Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI 2

Analgesik-Antipiretik dan Obat NSAID

Disusun Oleh : Kelompok VI (enam), Kelas E

Anggota : Nurwandiansa Putri (G 701 15 055)

Steviana Kasim (G 701 15 175)

Fratiwi L.P Haruna (G 701 15 177)

Sri Rahayu Aulia (G 701 15 187)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2017

Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

mengenai Obat Analgesik-Antipiretik dan Obat NSAID ini dengan lancar.

Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen

matakuliah Farmakologi Toksikologi 2 serta agar menambah ilmu pengetahuan

tentang obat Analgesik-Antipiretik dan Obat NSAID.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami

peroleh dari buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan

dengan Analgesik-Antipiretik dan Obat NSAID.

Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang

makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Daftar Isi

2
Cover Makalah..
Kata Pengantar.. 1
Daftar Isi ...... 2
Bab I Pendahuluan
I.1 Latar Belakang 3
I.2 Tujuan 3
Bab II Pembahasan
II.1 Definisi NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs).... 4
II.2 Mekanisme kerja NSAID.. 5
II.3 Pengertian analgesik dan antipiretik. 8
II.4 Obat Analgetik-Antipiretik & Obat AINS.......... 16
Bab III Penutup
III.1 Kesimpulan... 23
III.2 Saran . 23
Daftar Pustaka . 24
Hasil Diskusi 25

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya interaksi bila
tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan, minuman ataupun
obat-obatan. Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian
obat dengan bahan-bahan lain tersebut termasuk obat tradisional dansenyawa
kimia lain. Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika duaatau lebih obat
sekaligus dalam satu periode (polifarmasi ) digunakanbersama-sama. Interaksi
obat berarti saling pengaruh antarobat sehingga terjadi perubahan efek. Di dalam
tubuh obat mengalami berbagai macam proses hingga akhirnya obat di keluarkan
lagi dari tubuh. Proses-proses tersebut meliputi, absorpsi, distribusi, metabolisme
(biotransformasi), dan eliminasi.
Obat-obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia. Walaupun demikian obat-obat ini ternyata memiliki
banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Golongan obat ini
menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadfi
PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan cara yang
berbeda.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analgesik, antipiretik dan anti
inflamasi
2. Mengetahui kegunaan obat dari analgesik, antipiretik dan anti inflamasi
3. Mengetahui mekanisme dari kerja obat-obat tersebut
4. Mengetahui macam-macam obat dari analgesik, antipiretik dan anti inflamasi

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs)

4
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi
non steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen,
bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-
obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping. Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non
steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti
inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding
NSAID, yaitu menghambat konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat
melalui penghambatan terhadap enzim fosfolipase. Hal ini dapat dilihat di
gambar 1.

Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini
sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin like drugs). Contoh
obatnya antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen, naproksen, asam
mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin.

II.2 Mekanisme Kerja NSAID

5
Gambar 1. Biosintesis prostaglandin

Sebagian besar efek terapi dan efek samping NSAID berdasarkan atas
penghambatan biosintesis prostaglandin (PG). Pada saat sel mengalami
kerusakan, maka akan dilepaskan beberapa mediator kimia. Di antara mediator
inflamasi, prostaglandin adalah mediator dengan peran terpenting. Enzim yang
dilepaskan saat ada rangsang mekanik maupun kimia adalah prostaglandin
endoperoksida sintase (PGHS) atau siklo oksigenase (COX) yang memiliki dua
sisi katalitik. Sisi yang pertama adalah sisi aktif siklo oksigenase, yang akan
mengubah asam arakhidonat menjadi endoperoksid PGG2. Sisi yang lainnya
adalah sisi aktif peroksidase, yang akan mengubah PGG2 menjadi endoperoksid
lain yaitu PGH2. PGH2 selanjutnya akan diproses membentuk PGs, prostasiklin

