BATU BARA
Oleh :
Yoga Pradana NIM J2C008077
Natalia Debora Panggabean NIM 24030111150011
Tia Agustiani NIM 24030111150018
Sri Suci Ramadhani NIM 24030111150020
Muhammad Untoro NIM 24030111150007
Sofian Ansori NIM 24030111150013
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Geokimia.
Makalah ini membahas mengenai Batubara meliputi, asal usul Batubara,
komposisi kimia Barubara, proses pembentukan Batubara, tambang Batubara
yang ada di Indonesia dan perusahaan yang bergerak di bidang Batubara. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Saran dan kritik dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi sarana pembelajaran bagi pembaca
di masa yang akan datang.
Tim Penulis
1|
BAB I
PENDAHULUAN
Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati, yang
keterjadiannya disebabkan oleh proses-proses geologi. Berdasarkan keterjadian
dan sifatnya bahan galian dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu mineral
logam, mineral industri, serta batubara dan gambut. Karakteristik ketiga bahan
galian tersebut berbeda, sehingga metode eksplorasi yang dilakukan juga berbeda.
Oleh karena itu diperlukan berbagai macam metode untuk mengetahui
keterpadatan, sebaran, kuantitas, dan kualitasnya (Rachimoellah, 2002).
1|
(Tim Kajian Batubara Nasional, 2006)
2|
BAB II
ASAL USUL BATUBARA
2.1 Batubara
Batubara (coal) adalah sumber energi fosil yang paling banyak kita miliki
di dunia ini. Batubara sendiri merupakan campuran yang sangat kompleks dari zat
kimia organik yang mengandung karbon, oksigen, dan hidrogen dalam sebuah
rantai karbon serta sedikit nitrogen dan sulfur. Pada campuran ini juga terdapat
kandungan air dan mineral (Anonim1, 2010).
Batubara merupakan sisa tumbuhan dari zaman prasejarah yang berubah
bentuk yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Penimbunan danau
dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi (dikenal sebagai
pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke
kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material tumbuhan
tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi
tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan fisika dan
kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu
bara (Anonim2, 2009).
Kondisi yang baik pada proses pembentukan batubara adalah lingkungan
yang berawa dangkal. Kondisi tersebut terdapat pada cekungan sedimen yang
terbentuk sepanjang pantai, daerah delta dan danau. Batubara terbentuk oleh
adanya perubahan secara fisik dan kimia yang dipengaruhi oleh bakteri pengurai,
tekanan, temperatur, serta waktu (Anonim2, 2009).
3|
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya
terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira
340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di
belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada zaman Permian, kira-kira 270 juta
tahun lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan
bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke zaman
tersier (70 - 13 juta tahun lalu) di berbagai belahan bumi lain (Anonim2, 2009).
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari
setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut
berubah menjadi lignit (batu bara muda) atau brown coal (batu bara coklat). Ini
adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari
hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang
terus menerus selama jutaan tahun, batu bara muda mengalami perubahan yang
secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda
menjadi batu bara sub-bituminus. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung
hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk
bituminus atau antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik
yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit (Anonim 2,
2009).
Tingkat perubahan yang dialami batubara dalam proses pembentukannya,
dari gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki
hubungan yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu batu
bara. Batu bara dengan mutu yang rendah, seperti batu bara muda dan sub-
bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram
seperti tanah. Baru bara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan
kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya
rendah. Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat
4|
dan seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batu bara dengan mutu
yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat
kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak
(Anonim3, 2010).
5|
BAB III
PROSES PEMBENTUKAN BATU BARA
6|
suasana tanpa oksigen dan menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan
seperti selulosa, protoplasma, dan pati.
Pengendapan, yakni proses dimana material halus hasil pembusukan
terakumulasi dan mengendap membentuk lapisan gambut. Proses ini biasanya
terjadi pada lingkungan berair, misalnya rawa-rawa.
Dekomposisi, yaitu proses dimana lapisan gambut tersebut di atas akan
mengalami perubahan berdasarkan proses biokimia yang berakibat keluarnya
air (H2O) dan sebagian akan menghilang dalam bentuk karbondioksida (CO 2),
karbonmonoksida (CO), dan metana (CH4).
