Anda di halaman 1dari 18

1

PAPER NEUROLOGI

HERNIA NUKLEUS PULPOSUS


Oleh:
THELAZIA CALCARINA GURKY (120100335)

Pembimbing:
dr. Alfansuri Kadri, MKed (Neu), Sp.S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2016
2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul Hernia Nukleus Pulposus
dapat disusun dan diselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih saya ucapkan kepada dr. Alfansuri Kadri, MKed (Neu), Sp.S,
selaku pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian
paper ini. Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan dalam
penulisan paper selanjutnya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga
karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, 29 Agustus 2016

Penulis
3

DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ....... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 4
1.2 Latar Belakang ............................................................................... 4
1.2 Tujuan ............................................................................................ 4
1.3 Manfaat .......................................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Definisi ........................................................................................... 6
2.2 Epidemiologi .................................................................................. 6
2.3 Etiologi ........................................................................................... 6
2.4 Patofisiologi ................................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................... 7
2.6 Klasifikasi....................................................................................... 8
2.7 Diagnosis......................................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan ............................................................................. 11
2.9 Komplikasi...................................................................................... 13
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
4

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Seiring dengan perubahan teknologi dan peradaban, pekerjaan adalah kata


yang tak asing lagi didengar. Pekerjaan sudah merupakan suatu aktivitas yang lazim
dilakukan sehari-hari oleh manusia bahkan untuk melewatkan waktu luang (American
Heritage, 2011). Pekerjaan ternyata dibagi lagi menjadi kerja ringan, sedang dan berat
(Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2015). Tentu saja, dari masingmasing tingkat
pekerjaan itu, hampir tidak ada pekerjaan yang menutup kemungkinan seseorang
untuk terkena penyakit atau kecelakaan yang diakibatkan oleh pekerjaan. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh risiko pekerjaan, posisi yang tidak ergonomis, dan
ketidakpengetahuan akan risiko tersebut. Selain dapat mengurangi keefektifan kerja,
kecelakaan atau penyakit tersebut juga dapat menurunkan kesehatan dan
kesejahteraan sosial. Salah satu keluhan yang sering diakibatkan oleh pekerjaan
adalah nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang sedang terjadi maupun kerusakan
jaringan yang bersifat potensial (Merskey, 2012). Nyeri dapat dirasakan pada hampir
seluruh daerah tubuh. Nyeri yang paling sering dikeluhkan oleh karena pekerjaan
adalah nyeri punggung bawah.

Gejala klinis dari HNP berupa nyeri pinggang yang menjalar sampai daerah
tungkai bawah atau bahkan sampai ujung jari kaki. Selain itu, HNP juga ditandai
dengan nyeri yang hebat ketika pasien mengejan, batuk, atau bersin. Dengan adanya
nyeri tersebut, maka akan timbul spasme otot di sekitar vertebra dan keterbatasan
gerak pada vertebra lumbal (fleksi, ekstensi, laterofleksi) (Lumbantobing, 2008).
Tentu saja hal ini akan mengganggu pekerjaan sehingga pekerjaan menjadi tidak
efektif, bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari dan waktu istirahat. Salah satu
faktor risiko terjadinya HNP adalah beratnya pekerjaan. Beratnya pekerjaan akan
5

memengaruhi kejadian nyeri punggung, dimana semakin tinggi tingkat kebutuhan


aktivitas, maka semakin tinggi pula kemungkinan terjadinya nyeri punggung (Delitto,
2012). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widhiana pada tahun
2002, yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara kejadian HNP dengan tingkat
pekerjaan. HNP yang terjadi dilaporkan tertinggi pada pekerja kasar, yaitu sebesar
43,6 %, diikuti oleh pekerja kantor sebesar 30,8% dan pekerja rumah tangga sebesar
25,6%.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori
mengenai frozen shoulder dimulai dari pembahasan definisi, etiologi, diagnosis,
penatalaksanaan dan komplikasinya. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di
Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun
pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami tentang berbagai penyakit
neurologi yang umum terjadi, dan mampu melaksanakan diagnosis dan pengobatan
yang tepat terhadap penyakit-penyakit tersebut sesuai dengan standar kompetensi
dokter Indonesia.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan sebagian
atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus intervertebralis,
yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau radiks saraf melalui
anulus fibrosus yang robek (Dorland, 2007).