6
dan tromboksan A2, yang ketiganya merupakan mediator utama proses
inflamasi. COX terdiri atas dua isoform yaitu COX-1 dan COX-2.
Golongan obat ini menghambat enzim siklo oksigenase (COX) sehingga
konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
dengan cara berbeda. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis prostaglandin
hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksida seperti di hipotalamus.
Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksida yang dihasilkan oleh
leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti inflamasi parasetamol praktis tidak
ada. Inhibisi biosintesis prostaglandin oleh aspirin menyebabkan asetilasi yang
irreversibel di sisi aktif siklo okigenase, sedangkan sisi aktif peroksidase tidak
terpengaruh. Berlawanan dengan aksi aspirin yang irreversibel, NSAID lainya
seperti ibuproven atau indometasin menyebabkan penghambatan terhadap COX
baik reversibel maupun irreversibel melalui kompetisi dengan substrat, yaitu
asam arakhidonat.

Perbandingan COX-1 dan COX-2


COX-1 memiliki fungsi fisiologis, mengaktivasi produksi prostasiklin,
dimana saat prostasiklin dilepaskan oleh endotel vaskular, maka berfungsi
sebagai anti trombogenik, dan jika dilepaskan oleh mukosa lambung bersifat
sitoprotektif. COX-1 di trombosit, yang dapat menginduksi produksi tromboksan
A2, menyebabkan agregasi trombosit yang mencegah terjadinya perdarahan yang
semestinya tidak terjadi. COX-1 berfungsi dalam menginduksi sintesis
prostaglandin yang berperan dalam mengatur aktivitas sel normal.
Konsentrasinya stabil, dan hanya sedikit meningkat sebagai respon terhadap
stimulasi hormon atau faktor pertumbuhan. Normalnya, sedikit atau bahkan tidak
ditemukan COX-2 pada sel istirahat, akan tetapi bisa meningkat drastis setelah
terpajan oleh bakteri lipopolisakarida, sitokin atau faktor pertumbuhan.
meskipun COX-2 dapat ditemukan juga di otak dan ginjal. Induksi COX-2

7
menghasilkan PGF2 yang menyebabkan terjadinya kontraksi uterus pada akhir
kehamilan sebagai awal terjadinya persalinan.

Penghambat COX-1 dan COX-2


Masing-masing NSAID menunjukkan potensi yang berbeda-beda dalam
menghambat COX-1 dibandingkan COX-2. Hal inilah yang menjelaskan adanya
variasi dalam timbulnya efek samping NSAID pada dosis sebagai anti inflamasi.
Obat yang potensinya rendah dalam menghambat COX-1, yang berarti memiliki
rasio aktivitas COX-2/ COX-1 lebih rendah, akan mempunyai efek sebagai anti
inflamasi dengan efek samping lebih rendah pada lambung dan ginjal.
Piroksikam dan indometasin memiliki toksisitas tertinggi terhadap saluran
gastrointestinal. Kedua obat ini memiliki potensi hambat COX-1 yang lebih
tinggi daripada menghambat COX-2. Dari penelitian epidemiologi yang
membandingkan rasio COX-2/ COX-1, terdapat korelasi setara antara efek
samping gastrointestinal dengan rasio COX-2/ COX-1. Semakin besar rasio
COX-2/ COX-1, maka semakin besar pula efek samping gastrointestinalnya.
Aspirin memiliki selektivitas sangat tinggi terhadap COX-1 daripada COX-2,
sehingga efek terhadap gastrointestinal relatif lebih tinggi.

II.3 Pengertian Analgesik dan Antipiretik

8
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau untuk obat
mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang tinggi). Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal. Oba
golongan ini bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di
hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen
endogen). Contoh Obat Antipiretik : Parasetamol, panadol, paracetol, paraco,
praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal atau
asam salisilat, salisilamida.
Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat
yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
Analgetik atau analgesik, merupakan obat untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada
orang yang menderita.
Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda
tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi
kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau
kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yan disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang
reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir
dan jaringan lain. Dari tempat ini rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris
ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui sumsum tulang belakang ke talamus
(optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa
sebagai nyeri.

Cara Pemberantasan Rasa Nyeri:


1. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh
analgetik perifer atau oleh anestetik lokal.