Geotektonik, dimana lapisan gambut yang ada akan terkompaksi oleh gaya
tektonik dan kemudian pada fase selanjutnya akan mengalami lipatan dan
patahan. Selain itu gaya tektonik aktif dapat menimbulkan adanya
intrusi/terobosan magma, yang akan mengubah batubara low grade menjadi
high grade. Dengan adanya tektonik setting tertentu, maka zona batubara yang
terbentuk dapat berubah dari lingkungan berair ke lingkungan darat.
Erosi, dimana lapisan batubara yang telah mengalami gaya tektonik berupa
pengangkatan kemudian dierosi sehingga permukaan batubara yang ada
menjadi terkupas pada permukaannnya. Perlapisan batubara inilah yang
dieksploitasi pada saat ini (Anonim2, 2009).
7|
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, batubara berasal dari sisa
tumbuhan yang mengalami proses pembusukan, pemadatan yang telah
tertimbung oleh lapisan diatasnya, pengawetan sisa-sisa tanaman yang
dipengaruhi oleh proses biokimia yaitu pengubahan oleh bakteri. Akibat
pengubahan oleh bakteri tersebut, maka sisa-sisa tumbuhan kemudian
terkumpul sebagai suatu masa yang mampat yang disebut gambut
(Peatification) terjadi karena akumulasi sisa-sisa tanaman tersimpan dalam
kondisi reduksi didaerah rawa dengan sistem draenase yang buruk yang
mengakibat selalu tergenang oleh air, yang pada umumnya mempunyai
kedalaman 0,5-1,0 meter. Gambut yang telah terbentuk lama-kelamaan
tertimbun oleh endapan-endapan seperti batulampung, batulanau dan
batupasir. Dengan jangka waktu puluhan juta tahun sehingga gambut ini akan
mengalami perubahan fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan (P) dan
temperature (T) sehingga berubah menjadi batubara yang dikenal dengan
Poroses Pembatubaraan (Coalitification) pada tahap ini lebih dominan oleh
proses geokimia dan proses fisika.
Proses geokimia dan fisika berpengaruh besar terhadap pematangan
batubara yaitu perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara
bituminous, sampai pada batubara jenis antrasit. Pematangan bahan organik
secara normal terjadi dengan cepat apabila endapannya terdapat lebih dalam,
hal ini disebabkan karena temperatur bumi semakin dalam akan semakin
panas. Proses pengubahan tumbuh-tumbuhan menjadi batubara ini dikenal
dengan cualitification. Dengan urutan zat yang dihasilkan berupa tumbuh-
tumbuhan yaitu mulai dari:
- Gambut (Peat)
- Lignit
- Sub Bituminous
- Bituminous
- Semi Antrasit
- Antrasit
- Meta Antrasit
8|
Urutan proses pembentukan batubara tersebut secara ringkas dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Peat (Gambut)
9|
b. Lignit (Brown Coal)
Lignit yaitu suatu nama yang digunakan pada tahap pertama lapisan
Brown Coal. Pada umumnya lignit mengandung material kayu yang sedikit
mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan dengan gambut.
Lignit mempunyai warna yang berkisar antara coklat sampai kehitaman, lignit
segar mempunyai kandungan air antara 20-45 % dan nilai bakar 3056-4611
kal/gram, sedangkan lignit yang bebas air dan abu berkisar antara 5566-111 111
kal/gram (Pitojo. S, 1983).
d. Batubara Bituminous
10 |
Batubara bituminous merupakan jenis batubara yang terpenting dan
dipakai sebagai bahan bakar karena memiliki nialai kalor, kandungan karbon
yang relative tinggi, sedangkan kandungan air, kandungan abu, dan kandungan
sulfur yang relative rendah. Jenis batubara ini juga digunakan sebagai bahan
bakar dalam pembuatan kokas dan pabrik gas.
f. Batubara Antrasit
11 |
kadang juga vertical bahkan kadang-kadang juga berlekuk. Sifat barubara ini
ditentukan dari derajat kilap atau warna.
Batubara antrasit mempunyai nilai kalor dan kandungan karbon sangat tinggi
dan memiliki kandungan air atau sulfur yang relative rendah dan kandungan zat
terbang tinggi berkisar antara 8,0 %.
g. Meta Antrasit
Batubara Meta Antrasit adalah batubara dengan kelas yang sangat tinggi
dimana nilai kalorinya sangat tinggi, berkisar antara 8000-9000 kalori. Kadar
air (Water content) sangat kecil kurang dari 1 %, warna hitam mengkilat,
pecahan concoidal, tidak mengotori tangan bila dipegang, menghasilkan api
yang biru bila dibakar, tidak mengeluarkan asap, tidak berbau, kadar abu dan
sulfur juga sangat rendah. Batubara jenis ini adalah antrasit yang mengalami
pengaruh tekanan dan suhu yang tinggi akibat proses tektonik maupun aktivitas
vulkanik yang ada di dekat endapan. Batubara jenis ini terdapat di daerah
Pensylvania, Amerika Serikat.
