Suku Aceh yakni masih 0,20% atau masih sekitar 9 orang.

Mata pencaharian yang ada di desa ini sangat beragam, meskipun dilihat secara

geografisdesa ini berada daerah perkebunan, yang pasti mayoritas masyarakatnya

bekerja di sektor ini namun saat ini sudah mulai berkembang ke sektor lain seperti

guru, pedagang, atau bahkan polisi dan PNS yang jenis lain. Berikut data statistik

yang di peroleh penulis dari kantor kepala desa :

32
Tabel 4.8
Jumlah Penduduk Desa Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Pekerjaan Jumla Persentase (%)


h

1. PNS 3 0,08

2. TNI 2 0,05

3. Pemilik jasa hiburan 3 0.08

4. Buruh jasa hiburan 9 0,25

5. Dokter swasta 4 0,11

6. Bidan swasta 7 0,20

7. Guru swasta 26 0,75

8. Karyawan Perkebunan 2418 69,22

9. BHL Perkebunan 1021 29,22

Jumlah 3493 100,00

Sumber: Data Statistik Desa Batu Anam tahun 2014

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat di lihat bahwa mata pencaharian masyarakat

desa saat ini mayoritas bekerja sebagai karyawan perkebunan yakni sebanyak

2418 orang atau sebanyak 69,22% dari jumlah penduduk yang ada. Ada sebanyak

33
1021 orang atau 29,22% jadi buruh harian di perkebunan. Hal ini dikarenakan

lokasi desa yang terdapat dua perkebunan yang cukup besar di Kabupaten Asahan.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Anggota SPP yang memiliki usaha

1. Nama : S (bukan nama sebenarnya)


Umur : 41 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD

Ibu S adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah memiliki 2 orang anak,

anak sulung kuliah semester 7 di salah satu universitas swasta di Medan dan

bungsu sedang mengenyam pendidikan di SMP kelas 3. Selain mengurus rumah

tangga, ia juga melakukan usaha dagang berupa membuka warung yang menjual

segala keperluan sayur mayur (kedai sampah), yang pasokannya ia dapat dari

toke yang langsung datang ke kedainya pada pagi hari. Aktifitas berdagang ia

mulai sejak pukul 05.00 sampai 23.00 setiap harinya. Suami informan bekerja di

perkebunan Asian Agri (berada di kawasan Desa Batu Anam) sebagai mandor.

Informan merupakan salah satu anggota dari kelompok SPP (Simpan Pinjam

Perempuan) Cendrawasih. informan sudah ikut program SPP sejak 3 tahun lalu

dengan proses peminjaman sudah 2 kali dan sekarang sedang menunggu cairnya

dana pinjaman ketiga namun mengalami keterlambatan.

Menurut informan awal ia mengetahui adanya program SPP ini adalah

diberi tahu dari anggota KPMD, karena informan memiliki usaha jadi beliau

disuruh untuk membentuk kelompok agar mendapat bantuan dana, maka informan

mencari teman-teman yang mau bergabung dalam kelompok ini. Menurut

34
informan tidak sulit mencari anggota karena tidak ada persyaratan khusus yang

harus di penuhi sehingga dibentuklah sebuah kelompok dan ibu S menjadi salah

satu anggota kelompok Cendrawasih bersama 9 anggota lainnya. Dari ke 10

anggota dalam kelompok cendrawasih informan mengaku hanya ia yang

mempergunakan bantuan tersebut sebagai modal usaha, sedangkan anggota lain

dari kelompok cendrawasih hanya mempergunakan bantuan pinjaman tersebut

sebatas keperluan sehari-hari.

Menurut informan, dengan adanya program SPP ini dapat membantu usaha

dagangnya dikarenakan mendapatkan pinjaman modal tanpa agunan dan dengan

bunga hanya 1%. Hal ini dapat meningkatkan usaha informan karena transaksi

jual beli yang diadakan dikedai informan sering dengan cara kredit (utang) yang

akan dilunasi 1 bulan kemudian yaitu ketika gajian oleh pelanggannya. Tentu saja

hal itu akan terasa berat jika modal yang ia miliki terbatas, maka dengan ikut

program SPP ini informan merasa ada kemajuan dalam usaha dagangnya.

Menurut informan juga bahwasannya saat ini pencairan dana mengalami

keterlambatan, sampai saat ini alasannya masih belum diketahui oleh dirinya dan

berharap akan tetap cair walaupun lama.

2. Nama : M (bukan nama sebenarnya)


Umur : 62 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD

Ibu M seorang ibu rumah tangga yang sudah memiliki 5 orang anak, yang

4 anak tertua sudah berumah tangga dan hanya anak ke-5 yang belum menikah.

35
Suami ibu M telah pensiun dari perkebunan Asian Agri sejak 3 tahun yang lalu.

Sekarang ibu M dan suaminya bertempat tinggal di rumah anak keempatnya yang

juga masih berada diwilayah perkebunan Asian Agri. Kondisi ibu M yang

menumpang hidup dirumah anaknya dikarenakan mereka belum memiliki rumah

pribadi padahal ketika pekerja perkebunan sudah memasuki masa pensiun maka

seharusnya ia keluar dari perkebunan, namun dikarenakan ibu M belum memiliki

rumah pribadi, maka saat ini beliau bertempat tinggal bersama anak keempatnya

yang sudah berumah tangga. Anak keempat dan kelima juga bekerja di

perkebunan Asian Agri tersebut. Anak keempat bekerja sebagai mandor

sedangkan anak kelima bekerja sebagai mekanik alat transportasi perkebunan.

Awalnya suami informan yang bernama MA bekerja sebagai pemanen di

perkebunan, mereka telah tinggal di lokasi perkebunan tersebut sejak 41 tahun

yang lalu. Ibu M memiliki usaha yaitu membuka warung makanan seperti misop,

lontong, pecel, gorengan. Beliau sudah membuka warung makanan tersebut

selama 20 tahun(sejak suaminya menjadi karyawan di perkebunan Asian Agri dan

berjualan di rumah) yang lalu guna membantu perekonomian keluarga dan

menunjang penghidupan 5 orang anaknya, namun sejak 2 tahun terakhir informan

berjualan di rumah anaknya.

Hal ini juga yang menjadi alasan ibu M tidak ingin mengontrak jauh dari

perkebunan dikarenakan mata pencaharian informan dari sini, jika pindah tentu

akan tidak bisa berjualan lagi seperti saat ini. Menurut ibu M, yang masih menjadi

tanggungan dalam keluarganya yaitu anak kelimanya yang baru beberapa bulan

bekerja yang tentu saja masih perlu mendapatkan bantuan dari beliau. Sama

dengan keadaan ibu S, transaksi jual beli yang terjadi diwarung informan juga

36
dengan cari kredit (utang) dan jikalau ada yang langsung itu pun hanya sedikit.

Pelunasan kredit (utang) tersebut akan dibayar 1 bulan kemudian ketika memasuki

jadwal gajian di perkebunan tersebut.

Hal ini tentu saja akan memperlambat atau bahkan bisa menghentikan

usaha informan jika tidak memiliki modal yang besar, maka ketika ada

penyampaian informasi dari KPMD bahwa ada bantuan modal untuk usaha dari

PNPM yaitu SPP maka menurut ibu M dia langsung sangat setuju dan ikut

menjadi anggotanya. Menurut Ibu M untuk menajadi anggota SPP tidak ada

persyaratan khusus yang memberatkan. Dengan ikut program SPP ini ibu M

merasa terbantu dikarenakan bunga yang hanya 1% dan pinjaman tanpa agunan.

Ibu M merupakan salah satu anggota dari kelompok SPP fatmawati yang jumlah

anggotanya ada 9 orang.

3. Nama : R (bukan nama sebenarnya)


Umur : 32 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA

Ibu R seorang ibu rumah tangga yang memiliki 1 orang anak dan masih

bersekolah dibangku kelas 4 SD. Suami informan bekerja di perkebunan Asian

Agri sebagai mandor. Mereka bekerja di PT. Asian Agri sejak 10 tahun lalu.

Informan juga bekeja di perkebunan Asian Agri sebagai BHL (buruh harian lepas),

selain itu informan juga memiliki usaha berjualan misop, namun tidak

berlangsung setiap hari. informan berjualan misop hanya jika sedang tidak bekerja

sebagai BHL dan pasti berjualan ketika jadwal gajian diperkebunan tersebut.

37
Berjualan dihari yang sama ketika gajian lebih menguntungkan daripada

hari-hari biasa karena pembeli dapat membayar secara tunai tidak kredit seperti

hari biasa, hal ini sekaligus membayar utang pembelian di hari sebelumnya. Ibu R

berjualan misop sekitar 3 tahun lalu dengan tujuan membantu meningkatkan

penghasilan rumah tangga. Informan menggunakan bantuan permodalan SPP di

tahun kedua ia jualan dan dirasakan cukup membantu usahanya. Awalnya

informan berjualan misop hanya menggunakan steling makanan yang dibuat

sendiri dari papan dan transaksi jualannya berlangsung di teras rumahnya, namun

sekarang informan bisa membuat warung yang posisinya tepat berada disamping

rumahnya dan menggunakan steling yang cukup layak.

Menurut informan hal ini tentu saja dapat menarik pelanggan untuk dapat

datang kewarungnya dikarenakan sudah tersedianya tempat makan yang layak. Itu

semua dapat terwujud di saat peminjaman pertama dari program SPP dan terus

berlanjut hingga sekarang. Seperti yang dipaparkan ibu M dan ibu S, bahwa ketika

ingin bergabung di SPP tidak ada persyaratan yang khusus hanya saja kita punya

usaha atau ingin membuat usaha.

Menurut informan awalnya ia juga merasa terbebani dengan transaksi jual

beli yang sering terjadi secara kredit (akan lunas 1 bulan kemudian ketika jadwal

gajian di perkebunan) dan jika memiliki modal yang sedikit maka usahanya akan

bisa berhenti, namun dengan ikut program SPP informan merasa terbantu

dikarenakan pinjaman dengan bunga 1% dan tanpa agunan. Informan merupakan

salah satu anggota kelompok SPP delima. Jumlah anggota kelompok delima

sekitar 10 orang.