2.2 Epidemiologi

Prevalensi hernia nukleus pulposus berkisar antara 1-2% dari populasi.


Kejadian hernia nukleus pulposus paling sering (90%) mengenai diskus
intervertebralis L5-S1 dan L4-L5, kemudian daerah servikalis (C6-C7 dan C5-C6)
dan paling jarang terkena di daerah torakalis (Mahadewa & Maliawan, 2009).
Prevalensi tertinggi terjadi antara umur 30-50 tahun, dengan rasio pria dua kali lebih
besar daripada wanita. Pada usia 25-55 tahun, sekitar 95% kejadian HNP terjadi di
daerah lumbal. HNP di atas daerah tersebut lebih sering terjadi pada usia di atas 55
tahun (Jordon, 2009).

2.3 Etiologi

Herniasi dapat terjadi pada usia muda dan usia tua. Pada usia muda umumnya
disebabkan oleh trauma atau gravitasi dan kolumna vertebra yang mendapat beban
berat sehingga menyebabkan penonjolan diskus intervertebra. Pada usia tua
disebabkan proses degenerasi diskus intervertebra yang dimulai dengan kekakuan
diskus, kemudian diikuti kehilangan elastisitas nukleus pulposus dan degenerasi
tulang rawan sendi (Ekayuda, 2005). Penyebab HNP biasanya didahului dengan
perubahan degeneratif yang terjadi oleh karena proses penuaan dan kebanyakan oleh
karena adanya suatu trauma yang berulang mengenai diskus intervetebralis sehingga
menimbulkan sobeknya anulus fibrosus. Pada kebanyakan pasien gejala trauma
7

bersifat singkat dan gejala ini disebabkan oleh cedera diskus yang tidak terlihat
selama beberapa bulan atau tahun (Helmi, 2012).

2.4 Patofisiologi

Sebagian besar HNP terjadi di daerah lumbal antara ruang lumbal IV ke V (L4
ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama (L5 ke S1). Herniasi diskus antara L5 ke
S1 menekan ke akar saraf S1, sedangkan herniasi diskus antara L4 dan L5 menekan
akar saraf L5 (Price, 2013). Herniasi diskus servikalis biasanya mengenai satu dari
tiga akar servikalis bawah yang berpotensi menimbulkan kelainan serius, dan dapat
terjadi kompresi medula spinalis, bergantung pada arah penonjolan. Herniasi lateral
diskus servikalis biasanya menekan akar di bawah ketinggian diskus, misalnya pada
diskus C5 ke C6 menekan akar saraf C6, dan diskus C6 ke C7 mengenai akar C7
(Brunicardi, 2015). Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari
90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia) dan jumlah kolagen bertambah
menjadi lebih kasar serta mengalami hialinisasi. Mukopolisakarida juga berkurang
bersama dengan rasio jumlah karatan sulfat yang dibandingkan dengan kondroitin
sulfat yang meningkat. Ukuran molekular proteoglikan menjadi lebih kecil dan lebih
dapat menempel pada serabut kolagen. Elastisitas, viskositas, dan kapasitas untuk
berikatan dengan air pada proteoglikan berkurang serta berperan menyebabkan HNP
yang disertai penekanan akar saraf spinalis (Brunicardi, 2015; Price, 2013).