9
2. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya
dengan anestetik local.
3. Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengan analgesik sentral (narkotik)
atau dengan anestetik umum.
Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat
sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri &
demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak
lagi mendapatkan "sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur
menghilang.

II.3.1 Penggolongan Analgesik


Analgesik dibagi menjadi dua, yaitu analgesik narkotik dan analgesik non
narkotik.
1. Analgesik Narkotik
Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fraktur
dan kanker. Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema
bertingkat empat, yaitu : obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal;
parasetamol, asetosal, obat perifer bersama kodein atau tramadol, obat
sentral (Opioid) peroral atau rectal, obat Opioid parenteral. Guna
memperkuat analgetik dapat dikombinasikan dengan co-analgetikum,
seperti psikofarmaka (amitriptilin, levopromazin atau prednisone).
Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan
tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi
kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan perasaan
nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan
(habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan
gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan. Semua analgetik
narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat, teteapi potensi. Onzer, dan
efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan

10
mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi
pernafasan.
Morfin dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak
dipakai untuk nyeri walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di
Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merupakan standar
yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika lainnya.
Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euphoria dan
ganguan mental.
Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang samapi sekarang masih
digunakan di Indonesia :
Morfin HCL,
Kodein (tunggal atau kombinasi dengan parasetamol),
Fentanil HCL,
Petinidin, dan
Tramadol.
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memeng tergolong narkotika tetapi
menurut undang-undang tidak sebagai narkotik, karena kemungkinan
menimbulkan ketergantungan.

2. Analgesik Non Narkotik


Terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Obat- obat inidinamakan juga analgetika perifer, karena tidak
mempengaruhi Sistem Saraf Pusat, tidak menurunkan kesadaran atau
mengakibatkan ketagihan. Semua analgetika perifer juga memiliki kerja
antipiretik, yaitu menurunkan suhu badan pada keadaan demam, maka
disebut juga analgetik antipiretik. Khasiatnya berdasarkan rangsangannya
terhadap pusat pengatur kalor di hipotalamus, yang mengakibatkan
vasodilatasi perifer (di kulit) dengan bertambahnya pengeluaran kalor dan
disertai keluarnya banyak keringat.
Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik hipotalamus atau di
tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa inflamasi, udem,

11
serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG, dan histamine. PG dan
brankinin menstimulasi ujung staraf perifer dengan membawa implus
nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG dan brankinin sehingga
menghambat terjadinya perangsangan reseptor nyeri. Obat-obat yang
banyak digunakan sebagai analgetik dan antipiretik adalah golongan
salisilat dan asetaminofen (parasetamol). Aspirin adalah penghambat
sintesis PG paling efektif dari golongan salisilat.
Salisilat merupakan protipe AINS yang sampai sekarang masih
digunakan. Termasuk salisilat adalah Na-salisilat, aspirin (asam asetil
salisilat), salisid, dan meril salisilat bersifat toksik jika tertelan oleh Karen
itu, hanya dipakai topical untuk menghangatkan kulit dan antigatal
( antpruritus). Golongan salisilat dapat mengiritasi lapisan mukosa
lambung. Organ yang peka pada efek ini akan mengalami mual setelah
minum aspirin. Dalam lambung . PG berperan serta dalam mekanisme
perlindungan mukosa dari asam lambung atau gantrin. PG berfungsi
meningkatkan daya tahan membrane mukosa lambung. Aspirin selain
berefek analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi, daalam dosis kecil juga
berfungsi sebagai antitrombosis (antiplatelet). Pada dosis kecil, aspirin
dapat menghambat agregasi trombosit (antikoagulan) mencegah
terbentuknya thrombus pada penderita infark jantung sehingga ddapat
mengurangi timbulnya stroke.