38
4.2.2 Anggota SPP yang tidak memiliki usaha

1. Nama : MS (bukan nama sebenarnya)

Umur : 35 tahun

Agama : Kristen

Pendidikan : SMP

Ibu MS adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak,

anak pertama kelas 1 SMP, anak kedua kelas 2 SD, anak ketiga masih berusia 5

tahun dan yang terakhir 3 tahun. Suami informan bekerja di perkebunan Asian

Agri sebagai pemanen. Mereka bekerja di perkebunan Asian Agri sejak 8 tahun

lalu. Awalnya mereka adalah petani di Siantar lalu mereka pindah ke Desa Batu

Anam. Ibu MS merupakan salah satu anggota kelompok SPP pisang. Ia mengikuti

program SPP sejak 2 tahun yang lalu.

Menurut informan, untuk ikut menjadi anggota SPP tidak harus memiliki

usaha, cukup bergabung kedalam satu kelompok ada dua atau tiga orang saja yang

memiliki usaha, selebihnya hampir tidak ada yang memiliki usaha. Menurut

informan uang pinjaman yang diperoleh itu juga biasa mereka gunakan untuk

keperluan sehari-hari. Informan mengatakan bahwa selama dalam waktu yang

dijanjikan yakni dalam satu periode yaitu satu tahun, pinjaman tersebut sudah

harus selesai dilunasi.

Keberadaan SPP ini sangat membantu bagi para kaum ibu, karena jika ada

keperluan mendadak untuk urusan anak sekolah dan lainnya, mereka mempunyai

uang dan nantinya dari gaji suami setiap bulannya disimpan untuk pembayaran

39
iuran pinjaman tersebut selama satu tahun. Menurut informan uang yang diterima

dalam setiap anggota itu berbeda meskipun berada di dalam satu kelompok. Hal

ini disesuaikan dengan keinginan dari setiap anggota serta kesanggupan dalam

membayarnya nanti ketika sampai pada akhir periode. Tentu saja hal ini sangat

membantu para kaum ibu yang ada di desa ini, maka dari itu informan akan tetap

ikut setiap tahunnya dalam program SPP ini. Hal positif dengan mengikuti SPP ini

informan mengaku telah mempunyai banyak tabungan yang berupa beberapa ekor

lembu yang tentunya digunakan beliau sebagai investasi keluarganya.

2. Nama : SA (bukan nama sebenarnya)

Umur : 35 tahun

Agama : Islam
Pendidikan : SMA

Ibu SA adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3 orang anak,

anak pertama kelas 6 SD, anak kedua kelas 4 SD dan anak terakhir masih berusia

5 tahun. Informan juga bekerja sebagai BHL di perkebunan kelapa sawit Asian

Agri dan suami informan juga bekerja diperkebunan yang sama sebagai sopir dari

staf perkebunan. Informan merupakan salah satu anggota kelompok SPP

Semangka. Menurut informan, meskipun tidak memiliki usaha, informan dan

anggota yang lain yang ingin ikut bisa mengikuti program tersebut. Sejauh ini

menurut informan hanya orang-orang tertentu yang ikut SPP, karena kurang

menyebarnya informasi.

Informan mengatakan bahwa ia tahu adanya SPP ini dari teman satu

kelompoknya yang memang mencari tambahan anggota untuk memenuhi syarat

40
memiliki anggota 10 orang. Informan sendiri tidak pernah mengetahui bagaimana

mekanisme yang harus di lewati hingga dana tersebut bisa cair ke tangan anggota

SPP. Menurut informan yang terpenting adalah ia mendapat bantuan ini dan

setelah itu informan akan berusaha untuk membayarnya pada akhir periode nanti.

Menurut informan hal seperti ini sangat membantu masyarakat dikarenakan

bunganya yang rendah dan juga tidak perlu menggunakan anggunan, akan tetapi

menurut informan terkadang program ini tidak tepat sasaran juga, seharusnya ada

orang lain yang berhak mendapat bantuaan pinjaman SPP tetapi malah tidak

mendapat informasi sama sekali tentang program ini.

3. Nama : A (bukan nama sebenarnya)

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Ibu A seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak, anak

pertama kelas 1 SMP, anak kedua kelas 1 SD, anak ketiga berusia 6 tahun dan

anak ke empat berusia 3 tahun. Informan juga bekerja sebagai pengasuh anak dari

karyawan yang bekerja di perkebunan Asian Agri yang mana anak asuhannya

berjumlah 3 orang yang masih dalam kategori balita. Informan mengasuh anak-

anak tersebut mulai dari jam 06.30 hingga 14.00 di rumahnya sendiri dengan upah

Rp 10.000/hari, dan pembayarannya dilakukan per hari. Suami informan bekerja

sebagai pemanen di perkebunan Asian Agri.

41
Informan salah satu anggota kelompok SPP rambutan. Selama ini menurut

informan tidak ada informasi yang sampai kepada dirinya tentang adanya program

ini, ia menjadi anggota SPP karena ada teman yang mencari tambahan anggota

sehingga informan diajak. Menurut informan tidak pernah tahu apa isi proposal

yang diajukan ke PNPM yang berada dikecamatan, informan hanya disuruh ikut

dan ketika pencairan dana ke tiap-tiap anggota ia mendapatkan bagiannya.

Pada pinjaman ini informan mendapatkan pinjaman sebesar Rp.5.000.000

yang diakui informan karena tidak adanya usaha maka informan hanya berani

meminjam uang sebesar itu. Karena khawatir jika meminjam terlalu banyak akan

susah membayarnya dikemudian hari, walaupun ada teman satu kelompoknya bisa

mendapatkan pinjaman sampai dengan puluhan juta walaupun tidak memiliki

usaha juga. Menurut informan, ia tidak begitu mempermasalahkan hal tersebut

karena informan juga merasa kalau terlalu besar akan membuat dirinya sulit

memikirkan bagaimana bisa mengembalikannya karena tidak memiliki usaha.

4.2.3 KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa)

Nama : SM (bukan nama sebenarnya)

Umur : 47 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Ibu SM seorang ibu rumah tangga yang memiliki 3 orang anak, anak

pertama sudah menikah, anak kedua kuliah dan anak ketiga masih sekolah kelas 3

SMA. Informan juga bekerja sebagai guru SD yang berada dalam lokasi

42
perkebunan Asian Agri. Informan bekerja sejak 27 tahun lalu dan menjabat

sebagai KPMD sejak 5 tahun terakhir. Jabatan sebagai KPMD ditunjuk langsung

melalui musyawarah masyarakat dan pemerintahan desa yang salah satu tugasnya

yaitu mengawasi dan mendampingi keberlangsungan program SPP. Suami

informan juga bekerja sebagai guru SD di sekolah berbeda dengan informan dan

berada diluar wilayah Desa Batu Anam.

Menurut informan program SPP ini adalah program yang bertujuan untuk

memberikan pinjaman modal agar para kaum ibu yang memiliki usaha rumahan

dapat berkembang untuk bisa menghidupi keluarganya tanpa harus lagi hanya

bergantung pada penghasilan suami. Informan terpilih menjadi kader dalam

program pemberdayaan ini karena hasil musyawarah, sehingga sudah 5 tahun

belum ada pergantian, biasanya ini akan diganti jika sudah dilakukan kembali

musyawarah yang dilakukan oleh pemerintah desa. Informan mengatakan bahwa

saat ini informasi kurang menyebar karena memang keterbatasan dari SPP sendiri

bahwa dalam satu periode itu tidak lebih dari 10 kelompok yang akan menerima

pinjaman dari SPP.

Bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh pihaknya

ataupun pihak SPP sendiri. Menurut informan justru jika tidak ada batasan ini

ingin sekali rasanya informan mengajak semua kaum ibu, karena adanya batasan

tersebut, terkadang informan dianggap tidak adil dalam lingkungan masyarakat.

Oleh karena itu saat ini informan telah mencoba setiap tahunnya untuk mengganti

kelompok-kelompok yang akan ikut. Kelompok yang sebelumnya sudah pernah

ikut di usahakan tidak akan mendapat lagi, karena seharusnya mereka sudah bisa

memutar modal yang diperoleh diperiode sebelumnya sehingga bisa memberikan

43
kesempatan untuk masyarakat lain yang memiliki usaha untuk mendapatkan

pinjaman modal.

4.2.4 Staf PNPM-Mpd di Kecamatan

1. Nama : D (bukan nama sebenarnya)

Umur : 27 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Ibu D adalah sekretaris UPK (unit pengelola kegiatan) di Kecamatan

Rahuning. Informan menjabat sebagai sekretaris UPK sejak tahun 2009. Informan

mengaku bahwa bisa bekerja disini dengan mengikuti seleksi sebagai calon

karyawan PNPM dan di tempatkan dalam posisi ini untuk menjadi bagian

pengelolaan kegiatan. Menurut informan pekerjaannya saat ini tidak

menyulitkannya sebab dalam masa perkuliahannya dulu informan juga sudah

sering membuat kegaitan yang berbasis pemberdayaan seperti ini. Apalagi dalam

kerjanya informan hanya ikut serta dalam rapat-rapat kegiatan PNPM baik tingkat

kecamatan dan kabupaten serta membuat laporan tiap akhir bulannya.

Menurut informan kegiatan SPP ini sudah banyak dilakukan dibeberapa

desa di berbagai daerah dan memberikan hasil yang positif, sehingga ketika

44
program ini dibuat di desa ini informan juga sangat senang menyambut antusias

para kaum ibu yang ada untuk mengembangkan usahanya. Kaum ibu diberbagai

desa yang ada di kecamatan ini banyak sekali yang memiliki jiwa pengusaha

tetapi terbentur dipermodalan maka dengan hadirnya program ini sangat

membantu. Menurut informan pengelolaan kegiatan ini tidak banyak mengalami

hambatan, hanya saja perlu keseriusan agar tetap bisa memantau kegiatan yang

dilakukan oleh kaum ibu dalam pengembangan usahanya dan terus mengingatkan

kepada kaum ibu meskipun tidak ada agunan tetapi tetap harus dibayar, karena hal

ini bersifat panjang dan akan ada kelompok lain yang akan memperoleh diperiode

selanjutnya.