2.5 Manifestasi Klinis

Hernia nukleus pulposus umumnya terjadi di daerah lumbosakral, paling


sering terjadi di antara L4 dan L5 atau L5 dan S1, sedangkan pada bagian servikal
umumnya terjadi pada C5 dan C6 (Gilroy, 1982). Pasien hernia nukleus pulposus
biasanya mempunyai riwayat cedera dan keluhan nyeri yang menjalar dari punggung
bawah, betis, tumit, dan telapak kaki, sedangkan pada kasus yang parah, sering
8

dikeluhkan kebas-kebas dan lemah. Pada ruptur diskus yang melibatkan akar saraf
L4, L5 atau S1 akan menunjukkan Lasegue sign positif (Autio, 2006). Herniasi pada
garis tengah servikal menghasilkan tekanan pada medula spinalis yang menyebabkan
paraparesis spastik progresif dan urgensi miksi (Gilroy, 1982).

2.6 Klasifikasi

Hernia nukleus pulposus paling sering terjadi pada daerah sambungan bagian
yang bergerak (mobile) dengan bagian yang relatif tidak bergerak (immobile),
misalnya junctura cervicothoracalis dan junctura lumbosacralis (Snell, 2002).
Klasifikasi hernia nukleus pulposus, yaitu : 1. Diskus servikal Diskus yang sering
terjadi herniasi adalah vertebra servikalis kelima, keenam, dan ketujuh (C5, C6, C7)
(Snell, 2002). Hernia diskus servikal terjadi di leher, belakang kranium, bahu,
skapula, lengan, dan tangan (Brunicardi, 2015). 2. Diskus torakal Herniasi diskus
biasanya terjadi pada spina torakalis bawah dan cenderung menghasilkan defisit
neurologis. Lesi diduga berdasarkan riwayat trauma pada tulang torakalis. Diagnosa
dapat dilakukan dengan menggunakan Xray dan ditemukan penyempitan di sela
vertebra (Brunicardi, 2015).

3. Diskus lumbal

Herniasi diskus lumbalis lebih sering terjadi dibandingkan dengan herniasi


pada diskus lainnya dan biasanya terjadi pada diskus L4 dan L5 (Snell, 2002).
Herniasi diskus lumbal terjadi di bagian punggung bawah, paling sering pada vertebra
L4, L5 dan S1 serta biasanya unilateral. Gejala yang timbul bisa melibatkan
punggung bawah, bokong, paha, dan bisa menjalar ke kaki dan/atau jari-jari kaki
karena melibatkan nervus skiatik. Nervus femoral juga bisa terkena dan menyebabkan
kebas pada satu atau kedua kaki serta rasa terbakar di pinggang dan kaki (Brunicardi,
2015).
9

Menurut gradasinya, hernia ini dapat dibagi atas (Ekayuda, 2005) : 1.


Protruded intervertebral disc Nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa kerusakan
anulus fibrosus. 2. Prolapsed intervertebral disc Nukleus berpindah, tetapi masih
dalam lingkaran anulus fibrosus. 3. Extruded intervertebral disc Nukleus keluar dan
anulus fibrosus berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior. 4. Sequestrated
intervertebral disc Nukleus telah menembus ligamentum longitudinal posterior.

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Pada umumnya, diagnosis hernia nukleus pulposus didasarkan pada :


Anamnesis Anamnesis HNP dapat berupa letak atau lokasi nyeri, penyebaran nyeri,
sifat nyeri, pengaruh aktivitas atau posisi tubuh terhadap nyeri, riwayat trauma,
proses terjadinya nyeri dan perkembangannya, obat-obat analgetika yang pernah
diminum, kemungkinan adanya proses keganasan, riwayat menstruasi, kondisi
mental/emosional (Harsono, 2009).