12 |
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, komposisi
utama terdiri dari cellulose. Proses pembentukan batubara dikenal sebagai
proses pembatubaraan (coalification). Faktor fisika dan kimia yang ada di alam
akan mengubah cellulosa menjadi lignit, subbitumina, bitumina atau antrasit.
Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut :
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulose lignit gas metan
Keterangan :
Cellulosa (senyawa organik), merupakan senyawa pembentuk batubara.
Unsur C pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan jumlah
unsur C pada bitumina, semakin baik kualitasnya.
Unsur H pada lignit jumlahnya relatif banyak dibandigkan jumlah unsur H
pada bitumina, semakin banyak unsur H pada lignit semakin rendah
kualitasnya.
Senyawa gas metan (CH4) pada lignit jumlahnya relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan bitumina, semakin banyak (CH4) lignit semakin baik
kualitasnya.
13 |
b) Topografi dan morfologi, yakni bentuk dan kenampakan dari tempat cekungan
pengendapan material dasar. Topografi dan morfologi cekungan pada saat
pengendapan sangat penting karena menentukan penyebaran rawa-rawa di
mana batubara terbentuk. Topografi dan morfologi dapat dipengaruhi oleh
proses geotektonik.
c) Iklim, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan
batubara karena dapat mengontrol pertumbuhan flora atau tumbuhan sebelum
proses pengendapan. Iklim biasanya dipengaruhi oleh kondisi topografi
setempat.
d) Proses dekomposisi, yakni proses transformasi biokimia dari material dasar
pembentuk batubara menjadi batubara. Dalam proses ini, sisa tumbuhan yang
terendapkan akan mengalami perubahan baik secara fisika maupun kimia.
e) Umur geologi, yakni skala waktu (dalam jutaan tahun) yang menyatakan
berapa lama material dasar yang diendapkan mengalami transformasi. Untuk
material yang diendapkan dalam skala waktu geologi yang panjang, maka
proses dekomposisi yang terjadi adalah fase lanjut clan menghasilkan batubara
dengan kandungan karbon yang tinggi.
f) Posisi geotektonik, yang dapat mempengaruhi proses pembentukan suatu
lapisan batubara dari :
Tekanan yang dihasilkan oleh proses geotektonik dan menekan lapisan
batubara yang terbentuk.
Struktur dari lapisan batubara tersebut, yakni bentuk cekungan stabil, lipatan,
atau patahan.
Intrusi magma, yang akan mempengaruhi dan/atau merubah grade dari lapisan
batubara yang dihasilkan (Anonim2, 2010).
14 |
BAB IV
KOMPOSISI KIMIA BATUBARA
15 |
bertambah sehingga grade batubara akan menjadi lebih tinggi. Pada fase ini
hidrogen yang terikat pada air yang terbentuk akan menjadi semakin sedikit.
Nitrogen pada batubara pada umumnya ditemukan dengan kisaran 0,5
1,5 % w/w yang kemungkinan berasal dari cairan yang terbentuk selama proses
pembentukan batubara.
Oksigen pada batubara dengan kandungan 20 30 % w/w terdapat pada
lignit atau 1,5 2,5 % w/w untuk antrasit, berasal dari bermacam-macam material
penyusun tumbuhan yang terakumulasi ataupun berasal dari inklusi oksigen yang
terjadi pada saat kontak lapisan source dengan oksigen di udara terbuka atau air
pada saat terjadinya sedimentasi.
Variasi kandungan sulfur pada batubara berkisar antara 0,5 5 % w/w
yang muncul dalam bentuk sulfur organik dan sulfur inorganik yang umumnya
muncul dalam bentuk pirit. Sumber sulfur dalam batubara berasal dari berbagai
sumber. Pada batubara dengan kandungan sulfur rendah, sulfurnya berasal
material tumbuhan penyusun batubara. Sedangkan untuk batubara dengan
kandungan sulfur menengah-tinggi, sulfurnya berasal dari air laut (Anonim 4,
2009).