2. Nama : A (bukan nama sebenarnya)

Umur : 45 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Bapak A adalah anggota tim verifikasi yang sudah bekerja sejak 2012

hingga sekarang. Informan sudah memiliki 2 orang anak, anak pertama SMP kelas

1 dan anak kedua kelas 2 SD. Selain sebagai anggota tim verifikasi informan juga

bekerja di perkebunan Asian Agri sebagai pegawai pabrik pengolahan kelapa

sawit. Bertugas menjadi tim verifikasi menurut informan tidak menyulitkannya

untuk menentukan kelompok mana yang akan lolos untuk memperoleh dana. Hal

ini dikarenakan menurutnya SPP ini akan meluluskan kelompok yang ikut

mengajukan proposal dan telah memenuhi syarat memiliki anggota 10 orang,

hanya saja terkadang yang diloloskan tersebut dana yang diminta tidak sesuai

45
dengan dana yang dicairkan sebab akan ada pertimbangan dari tim. Hal ini

menurut informan menjadi hal yang wajar sebab nantinya jika terlalu besar

diberikan akan menyulitkan mereka juga.

Tim verifikasi sendiri menurut Informan selain bertugas menentukan siapa

yang lolos memperoleh dana juga sebagai tim yang akan terus mengawasi hingga

para kelompok SPP nantinya diakhir periode dapat membayar pinjamannya sesuai

dengan yang telah ditentukan. Untuk itu informan disini hadir dalam setiap desa

bukan untuk menjadi sosok orang yang menakutkan dan juga menjadi sosok yang

bersikap tidak adil dengan memilih siapa yang diluluskan. Menurut informan

mencoba merangkul masyarakat khususnya kaum ibu bahwa dengan dana yang

dipinjamkan SPP itu akan bermanfaat dan terus dapat berputar modalnya sehingga

tidak akan menyulitkan kelompok SPP tersebut.

4.2.5 Pemerintahan Desa

Nama : B (bukan nama sebenarnya)

Umur : 46 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Pak B adalah Kepala Desa Batu Anam sejak 5 tahun yang lalu, saat ini ia

sudah digantikan oleh pejabat sementara. Karena informan akan ikut mencalonkan

diri lagi pada pemilihan kepala desa yang akan datang. Informan memiliki 3 orang

anak, dua perempuan dan satu laki-laki. Masing-masing anaknya sudah lulus dari

SMA dan saat ini yang paling besar sudah bekerja di perkebunan dan yang lainnya

46
sedang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di provinsi. Menurut

Informan program SPP ini mulai ada sebelum masa pemerintahannya yakni

sekitar tahun 2009. Sejak di buka hingga sekarang antusias masyarakat khususnya

kaum ibu sangat luar biasa, karena hal ini didasari oleh banyaknya kaum ibu yang

memiliki usaha tetapi tidak memiliki modal yang cukup besar.

Menurut informan, program SPP ini adalah program yang bersifat

mengembangkan usaha rumahan agar usaha itu menjadi usaha yang mandiri dan

memberikan penghasilan untuk para kaum ibu. Dengan pinjaman yang diberikan,

pihak pemerintah pusat berharap setiap desa akan memiliki usaha rumahan yang

maju dan akan memberikan tambahan pendapatan untuk desanya masing-masing.

Informasi tentang program SPP ini menurut informan sudah menyebar keseluruh

warganya, hanya saja saat ini SPP membatasi setiap periodenya, hanya sampai 10

kelompok saja, oleh karena itu setiap periodenya diusahakan agar masyarakat

yang memperoleh pinjaman berasal dari orang yang berbeda-beda. Informan

mengatakan bahwa sistem yang dibuat oleh SPP sangat meringankan masyarakat,

tidak ada beban yang begitu besar harus ditanggung, sehingga program ini

mendapat respon yang sangat baik. Informan berharap agar program ini dapat

terus berjalan dan bisa memberikan bantuan pinjaman lebih banyak lagi.

4.3 Pelaksanaan dan Mekanisme SPP di Desa Batu Anam

Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu program

pemberdayaan masyarakat desa yang dibawah naungan PNPM-Mpd. Program ini

bertujuan untuk mengurangi jumlah rumah tangga miskin dengan cara memberi

bantuan pinjaman permodalan dengan bunga 1% dan tanpa agunan. Desa Batu

47
Anam itu sendiri terdaftar sebagai desa peminjam dana SPP terbesar di antara

desa-desa lain yang berada di Kecamatan Rahuning. Berikut data pinjaman di

Kecamatan Rahuning tahun 2014:

Tabel 4.9
Jumlah Pinjaman Tiap Desa Di Kecamatan Rahuning Tahun 2014
No. Nama Desa Jumlah Pinjaman (Rp)
1. Rahuning 115.000.000
2 Rahuning I 82.000.000
3. Rahuning II 95.000.000
4. Perkebunan Aek Nagagak 150.000.000
5. Perkebunan Gunung Melayu 117.000.000
6. Gunung Melayu 200.000.000
7. Batu Anam 230.000.000
Jumlah 989.000.000
(Sumber: Kantor PNPM-Mpd Kecamatan Rahuning)

Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa Desa Batu Anam terdaftar

sebagai desa yang paling banyak mendapatkan pinjaman yaitu berjumlah Rp

230.000.000 dengan jumlah kelompok 10 kelompok. 10 kelompok SPP di Desa

Batu Anam yang beranggotakan 7-10 orang per kelompok. Penggunaan pinjaman

SPP pada hakekatnya adalah untuk bantuan permodalan usaha baik skala besar

maupun kecil, namun penggunaan pinjaman SPP di desa Batu Anam ini hanya

untuk usaha skala kecil seperti kedai kebutuhan rumah tangga sehari-hari (kedai

sampah) dan warung makanan. Beberapa anggota SPP yang memiliki usaha dan

menggunakan pinjaman tersebut antara lain Ibu S, Ibu M dan Ibu R.

48
Mereka adalah anggota SPP yang merasakan langsung dampak positif dari

kegiatan program SPP ini dalam meningkatkan dan mempertahankan usaha

mereka, walaupun tidak dipungkiri beberapa anggota SPP lainnya yang tidak

menggunakan pinjaman dengan semestinya, hal ini sesuai dengan pernyataan

yang di sampaikan oleh informan kepada peneliti sebagai berikut:

Ibu R
saya sangat bersyukur bisa mendapatkan pinjaman dari spp, karena
sangat membantu sekali untuk usaha saya apalagi bunganya sangat
rendah dan tidak menggunakan agunan sama sekali sehingga kami sangat
terbantu. Dananya yang kami peroleh juga tergolong cukup besar
meskipun usaha kami masih usaha rumahan yang kecil

Ibu S
sangat berpengaruh banyaklah spp ini nak untuk usaha saya, sebabkan
orang-orang disini kalau belanja utang, jadi modal itu kurang berputar
makanya kami perlu ada pinjaman modal dari pihak luar tetapi modal
yang tidak memberatkan kami juga nak. Jadi alhamdulilah sekarang ada
spp ini jadi benar-benar terbantu

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tersebut, dapat

diketahui bahwa para informan yang memiliki usaha merasakan langsung dampak

postif dari program SPP ini. Pelaksanaannya yang mudah serta syaratnya yang

tidak memberatkan sangat memberikan bantuan untuk para kaum ibu.

Pelaksanaan ini berlangsung sangat cepat prosesnya dari sejak pengajuan proposal

sampai pencairan dana hanya memakan waktu kurang lebih tiga bulan, tentu hal

ini bisa dianggap bahwa pelaksanaannya sangat ringan dan tidak memberatkan

49
bahkan tidak ada pengawasan yang begitu ketat selama pelaksanaan program ini

berlangsung.

Penelitian mengenai pelaksanaan SPP juga dilakukan oleh Agistiasari


(2012), yang mana dalam hasil penelitiannya ditemukan bahwa mayoritas anggota
SPP yang berada di desa Kalanganyar Kab. Lebak Bulus pada tahun 2011
khususnya yang memiliki usaha merasakan langsung dampak baiknya dari
keberadaan program SPP yang tentu saja meningkatkan usaha mereka menjadi
berkembang dan lebih stabil.
Dalam meningkatkan peranserta masyarakat terutama kelompok miskin

dan perempuan dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan dan pelestarian program SPP, ada beberapa ketentuan dan mekanisme

tetap dari kegiatan SPP itu sendiri yang tertera di modul pelatihan tim verifikasi

Kecamatan Rahuning tahun 2014, yaitu :

1. Pengajuan tetap melalui kelompok bukan secara perorangan.


2. Kelompok beranggotakan perempuan yang mempunyai ikatan persatuan dan

saling mengenal serta memiliki administrasi yang sederhana.


3. Alokasi dana kegiatan SPP maksimal 25% dari alokasi dana BLM.
4. Kegiatan SPP tidak diperkenankan adanya syarat agunan yang cenderung

memberatkan bagi masyarakat miskin.


Berikut langkah-langkah dalam kegiatan SPP :

Pembentukan Pembuatan Pengajuan &


kelompok proposal diperiksa tim
verifikasi

Pencairan

4.3.1 Pembentukan Kelompok

Langkah utama dalam pelaksanaan program SPP ini adalah terbentuknya

kelompok-kelompok perempuan yang akan nantinya diberi pinjaman dana oleh

50
SPP. Pembentukan kelompok haruslah beranggotakan perempuansecara

keseluruhan, mempunyai ikatan persatuan, saling mengenal diantara

anggotanya.Serta seharusnya adalah yang memiliki usaha, akan tetapi pada

kenyataanya berdasarkan hasil wawancara dengan para informan sebagai berikut:

Ibu A

awal mula pembentukan kelompok ini nak kan karena informasinya gak
merata kesemua orang khususnya ibu-ibu yang memiliki usaha maka ya
anggota di setiap kelompok gak semuanya memiliki usaha, bahkan ada
yang sama sekali gak buat usaha apa-apa dia. Jadi ya itu pembentukan
kelompoknya didasari sama orang yang kita kenal dan deket ajalah nak.
maka tidak heran jika saat ini walaupun ada bantuan ya tetap aja masih
ada yang kekurangan modal usaha.