2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada inspeksi antara lain: Observasi apakah
ada hambatan pada leher, bahu, punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak.
Adakah gerakan yang tidak wajar atau terbatas ketika penderita menanggalkan atau
mengenakan pakaian. Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar maupun
berbaring, dan bangun dari berbaring. Perlu dicari kemungkinan adanya atropi otot,
fasikulasi, pembengkakan dan perubahan warna kulit (Harsono, 2009).

b. Palpasi
10

Palpasi dimulai dari daerah yang paling ringan rasa nyerinya, kemudian ke
arah yang terasa paling nyeri dan ingatlah struktur apa yang diperiksa. Ketika meraba
kolumna vertebralis, seyogyanya dicari kemungkinan adanya deviasi ke lateral atau
antero-posterior (Harsono, 2009). Nyeri dapat bertambah dengan pemberian tekanan
pada kepala (tes kompresi servikal) dan berkurang dengan traksi (tes distraksi
servikal). Dengan adanya tes kompresi dan distraksi dapat membantu menyingkirkan
nyeri pada diskus dan nyeri karena penyebab lain (Reed, 2005).

3. Pemeriksaan neurologis

Pada posisi terlentang, dilakukan tes provokasi sebagai berikut (Mahadewa &
Maliawan, 2009; Gregory, 2008): a. Tes untuk meregangkan saraf iskhiadikus. Tes
Laseque (straight leg raising = SLR) Fleksikan tungkai yang sakit dalam posisi lutut
ekstensi. Tes normal apabila tungkai dapat difleksikan hingga 80-90%, dan positif
apabila tungkai timbul rasa nyeri di sepanjang perjalanan saraf iskhiadikus sebelum
tungkai mencapai kecuraman 70%. Tes ini meregangkan saraf spinal L5 dan S1,
sedangkan yang lain kurang diregangkan. Tes Laseque menyilang/crossed straight leg
raising test (Test OConell). Tes positif apabila timbul nyeri radikuler pada tungkai
yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk menimbulkan nyeri radikuler
dari tungkai yang sakit). Tes untuk menaikkan tekanan intratekal, tes Naffziger
Dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit atau dengan melakukan
kompresi pada ikatan sfigmomanometer selama 10 menit tekanan sebesar 40mmHg
sampai pasien merasakan penuh di kepala. Dengan penekanan tersebut
mengakibatkan tekanan intrakanial meningkat yang akan diteruskan ke ruang
intratekal sehingga akan memprovokasi nyeri radikuler bila ada HNP. Tes Valsava
Dalam sikap berbaring atau duduk, pasien disuruh mengejan. Nyeri akan bangkit di
tempat lesi yang menekan radiks spinalis daerah lumbal.
11

4. Pemeriksaan penunjang

a. Foto polos Dapat ditemukan berkurangnya tinggi diskus intervertebralis pada HNP
fase lanjut, sehingga ruang antar vertebralis tampak menyempit (Mahadewa &
Maliawan, 2009). Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan
patologis seperti proses metastasis dan fraktur kompresi (Highsmith, 2014)

b. Kaudiografi, Mielografi, CT (Computerized Tomography) Pada pemeriksaan


kaudio/mielografi adalah pemeriksaan invasif yang hanya dikerjakan dengan indikasi
ketat dan tidak dikerjakan secara rutin (Mahadewa & Maliawan, 2009). CT scan
mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut struktur tulang yang terkena
(Williams, 2009).

c. Diskografi Dilakukan dengan penyuntikan pada diskus dengan media kontras yang
larut dalam air, namun pemeriksaan ini dapat menimbulkan infeksi pada ruang diskus
intervertebralis, terjadinya herniasi diskus, dan bahaya radiasi. Biaya relatif mahal
dan hasilnya tidak lebih unggul dari pemeriksaan MRI sehingga jarang digunakan
(Mahadewa & Maliawan, 2009).

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan standard baku emas untuk
HNP (Mahadewa & Maliawan, 2009).