16 |
BAB V
SUMBER DAYA DAN KUALITAS BATUBARA
17 |
5.1.3 Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan
penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu
batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai
variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan
kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam
daerah antara 0,4 km 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan
35 cm atau lebih, sub-bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm (Sukandarrumidi, 2006).
18 |
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia
pada batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat.
Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang
(volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan
analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada
batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan
juga unsur jarang (Anonim5, 2008).
Kualitas batubara ditentukan dengan analisis batubara di laboratorium,
diantaranya adalah analisis proksimat dan analisis ultimat. Kualitas batubara ini
diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut menguntungkan untuk
ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di daerah penelitian.
Berikut parameter-parameter yang sering menjadi acuan dalam menentukan
kualitas batubara:
a. Kalori (Calorific Value atau CV, satuan kal/g atau kkal/kg)
Kandungan nilai kalor total batubara adalah kandungan panas pada
batubara yang dihasilkan dari pembakaran setiap satuan berat dalam jumlah
kondisi oksigen standar.
b. Kadar kelembaban (Moisture, satuan persen berat)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi free moisture (FM) dan
inherent moisture (IM). Adapun jumlah dari keduanya disebut dengan total
moisture (TM). Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara
primernya. Batubara berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara
primer lebih banyak untuk mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang
ditetapkan oleh output pulveriser.
c. Zat terbang (Volatile Matter atau VM, satuan persen berat)
Kandungan VM mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan intensitas
api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara kandungan
karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio bahan bakar
(fuel ratio). Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara
yang tidak terbakar juga semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya
lebih dari 1.2, maka pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan
kecepatan pembakaran menurun.
19 |
d. Kadar abu (Ash content, satuan persen berat)
Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui ruang
bakar dan daerah konversi dalam bentuk abu terbang (fly ash) yang jumlahnya
mencapai 80 persen dan abu dasar sebanyak 20 persen. Semakin tinggi kadar abu,
secara umum akan mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan
korosi peralatan yang dilalui.
e. Kadar karbon (Fixed Carbon atau FC, satuan persen berat)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan
jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini
semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan
jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan
bakar, yaitu berupa nilai fuel ratio sebagaimana dijelaskan di atas.
f. Kadar sulfur (Sulfur content, satuan persen berat)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate
sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur
dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur
berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin yang terjadi pada elemen pemanas
udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah dari pada titik embun sulfur, di
samping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan abu pada peralatan
electrostatic precipitator.
g. Ukuran (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized
coal ataudust coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran
maksimum 3 milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50
milimeter.
h. Tingkat ketergerusan (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI
lebih rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula
untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama (Anonim5, 2008).
20 |
BAB VI
TAMBANG DAN PERUSAHAAN BATUBARA DI INDONESIA
21 |
(Tim Kajian Batubara Nasional, 2006)
22 |
(Tim Kajian Batubara Nasional, 2006)
23 |
(Tim Kajian Batubara Nasional, 2006)
24 |
6.2 Perusahaan dan Instansi yang bergerak di Bidang Batubara
Indonesia sebagai negaya yang kaya dengan potensi sumber daya Batubara
tentunya menjadi tempat yang sangat baik untuk membuka peluang usaha di
bidang Batubara, beberapa perusahaan yang bergerak di bidang batubara
diantaranya :
1 Adaro Indonesia
2 Allied Indo Coal
3 Aneka Tambang
4 Antang Gunung Meratus
5 Arutmin Indonesia
6 Bahari Cakrawala Sebuku
7 Bentala Coal Mining
8 Berau Coal
9 Bukit Baiduri Enterprise
10 Fajar Bumi Sakti
11 Gunung Bayan Pratama Coal
12 Kaltim Prima Coal
13 Kideco Jaya Agung
14 Tambang Batubara Bukit Asam
15 Tanito Harum
(Tim Kajian Batubara Nasional, 2005)
Perusahaan yang bergerak di bidang batubara yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu Aneka Tambang. Sedangkan instansi pemerintahan yang
bergerak di bidang batubara salah satunya adalah Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral Dan Batubara (Puslitbang Tekmira).
25 |
Perusahaan Tambang Umum Negara, PN Tambang Emas Cikotok dan Proyek
Emas Pekan baru Riau (Simanjuntak 2011).