II.3.2 Penggunaan Analgetik-Antipiretik dalam Kehamilan :


Penggunaan obat Analgetik-Antipiretik pada saat mengandung bagi ibu
hamil harus diperhatikan. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat secara
sembarangan dapat menyebabkan cacat pada janin. Sebagian obat yang
diminum oleh ibu hamil dapat menembus plasenta sampai masuk ke dalam
sirkulasi janin, sehingga kadarnya dalam sirkulasi bayi hampir sama

12
dengan kadar dalam darah ibu yang dalam beberapa situasi akan
membahayakan bayi.
Pengaruh buruk obat terhadap janin, secara umum dapat bersifat toksik,
teratogenik, maupun letal tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan
pada saat minum obat. Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum
selama masa kehamilan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau
bio-kimiawi dari janin yang dikandung, dan biasanya gejalanya baru
muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat teratogenik,
jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomic (kelainan/kekurangan
organ tubuh) pada pertumbuhan organ janin. Pengaruh teratogenik ini
biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh obat yang
bersifat letal adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh obat pada janin dapat beragam sesuai dengan fase-
fase berikut:
a. Fase Implantasi yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu.Pada
fase ini obat dapat member pengaruh buruk atau mingkin tidak sama
sekali.Jika terjadi pengaruh buruk biasanya menyebabkan kematian embrio
atau berakhirnya kehamilan (abortus).
b. Fase Embrional atau Organogenesis,yaitu pada umur kehamilan antara 4-8
minggu.Pada fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk pembentukan
organ-organ tubuh, sehingga merupakan fase yang paling peka untuk
terjadinya malformasi anatomik (pengaruh teratogenik). Selama
embriogenesis kerusakan bergantung pada saat kerusakan terjadi, karena
selama waktu itu organ-organ dibentuk dan blastula mengalami
deferensiasi pada waktu yang berbeda-beda. Jika blastula yang dipengaruhi
masih belum berdeferensiasi dan kerusakan tidak letal maka terdapat
kemungkinan untuk restitutio ad integrum. Sebaliknya jika bahan yang
merugikan mencapai blastula yang sedang dalam fase deferensiasi maka
terjadi cacat (pembentukan salah)
Berbagai pengaruh buruk yang terjadi pada fase ini antara lain:

13
- Gangguan fungsional atau metabolic yang permanen yang biasanya
baru muncul kemudian jadi tidak timbul secara langsung pada saat
kehamilan
- Pengaruh letal berupa kematian janin atau terjadinya abortus
- Pengaruh sub-letal,tidak terjadi kematian janin tetapi terjadi malformasi
anatomik (struktur) pertumbuhan organ atau pengaruh teratogenik. Kata
teratogenik sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti monster.
- Fase Fetal yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan.Dalam fase
ini terjadi maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin.Pengaruh
buruk senyawa asing bagi janin dalam fase ini dapat berupa gangguan
pertumbuhan baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau biokimiawi
organ-organ.
Keluhan nyeri selama masa kehamilan umum di jumpai. Hal ini
berkaitan dengan masalah fisiologis dari si ibu karena adanya karena
adanya tarikan otot-otot dan sendi karena kehamilan maupun sebab-sebab
yang lain.Untuk nyeri yang tidak berkaitan dengan proses
radang,pemberian obat pengurang nyeri biasanya dilakukan dalam jangka
waktu relatife pendek.Untuk nyeri yang berkaitan dengan proses
radang,umunya diperlukan pengobatan dalam waktu tertentu. Penilaian
yang seksama terhadap pereda nyeri perlu dilakukan agar dapat ditentukan
pilihan jenis obat yang paling tepat.
Pemakaian obat NSAID (Non steroid anti infamantory Drug )
sebaiknya dihindari pada wanita hamil. Obat-obat tersebut menghambat
sintesis prostaglandin dan ketika diberikan pada wanita hamil dapat
menyebabkan penutupan ductus arteriousus, gangguan pembentukan ginjal
janin, menghambat agregasi trombosit dan tertundanya persalinan dan
kelahiran. Pengobatan NSAID selama trimester akhir kehamilan diberikan
sesuai dengan indikasi. Selama beberapa hari sebelum hari perkiraan lahir,
obat-obat ini sebaiknya dihindari. Yang termasuk golongan ini adalah
diklofenac, diffunisal, ibuprofen, indomethasin, ketoprofen, ketorolac,

14
asam mefenamat, nabumeton, naproxen, phenylbutazon, piroksikam,
sodium salisilat, sulindac, tenoksikam, asam tioprofenic mempunyai
mekanisme lazim untuk menghambat sintesa prostaglandin yang terlibat
dalam induksi proses melahirkan, NSAID dapat memperpanjang masa
kehamilan.