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hernia nukleus pulposus adalah sebagai berikut:

Konservatif Mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi fisik, dan


melindungi serta meningkatkan fungsi tulang belakang adalah tujuan terapi
konservatif. Sebagian besar (90%) pasien HNP akan membaik dalam waktu enam
minggu dengan atau tanpa terapi, dan hanya sebagian kecil saja yang memerlukan
tindakan bedah (Mahadewa & Maliawan, 2009).
12

a. Tirah baring Tirah baring merupakan cara paling umum dilakukan yang berguna
mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan intradiskal, serta direkomendasikan
selama 2 sampai 4 hari. Pasien dapat kembali ke aktivitas normal secara bertahap, dan
pada umumnya pasien tidak memerlukan istirahat total (Mahadewa & Maliawan,
2009).

b. Terapi farmaka (Mahadewa & Maliawan, 2009) Analgetik dan NSAID (Non
Steroid Anti Inflamation Drug) Tujuan diberikan obat ini adalah untuk mengurangi
nyeri dan inflamasi. Kortikosteroid oral Kortikosteroid oral dipakai pada kasus
HNP berat untuk mengurangi inflamasi, tetapi pemakaiannya masih kontroversial.
Analgetik ajuvan Dipakai pada penderita HNP kronis. Suntikan pada titik picu
Caranya adalah dengan menyuntikan campuran anastesi lokal dan kortikosteroid ke
dalam jaringan lunak/otot pada daerah sekitar tulang punggung.

c. Terapi fisik (Mahadewa & Maliawan, 2009) Traksi pelvis Dengan memberikan
beban tarikan tertentu di sepanjang sumbu panjang kolumna vertebralis. Ultra
Sound Wave (USW) diaterni, kompres panas/ dingin Tujuannya adalah mengurangi
nyeri dengan mengurangi peradangan dan spasme otot. Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation (TENS) Dilakukan dengan memakai alat yang dijalankan dengan
baterai kecil yang dipasang pada kulit untuk memberi rangsangan listrik terus-
menerus lewat elektroda. Diharapkan terjadi aliran stimulasi yang melawan (counter
stimulation) terhadap susunan saraf sehingga mengurangi persepsi nyeri. Korset
lumbal dan penopang lumbal lain Pemakaian kedua alat ini tidak mengurangi nyeri
dengan HNP akut, tetapi bermanfaat untuk mencegah timbulnya HNP dan
mengurangi nyeri pada HNP kronis. Latihan dan modifikasi gaya hidup
Menurunkan berat badan yang berlebihan karena dapat memperberat tekanan.
Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stress secepat mungkin.
Endurance exercise dimulai pada minggu kedua setelah awitan dan conditioning
exercise yang bertujuan memperkuat otot dimulai sesudah 2 minggu. Bedah Terapi
13

bedah dipertimbangkan ketika terapi konservatif selama sebulan tidak ada kemajuan,
iskhialgia yang berat/menetap, adanya gangguan miksi/defekasi dan seksual, serta
adanya paresis otot tungkai bawah (Mahadewa & Maliawan, 2009). Pasien hernia
diskus intervertebralis dengan penanganan bedah menunjukkan perbaikan yang lebih
besar dari segi nyeri, fungsi, kepuasan dan kesembuhan yang dinilai pasien
dibandingkan dengan pasien dengan penanganan non-bedah (Williams, 2009), tetapi
tidak dapat mengembalikan kekuatan otot (Mahadewa & Maliawan, 2009).
Microdiscectomy adalah gold-standard penanganan bedah pada HNP.

a. Microdiscectomy Microdiscectomy adalah pembedahan pada diskus yang terkena


yang telah dikonfirmasi dengan radiografi.

b. Open Discectomy Open disectomy mempunyai prosedur yang sama dengan


microdiscectomy.

c. Minimal access/ Minimally Invasive Discectomy Discectomy dilakukan melalui


sebuah insisi yang sangat kecil pada gangguan dari jaringan di dekatnya. Hal ini
sering dilakukan pada pasien rawat jalan atau rawat inap 23 jam (Williams, 2009).

