Anda di halaman 1dari 13

Resume : Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Tujuan :Untuk mengetahui Model Contextual Teaching Learning (CTL)


dan Pelaksanaannya sebagai dasar pengetahuan seorang
pendidik
Tempat, waktu : Malang, 27 Februari 2017

Nama/NIM : Shela Emilia Permatasari/150341603981

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching


Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti hubungan,
konteks, suasana, atau keadaan. Dengan demikian contextual diartikan yang
berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning
(CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana
tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey
(1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang
dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa
yang terjadi disekelilingnya.

Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat


yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh
Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah
diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji,
serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual.
Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan
mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan
pembekalan sebelumnya.

Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level


perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan
pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari program ini memperlihatkan
suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan
meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan. Pembelajaran kontekstual
berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional
(2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching
Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:

CTL Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan Pemilihan informasi ditentukan oleh
individu siswa; guru;
Cenderung mengintegrasikan beberapa Cenderung terfokus pada satu bidang
bidang (disiplin); (disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi dengan Memberikan tumpukan informasi
pengetahuan awal yang telah dimiliki kepada siswa sampai pada saatnya
siswa; diperlukan;
Menerapkan penilaian autentik melalui Penilaian hasil belajar hanya melalui
melalui penerapan praktis dalam kegiatan akademik berupa ujian/ulang
pemecahan masalah;

Karakteristik Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)


Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama dari pembelajaran
produktif yaitu : konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan
(Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic
Assessment) (Depdiknas, 2003).

1. Konstruktivisme (Constructivism)
Setiap individu dapat membuat struktur kognitif atau mental berdasarkan
pengalaman mereka maka setiap individu dapat membentuk konsep atau ide baru, ini
dikatakan sebagai konstruktivisme. Fungsi guru disini membantu membentuk konsep
tersebut melalui metode penemuan (self-discovery), inquiri dan lain sebagainya, siswa
berpartisipasi secara aktif dalam membentuk ide baru.
Menurut Piaget pendekatan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti,
yaitu :
1) Mengandung pengalaman nyata (Experience);
2) Adanya interaksi sosial (Social interaction);
3) Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (Sense making);
4) Lebih memperhatikan pengetahuan awal (Prior Knowledge).

Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan


kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,
yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia
harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Berdasarkan pada pernyataan tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan (Depdiknas, 2003:6).
Sejalan dengan pemikiran Piaget mengenai kontruksi pengetahuan dalam otak.
Manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang
masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Setiap kotak itu akan
diisi oleh pengalaman yang dimaknai berbeda-beda oleh setiap individu. Setiap
pengalaman baru akan dihubungkan dengan kotak yang sudah berisi pengalaman lama
sehingga dapat dikembangkan. Struktur pengetahuan dalam otak manusia
dikembangkan melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual.
Kegiatan bertanya digunakan oleh guru untuk mendorong, membimbing dan menilai
kemampuan berpikir siswa sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian
penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiry.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
1. Menggali informasi, baik administratif maupun akademis;
2. Mengecek pengetahuan awal siswa dan pemahaman siswa;
3. Membangkitkan respon kepada siswa;
4. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
5. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
6. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
7. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
3. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri (Depdiknas, 2003).
Menemukan atau inkuiri dapat diartikan juga sebagai proses pembelajaran didasarkan
pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Secara umum
proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu :
1) Merumuskan masalah
2) Mengajukan hipotesis
3) Mengumpulkan data;
4) Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan;
5) Membuat kesimpulan.
Melalui proses berpikir yang sistematis, diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah,
rasional, dan logis untuk pembentukan kreativitas siswa.
4. Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar itu diperoleh dari sharing antarsiswa,
antarkelompok, dan antar yang sudah tahu dengan yang belum tahu tentang suatu
materi. Setiap elemen masyarakat dapat juga berperan disini dengan berbagi
pengalaman (Depdiknas, 2003).
5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran kontekstual merupakan sebuah keterampilan
atau pengetahuan tertentu dan menggunakan model yang bisa ditiru. Model itu bisa
berupa cara mengoperasikan sesuatu atau guru memberi contoh cara mengerjakan
sesuau. Dalam arti guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Dalam
pembelajaran kontekstual, guru bukanlah satu-satunya model. Model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa. Menurut Bandura dan Walters, tingkah laku siswa baru
dikuasai atau dipelajari mula-mula dengan mengamati dan meniru suatu model. Model
yang dapat diamati atau ditiru siswa digolongkan menjadi:

1. Kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain.
2. Simbolik (symbolic), model yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau
dalam bentuk gambar
3. Representasi (representation), model yang dipresentasikan dengan
menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan
apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru. Struktur
pengetahun yang baru ini merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan
sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahun
yang baru diterima (Depdiknas, 2003).
Pada kegiatan pembelajaran, refleksi dilakukan oleh seorang guru pada akhir
pembelajaran. Guru menyisakan waktu sejenak agar siswa dapat melakukan refleksi
yang realisasinya dapat berupa:

1. Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada pembelajaran yang


baru saja dilakukan.
2. Catatan atau jurnal di buku siswa
3. Kesan dan saran mengenai pembelajaran yang telah dilakukan.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)


Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa agar guru dapat memastikan
apakah siswa telah mengalami proses belajar yang benar. Penilaian autentik
menekankan pada proses pembelajaran sehingga data yang dikumpulkan harus
diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses
pembelajaran. Karakteristik authentic assessment menurut Depdiknas (2003) di
antaranya: dilaksanakan selama dan sesudah proses belajar berlangsung, bisa
digunakan untuk formatif maupun sumatif, yang diukur keterampilan dan sikap dalam
belajar bukan mengingat fakta, berkesinambungan, terintegrasi, dan dapat digunakan
sebagai feedback. Authentic assessment biasanya berupa kegiatan yang dilaporkan, PR,
kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan siswa, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil
tes tulis dan karya tulis.
Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)

Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah
mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana
pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah
informasi dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa
membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis
(seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang
selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di
sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi
kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di
tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa
memberi jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan
siswa dalah pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL)
Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika
siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa
sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya
dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan
bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan
linkungan sekitarnya. Hal ini mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar
memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan
kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta
lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel
untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.

Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna
antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep
diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai
contoh, kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan
mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya
terhadap lingkungan.

Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip
ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
1) Prinsip Kesaling-bergantungan, 2) Prinsip Diferensiasi, dan 3) Prinsip
Pengaturan Diri.

Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam


semesta saling bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-
bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan
pendidik lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan.
Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling
mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan,
merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah menyatukan
pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar
akademik yang tinggi.

Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta
untuk menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip
diferensiasi membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan
cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri.
Disini para siswa diajak untuk selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu
yang bermanfaat.
Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur,
dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk
mengeluarkan seluruh potensinya. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan
dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana,
menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan
baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka
dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.

Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih menekankan Student Centered


daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa
hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa. 2)
Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian
secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang
selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas
dalam pembelajaran kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan
konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang
dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5) Melaksanakan penilaian terhadap
pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana
pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi
pembelajaran kontekstual harus disusun untuk mendorong lima
bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami,
Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.

MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup,


atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia
mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan
informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam
konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-
hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu,
lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian
berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami
merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan
informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat
terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan
untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.

MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang


bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan
kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam
latihan yang realistik dan relevan.

KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi


dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual.
Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan.
Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang
komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu
siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang
dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan
yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di
tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan
keterampilan bekerja sama ini.

MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer,


menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru
membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan
hafalan.

Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning

Kelebihan Kekurangan
Pembelajaran menjadi lebih bermakna Guru lebih intensif dalam membimbing.
dan riil, siswa dapat mengorelasikan Karena dalam metode CTL. Guru tidak
materi yang ditemukan dengan lagi berperan sebagai pusat informasi.
kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa Tugas guru adalah mengelola kelas
materi itu akan berfungsi secara sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
fungsional untuk menemukan pengetahuan dan
ketrampilan yang baru bagi siswa
Pembelajaran lebih produktif dan Guru memberikan kesempatan kepada
mampu menumbuhkan penguatan siswa untuk menemukan atau
konsep kepada siswa, siswa dituntun menerapkan sendiri ideide dan
untuk menemukan pengetahuannya mengajak siswa agar dengan menyadari
sendiri. Melalui landasan filosofis dan dengan sadar menggunakan strategi
konstruktivisme siswa diharapkan strategi mereka sendiri untuk belajar.
belajar melalui mengalami bukan Namun dalam konteks ini tentunya guru
menghafal. memerlukan perhatian dan bimbingan
yang ekstra terhadap siswa agar tujuan
pembelajaran sesuai dengan apa yang
diterapkan semula.
Daftar Rujukan

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendekatan Kontekstual.Jakarta: Departemen


Pendidikan Nasional.

Gagne, Robert M. and Leslie J Briggs.1979. Principles of Instruction Design. New


York: Rirehart and Wirston

Joyce, Bruce, Maarsha, well ,and Beverly Shower.1992. Models of Theacing. Boston:
Allyn and Bacor

Murdilarto. 2004. Cakrawala Pendidikan Kontestusl dalam Pembelajaran SAins.


Yogyakarta: Lembaga Pengabdian Masyarakat UNY

Nurhadi.2003.Pendekatan Kontekstual. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional


KRITERIA PENILAIAN RESUME
MATAKULIAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
SEMESTER GENAP 2016-2017

No. Elemen Skor Penilaian


Maks Diri Teman Dosen
I. Identitas Resume
1 Judul resume 5
2 Keperluan ditulisnya resume 2
3 Nama penulis resume 2
4 Tempat dan waktu penulisan resume 1

II. Bagian Teks Utama Resume


5 Topik-topik Bahasan pada bagian inti:
Relevan dengan topik bahasan yang dipaparkan 15
pada RPS
Berisi point-point penting yang berkaitan 20
dengan topik bahasan
Beragam konsep dieksplor dari banyak sumber 15
(> 5 sumber bu-
ku atau artikel)
Menyajikan hasil eksplorasi berupa konsep yang 15
relevan dengan konsep yang dipelajari
Gambar/diagram/foto yang disertakan 10
Memunculkan pertanyaan-pertanyaan penting 15
dari hasil resume

Jumlah Skor Maksimal 100

Anda mungkin juga menyukai