II.3.3 Pengertian Obat Antipiretik


Antipiretik adalah obat-obat atau zat-zat yang dapat menurunkan
suhu badan pada keadaan demam. Obat antipiretik adalah obat yang dapat
menurunkan suhu tubuh yang tinggi atau hanya menurunkan temperatur
tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal. Pada umumnya
demam adalah suatu gejala dan bukan merupakan suatu penyakit tersendiri.
Oleh sebab itu pembahasan antipiretik secara khusus jarang ada, pada
umumnya pembahasannya antipiretik ada pada pembahasan obat anti nyeri
(analgetika). Sebagai nantipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan
suhu badan hanya dalam keadaan demam. Ini berkaitan dengan hipotesis
bahwa COX yang ada disentral otak terutama COX-3 dimana hanya
parasetamol dan obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan
antiruematik lainnya tidak dibenarkan untukdigunakan sebagai antipiretik
atas alasan tersebut.
A. Mekanisme kerja obat antipiretik
Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di
hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen
endogen).
B. Macam-macam obat antipiretik
Contoh obat antipiretik : parasetamol, panadol, paracetol,paraco,
praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal
atau asam salisilat,salisilamida.
. C. Kontra indikasi pada obat antipiretik
Pada obat antipiretik dimana pada segala penyakit yang
menghasilkan gejala demam. Sejumlah pedoman menyatakan bahwa obat

15
antipiretik sebaiknya diberikan jika demam lebih dari 38,5oC. Demam
kurang dari 38,5oC. Sebaiknya jangan cepat-cepat diberi obat, selain dapat
menurunkan demam, sebagian besar obat-obat antipiretik tersebut juga
memiliki khasiat mengurangi nyeri.
E. Efek samping dari obat Antipiretik
a. Gangguan saluran pencernaan
Selain menimbulkan demam dan nyeri ternyata
prostaglandin berperan melindungi saluran cerna. Senyawa ini dapat
menghambat pengeluaran asam lambung dan mengeluarkan cairan
(mukus) sehingga mengakibatkan dinding saluran cerna rentan
terluka, karena sifat asam lambung yang bisa merusak.
c. Reaksi obat
Penggunaan obat aspirin dapat menimbulkan reaksi
alergi. Reaksi dapat berupa asma bronkial hingga mengakibatkan
syok.

II.4 Obat Analgesik Antipiretik serta obat NSAID


Berikut contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia saat ini:
1. Aspirin
Deskripsi: Aspirin menghambat pengaruh dan biosintesa dari pada zat-zat
yang menimbulkan rasa nyeri dan demam (prostaglandin). Daya kerja
antipiretik dan analgetik dari pada Aspirin diperkuat oleh pengaruh
langsung terhadap susunan saraf pusat.
Farmakokinetika Aspirin
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin
mempunyai pKa 3,5. Sodium salisilat dan aspirin adalah obat antiinflamasi
yang sama efektifnya , walaupun aspirin mungkin lebih efektif sebagai
analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh lambung dan usus kecil
bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate dalam 1-2 j1m.
Aspirin diserap dalam cara yang sama dan dihidrolisis cepat menjadi acetic
acid dan salicylate oleh esterase-esterase dalam jaringan dan darah.