Ibu M:
pembentukan kelompok ini berdasarkan sosialisasi yang kita dapetin
kan, terus ya kita disuruh bentuk kelompok, nah dari kelompok ini katanya
nanti kita dikasih bantuan dana untuk modal usaha. Jadi kelompok ini ya
suka ati sesuai kemauan kita siapa kawan kita satu kelompok nak. Ada
pun satu kelompok, cuma tiga orang yang miliki usaha selebihnya baru
akan buat usaha sama untuk bantu kebutuhan sehari-hari.
Pembentukan kelompok ini jumlah minimal anggota per kelompok adalah

5 orang dan maksimal 10-12 orang. Ikatan persatuandalam kelompok SPP baik

berupa berada dalam 1 wilayah tempat tinggal ataupun persatuan serikat

keagamaan (perwiritan). Di Desa Batu Anam itu sendiri pada umumnya kelompok

SPP berdasarkan persatuan perwiritan meskipun mereka ada yang tidak memiliki

usaha.

Temuan data ini juga terkait dengan penelitian Pirdani (2013) yang
dilakukan di Kecamatan Serasan Timur Kabupaten Natuna yang mana dalam
jurnal ini penulis melihat implementasi atau pelaksanaan program SPP ini masih
belum dirasakan oleh keseluruh masyarakat umum. Ada ketidak merataan dimana
proses kegiatan yang dialami dari tahapan yang paling awal yakni pembentukan
kelompok saja tidak ada pemberitahuan kesemua pihak terutama yang memiliki

51
usaha, sehingga kelompok yang terbentuk sangat tidak efektif bagi para kaum
perempuan yang memiliki usaha kecil dan perlu bantuan dana, maka dapat penulis
simpulkan bahwa struktur yang ada tidak berjalan fungsional bahkan melahirkan
fungsi-fungsi yang baru di masyarakat.

4.3.2 Pembuatan Proposal


Proposal adalah usulan dari anggota SPP yang mengharapkan bantuan

permodalan dari PNPM-Mpd. Proposal dibuat 1 per kelompok dan menyertakan

segala berkas-berkas yang diperlukan yaitu foto copy KTP dan surat izin

suami/pihak pemerintahan desa. Proposal juga menyertakan jumlah pinjaman dari

tiap-tiap anggota SPP dan penjelasan jenis usaha anggota SPP. Pembuatan

proposal seharusnya dibuat oleh anggota SPP itu sendiri dan KPMD hanya sebatas

pendamping mengenai tata cara penulisan proposal tersebut, namun pada

praktiknya di Desa Batu Anam tersebut pembuatan proposal sepenuhnya di buat

oleh KPMD dengan alasan anggota SPP yang tidak mengerti.


4.3.3 Pengajuan Proposal Dan Diperiksa Tim Verifikasi

Proposal yang telah dibuat maka selanjutnya akan diserahkan ke kantor

PNPM-Mpd yang berada di kecamatan dan proposal tersebut akan ditindak lanjuti

oleh tim verifikasi. Setelah pembuatan proposal maka selanjutnya proposal

tersebut di serahkan kepada tim verifikasi.

4.3.4 Pencairan

Tahapan selanjutnya yaitu pencairan pinjaman yang dilakukan dengan

cara pemberian uang cash serta penanda tanganan semua anggota kelompok ke

kantor PNPM-Mpd yang berada dikecamatan.

Dalam Anggraini (2013) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa


minimnya pendamping dan pengawasan pelaksanaan program SPP di desa
Taskombang menjadikan anggota SPP yang ikut menggunakan bantuan modal
dengan sesuka hati dan tanpa manajemen keuangan yang baik sehingga berakibat
buruk bagi anggota yang melakukannya. Pinjaman yang didapat hanya digunakan

52
untuk keperluan yang konsumtif bahkan ada yang menimbulkan terlilitnya
anggota SPP dengan hutang dan iuran yang semakin banyak karena terlalu sering
menunggak.

Pada umumnya semua program yang diluncurkan oleh pemerintah

bermanfaat dan diharapkan dapat membantu meningkatkan masyarakatnya, hal ini

juga yang diharapkan dari PNPM-Mpd khususnya program SPP agar dapat

mengurangi jumlah RTM (rumah tangga miskin). Bantuan pinjaman modal usaha

yang dilakukan melalui program SPP memberikan pengaruh yang baik bagi

anggota SPP yang mengikuti program SPP di desa Batu Anam. Peningkatan

perekonomian keluarga dan kemajuan usaha sangat mereka rasakan, apalagi

dengan bunga yang sedikit dan pinjaman tanpa agunan.

Hal ini sesuai dengan pernyataan yang di sampaikan oleh informan kepada

peneliti sebagai berikut:

Ibu R

Alhamdulillah, sejak ibu ikut dalam kelompok SPP jualan ibu jadi
lancar, karenakan modal yang ibu dapat lebih jelas jumlahnya, jadi
tinggal pandai-pandai ibu ajalah mengelolanya. Kalau waktu dulu jualan
buat jualan besok harinya aja ibu sudah bingung cari modal dari mana,
karenakan semua yang beli pada hutang, bahkan kadang ibu mau pinjam
uang ke rentenir-rentenir itu. Memang rugi sih, tapi mau gimana lagi
modal ibu juga gak ada pada saat itu. Tapi sekarang sudah bisa terbantu
nak, soalnya susah juga kalau jualan modalnya terbatas apalagi kalau
sistem masyarakat rata-rata ada yang bayar mingguan ada yang bayar
bulanan bahkan nak. Bersyukur sekalilah selain untuk bantu modal juga
dananya bisa dibuat memperbaiki warung biar lebih terlihat bagus. Saya
rasa bukan saya aja yang merasakan bahwa bantuan ini sangat
bermanfaat, pasti setiap yang memiliki usaha ngerasa bermanfaat kali
soalnya bunganya tidak besar dan juga tidak pakai agunan tentukan ini
sangat meringankan sekali bagi kami.

Ibu S

Dulu ketika saya belum ikut anggota SPP semua isi dari warung saya
ini (bahan jualan) diantar oleh along-along (pengecer produk) karena
selain belanja keluar desa yang jauh juga karena saya terbatas modal

53
(uang) buat belanja. Kalau sama along-alongkan saya bisa ngutang,
sedangkan kalau belanja dipasar besar itu tidak boleh ngutang, jadi bisa
dibilang warung saya ini jadi tempat titipan semua along-along baik yang
menjual sayur-mayur, jajan-jajanan bahkan segala jenis sembako, lalu
pada keesokkan harinya hasil penjualan baru saya serahkan dan sedikit
untung yang saya dapat. Saya mendapat sedikit untung karena sebenarnya
harga yang ditawarkan along-along sudah cukup tinggi, jadi kalau saya
mengambil untung banyak maka gak ada yang mau beli diwarung saya,
namun setelah saya ikut SPP masalah keterbatasan modal buat warung
saya menjadi teratasi, dikarenakan uang yang ada sama saya sudah jelas
jumlahnya. Hanya tinggal bagaimana cara saya mengatur keuangan itu
buat waktu lama, dan karena sekarang saya lebih sering langsung belanja
ke pasar besar maka untung yang saya dapat lebih banyak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tersebut, dapat

diketahui bahwa jika para informan yang memiliki usaha merasakan langsung

dampak postif dari program SPP ini. Adapun dampak atau pengaruh yang

dirasakan oleh para anggota yang memiliki usaha yaitu sebagai berikut:

1. Penambahan Modal Usaha

Menurut beberapa informan bahwa pengaruh yang paling besar bagi

mereka adalah penambahan modal yang cukup besar dan dengan proses yang

mudah tanpa harus melewati persyaratan yang rumit. Dengan kata lain mendapat

pinjaman tanpa jaminan apapun seperti meminjam di Bank, selain itu penambahan

modal ini berguna untuk banyak hal seperti membangun warung atau membeli

peralatan perlengkapan untuk diwarung serta modal sehari-hari dikarenakan

banyak pembeli yang masih bayar mingguan atau bulanan.

2. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan

Pengaruh ini dirasakan oleh para kaum perempuan sejak hadirnya SPP di

desa ini, kaum ibu ini merasa pengetahuannya bertambah tentang simpan pinjam,

jika dulu mereka hanya mengenal meminjam pada Bank dan rentenir yang akan

54
kesusahan pada saat akan pembayaran. Para ibu diajarkan bagaimana menulis

untuk merancang berapa dana yang akan diajukan dan berapa yang harus mereka

bayar selama satu periode, sehingga hal ini membuat kaum ibu merasa semakin

bertambah ilmunya dan keterampilan mereka jika ingin membesarkan usaha

dagang rumahannya.

Peningkatan pengetahuan dan kemudahan usaha mereka rasakan

dikarenakan ketika sudah menjadi anggota SPP mereka memiliki modal yang jelas

dalam keberlangsungan usaha mereka. Peningkatan usaha mereka hanya tinggal

mengandalkan kepintaran mereka dalam mengatur keuangan ataupun permodalan

yang di dapat dari SPP. Tujuan utama program SPP yang memberikan bantuan

modal untuk anggota yang ikut SPP tidak sepenuhnya berjalan secara

keseluruhan, masih ada anggota dari SPP yang menggunakan uang dari program

SPP ini untuk keperluan di luar usaha, seperti yang terjadi di Desa Batu Anam ini,

masih ada beberapa yang menggunakan bantuan permodalan dari SPP itu untuk

kebutuhan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikatakan oleh

informan :

Ibu MS

kalau ditanya manfaatnya yang sangat ada nak, ya ibu dulu itu tidak
punya hewan peliharaan lembu ini nak. Ibu kan gak punya usaha jadi
kemarin ibu cuma minjem sedikit aja hanya lima juta lalu ibu beli lembu
betina supaya nanti bisa berkembang, ya syukur sekarang sudah mulai
nambah ada anaknya, kan pasti bisa jadi tabungan untuk sekolah anak
ibu, jadi ya walaupun gak punya usaha, ya setidaknya uang itu tidak ibu
buat untuk hal yang tidak berguna. Sayang kali rasanya kalau ibu sia-sia
kan uangnya nak, jadi ya ibu buat saja untuk beli hewan ternak agar jadi
tabungan, dan kalau untuk dijadikan modal usaha seperti buka warung
ibu juga gak bisa karena ibu juga gak punta keahlian, nanti kalo
dipaksakan buka warung malah takut bangkrut.

