Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
SEPSIS NEONATORUM

A. Pengertian

Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik


terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang
dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500
atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu
organ saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan
pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine
sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B),
dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. (John Mersch, MD, FAAP,
2009).
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum
dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang
memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau
sepsis pada neonatus yang perlu diketahui(Maryunani, 2009), yaitu:
1. Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat
infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
2. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain
3. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik
dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
4. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic
Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi
multiorgan dan akhirnya kematian.

B. Etiologi

1
Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes,
Neisseriameningitidis, Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe
B, Salmonella, dan Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering
terjadinya sepsis pada bayi berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B
merupakan penyebab sepsis paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui
ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
1. Perdarahan
2. Demam yang terjadi pada ibu
3. Infeksi pada uterus atau plasenta
4. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
5. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
6. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
7. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil,
yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang menjalani
perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka yang belum
berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur invasif seperti infus
jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas melalui selang yang
dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya hidup di permukaan kulit
dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran darah melalui alat-alat seperti
yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar,
yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis. Bakteriemia
tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi tidak ada sumber
infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia tersamar adalah demam.
Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia ini mengalami demam tanpa
adanya alasan yang jelas - dan penelitian menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya
akan mengalami infeksi bakterial di dalam darah. Streptococcus pneumoniae
(pneumococcus) menyebabkan sekitar 85% dari semua kasus bakteriemia tersamar
pada bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun.

C. Klasifikasi

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua


bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:

2
1. Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang
dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero,
sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya
fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) dan didapat dari lingkungan
pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan
organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering
mengalami komplikasi.

D. Patofisiologi

Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan


endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak
kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC)
dan kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara (Surasmi, 2003), yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umpilikus
masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi
adalah kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes,
situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur
ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.

2. Pada masa intranatal atau saat pesalinan.


Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks
naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis,
selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan
masuk ke tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin

3
dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir
yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes genitalis, candida albika, dan
n.gonnorea).
3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan.
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi
nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap
lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

E. Pathway Keperawatan

4
F. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta
dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat
ditemukan dapa neonatus yang menderita sepsis.
1. Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan
>60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada
yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat
dari aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu
dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan

5
bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan granulosit dari
protaglandin dan leukotrien.
2. Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga,
ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari
infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan
organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak
(meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga
menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah
dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi
gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
3. Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi
dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari
ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
4. Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi
yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang
keluar dari telinga
5. Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali
di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari
infeksi luka umbilikus.
Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan
bahwa tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling
berhubungan baik dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan
psikologinya saling berhubungan.
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
1. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari
pusar
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-
ubun
3. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena

4. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan


sendi yang terkena teraba hangat
5. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
G. Komplikasi

1. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice

6
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan
septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang
berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik
dengan produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak
disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu
banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh yang disebabkan oleh organ
hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati
akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
2. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang,
tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
3. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang
berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah
merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil
pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah
mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu
tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami
sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga terjadi
kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan
darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya
destruksi hemoglobin sering terjadi.
4. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui
aliran darah.

5. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)


Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang
mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan
mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan
darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu
terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.

H. Pemeriksaan Penunjang

Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagiandari evaluasi


diagnostic dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan.

7
Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrate fokus,
penebalan pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari
yang terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi
radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga
osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006).
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan
diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk
menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya
ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan
darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan
perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung,
lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil
biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan
memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya
diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan,
antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein
yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan
jaringan. (Surasmi, 2003)

I. Penatalaksanaan Medis

1. Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal,
untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan
untuk mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportifneonatus septic sakit
(Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:
a. Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal
harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara
teratur.
b. Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatusmengalami perfusi yang
jelek, maka saline normal dengan10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit.
Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit
berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose(10%) 2 ml per kg pil
besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada
dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atausampai bayi dapat
memiliki feed oral.
c. Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalamidistres pernapasan
atau sianosis

8
d. Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
e. Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan
perdarahan
f. Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangatsakit atau memiliki perut
kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
g. Langkah-langkah pendukung
lainnya termasuk stimulasilembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan
ketat dankonstan kondisi bayi dan perawatan ahli
2. Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan
intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya
memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah
diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah
ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain
sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)

J. Prognosis

Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10% - 40 %
dan pada meningitis 15% - 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu
timbulnya penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit, derajat prematuritas
bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau
unit perawatan.

K. Fokus Pengkajian

1. Riwayat maternal
a. Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
b. Kondisi seperti perdarahan placenta
c. Tipe dan lamanya persalinan
d. Stress fetal atau intrapartus
2. Status infant saat lahir
a. Prematur, umur kehamilan
b. Apgar score, apakah terjadi aspiksia
c. Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
3. Cardiovaskular
a. Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
b. Murmur sistolik
c. Denyut jantung dalam batas normal
4. Integumen
a. Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
b. Pitting edema pada tangan dan kaki
c. Mottling: warna kulit tubuh terlihat berbercak
5. Neurologis

9
a. Immobilitas, kelemahan, flaciditas
b. Penurunan suhu tubuh
6. Pulmonary
a. Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x )
b. Nafas grunting
c. Nasal flaring
d. Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
e. Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
f. Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
7. Status Behavioral : Lethargi
8. Study Diagnostik
a. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.