16
Indikasi : untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit keala dan pusing,
sakit gigi dan nyeri otot serta menurunkan demam.
Kontra indikasi : Penderita tukak lambung dan peka terhadap derivat asam
salisilat, penderita asma, dan alergi. Penderita yang pernahatau sering
mengalami pendarahan bawah kulit, penderita yang sedang terapi dengan
antikoagulan, penderita hemofolia dan trombositopenia
Farmakodinamika
a. Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif kedua
isoform COX , tetapi salicylate jauh lebih kurang efektif dalam
menghambat kedua isoform. Salicylate yang tidak di asetilasi mungkin
bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari catatan
diketahui bahwa berbeda dari kebanyakan AINS lainnya, aspirin
menghambat COX secara irreversible, dan bahkan dosis rendah bisa
efektif dalam keadaan tertentu, misalnya penghambatan agregasi
platelet.
b. Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri
dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer
melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga menghambat
rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.
c. Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat,
sedangkan suhu badan normal hanya terpengaruh sedidkit. Efek
antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh hambatan kedua COX
dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag
selama episode inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan
meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh
darah permukaan (superfisial) dan disertai keluarnya keringat yang
banyak.

Dosis

17
Dosis analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara
umum dipergunakan adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral. Dosis yang
lebih besar mungkin memprpanjang efek. Dosisi biasa tersebut bisa di ulang
setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam sekali. Dosisi
untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk
anak-anak 50-75 mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro
12 jam. Biasanya dosi terbagi 3 kali/hari, sesudah makan

2. Neuralgin
Indikasi:
Meringankan rasa nyeri pada sakit kepala, sakit kepala pada migrain, nyeri
otot, sakit gigi dan nyeri haid.
Kontra Indikasi:
Hipersensitif terhadap paracetamol atau ibuprofen dan anti-inflamasi non
steroid (AINS) lainnya serta caffeine.penderita dengan ulkus peptikum
(tukak lambung dan usus 12jari) yang berat dan aktif. Penderita dimana bila
menggunakan acetosal atau obat-obat anti-inflamasi non-steroid lainnya
akan timbul gejala asma, rinitis(selesma) atau urtikana. Wanita pada
kehamilan tiga bulan terakhir.
Cara Kerja Obat:
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan ibuprofen merupakan
obat analgetik, antipiretik dan anti-inflamasi non-steroid (AINS) yang
memiliki efek analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik
(menurunkan demam), dan anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).
Efek Samping:

18
Yang paling sering adalah gangguan saluran cerna seperti mual, muntah,
nyeri ulu hati, kemerahan pada kulit, trobositopenia, limfopenia, dll. Dapat
terjadi reaksi hipersensitivitas, terutama pada penderita dengan riwayat
asma, atau reaksi alergi lain terhadap golongan anti-inflamasi nonsteroid
(AINS). Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menimbulkan
krusakan fungsi hati. Penggunaan pada penderita yang mengkonsumsi
alkohol dapat meningkatkan risiko kerusakan fungsi hati. Penurunan
ketajaman penglihatan dan kesulitan membedakan warna dapat terjadi,
tetapi sangat jarang dan akan sembuh bila penggunaan dihentikan.

3. Paracetamol/acetaminophen
Merupakan derivat para amino fenol. Di Indonesia penggunaan
parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah menggantikan
penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya tidak
digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika
dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak
menolong. Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang
berfungsi meningkatkan efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya.
Indikasi: Nyeri ringan sampai sedang termasuk dysmenorrhea, sakit kepala;
pereda nyeri pada osteoarthritis dan lesi jaringan lunak; demam termasuk
demam setelah imunisasi; serangan migren akut, tension headache
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitif terhadap
paracetamol
Perhatian : Gangguan hati; gangguan ginjal; ketergantungan alkohol
4. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan
banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang
tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibuprofen tidak
dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui.