Ibu A

55
uang pencairan SPP itu ibu pakai buat keperluan bangun rumah. Ibu
memang sudah lama bangun rumah untuk persiapan pensiun dari
perkebunan ini, tetapi kemarin berhenti karena uangnya kurang, jadi
karena ibu tau ada SPP ini ibu ikut aja, tapi uangnya buat tambahan
bangun rumah, jadi sekarang rumah ibu udah siap, udah lebih tenanglah
sekarang ibu kalo seandainya nanti suami saya sudah pensiun kami sudah
punya rumah sendiri. Kalau untuk membayar uang pinjaman ke SPP itu
kami pakai uang gaji suami ibu nak, kan ibu simpan setiap bulannya dari
pada nunggu gaji suami kan pasti lama nak rumah kami siapnya. Jadi
alhamdulilah rumah udah siap jadi tinggal simpan duitnya aja untuk
bayar ke SPP.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tersebut, dapat

diketahui bahwa para informan yang tidak memiliki usaha juga merasakan

pengaruh yang baik atau dampak positif dari program SPP ini, walaupun bukan

membuat mereka lebih mandiri dengan menggunakan uang tersebut untuk

membuat usaha, dapat disebutkan berdasarkan keterangan para informan bahwa

pengaruhnya untuk mereka adalah sebagai berikut:

1. Modal untuk membuka usaha baru.


2. Membantu keuangan keluarga.
3. Membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Mereka mengunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang dianggap

lebih penting, seperti membangun rumah dan menabung melalui ternak lembu

untuk kesejahteraan hidup mereka selanjutnya. Temuan data yang sama juga

terjadi pada penelitian Siregar (2014) yang mana dalam praktik pelaksanaan SPP

di Desa Angamakmur tahun 2014 penggunaan dana SPP diluar tujuan utama SPP

yaitu untuk modal usaha, yakni banyak anggota SPP yang mempergunakan dana

pinjaman untuk keperluan sehari-hari bagi anggota SPP. Penggunaan dana SPP

yang dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari tentu saja tidak

berpengaruh baik pada program SPP karena dianggap gagal dalam melaksanakan

56
tugas sesuai SOP, visi misi dan ketetapan sasaran target pengembangan

kemandirian masyarakat.

4.4 Disfungsi Pelaksanaan SPP

Ketidaksesuaian berjalannya program dalam hal ini adalah ketidaksesuaian

SOP pelaksanaan program dengan kenyataan pelaksanaan program, menimbulkan

permasalahan-permasalahan baru akan muncul yang tentu saja harus diselesaikan.

Dengan harapan program-program yang telah dibuat sedemikian rupa dapat

berdampak baik dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

4.4.1 Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) : Pembuat Proposal


Temuan data dilapangan diketahui bahwa dalam pelaksanaan SPP di Desa

Batu Anam yang membuat proposal pinjaman adalah KPMD. Hal ini tentu saja

bentuk dari disfungsi karena sesungguhnya yang harus membuat proposal yaitu

anggota yang ingin meminjam dan KPMD hanya sebagai pendamping, namun

dalam praktiknya KPMD menjadikan dirinya sebagai pembuat proposal dan ini

diluar dari manfaat dan tujuan keberadaan KPMD tersebut. Hal ini dapat diketahui

berdasarkan hasil wawancara berikut :

Ibu M

setelah kami bentuk kelompok, terus kami buat proposal satu untuk
perkelompok dan proposal itu yang buat bukan kami tapi KPMD karena
kami gak bisa buat sendiri, walaupun anggota kami gak semua memiliki
usaha, tapi di proposal dibuat aja ada usaha karenakan memang
syaratnya gitu. Setelah proposal siap, lalu dikasih ke bagian PNPM dan
siap itu kalau dananya udah cair barulah kami dikabari lagi.

57
Ibu A

kalau proposalnya bukan kami yang buat tapi KPMD jadi kami tinggal
buat kelompok sama buat nama usahanya terus tinggal nunggu
pencairan dana dan setelah itu ya kami siap-siap untuk bayar di akhir
periodenya nanti, karna kalau kami yang buat gak pande dek, gak siap-
siaplah nanti.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa penelitian ini


berkaitan dengan penelitian Damaianus (2014). Penelitian ini menggambarkan
tentang bagaimana EfektivitasPelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri Perdesaan(PNPM-MP) di Desa Noha Boan Kecamatan Long
Apari Kabupaten Mahakam Ulu yaitu kegiatan di bidang Simpan Pinjam
Perempuan(SPP). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara umum efektivitas
pelaksanaan PNPM-MP di Desa Noha Boan secara khusus program simpan
pinjam perempuan(SPP) belum cukup efektif, hal ini masih dibuktikan dengan
pembuatan proposal yang bukan hasil buatan para masyarakat sehingga
masyarakat hanya tau dalam hal uang atau pinjamannya saja tetapi prosesnya
mereka banyak yang tidak memahami.

Hal ini juga terjadi di desa ini kebenarannya bahwa pembuatan proposal

dibuat oleh KPMD, padahal seharusnya proposal itu dibuat oleh kelompok yang

mengajukan pinjaman dan posisi KPMD hanya sebatas pendamping pembuat

proposal, namun pada kenyataannya pembuatan proposal diserahkan sepenuhnya

kepada KPMD. Bahkan diakui anggota bahwa ada beberapa anggota yang

memalsukan usaha yang mereka jalani guna memudahkan pencairan pinjaman

SPP yang pada prinsipnya diberikan kepada anggota yang telah memiliki usaha.

4.4.2 Pembentukan Kelompok : Manipulasi Usaha Yang Digeluti

Dalam pelaksanaan SPP yang tertuang dalam SOP, tertulis bahwa syarat

anggota untuk membuat kelompok SPP adalah anggota kelompok baru minimal 5

orang dan maksimal 10 orang, sedangkan untuk kelompok lama maksimal 15

orang, dan di desa Batu Anam ini masing-masing kelompok beranggotakan 7 10

58
orang per kelompok.Pembentukan kelompok ini juga harus dengan syarat tidak

adanya ikatan persaudaraan (keluarga) dalam satu kelompok.

Setiap anggota yang ikut program SPP haruslah sudah memiliki usaha dan

jenis usaha yang digeluti, haruslah dilampirkan dalam pembuatan proposal

pinjaman, namun pada kenyataannya masih ada beberapa anggota yang sama

sekali tidak memiliki usaha yang tentu saja dalam pembuatan proposal pinjaman

menyertakan manipulasi keterangan usaha. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang

dikatakan oleh informan:

Ibu A

Anggota dikelompok SPP ibu ada 10 orang. Tapi hanya 2 orang saja
yang memiliki usaha yaitu kedai sampah. Yang lainnya dipakai buat
kebutuhan sehari-hari termasuk juga ibu, tapi ibu pakai buat tambahan
dana bangun rumah. Ya waktu buat proposal ibu bilang saja ibu punya
usaha jualan gorengan, karenakan kalau dibuat diproposal buat
tambahan dana bangun rumah mana dikasih, jadi intinya ya pinter-pinter
kami aja nak untuk membuat proposal bersama KPMD yang penting nanti
pas dana uda cair kan gak ada pengawasan jadi gak akan ketahuan dan
pas diakhir nanti ya dibayar saja uang pinjamannya sesuai yang kita
pinjam berapa. Kalau dipikir sih memang salah tapi kan dari pihak spp
nya sendiri juga gak melakukan pengawasan atau bahkan pas saat
pemeriksaaan proposal kenapa gak turun kelapangan dulu untuk
melakukan pengecekan, tapi malah main dicairkan saja. Ya sudah kan
berarti masyarakat gak salah. Namanya juga butuh duit nak cari
pinjaman tanpa agunan pasti susah kan

Ibu SA

Anggota kelompok ibu ada 10 orang. Ibu saja bergabung di kelompok


semangka karena diajak ibu-ibu yang lainnya karena merasa kurang
anggota. Ya ibu ikut saja, kan lumayan uangnya dipakai buat kebutuhan
sehari-hari. Dari total pinjaman Rp 50.000.000 ibu cuma pinjam Rp
3.000.000, karena bunga yang cuma 1% makanya ibu ambil, kan sedikit
cicilan pembayaran yang harus saya bayar. Cukuplah diambil dari gaji
saya sebagai BHL buat bayar cicilannya. Kalau masalah jenis usaha apa
yang tertera di proposal saya bilang saja kalau pinjamannya itu nanti
saya gunain buat modal usaha jualan bensin eceran.

Bapak A

59
Saya tahu sebenarnya ada beberapa anggota SPP yang bohong dalam
menyantumkan usaha mereka dalam proposal. Tapi mau gimana, namanya
tetangga satu kampung kan susah kalau seandainya terlalu diusik. Yang
penting selagi dia saya anggap mampu untuk melunasi hutangnya ya
diberikan saja, daripada dana dari pemerintah ini ngangkrak (berhenti) di
rekening PNPM kan bagus berputar.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tersebut, dapat

diketahui bahwa para informan yang bergabung menjadi anggota SPP tidak

sepenuhnya sepenuh hati atau dengan kesadaran ingin merubah kesejahteraan

hidup melalui kegiatan usaha yang menjadi tujuan utama SPP. Bahkan ada

beberapa anggota yang ikut hanya karena diajak atau sekedar ikut-ikutan dan dana

dari SPP itu tidak diatur dengan baik yang menggunakan dana pinjaman tersebut

sebagai kebutuhan konsumtif saja. Bahkan dengan frontal anggota SPP tersebut

menyampaikan manipulasi usaha yang tercantum di propoal pinjaman. Walaupun

dari keanggotaan tiap kelompoknya tidak ditemukan masalah adanya satu

keluarga ataupun hanya numpang nama.