Pada tanggal 21 mei 1975, sesuai dengan keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia, status Aneka Tambang berubah dari Perusahaan Negara
menjadi Perusahaan Terbatas (PT Aneka Tambang). Unit Geologi adalah salah
satu unit PT Aneka Tambang (Persero), Tbk yang didirikan dengan maksud
sebagai suatu usaha untuk menuju kemandirian perusahaan dibidang geologi dan
eksplorasi, bahkan diarahkan pada pelayanan jasa geologi dan eksplorasi pada
pihak III. Selaras dengan semakin berkembangnya misi, sasaran serta strategi dan
kebijaksanaan yang diembannya sejak berdiri sebagaimana tertuang pada SK
Direksi PT Aneka Tambang Nomor 54/1974, 58/1976, 85/1978 dan 67/1980,
sampai saat ini telah mengalami empat kali pergantian nama serta struktur
organisasi, mulai dari Divisi Geologi, diubah menjadi Dinas Geologi, diubah lagi
menjadi Divisi Geologi dan kemudian ditetapkan menjadi Unit Geologi. Dalam
rangka mencapai visi, melaksanakan misi dan mengimplementasikan strategi
perseroan, dianggap perlu menyesuaikan susunan organisasi Unit Geologi, maka
sesuai dengan keputusan Direksi PT Aneka Tambang (Persero), Tbk nomor:
258a.k/0251/DAT/2000 Unit Geologi diubah namanya menjadi Unit Geomin
(Simanjuntak 2011).
Unit Geomin adalah suatu unit bisnis strategis yang menjadi bagian dari
unsur pelaksana dalam organisasi PT Aneka Tambang (Persero), Tbk. Tugas
pokok Unit Geomin adalah mengelola dan mengembangkan usaha jasa eksplorasi,
usaha mencari cadangan baru dan usaha jasa penambangan berdasarkan prinsip-
prinsip bisnis untuk menghasilkan keuntungan dan manfaat menurut tolak ukur
yang ditetapkan oleh direksi (Simanjuntak 2011).
26 |
mengabaikan komoditi mineral lainnya yang tentunya akan ditentukan oleh
perkembangan teknologi abad ke-21. Misi perusahaan akan diimplementasikan
dengan bertopang pada tiga pilar, yaitu: Integritas (kejujuran dan kebenaran),
Profesional (kerahasiaan dan kualitas), Kemandirian (berkembang berdasarkan
kualitas) (Simanjuntak 2011).
b. Sasaran
Untuk mempertajam misinya, Unit Geomin menetapkan sasaran pokok
sebagai berikut, inventori data yang memungkinkan diperoleh cadangan komoditi
yang potensial untuk dikembangkan sesuai dengan sasaran yang ditentukan oleh
Direktur Pengembangan PT Aneka Tambang (Persero), Tbk Unit Geomin atau
komoditas lain yang ajukan berdasarkan proposal yang dipersiapkan oleh Unit
Geomin. Penyempurnaan Organisasi dan optimasi personil Unit Geomin yang
dapat mendukung pelaksanaan misinya selaku penjual jasa yang mandiri dan
profesional.
c. Strategi
Misi dan sasaran Unit Geomin dituangkan dalam beberapa srategi pokok
sebagai berikut : pedoman kerja eksplorasi adalah sistemika yang baik, ketat
namun inovatif, peningkatan efisiensi dengan tolak ukur kualitas, kuantitas dan
standarisasi, pendataan Geomin atas kuasa pertambangan milik PT Aneka
Tambang (Persero), Tbk yang merupakan aset yang perlu dilakukan pengamanan,
investasi peralatan eksplorasi untuk mendukung sasaran yang dicapai, Pengolahan
laporan secara tertib dan professional dan pemanfaatan computer secara terpadu
disetiap bidang untuk mewujudkan sistem informasi manajemen Unit Geomin.
27 |
6.2.2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral Dan Batubara
6.2.2.1 Sejarah dan Perkembangan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
(Puslitbang Tekmira), terbentuk dari penggabungan Balai Penelitian Tambang dan
Pengolahan Bahan Galian dengan Akademi Geologi dan Pertambangan tahun
1976. Awalnya Puslitbang Tekmira bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Mineral (P3TM) sebagai perubahan dari nama Pusat Pengembangan
Teknologi Mineral (PPTM). Saat ini Puslitbang Tekmira berada di bawah Badan
Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral. Puslitbang
Tekmira memiliki empat kelompok fungsional kelitbangan, hal ini untuk
mendukung manajemen dalam aspek kelitbangan dan administratif. Empat
kelompok fungsional tersebut yaitu kelompok litbang pengolahan dan
pemanfaatan mineral, kelompok litbang pengolahan dan pemanfaatan batubara,
kelompok penerapan teknologi penambangan mineral dan batubara, dan kelompok
kajian kebijakan pertambangan mineral dan batubara (Ghozali 2011).