19
Indikasi: analgesic dan anti inflamasai rheumatoid
Kontra indikasi : asma, tukak lambung, wanita hamil, hiersensivitas.
Efek : mual, muntah, diare, kostipasi, nyeri dan rasa panas di epigastrum
Dosis :
Oral: Dewasa : 1200 1800 mg/ hr Dibagi 3 4 (maks 2.40)mg/hr
Anak > 30 Kg BB : 20 mg/ kg BB/ hr
Anak < 30 kg BB : maks 500 mg/ hr
PO : Berikan segera sesudah makan

5. Asam mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat
sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat
antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna
sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa
lambung.
Indikasi : Sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot tulang , nyeri karena luka,
nyeri
setelah operasi, nyeri setelah melahirkan, dismenore, nyeri
reumatik,
nyeri tulang belakang, demam.
kontra indikasi : Ulserasi sampai inflamasi saluran cerna, peny. ginjal atau
hati,
hipersensitif, tukak lambung.
Efek samping : Mual, muntah, diare, iritasi lambung, pusing-using dan
gangguan penglihatan.
6. Tramadol
Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan

20
tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah
hingga parah yang memerlukan waktu yang lama. Minumlah tramadol
sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih besar atau
lebih lama dari yang diresepkan dokter. Jangan minum tramadol lebih dari
300 mg sehari.
Indikasi : Pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca op.
Ketergantungan obat dan opium, sensitif terhadap tramadol atau opiat,
mendapat terapi MAOI, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotik,
analgesik, atau obat yang mempengaruhi system syaraf pusat dan yang
lainya.
Kontra indikasi : tidak dianjurkan pada wanita hami dan menyusui.
Efek samping : pusing, sedasi, lelah, sakit kepala pruritus, berkeringat,
kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dyspepsia, obstipas
Dosis : Dewasa & anak > 16 thn 50 mg dosis tunggal, dapat ditingkatkan
50 mg ssdh selang waktu 4-6 jam. Maks : 400 mg /hr. Diberikan bersama
atau tanpa makanan.
7. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat
ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk
pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding
dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena
obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk
anak yang mengidap Sindrom Reye.
8. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik
narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan
injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit
yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah
dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk
mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan
hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika. Fentanyl

21
bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit.
Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem
syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan
ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai
dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara
mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu
dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu
sebelum pengobatan dihentikan.
9. Naproxen
Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid. Naproxen
bekerja dengan cara menurunkan hormon yang menyebabkan
pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh.

22
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Obat yang ada saat ini masih jauh dari ideal. Tidak ada obat yang memenuhi
semua kriteria obat ideal, tidak ada obat yang aman, semua obat menimbulkan
efek samping, respon terhadap obat sulit diprediksi dan mungkin berubah sesuai
dengan hasil interaksi obat, dan banyak obat yang mahal, tidak stabil, dan sulit
diberikan. Karena banyak obat tidak ideal, semua anggota tim kesehatan harus
berlatih care untuk meningkatkan efek terapeutik dan meminimalkan
kemungkinan bahaya yang ditimbulkan obat.
Sebagai salah satu dari tim kesehatan, seyogyanya harus paham betul akan
pemanfaatan obat yang bertujuan memberikan manfaat maksimal dengan tujuan
minimal. Dan berikut ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam pengobatan :
- Mengkaji kondisi pasien
- Mengobservasi kerja obat dan efek samping obat.
- Memberikan pengetahuan tentang indikasi obat dan cara penggunaannya.

III.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan yaitu :
- Untuk obat analgesik-antipiretik , dianjurkan jangan terlalu mengkonsumsi
obat ini secara berlebihan dikarenakan dapat menyebabkan ketergantungan
bagi pemakainya.
- Dan untuk obat anti inflamasi pengguna juga di harapkan tidak terlalu
berlebihan atau ketergantungan karena mekanisme kerja obat ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan kerja enzim.

Daftar Pustaka

23
Berman, Audrey., dkk., 2009, Buku Ajar Praktis Keperawatan Klinis, EGC, Jakarta.
Ganiswara., Silistia.G., 1995, Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology), Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I, Jakarta.
Katzung. G., Bertram., 2002 Farmakologi Dasar dan Klinik EdisiVIII Bagian ke II,
Salemba Medika, Jakarta
Schmitz, Gery, dkk., 2008, Farmakologi dan Toksikologi, EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fak. Kedokteran UNSRI, 2008, Kumpulan
Kuliah Farmakologi, EGC, Jakarta.