Penelitian Juliarni (2013) juga menemukan fenomena seperti diatas yang


mana dalam pelaksanaan SPP di Bangun Purba tahun 2012 terkesan kejar target
demi terpakainya seluruh alokasi bantuan langsung masyarakat, manipulasi jenis
usaha di proposal serta penggunaan dana bantuan hanya untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan bayar hutang, padahal seharusnya SPP merupakan suatu
pemberdayaan masyarakat, dimana pemberdayaan adalahserangkaian proses
kegiatan untuk memperkuat keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

4.4.3 Pelaksanaan Sosialisasi : Belum Menyeluruh dan Dibatasi

Berdasarkan Kekerabatan

Sebagai agen sosialisasi resmi untuk menginformasikan mengenai

program SPP ini yang ditunjuk oleh pihak kecamatan ke desa adalah KPMD

(Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa). Masing-masing setiap desa ditunjuk 1-

2 orang, dan di Desa Batu Anam memiliki KPMD sebanyak 1 orang yaitu ibu

60
SMyang memiliki tanggung jawab menginformasikan mengenai program SPP ke

10 dusun yang berada di Desa Batu Anam.

Beliau memberikan sosialisasi program SPP melalui bantuan keberadaan

kepala dusun di setiap dusun yang berada di desa Batu Anam, hal ini sesuai

dengan pernyataan yang dikatakan oleh informan:

Ibu SM

Awalnya saya mengetahui program SPP ini dari rapat rutin yang
dilaksanakan di kantor desa, lalu saya yang sejak dulu memang sudah
menjadi KPMD di kegiatan posyandu ditunjuk sebagai KPMD yang
menangani program SPP, dan kegiatan posyandu sebelumnya saya
alihkan ke rekan yang lain. Untuk urusan mensosialisasikan kegiatan ini
ke masyarakat, saya minta bantuan dari tiap-tiap kepala dusun disetiap
dusunnya, kerena jujur saja kalau saya yang bekerja sendirian maka akan
tersebar dengan memakan waktu yang lama, apalagi jarak tiap dusunnya
yang relatif jauh, namun disini saya juga berperan aktif dalam
mensosialisasikan kegiatan ini, baik menjelaskan maksud dan tujuan serta
fungsi dari program ini. Saya juga ambil andil dalam pembuatan
beberapa proposal tiap kelompok, karena bisa dibilang anggota yang ikut
tidak paham dengan mekanisme pembuatan proposal dan juga
keterbatasan pengetahuan serta waktu mereka.

Ibu M

Awalnya saya tau program SPP ini dari ibu KPMD. KPMD
menginformasikan melalui perwiritan yang rutin kami laksanakan hari
kamis, jadi waktu itu ibu SM menyampaikan mengenai SPP ini ketika
perwiritan telah selesai dilakukan, namun hanya menjelaskan SPP secara
umum saja, penjelasan selanjutnya setelah kami dan beberapa ibu-ibu
lain yang tertarik ingin bergabung menanyakan secara langsung kepada
ibu SM dan berkunjung kerumahnya, setelah itu barulah bapak B (kepala
dusun) yang menyampaikan mengenai SPP kepada saya dan beberapa
ibu-ibu lainnya yang datang ke warung saya, jadi bisa dibilang sosialisasi
yang kami terima dan menyebar melalui kabar dari mulut ke mulut. Kalau
informasi melalui pengumuman keseluruh ibu-ibu dan ditempatkan dalam
1 ruangan itu belum pernah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan tersebut, dapat

diketahui bahwa para informan mendapatkan informasi mengenai SPP ini melalui

KPMD yang memang agen sosialisasi utama dari program ini, dan sejauh ini

61
keberadaan KPMD memang dirasakan keberadaannya ditengah-tengah

masyarakat khususnya yang ikut menjadi kelompok SPP. Keberadaan KPMD ini

dirasakan anggota SPP selain sebagai agen sosialisasi juga sebagai pendamping

dalam pembuatan proposal pinjaman kelompok, dan sebagai agen kedua dalam

mensosialisasikan program SPP adalah kepala dusun yang dari wawancara

beberapa informan kurang dirasakan kehadirannya, karena masih ada beberapa

informan yang mengaku tidak mendapatkan informasi program SPP ini.

Penyebaran informasi SPP ini juga menyebar di sekitar lingkungan hidup agen

sosialisasi saja, yang dimana diakui sebagai cara menghemat waktu dan tenaga.

Hal ini dapat diakui berdasarkan wawancara dengan informan berikut :

Ibu MS

Saya tau program ini dari ibu SM karena ibu SM memang bertempat
tinggal tepat di belakang rumah saya. Saya gak pernah dapat kabar
mengenai program ini dari bapak B. Kalau yang saya tau, ibu-ibu yang
lain tau program ini karena cerita-cerita dari perwiritan mereka namun
saya kristen maka saya tidak tau ada program tersebut dari perwiritan itu.
Maka setelah tau ada program ini saya langsung mengajak beberapa ibu-
ibu yang saya kenal dan saya anggap mampu mengikuti program ini,
karena saya yakin kalau ibu-ibu tersebut tidak saya kabari dan saya ajak
maka mereka tidak tau dengan adanya program ini dengan alasan beda
agama dan beda lingkungan hidup. Cuma beberapa orang kristen aja loh
dek yang ikut program ini.
Temuan data ini juga terkait dengan penelitian Rihadini (2012) yang
dilakukan di Ranometo yang mana dalam pelaksanaan sosialisasi program SPP ini
masih belum terakses keseluruh masyarakat umum, baik karena keterbatasan
KPMD itu sendiri ataupun hal-hal yang disengaja seperti penyebaran info hanya
berdasarkan keakraban dan kekeluargaan saja. Jika di pahami proses sosialisasi
adalah merupakan suatu tahapan utama dalam pelaksanaan sebuah program, dan
dalam kajian sosiologi proses sosialisasi dapat dilakukan oleh berbagai media,
diantaranya antar individu secara langsung atau melalui media cetak ataupun
elektronik.

62
Dalam bersosialisasi khususnya dalam suatu program sangat dibutuhkan,

agar tujuan dari program itu dapat tersampaikan dengan baik. Berikut fungsi

manifest dari pelaksanaan sosialisasi :

1. Memperkenalkan maksud dan tujuan dari program keseluruh masyarakat.

2. Disampaikan oleh pihak pembuat program kepada seluruh lapisan

masyarakat agar ikut berpartisipasi dalam program.

Pada kenyataannya, pada Desa Batu Anam fungsi manifest dari sosialisasi ini

tidak berjalan baik, bahkan muncul disfungsi dari sosialisasi tersebut berdasarkan

hasil wawancara berikut:

Ibu S

kalau sosialisasi gak pernah dilakukan secara terbuka atau secara


umum begitu nak, biasanya KPMD itu yang mendatangi rumah kami satu-
satu untuk menyampaikan ini, itupun hanya beberapa saja, nanti yang
mendapat informasi itu disuruh mencari temannya sendiri, jadi
informasinya ini gak tersebar keseluruh masyarakat bahkan hanya yang
dekat sama KPMD sajalah yang tau informasi.

Ibu SM
kalau sosialisasi tentang SPP kami lakukan, tetapi tidak kami kumpulkan
masyarakat seluruhnya, kami hanya menyampaikan kepada kepala dusun
atau kami pilih orang-orang yang berkualitas dan memiliki usaha untuk
mengajak temannya mengikuti program ini, karena jika dikumpulkan
semua susah dek, toh juga tidak semuanya paham maksud dari program
ini, hanya beberapa orang saja yang paham jadi ya mereka yang kita pilih
dek, karena kita kan mengetahui bahwa kaum ibu di pedesaan itu gak
semuanya tamat sekolah dek.
Berdasarkan hasil yang disampaikan informan diatas bahwa sosialisasi

telah memiliki fungsi yang tidak diharapkan yakni fungsi Latent yang disebut

63
disfungsi. Fungsi yang tidak diharapkan itu adalah informasi program

disampaikan kepada masyarakat atau kelompok tertentu saja, baik tetangga

maupun orang terdekat KPMD saja sosialisasi tidak menyebar ke seluruh lapisan

masyarakat.

Penelitian Wahyudi (2011)yang juga melakukan penelitian tentang


program SPP di Kecamatan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, menjelaskan juga
bahwa SPP bisa berjalan secara efektif dikarenakan struktur yang ada bekerja
secara fungsional. Proses sosialisasi menjadi pokok utama dari keberlangsungan
program ini. Berdasarkan penelitiannya Wahyudi melihat bahwa dalam tahapan
ini jika terjadi ketimpangan maka program ini hanya akan diisi oleh orang-orang
yang seharusnya tidak mendapatkan pinjaman. Dapat dikatakan tidak tepat
sasaran sehingga tidak berjalan secara efektif.

4.4.4 Penggunaan Dana SPP : Kurang Transparan Dan Kurang Sesuai

Dengan SOP SPP (Konsumtif)

Ketidaksesuaian berjalannya program dalam hal ini ketidaksesuaian SOP

pelaksanaan program dengan kenyataan pelaksanaan program menimbulkan

permasalahan-permasalahan baru, diantaranya adalah transparansi penggunaan

dana oleh setiap anggota yang dinyatakan memperoleh pinjaman dari SPP yang

tentu saja harus diselesaikan. Dengan harapan program ini akan berlanjut secara

waktu yang panjang dan tidak merugikan pihak manapun. Keberadaan beberapa

anggota yang ikut hanya karena diajak atau sekedar ikut-ikutan guna memenuhi

syarat dalam pembuatan proposal disadari menjadi pemicu utama terjadinya

ketidaktransparan dalam penggunan dana oleh masing-masing kelompok.

Dana dari SPP itu tidak diatur dengan baik oleh setiap kelompok dimulai

dengan pembagian dana kesetiap anggota yang tidak sesuai dengan jumlah

pijaman yang tertera di proposal. Menurut mereka setiap dana yang mereka terima

adalah sesuai permintaan masing-masing sesuai kemampuan yang dimiliki, hal ini

64
dilakukan agar setiap anggota tidak merasa diberatkan pada saat pembayaran di

akhir periode, hal ini sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti

dengan informan :

Ibu S

Kalau masalah uang digunakan untuk apa dan kemana biasanya hanya
kami itu nak yang tau, masa orang lain harus tau juga. Kira-kira bisa
dikatakan ini rahasia kami lah, sedangkan peranggota dapat berapa aja
masing-masing kelompok lain tidak boleh tau hanya kami teman
sekelompoknya saja yang tau, bahkan kadang yang kami tulis diproposal
hanya sekedar coret coret aja,bukan itu sebenernya jumlah dana yang
kami pakai perorangnya. Jujur nak sebenarnya ini salah cuma kalau gak
seperti ini kami gak dapet pinjaman modal yang murah dan tidak
memberatkan untuk kami, selainitu kami juga merasa bahwa tidak adanya
pengawasan yang ketat ini mungkin yang membuat kami jadi merasa hal
yang kami lakukan ini tidak masalah dan tidak akan menimbulkan
masalah.

