Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berbagai perubahan terjadi pada system musculoskeletal, meliputi
tulang keropos (osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon,
keterbatasan gerak, penipisan discus intervertebralis, dan kelemahan otot,
terjadi pada proses penuaan. Pada lansia, struktur kolagen kurang mampu
menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah yang
menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga
berkurang.Sementara itu, pembentukan tulang secara tidak langsung berati
bahwa tulang terbentuk dari tulang rawan. Proses penulangan dari tulang rawan
terjadi melalui dua cara, yaitu pusat osifikasi primer danosifikasi sekunder.
Pada osifikasi primer, osifikasi dari tulang terjadi melalui osifikasi
endokondral, sedangkan pada osifikasi sekunder terjadi dibawah
perikondrium/perikondrial (osifikasi periustium atau periosteal). Mesenkim
pada daera perifer berdiferensiasi dalam bentuk lembaran yang membentuk
periusteum, dimana esteoblas terbentuk didalamya.
Pada beberapa tahun pertama setelah lahir, palpasi ubun-ubun besar
dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai apakah penulangan
tengkorak berlangsung normal dan apakah tekanan di dalam normal. Femoral
anteversi pada saat lahir akan memiliki sudut sekitar 30 sampai 40.
Dikarenakan intrauterin biasanya hip eksternal rotasi positif, maka pada saat
pemeriksaan infan akan terlihat hip lebih eksternal rotasi. Jaringan lunak hip
eksternal rotasi yang kontraktur akan berkurang lebih dari 1 tahun pertama
kehidupan seorang anak selanjutnya meningkat menjadi internal rotasi
diharapkan femoral anteversi akan menjadi semakin terlihat. Ada penurunan
secara bertahap femoral anteversi dari 30 sampai 40 pada saat lahir kemudian
menjadi 10 sampai 15 pada adolesen awal dan puncak perbaikan terjadi
sebelum usia 8 tahun.
Gangguaan pada sistem musculoskeletal bisa terjadi bukan hanya ada
orang dewasa atau pada lansia namun bisa juga terjadi pada anak anak
bahkan pada bayi yang baru lahir misalnya CDH (Congenital Dislocation Of
the Hip), selain itu gangguan pada tulang belakang seperti Scoliosis juga bisa
diderita pada anak dan jika kondisi ini terus berlanjut maka akan
mengakibatkan immobilisasi pada penderita Penanganan pada pasien anak-
anak dengan gangguan sistem muskoluskeletal harus ditangani secara
komprehensip, berdasarkan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk melihat
lebih dalam terkait penanganan dengan pendekatan pada asuhan kemperawatan
secara komprehensif.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana gambaran secara umum tentang penyakit pada sistem
musculoskeletal !
2. Bagaimana konsep medis dan asuhan keperawatan pada gangguan sistem
musculoskeletal khususnya pada kasus CDH, Skoliosis!
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran secara umum tentang penyakit pada sistem
musculoskeletal.
2. Untuk mengetahui konsep medis dan asuhan keperawatan pada gangguan
sistem musculoskeletal khususnya pada kasus CDH, Skoliosis!
D. Manfaat penulisan
1. Dapat mengetahui gambaran secara umum tentang penyakit pada sistem
musculoskeletal.
2. Dapat mengetahui konsep medis dan asuhan keperawatan pada gangguan
sistem musculoskeletal khususnya pada kasus CDH, Skoliosis!
BAB II
KONSEP MEDIS
3. Klasifikasi
a. Sub luxsasi
Kaput femoris berada di acetabulum dan dapat mengalami dislokasi
partial saat dilakukan pemeriksaan
b. Dislocatable
Pinggul dapat dislokasi seluruhnya dengan manipulasi tetapi berada
pada lokasi normal pada saat bayi sedang istirahat
c. Dislocated
Pinggul berada dalam posisi dislokasi
d. Insiden
1) Dislokasi panggul congenital 1 : 1000 Kelahiran
2) Perempuan laki-laki: 7 : 1
3) Insiden meningkat pada kelahiran sungsang
4) Terjadi peningkatan pada saudara kandung anak yang terkena
5) Pinggul kiri lebih sering terkena dari pinggul kanan
6) Sering berhubungan dengan kondisi lain : spina bifidaInsiden
terdapat pada kelompok tertentu
4. Manifestasi kinik
a. Bayi
o Mungkin tanpa gejala nyata karena pergeseran femur pada bayi
minimal
o Lipatan gluteal asimetri
o Kaki yang terkena lebih pendek dari yang normal
o Adduksi pinggul terbatas pada sisi yang sakit
b. Anak Yang sudah Besar
o Gaya berjalan seperti bebek
o Condong ke sisi badan yang menahan beban
o Peningkatan lordosis lumbal saat berdiri
5. Patofisiologi
Dysplasia perkembangan pinggul (developmental dysplasia of the
hip, DDH),atau congenital dislocation of the hip, merupakan
ketidaknormalan perkembangan antara kaput femur dan asetabulum.
Pinggul merupakan suatu bonggol (kaput femur) dan mangkuk
(asetabulum) sendi yang memberikan gerakan dan stabilitas pinggul.