L. Fokus Intervensi berdasarkan Diagnosa Keperawatan yang muncul

Dx NANDA NOC NIC


1 Resiko infeksi a. Immune Infection Control (Kontrol
berhubungan dengan Status infeksi)
Tidak adekuat b. Knowledge : o Bersihkan lingkungan setelah
pertahanan tubuh primer Infection control dipakai pasien lain
Definisi : c. Risk control o Pertahankan teknik isolasi
o Batasi pengunjung bila perlu
Peningkatan resiko o Instruksikan pada
masuknya organisme pengunjung untuk mencuci
patogen tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung
meninggalkan pasien
o Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
o Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan
kperawtan
o Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
o Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
o Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk

10
umum
o Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
o Tingktkan intake nutrisi
o Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
o Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
o Monitor hitung granulosit,
WBC
o Monitor kerentanan terhadap
infeksi
o Batasi pengunjung
o Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
o Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
o Pertahankan teknik isolasi
k/p
o Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
o Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
o Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
o Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
o Dorong masukan cairan
o Dorong istirahat
o Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
o Ajarkan cara menghindari
infeksi
o Laporkan kecurigaan infeksi
o Laporkan kultur positif

11
2 Pola nafas tidak efektif a. Status pernapasan Manajemen Jalan Napas
b/d imaturitas organ : Kepatenan jalan o Buka jalan nafas, guanakan
pernafasan, defisiensi napas teknik chin lift atau jaw
b. Status pernapasan
surfaktan, atelektasis thrust bila perlu
: Ventilasi o Posisikan pasien untuk
c. Status tanda-
Definisi : memaksimalkan ventilasi
tanda vital sign o Identifikasi pasien perlunya
Pertukaran udara
pemasangan alat jalan nafas
inspirasi dan/atau
buatan
ekspirasi tidak adekuat o Pasang mayo bila perlu
o Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
o Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
o Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
o Lakukan suction pada mayo
o Berikan bronkodilator bila
perlu
o Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
o Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
o Monitor respirasi dan status
O2
Terapi Oksigen
o Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
o Pertahankan jalan nafas yang
paten
o Atur peralatan oksigenasi
o Monitor aliran oksigen
o Pertahankan posisi pasien
o Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
o Monitor adanya kecemasan

12
pasien terhadap oksigenasi
Pemantauan Tanda-tanda
Vital
o Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
o Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
o Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
o Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
o Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
o Monitor kualitas dari nadi
o Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
o Monitor suara paru
o Monitor pola pernapasan
abnormal
o Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
o Monitor sianosis perifer
o Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
o Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

2 Ketidakseimbangan a. Status gizi Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari b. Status gizi: o Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh b/d Asupan makanan o Kolaborasi dengan ahli gizi

ketidakmampuan dan cairan untuk menentukan jumlah

ingest/digest/absorb c. Status gizi: kalori dan nutrisi yang

Asupan gizi dibutuhkan pasien.


o Anjurkan pasien untuk
Definisi : d. Kontrol berat
Intake nutrisi tidak meningkatkan intake Fe
badan o Anjurkan pasien untuk

13
cukup untuk keperluan meningkatkan protein dan
metabolisme tubuh. vitamin C
o Berikan substansi gula
o Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
o Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
o Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
o Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
o Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
o Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
o BB pasien dalam batas
normal
o Monitor adanya penurunan
berat badan
o Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
o Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
o Monitor lingkungan selama
makan
o Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
o Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
o Monitor turgor kulit
o Monitor kekeringan, rambut

14
kusam, dan mudah patah
o Monitor mual dan muntah
o Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
o Monitor makanan kesukaan
o Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
o Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
o Monitor kalori dan intake
nuntrisi
o Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
o Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet

Daftar Pustaka

Betz, Cecily lyn, dan linda A. sowden 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5. Jakarta: EGC

Bulechek. G.M., Iet all, 2016, Nursing Interventions Classification (NIC) sixEdition,
Edisibahasa Indonesia, IOWA Intervention Project, Mosby.

Behrman (2000). Nelson ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.

Bobak (2005). Buku ajar keperawatn maternitas. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta : EGC

Evelyn C. Pears. 2011. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama

Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK).

15
Johnson, M.,et all,2016, Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
kesehatan, Edisikelima, Edisibahasa Indonesia, IOWA Intervention Project,
Mosby.

Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada Neonatus
Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency
Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi/ FK UNDIP
Semarang

Markum, A.H, 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta,

Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus. : Jakarta
Penerbit Buku Kesehatan

Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan Respiratory
Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta : CV
Sagung Seto

Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium Gawat Darurat


Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan Penerbit UNDIP,
Semarang, 1991, hal. 151-153.

16

Anda mungkin juga menyukai