Puslitbang Tekmira memiliki banyak pengalaman dalam melaksanakan
penelitian dan pengembangan teknologi mineral dan batubara yang didukung oleh
tenaga profesional, laboratorium pengujian yang terakreditasi oleh Komite
Akreditasi Nasional (KAN), (ISO/IEC 17025:2005) serta sistem pengelolaan
manajemen yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 9001:2000. Demi menjaga
kualitas kelitbangan dan pelayanan jasa teknologi, Puslitbang Tekmira dilengkapi
oleh standar mutu yang diterapkan secara konsisten. Pelaksanaan kegiatan di
Puslitbang Tekmira didukung oleh Laboratorium Pengujian dan Laboratorium
Penelitian (Ghozali 2011).
28 |
6.2.2.3 Tugas dan Fungsi
Puslitbang Tekmira mempunyai tugas antara lain melaksanakan penelitian
dan pengembangan teknologi pertambangan, teknologi pengolahan mineral,
teknologi pemanfaatan batubara, rancang bangun dan rekayasa pertambangan,
takso-ekonomi dan informasi serta pelayanan jasa teknologi pertambangan dan
pemanfaatan batubara. Puslitbang Tekmira mempunyai fungsi penelitian dan
pengembangan teknologi tambang terbuka, tambang dalam, geomekanika
tambang, keselamatan kerja dan reklamasi tambang, serta melakukan pelayanan
jasa teknologi penambangan; pengujian kimia dan fisika mineral, penelitian dan
pengembangan pengolahan mineral industri, mineral logam, teknologi pengolahan
atau ekstraksi mineral; dan pengujian kimia dan fisika gambut, penelitian dan
pengembangan teknologi pengolahan konservasi terhadap batubara dan gambut
(Ghozali 2011).
29 |
Laboratorium Pengujian Fisika Mineral menyiapkan layanan teknologi
analisis komposisi mineral yang meliputi uji mikroskopi, difraksi sinar-X (XRD),
serta melakukan pengujian sifat-sifat fisika mineral lainnya seperti distribusi
ukuran butir, daya serap air/minyak, kapasitas tukar kation dan lain sebagainya.
Pengujian yang dilakukan yaitu identifikasi mineral dengan XRD untuk
mengetahui jenis-jenis mineral yang terkandung dalam contoh batuan. Fasilitas
peralatan yang digunakan X-Ray Difraction (Ghozali 2011).
c) Laboratorium Batubara
Laboratorium Batubara melakukan layanan teknologi karakterisasi
batubara melalui analisis proksimat (air lembab, zat terbang dan kadar abu),
analisis ultimat (C, H, S, N, Cl dan O), pengujian nilai kalor, titik leleh abu dan
analisis komposisi abu batubara (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, K2O, Na2O,
TiO2, MnO2, dan LOI). Fasilitas peralatan yang digunakan ialah Minimum Free
Space Oven, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), UV-Vis
Spectrophotometer, Gas Chromatography (GC), Gas Chromatography Mass
Spectrophotometer (GCMS) dan lain-lain (Ghozali 2011).
30 |
ultrasionic/dynamic poisson's ratio), dan agregat (daya aus gesek dengan bejana
Los Angeles, daya aus tekan dengan bejana Rudeloff, soundness dengan larutan
natrium sulfat). Fasilitas peralatan yang digunakna ialah Peralatan uji sifat fisik,
uji sifat mekanik (kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, triaxial), dan peralatan uji
agregat (bejana Los Angeles, bejana Rudeloff) (Ghozali 2011).
31 |
DAFTAR PUSTAKA
Bayuseno , A.P. 2009. Pengaruh Sifat Fisik dan Struktur Mineral Batu Bara
Lokal terhadap Sifat Pembakaran. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
____. 2009. Unit Pelayanan Jasa Sumber Daya Mineral dan Energi. Banjarbaru.
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Abu Contoh Batubara. SNI 13-
3478-1994.
32 |
Standar Nasional Indonesia. Analisis Kadar Air Lembab dari Contoh Batubara
Kering Udara. SNI 13-3477-1994, UDC.
33 |