Kemoreseptor
Kemoreseptor
Oleh :
Nama : Amalia RizQytiasti
NIM : B1J011099
Rombongan : V
Kelompok : 3
Asisten : Arviani Ramadhaningrum
1.2 Tujuan
2.1 Materi
2.2 Metode
1. Akuarium diisi dengan air tawar bersih, kemudian lobster (Cherax sp.)
masing-masing dimasukkan sebanyak dua ekor
2. Lobster (Cherax sp.) 1 diberi perlakuan ablasi pada antennula, udang 2 diberi
perlakuan ablasi pada mata
3. Lobster (Cherax sp.) 3 dibiarkan utuh sebagai kontrol
4. Pakan disajikan ditengah akuarium, bersamaan dengan pakan tersebut
disentuh lobster (Cherax sp.), tombol pada stopwatch ditekan
5. Gerakan lobster (Cherax sp.) didalam akuarium diamati dan dicatat waktu
yang diperlukan bagi udang 1, 2, dan 3 sejak pakan disajikan sampai pakan
tersebut dimakan
6. Pengamatan dilakukan selama 2 x 10 menit
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan antar perlakuan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Perlakuan yang normal menunjukkan bahwa pada pengamatan 10
menit pertama dan kedua tetap responsif terhadap pakan. Begitu pula perlakuan
ablasi mata menunjukkan bahwa lobster masih tetap responsif. Lobster dengan
perlakuan ablasi antenula hanya memberikan repon gerak mendekati pakan sekali
pada 10 menit pertama dan kedua. Lobster dengan ablasi total pada 10 menit pertama
terlihat lebih responsif daripada 10 menit kedua. Hasil percobaan gerakan antennula
yang dilakukan pada perlakuan ablasi mata melakukan gerakan flicking, withdraw,
wipping, rotation, dan mendekati pakan tidak dilakukan. Lobster dengan perlakuan
ablasi antenulla dan ablasi total, tidak melakukan gerakan antennula karena
antennula telah dipotong, pada ablasi total terjadi gerakan mendekati pakan lebih
sering daripada lobster dengan ablasi antennula. Utuhnya antenulla pada lobster
normal menyebabkan udang dapat menerima rangsangan dari lingkungannya
sehingga ia memerlukan waktu singkat untuk mendeteksi pakan (Roger, 1978).
Lobster yang diablasi antenullanya sudah tidak dapat melakukan flicking, wipping,
withdraw, dan rotation, tetapi hanya dapat mendekati pakan. Lobster dengan
perlakuan ablasi mata masih bisa melakukan gerakan seperti flipping, wipping,
withdraw, rotation dan mendekati pakan. Sedangkan udang dengan ablasi total tidak
dapat melakukan gerakan apapun kecuali mendekati pakan. Gerakan flicking,
wipping, dan withdraw pada udang kontrol mendominasi gerak antenulla. Menurut
Radiopoetro (1977), pada perlakuan ablasi total dan antenulla, tidak terjadi gerakan
karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang.
Lobster yang paling responsif terhadap pakan adalah lobster dengan
perlakuan normal dan perlakuan ablasi mata. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
Storer (1957), yang menyatakan bahwa antenulla pada lobster merupakan struktur
sensor yang dapat bergerak untuk mencari perlindungan, makan, dan mencari
pasangan serta menghindari predator. Oleh karena itu udang yang tidak diberi
perlakuan ablasi antenulla akan berespon terhadap pakan, karena fungsi dari
antenulla tersebut akan hilang jika dilakukan ablasi atau pemotongan salah satu
organ tertentu. Fungsi dari antenulla menengkap stimulus kimia berupa pheromon
dari hewan lawan jenis juga untuk mengetahui posisi tubuh. Maka, bagian yang
berfungsi sebagai chemoreseptor pada lobster adalah antenulla.
Chemoreceptor sangat penting untuk semua hewan, namun sedikit yang
diketahui tentang genetika chemoreception pada organisme perairan. Kemampuan
Daphnia untuk mendeteksi isyarat-isyarat kimia yang dikeluarkan oleh mangsa atau
predator telah dilihat melalui studi tentang perilaku makan dan menghindari predator.
Daphnia menolak partikel makanan, mengatur makan arus menurut ketersediaan
pangan, kualitas dan isyarat kimia di sekitarnya, dan tampaknya berenang dan tetap
di tempat di mana makanan berlimpah, tetapi kehadiran mereka dalam makanan
berlimpah daerah dapat diubah oleh kehadiran predator, dan dan distribusi vertikal
mereka sering dikaitkan dengan kehadiran atau tidak adanya predator ( Penalva-
Arana, 2009 ). Teknik ablasi ckup efektif dalam merangsang perkembangan gonad,
tetapi penghilangan organ penghasil hormone akan mengganggu system endokrin
dalam tubuh udang. Ablasi unilateral menyebabkan kerusakan permanen pada mata
dan menurunkan 50% sintesis neurohormon oleh kelenjar sinus. Hal ini
menyebabkan kemampuan udang untk mengatur berbagai proses fisiologis tidak
berjalan dengan baik (Tarsim, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan-gerakan antenulla udang (flicking,
wipping, withdraw dan rotation) antara lain adalah penyalaan dan pemadaman lampu
ruangan, gerakan sorotan lampu senter dan merespon adanya pakan. Gerakan
merespon mendekati pakan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari udang itu sendiri, meliputi
keadaan fisiologis udang dan stress tidaknya udang. Faktor eksternal merupakan
faktor yang berasal dari lingkungan luar, antara lain, jumlah pakan, dimana semakin
banyak pakan maka makin cepat respon udang dalam mendekati pakan tersebut,
cahaya, suhu dan tingkat kejenuhan pada akuarium karena senyawa kimia pakan.
Kondisi antenulla, dimana antenulla berfungsi dengan baik maka respon udang akan
lebih baik (Radiopoetro,1978).
IV. KESIMPULAN
Storer, T.I. 1975. General Zoology. Mc Graw Hill Book Company, New York.
Tarsim, M. Zalrin Jr., E. Rlan. 2007. Rangsangan Perkembangan Ovari Udang Putih
(Litopenaeus vannamei) dengan Penyuntikan Estradiol-17. Ilmu Kelautan,
IPB Bogor.