Hasil Diskusi

24
1. Bagaimana mekanisme kerja aspirin sehingga menyebabkan anemia pada ibu
hamil? ( Fitria Sofyani ,kelompok 3)
Jawaban :
Menurut (Tjay & Rahardja, 2013) dalam buku Obat-Obat Penting. Aspirin
pada dosis rendah 80 mg bertindak sebagai anti platelet, ketika di gunakan
dalam dosis rendah menyebabkan turunnya kadar trombosit normal yaitu
150.000/mm3 menjadi 20.000/mm3 kadar trombosit yang rendah dapat
menyebabkan mudahnya terjadi pendarahan. Sehingga dengan kadar
trombosit yang rendah maka darah akan sulit membeku. Sehingga pendarahan
akan terus terjadi, akibatnya terjadi penurunan Hemoglobin (HB) yang
mengakibatkan kurangnya suplai oksigen ke otak yang berdampak terjadinya
gejala anemia pada wanita hamil.
2. Obat analgesik apa yang aman di gunakan untuk ibu hamil dan berikan
alasannya! ( Siti Radiyah, Kel.2)
Jawaban :
Obat yang aman di gunakan ibu hamil sebagai analgesic dan antipiretik adalah
parasetamol sebab obat ini memiliki mekanisme kerja dengan menghambat
prostaglandin secara lemah. Obat ini tidak melalui penghambatan enzim cox-1
dan cox-2 sehingga aman bagi pencernaan, selain itu parasetamol juga aman
di gunakan pada trisemester awal. Tidak di sarankan menggunakan obat
golongan NSAID karena beresiko bagi janin pada kehamilan tua.
3. Bagaimana mekanisme terjadinya kerusakan ginjal disebabkan penggunaan
analgesic! ( Ade Abiyyatun Mahdiyah , kelompok 5)
Jawaban :
Terjadinya kerusakan ginjal pada penggunaan analgesic, disebabkan oleh efek
samping dari analgesic yang menyebabkan adanya penurunan aliran darah ke
ginjal akibat penghambatan produksi prostaglandin, sehingga terjadi retensi
Na+, dimana dengan terjadinya retensi Na+ maka terjadi akumulasi
(penumpukkan) sehingga ginjal bekerja lebih keras akibat peningkatan
volume cairan oleh ion Na+.
4. Apakah aman wanita menstruasi mengkonsumsi analgesic? ( Eoudia Tambing,
kelompok 7)

25
Jawaban :
Analgesik aman digunakan wanita menstruasi , tergantung pada golongannya,
tidak disarankan menggunakan golongan NSAID sebab dapat meningkatkan
resiko gangguan pencernaan.
5. Kenapa parasetamol tidak cocok di gunakan pada pasien yang menderita
gangguan hati? ( Gratia Cahyani Posundu, kelompok 4)
Jawaban :
Pada kondisi orang yang mengalami gangguan hati fungsi kerja hati sebagai
pemetabolisme dan pendetoksifikasi kurang maksimal akibatnya hasil
metabolit parasetamol berupa NAPQI ( N-asetil-p-benzoquinoneimine) yang
merupakan hasil metabolit hati yang lain yang bersifat karsinogen (racun)
tidak sepenuhnya terdetoksifikasi pada akhirnya mengakibatkan
terakumulasinya NAPQI dan menyebabkan keracunan hati.
6. Bagaimana mekanisme opioid dalam menghilangkan rasa nyeri pada
penderita kanker? ( Magfirani Faroh Fauzia, Kelompok 1)
Jawaban :
Rasa nyeri yang di rasakan penderita kanker adalah rasa nyeri yang hebat,
sehingga dibutuhkan antinyeri (analgesic) yang lebih kuat dari golongan
NSAID dalam hal ini golongan opioid, obat yang termasuk golongan
analgesic opioid bekerja dengan mendudukui reseptor yang belum diduduki
oleh endorphin. Efek yang ditimbulkan dari kedudukan reseptor ini berupa
perasaan senang dan penurunan bahkan hilangnya rasa nyeri.

26

Anda mungkin juga menyukai