Ibu R

kalau dibilang gak transparan sih gak juga nak, karena kami pada akhir
periode juga mengirimkan laporan kok, dan uang modal tersebut kalau
kami yang memiliki usaha benar di buat untuk tambahan modal akan
tetapi terkadang ada sisa yang kemudian kami gunakan untuk membantu
kebutuhan sehari-hari, kan tidak mungkin kami tulis juga dilaporan kalau
uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, nanti periode
selanjutnya bisa tidak dapat lagi nak. Kalau dalam hal pembagian dana
itu memang kami sengaja kami-kami aja yang tau antar sesama anggota
dalam satu kelompok dikarenakan itu menjadi tanggung jawab setiap
ketua kelompok masing-masing.

Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan diatas dapat diketahui

bahwa transparansi dana di SPP itu tidak terjadi, baik dari diri anggota SPP itu

sendiri, hal ini dikarenakan adanya disfungsi dari penanggung jawab program

SPP sendiri dan tidak adanya kontrol yang kuat dari pihak PNPM. Menurut

peneliti bahwa terjadinya ketidaktransparan soal dana baik itu dalam pembagian

untuk sesama anggota maupun dalam hal penggunaannya didasari oleh 3 faktor

yaitu:

65
1. Pengawasan yang minim

Pengawasan ini seharusnya yang melaksanakannya adalah tim verifikasi

yang bekerja dari awal sebagai tim penyeleksi untuk proposal yang diajukan oleh

masyarakat. Dalam hal ini, kenyataannya dari sejak awal tim ini tidak

menjalankan fungsi dengan baik, maka jika dari pihak tertinggi sudah terjadi

disfungsi maka untuk kebawahnya juga akan seperti itu, sehingga tidak heran jika

terjadi ketidaktransparan tetapi dianggap tidak terjadi masalah.

2. Tidak adanya sanksi atau teguran

Seharusnya jika ada pengawasan yang dilakukan olet tim verifikasi maka

selanjutnya akan ada tim pemeriksa jika dirasa oleh pihak SPP ada kelompok yang

menggunakan uang tidak sesuai dengan prosedur sehingga perlu dikenakan sanksi

atau teguran dari pihak SPP atau bahkan dari pihak PNPM, akan tetapi pada

kenyataaanya hal ini tidak terjadi, dan cenderung hanya membiarkan hal ini

terjadi. Dengan keadaan yang demikian tidak heran jika masyarakat tidak

memiliki rasa takut atau bermasalah ketika menggunakan uang tidak sesuai

dengan prosedur dan tidak menyadari ada pihak yang dirugikan karena hal

tersebut.

3. Dianggap bukan sebagai pelanggaran

Ketidaktransparan dalam suatu hal pada dasarnya merupakan hal yang

salah dan tidak dibenarkan melakukan pembenaran dengan alasan apapun, akan

tetapi pada masyarakat jika suatu hal dilakukan secara bersamaan dan biasa

dilakukan orang banyak orang maka hal itu akan dianggap sebagai kewajaran. Hal

inilah yang terjadi pada kelompok SPP, dimana dalam kelompok SPP

66
ketidaktransparan tentang dana sangat minim, baik dalam hal pembagian pada

kelompok maupun pada penggunaan dana SPP itu. Masyarakat menilai bahwa hal

ini wajar karena hampir semua anggota melakukannya dan tidak pernah ada

sanksi atau semacam teguran yang mereka hadapi selama ini, tidak hanya itu

menurut masyarakat ketika yang satu dengan yang lain diantarapara anggota tidak

ada yang merasa dirugikan, maka tidak ada masalah bagi mereka.

Pada dasarnya setiap dana simpan pinjam dalam program apapun akan

memiliki fungsi manifest sebagai berikut:

1. Pinjaman untuk membuka usaha baru.


2. Pinjaman untuk menambah modal usaha.
3. Pinjaman untuk mengembangkan usaha baru.

Pada kenyataannya di Desa Batu Anam fungsi manifest ini memang terjadi,

akan tetapi tidak berjalan dengan sebaiknya, masih banyak masyarakat yang

malah membuat fungsi yang tidak diharapkan melalui penggunaan dana SPP ini,

sehingga di Desa Batu Anam dana SPP memiliki fungsi latent atau fungsi yang

tidak diharapkan berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut:

Ibu MS

Biasa dana spp itu karena ibu tidak memiliki usaha ibu buat untuk
membeli hewan ternak lembu nak, supaya kalau ibu ada keperluan
mendesak untuk anak sekolah, bisa ibu jual kembali. Syukur sekarang udah
nambah hewan ternaknya nak, jadi ya lumayan lah dari uang SPP ini bisa
buat investasi masa tua nak.

Ibu A

Uang dari SPP ibu gunakan untuk nambahi buat rumah, soalnya ibu kan
belum punya rumah, jadi kalau nunggu uang sendiri susah kali nak.
Bersyukur sekali ada SPP ini jadi bisa terbangun rumah ibu dan juga
bunganya kan murah jadi gak pusing mikiri membayarnya.

67
Ibu SA

Uang pinjaman SPP kemarin saya pakai buat bayar utang dek, sisanya
saya gunakan buat kebutuhan sehari-hari malah ada beberapa kawan saya
yang menggunakan uang itu buat membeli perabot rumah. Habis mau
bagaimana, kalo dipakai buat usaha kami gak pandai jadi daripada
uangnya sayang gak dipakai ya kami pakai ajalah buat kebutuhan yang
lain. Kan lumayan, kalau masalah lunasin iuran per bulannya kami masih
sanggup ambil dari gaji kami kok. Jadi memang gak masalah sih.
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat dianalisis bahwa dana SPP telah

menciptakan fungsi yang tidak diharapkan dengan semestinya (disfungsi) yaitu

sebagai berikut:

1. Penambahan membangun rumah keluarga.


2. Penambahan kebutuhan hidup sehari-hari yang bersifat konsumtif
3. Penambahan untuk investasi.

Fungsi ini hadir dalam masyarakat berdasarkan apa yang mereka terima

sejak awal, sejak pertama di tingkat sosialisasi saja fungsi manifest tidak berjalan

dengan baik, maka untuk selanjutnya kebawah hingga akhir terus terjadi

disfungsi, hal ini akan terus terjadi jika tidak di perbaiki dari awal dan dana akan

merugikan beberapa pihak. Termasuk berimbas kepada kelompok ibu-ibu yang

mau bergabung akan di cancel dengan alasan daftar desa yang tidak bersih

penerima bantuan SPP di tingkat kecamatan.

4.4.5 Tim Verifikasi : Bekerja Kurang Maksimal

Tim verifikasi adalah tim yang paling menentukan layak atau tidak

layaknya kelompok untuk didanai dalam program SPP. Sesuai dengan SOP tim

verifikasi Bab IV pasal 15 terdapat tahap verifikasi usulan kegiatan, yaitu :

1. Pembahasan awal : tim verifikasi melakukan pemerikasaan kebenaran

usulan, kelengkapan usulan dan legalitas usulan.

68
2. Jika usulan ditemukan hal-hal yang ganjil seperti : belum lengkap atau

belum di tanda tangani semua pihak, maka tim verifikasi membuat rujukan

kepada UPK untuk segera dilakukan perbaikan usulan.


3. Kunjungan lapangan : tim verifikasi melakukan kunjungan lapangan

sesuai jadwal yang telah diberitahukan kepada pengusul. Di Dalam

kunjungan lapangan melakukan pengamatan langsung ke titik lokasi,

menganalisa potensi dan kendala, melakukan wawancara langsung dengan

pengusul.
4. Pembahasan akhir : tim verifikasi melakukan rapat internal tim untuk

membahas hasil temuan lapangan, menganalisa kesesuaian antara data

yang tertulis dengan kondisi lapangan.


5. Membuat rekomendasi akhir : tim verifikasi membuat rekomendasi

terhadap semua usulan, dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan

sesuai dengan kondisi kebutuhan lapangan.


6. Menyampaikan rekap rekomendasi akhir kepada forum MAD.
Tinjauan langsung kelapangan guna mengecek kebenaran daftar usaha dari

tiap-tiap anggota SPP pada praktiknya sama sekali belum pernah terlaksana.

Berdasarkan temuan data dilapangan, diketahui bahwa kinerja dari tim verifikasi

tidak dirasakan kehadirannya dilapangan oleh anggota SPP di Desa Batu Anam.
Seperti yang dikemukakan oleh ibu M :
gak pernah ada kok orang PNPM yang datang kemari, pokoknya kami
hanya buat proposal abis itu diserahkan ke KPMD terus KPMD yang
ngantar ke kantor kemudian kami tinggal nunggu kelanjutan kabarnya.
Kalau keluar ya kami ke kantor PNPM buat tanda tangan serah
terimanya. Sejauh ini memang belum pernah ada yang kesini baik untuk
melihat usaha atau sekedar hanya berkunjung aja tidak pernah ada,
karena untuk urusan SPP kami cuma berurusan sama KPMD, setelah itu
KPMD yang akan berurusan ke Kecamatan. Makanya kalau dilihat lihat
ya SPP ini sangat enak sekali nak, kami gak direpotkan sama sekali soal
pengurusannya kami hanya membentuk kelompok dan menunggu
pencairan dana udah itu saja
Hal yang sama juga disampaikan oleh ibu S :

69
siapa yang jadi tim verifikasi aja kami gak tau dek, soalnya dari awal
gak pernah ada yang begitu untuk datang melihat atau bahkan menyeleksi
kami, yang penting kami punya kelompok dan punya proposal. Bahkan
gak akan ada itu yang mengawasi apakah benar uangnya untuk modal
usaha atau tidak, jadi jangan suatu hari nanti masyarakat yang di bilang
melakukan manipulasi data atau apapun. Karena pada awalnya juga tidak
ada tim yang melakukan pengawasan atau apapun ke desa kami ini. Ibu
memang pernah denger kalau untuk ikut SPP ini nanti ada tim yang
datang buat ngecek kepastian usaha kita, tapi selama 2 kali ibu udah
dapat pencairan SPP gak ada kok tim yang datang buat survei usaha.