Terdapat tiga pola dalam CDH :
a. Dysplasia asetabular (perkembangan tidak normal )- keterlambatan
dalam perkembangan asetabulum sehingga lebih dangkal dari normal,
kaput femur tetap dalam asetabulum ;
b. Subluksasi dislokasi pinggul yang tidak normal ; kaput femur tidak
sepenuhnya keluar dari asetabulum dan dapat berdislokasi secara parsial
; dan
c. Dislokasi pinggul berada pada posisi dislokasi, dan kaput femur tidak
bersentuhan dengan asetabulum. DDH pada akhirnya dapat berkembang
menjadi reduksi permanen, dislokasi lengkap, atau dysplasia akibat
perubahan adaptif yang terjadi pada jaringan dan tulang yang
berdekatan.
6. Penangananya
Penanganan bervariasi sesuai keparahan manifestasi klinis, usia
anak, dan tingkat dysplasia. Jika dislokasi terkoreksi pada pada beberapa
hari pertama sampai beberapa minggu kehidupan, kesempatan untuk
berkembangnya pinggul normal akan lebih besar. Selama periode neonatal,
pengaturan posisi dan mempertahankan pinggul tetap fleksi dan abduksi
dapat dicapai dengan menggunakan alat bantu pengoreksi. Antara usia 6
dan 18 bulan, traksi digunakan diikuti dengan imobilisasi gips. Jika
jaringan lunak menghalangi dan menyulitkan penurunan dan
perkembangan sendi, dilakukan reduksi tertutup maupun terbuka
(bergantung pada apakah ada atau tidak kontraktur otot-otot adductor dan
kesalahan letak kaput femur yang terjadi) dan gips spika pinggul di pasang
7. Komplikasi
a. Displasia asetabular persisten
b. Dislokasi berulang
c. Nekrosis avaskular iatrogenic pada kaput femur
8. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG,pada
bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.
a. Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
b. Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
c. Pemeriksaan radiografi pelvis anteroposterior dan lauenstein lateral
didapatkan (kaji tingkat kesalahan letak atau dislokasi femur ; tidak
berguna pada bayi yang berusia kurang dari 1 bulan).
9. Insiden
1. CDH terjadi pada 1 atau 1,2 dari 100 kelahiran hidup
2. Di Amerika serikat, sekitar 38.900 sampai 46.000 bayi terkena setiap
tahun.
3. Rasio wanita/pria adalah 6 : 1
4. Insidens meningkat dengan adanya presentasi bokong.
5. Peningkatan insidens terbukti diantara saudara kandung anak yang
terinfeksi
6. Bila hanya 1 pinggul yang terkena, pinggul kiri lebih sering terkena
dari pada pinggul kanan
7. Sering ada hubungannya dengan ketidaknormalan muskuluskeletal
dan renal congenital lain.
8. Peningkatan insidens terlihat diantara kultur yang membedung bayi
terlalu rapat dan mengikat bayi pada papan ayunan selama bulan-bulan
awal kehidupan.
9. Ada hubungan antara CDH dan perkembangan arthritis pinggul
sekunder pada awal masa dewasa.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian musculoskeletal
1. Fungsi motorik kasar
a. Ukuran otot : adanya atrofi atau hipertrofi otot ; kesimetrisan massa otot
b. Tonus otot : spastisitas, kelemahan, rentang gerak terbatas
c. Kekuatan
d. Gerakan abnormal : tremor, distonia, atetosis
2. Fungsi motorik halus
a. Manipulasi mainan
b. Menggambar
3. Gaya berjalan : ayunan lengan dan kaki, gaya tumit jari
4. Pengendalian postur
a. Mempertahankan posisi tegak
b. Adanya ataksia
c. Bergoyang-goyang
5. Persendian
a. Rentang gerak
b. Kontraktur
c. Kemerahan, edema, nyeri
d. Tonjolan abnormal
6. Tulang belakang
a. Lengkung tulang belakang : skoliosis, kifosis
b. Adanya lesung pilonidal
7. Pinggul
a. Abduksi
b. Adduksi
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
3. Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
C. Intervensi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
Tujuan :Nyeri dapat berkurang atau hilang
Criteria hasil : Nyeri berkurang, Klien tampak tenang
a. Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui skala Nyeri
b. Atur posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah nyeri
c. Ajarkan tekhnik relaksasi
Rasional : Merelaksasi otot-otot tubuh
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Menghiangkan rasa nyeri
PENUTUP
A. Kesimpulan
CDH adalah deformitas ortopedik yang didapat sebelum atau saat
kelahiran, kondisi ini mengacu pada malformasi sendi panggul selama
perkembangan janin.
Etiologi dari CDH yaitu 1.teratogenik; 2.gizi; 3.faktor fisik pada rahim;
4.faktor genetic dan kromosom.
Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG, pada bayi
yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen,scan tulang,
tomogram, CT scan/MRI.
CDH terjadi dengan kejadian 1,5 per 1000 kelahiran dan lebih umum
terjadi pada anak perempuan disbanding anak laki-laki.kelainan yang sering
dijumpai pada 1.anak pertama; 2.anak perempuan; 3.riwayat dislokasi pada
keluarga; 4.bayi dalam letak bokong.
B. Saran
Agar para ibu menjaga gizi pada saat masa kehamilan .Salah satu yang
paling penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Hindari factor-
faktor yang dapat menyebabkan CDH misalnya sinar rontgen, radiasi, dan
penggunaan obat-obatan.