2.9 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dari HNP adalah nyeri punggung untuk jangka
waktu yang lama, kehilangan sensasi di tungkai yang diikuti penurunan fungsi
kandung kemih dan usus (Sastrodiwirjo, 2000). Selain itu, kerusakan permanen pada
akar saraf dan medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis
yang menekan medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan
mielopati dengan spastik paraplegia atau kuadriplegia (Way, 2003).
14

BAB 3

KESIMPULAN

Hernia nukleus pulposus adalah keadaan dimana terjadi penonjolan sebagian


atau seluruh bagian dari nukleus pulposus atau anulus fibrosus diskus intervertebralis,
yang kemudian dapat menekan ke arah kanalis spinalis atau radiks saraf melalui
anulus fibrosus yang robek. Selain itu, kerusakan permanen pada akar saraf dan
medula spinalis dapat terjadi bersamaan dengan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik. Hal ini dapat terjadi pada servikal stenosis dan spondilosis yang menekan
medulla spinalis dan pembuluh darah, sehingga dapat menimbulkan mielopati dengan
spastik paraplegia atau kuadriplegia
15

DAFTAR PUSTAKA
Delitto, A., et al., 2012. Low Back Pain Clinical Practice Guidelines Liked to the
International Classification of Functioning; Disability, and Health from the
Orthopaedic Section of the American Physical Therapy Association, J Orthop
Sports Phys Ther. 2012;42(4):A1-A57. Doi:10.2519/jospt.2012.0301.
Available from : http:aafp.org afp/2012/0215/p343.pdf. [Accessed : 15
Agustus 2016].

Dorland, W.A.N, 2007. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta : EGC, 992.

Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2015. Hal-hal yang Mempengaruhi Kebutuhan gizi:
Kategori Tingkat Aktivitas. Available from :
http://gizi.picsidev.com/index.php/home/hal_penting. [Accessed : 15 Agustus
2016].

Ekayuda,I. 2005. Neuroradiologi. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Balai


Penerbit FK UI, 337.

Gilroy, J., Holliday, P.L., 1982. Herniated Intervertebral Disk. Trauma. Basic
Neurology. New York : Macmillan Publishing Co., Inc., 302-305.

Gitelman,A., Hishmeh,S., Morelli, B.N., Joseph, S.A., Casden, A., Kuflik,P.,


Neuwrith,M., Stephen, M.,2008. Cauda Equina Syndrome : A Comprehensive
Review : American Journal Of Orthopedics, 37(11),

Gregory, D.S., et al., 2008. Acute Lumbar Disk Pain : Navigating Evaluation and
Treatment Choice, American Family Phycisian,1(1) 1-2. Harsono, 2009. Nyeri
Punggung Bawah. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press, 272-281.
16

Helmi, Z.N. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika,
226-331.

Highsmith, J.M., 2014. Exam and Test for a Herniated Disc, Vertical Health.
Available From http://www.spineuniverse.com/conditions/herniated-
disc/exams-testsherniated-disc. [Accessed: 17 Agustus 2016].

Highsmith, J.M., 2014. Images. Available from :


http://www.spineuniverse.com/conditions/herniated-disc/causes-herniated-disc
[Accessed : 25 Agustus 2016].

Johanning, E., 2000. Evaluation and Management of Occupational Low Back


Disorders. American Journal of Industrial Medicine, 37(1) : 97-111.

Jordan, J.,Konstantinou, K., ODowd, J., 2008. Herniated Lumbar Disc. BMJ
Publishing Group Ltd, 11(03) : 2-4.

Jordon, 2009. Available from :


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907819/. [Accessed : 24
Agustus 2016].

Kelsey, J.L., 2003. Demographic characteristics of persons with acute herniated


lumbar intervertebral disc. J Chron Disc, 28(1) : 37-50.

Kim et al.,2015. The Incidence and Risk Factors for Lumbar or Sciatic Scoliosis in
Lumbar Disk Herniation and the Outcomes after Percutaneus Endoscopic
Discectomy. Seoul University College of Medicine, 18(1) : 555-564.