Berdasarkan temuan data tersebut maka terlihat disfungsi yang terjadi

dalam tahapan pengajuan dan pemeriksaan oleh tim verifikasi yaitu tim verifikasi

tidak menjalankan kinerja secara maksimal sesuai dengan SOP tim verifikasi yang

harus tinjauan langsung kelapangan guna mengecek kebenaran usaha dan identitas

anggota. Kelanjutan dari tindakan tim verifikasi yang bekerja tidak efektif

menyebabkan anggota SPP merasa aman dalam mencantumkan jenis usaha

mereka dalam proposal (manupulasi usaha), karena berdasarkan pengalaman

mereka selama ini memang tidak ada kunjungan dari tim verifikasi. Kondisi ini

juga dibenarkan oleh salah satu tim verifikasi, yang mengatakan :

Bapak A :

Saya tau kalau gak semua anggota SPP itu punya usaha, tapi mau
gimana lagi dari pada nanti ribut dikampung gara-gara saya gak
mengijinkan mereka ikut. Lagipula biar aja dana pemerintah itu dipakai
mereka daripada tersimpan di rekening kecamatan yang takutnya malah
hilang tanpa tau kemana. Kemudian mereka juga mampu membayar dan
melunasi pinjaman tersebut karena mereka juga bekerja jadi saya tidak
perlu khawatir dengan adanya kondisi ini. Dan kalau untuk kunjungan
saya kelapangan daya rasa tidak perlu karena saya juga sudah kenal
kondisi dilapangan bahkan kenal dengan anggota-anggotanya jadi
kalaupun saya turun langsung kelapangan itu akan membuang waktu
saya. Intinya saya memang sudah percaya kok dengan anggota SPP yang
ada di Desa Batu Anam.

Berdasarkan temuan data dilapangan tersebut dapat diketahui bahwa

disfungsi yang terjadi dalam tim verifikasi dikarenakan :

70
1. Tim Verifikasi yang tidak bertanggung jawab penuh dalam kinerjanya
2. Adanya kondisi sosial seperti kekerabatan yang menghambat kinerja

tim verifikasi

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan dan pemaparan hasil penelitian dibab-bab

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

71
1. Pelaksanaan program Simpan Pinjam Perempuan di Desa Batu Anam

membawa pengaruh positif bagi setiap anggota yang mengikuti program

tersebut, hal itu terbukti dengan meningkatnya usaha yang dijalani anggota

SPP yang memiliki usaha.


2. Dalam mekanisme Simpan Pinjam Perempuan ini diketahui bahwa

pembentukan kelompok hingga pencairan pinjaman mengalami disfungsi,

sebagai contoh dalam pembuatan proposal yang dalam praktiknya dibuat

oleh KPMD bukan kelompok yang ingin mendapatkan pinjaman.


3. Anggota Simpan Pinjam Perempuan yang memiliki usaha merasakan hal

baik dari keikutsertaannya menjadi anggota SPP yaitu kemudahan

mendapatkan modal yang tanpa agunan dan tentu saja dapat meningkatkan

usaha yang mereka jalani.


4. Anggota Simpan Pinjam Perempuan yang tidak memiliki usaha juga

merasakan hal baik dari keikutsertaannya menjadi anggota SPP yaitu

mereka dapat membuka usaha baru, memenuhi kebutuhan rumah tangga

(walaupun dapat dinilai konsumtif) dan investasi.


5. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) di Desa Batu Anam

melakukan aksi disfungsi yang mana beliau membuatkan proposal dari

beberapa kelompok SPP yang akan mengajukan pinjaman. Karena

seharusnya yang membuat proposal dilakukan oleh kelompok yang akan

mengajukan pinjaman, namun dengan alasan keterbatasan pengetahun

maka pembuatan proposal diambil alih KPMD.


6. Disfungsi yang terjadi dalam pembentukan kelompok SPP di Desa Batu

Anam ini adalah terbentuknya kelompok yang tiap-tiap anggotanya tidak

secara keseluruhan memiliki usaha dan manipulasi usaha yang tertera di

proposal.

72
7. Dalam tahap sosialisasi program juga mengalami disfungsi yang mana

terdapat 2 agen yaitu KPMD dan kepala dusun. Masyarakat merasakan

keberadaan KPMD dalam mensosialisasikan program ini namun kepala

dusun sebagai agen sosialisasi selanjutnya diakui masyarakat kurang

dirasakan kehadirannya dalam mensosialisasikan program, yang tentu saja

hal ini dapat menimbulkan masalah karena Desa Batu Anam ini terdiri dari

10 dusun maka jika hanya KPMD yang bergerak mengakibatkan

keterbatasan jarak dan waktu. Dalam tahap ini juga diketahui bahwa

penyebaran informasi hanya sebatas kekerabatan agen sosialisasi dan tidak

keseluruh lapisan masyarakat.


8. Transparansi penggunaan dana Simpan Pinjam Perempuan mengalami

disfungsi yang hal ini dibuktikan dengan dana pinjaman yang di dapat

tidak semua anggota menggunakannya sebagai usaha dan hanya

menggunakannya untuk keperluan sehari-hari (konsumtif). Terjadinya

ketidaktransparan penggunaan dana ini didasari oleh faktor pengawasan

yang minim, tidak adanya sanksi dan menganggap bukan dari

pelanggaran.
9. Disfungsi juga terjadi pada Tim verifikasi yaitu sebagai tim penentu

kelompok untuk layak dan tidak layaknya sebagai anggota SPP yaitu tim

verifikasi tidak melaksanakan kinerjanya dengan baik yang dalam hal ini

tidak adanya kunjungan langsung kelapangan demi mengecek kebenaran

isi proposal dengan kenyataan dilapangan. Selain itu disfungsi dalam tim

verifikasi ini juga dikarenakan hambatan sosial yang diterima tim

verifikasi dilapangan seperti kekerabatan.


10. Teori struktural fungsional oleh Robert K. Merton mengemukakan adanya

disfungsi dalam struktur masyarakat maupun organisasi. Dan hal itu

73
ditemukan dalam penelitian di Desa Batu Anam mengenai program SPP

yang disfungsinya terjadi dalam pembuatan proposal yang dilakukan

KPMD, pembentukan kelompok, sosialisasi, penggunaan dana dan tim

verifikasi.

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan dari kesimpulan dan pemaparan

bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Diperlukan keseriusan dari KPMD dalam mendampingi masyarakat

khususnya anggota SPP dalam menunjang pelaksanaan program ini.


2. Meningkatkan pengawasan dan pemilihan kelompok oleh tim verifikasi

yang patut untuk didanai dalam program SPP ini sehingga kehadiran dan

pelaksanaan program ini dapat dirasakan hal yang positif.


3. Tim UPK diharapkan dapat memilih dan menentukan anggota tim-tim

yang bekerja di program SPP dengan baik yang tentunya dapat bekerja

efektif dan efesien dalam menjalankan program pemerintah ini ke

perdesaan.
4. Kegitan SPP yang dibawah naungan PNPM-Mpd sudah berhenti sejak

akhir 2015. Dan selanjutnya SPP diambil alih oleh desa. Hadirnya kegiatan

SPP ini sesungguhnya membawa pengaruh baik dalam meningkatkan

perekonomian masyarakat oleh sebab itu diharapkan program ini dapat

berlanjut di desa dengan harapan mampu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan mengurangi jumlah rumah tangga miskin dengan cara

bantuan pinjaman modal usaha.

74
DAFTAR PUSTAKA

Agistiasari, Risma. 2012. Evaluasi PNPM di Kecamatan Karang Anyer. Skripsi

Fakultas Ilmu Sisial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Ali, Madekhan. 2006. Orang Desa Anak Tiri Perubahan. Lamongan: Averroes

Press.

Anggraini, Dewi. 2013. Pemberdayaan Perempuan Melalui Simpan Pinjam

Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Perdesaan. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

75
Asyarie, Musa. 1997. Islam Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat.

Yogyakarta: LESFE

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial, Format- format kuantitatif dan

kualitatif. Jakarta: Air Langga Universitas Pers

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana.

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada

Hikmat, Harry. 2001. Marginalisasi Komunitas Lokal Dalam Perspektif

Kontingensi Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Disertasi Ilmu Sosial

Dan Ilmu Politik. Universitas Gajah Mada

Juliarni. 2013. Efektivitas Pelaksanaan SPP PNPM-MPd Di Kecamatan Bangun

Purba Kab.Deli Serdang. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Kartasasmita, Ginandjar, 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan

Pertumbuhan Dan Pemerataan. Jakarta: Cides

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya

76
Novitasari, Dian. 2011. Analisis Program PNPM Mandiri Terhadap Peningkatan

Pendapatan Masyarakat Miskin. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret Surakarta

Rihadini, Mustika. 2012. Efektivitas Pelaksanaan Program PNPM-Mpd Pada

Kelompok SPP Di Kecamatan Ranometo Kabupaten Konawe Sulawesi

Tenggara Priode 2010. Tesis Ilmu Administrasi Negara Universitas

Hasanuddin

Ritzer George, Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Kontemporer Edisi

VI. Jakarta: Kencana

Rohim, Abdur. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengenbangan Desa

Wisata. Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam

Sunan Kalijaga

Siregar, Julius. 2014. Analisis Efektivitas Pengembalian Dana Pinjaman

Kelompok SPP Dalam PNPM-Mpd Kecamatan Argamakmur. Skripsi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Bengkulu

Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat Dan Jaringan

Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Wahyudi, Wenny Widya. 2011. Efektivitas Kegiatan Kelompok Simpan Pinjam

perempuan Miftahul Janji Dalam Program PNPM-MpdKecamatan

Tanjung Mutiara Kabupaten Agam. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik Universitas Andalas

77
Internet dan Sumber lainnya

Modul Pelatihan KPMD/K PNPM-Mpd TA 2014

SOP SPP tahun 2014

www.bps.go.id. Diakses pada 12 Januari 2015

www.pnpm-mandiri.org. Diakses pada 12 Januari 2015

78

Anda mungkin juga menyukai