Listiono,L.D.,1998. Hernia Nukleus Pulposus. Ilmu Bedah Saraf Edisi Ketiga. Jakarta
: PT Gramedia Pustaka Utama, 347-355.

Lumbantobing,S.M., 2008. Hernia Diskus Lumbal. Nyeri Kepala, Nyeri Punggung


Bawah, Nyeri Kuduk. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 35-38.
17

Mahadewa, T.G.B., Maliawan, S., 2009. Diagnosis dan Tatalaksana Hernia Nukleus
Pulposus Lumbal . Diagnosis & Tatalaksana Kegawat Daruratan Tulang
Belakang. Jakarta : CV. Sagung Seto. 62-87.

Merskey, H., Bogduk, N., 2012. IASP Taxonomy. International Association for the
Study of Pain. Available from: http://www.iasp-pain.org/Taxonomy. [Accessed
on: 15 Agustus 2016]

Naufal,R., 2013. Hubungan antara Intensitas Iskhialgia dengan Disabilitas Aktivitas


Sehari-Hari pada Pasien Hernia Nukleus Pulposus (HNP) di RS. Dr.
Moewardi Surakarta. Surakarta : Universitas Muhamadiyah Surakarta, 11-12.
NEJM, 2008. Lumbar Spinal Stenosis. Available from :
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp0708097 [Accessed: 18
Agustus 2016]

Pinzon,R.,2012. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Bawah Akibat Hernia Nukleus
Pulposus. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta, 39(10), 1-3. Price et al., 2002.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6 volume 2.
Jakarta : EGC, 1097-1098.

Reed, P., 2005. Displacement, Cervical Intervertebral Disc Without Myelopathy : The
Medical Disability Advisor : Workplace Guidelines for Disability Duration,
5(1) ; 2-5. Ropper, A.H., Brown, R.H.,2005. Pain in the Back, Neck and
Extremities.

Adam & Victors : Principles of Neurology eighth edition. United States of America :
Mc Graw-Hill, 174-185.

Sastroasmoro,S., Ismael, S., 2011. Perkiraan Besar Sampel. Dasar-Dasar Metodologi


Penelitian Klinis. Jakarta : CV. Sagung Seto, 360-361. Satyanegara, 2010.
Hernia Nukleus Pulposus. Ilmu Bedah Saraf edisi 4. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 431-435.
18

Sidharta, P.,1999. Nyeri Punggung Bawah. Neurologi Klinis Dasar Ed 4. Jakarta : PT


Dian Rakyat, 87-95.

Seidler et al., 2002. Occupational Risk Factors for Symptomatic Lumbar Disc
Herniation ; a case-control study. Occupational & Environmental Medicine,
60(11) : 821- 830.

Snell, R.S.,2003. Cedera Medulla Spinalis dan Otak. Pendahuluan dan Organisasi
Susunan Saraf. Neuroanatomi Klinik, Ed 7. Jakarta : EGC, 17.

Snell, R.S.,2003.Uraian Singkat Columna Vertebralis. Pendahuluan dan Organisasi


Susunan Saraf. Neuroanatomi Klinik, Ed 7. Jakarta : EGC, 137-141.

Sastrodiwirjo, S., 2000. Hernia Nukleus Pulposus. Kumpulan Neurologi. Jakarta :


Balai Penerbit FK UI. Surbakti,S. 2002. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan
Indonesia. Jakarta : CV. Nario Sari.

Way, L.W., Doherty, Q.M., 2003. Intervertebral Disk Disease. Neurosurgery &
Surgery of the Pituitary. Current Surgical Diagnosis & Treatement, Ed 11.
United States : The McGraw-Hill Companies, Inc., 953-958.

Williams, S.D., 2009. Lumbar Spine Surgery : A Guide to Preoperative and


Postoperative Patient Care. AANN Reference for Clinical Practice, 1(1); 10-
11

Anda mungkin juga menyukai