Anda di halaman 1dari 28

BAB II LANDASAN

TEORI

2.1 Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Banyak bidang usaha saat ini yang tertarik kepada pembentukan ulang

prosedur dan proses internal mereka. Proses adalah sistem administrasi atau

operasional yang merubah input menjadi output yang mempunyai nilai, khususnya

serangkaian tugas yang diatur menjadi prosedur atau pengaturan serangkaian

pekerjaan yang diharapkan melibatkan berbagai macam mesin, departemen, dan

orang.

Sumber dari rekayasa ulang proses bisnis, yaitu:

Information and measurement systems (George Siemens, 1839-1901)

Scientific management and work measurement (Frederick Winslow Taylor, M.E,

Sc.D, 1856-1915)

Method and time study (Frank and Lilian Gilbreth)

Job enrichment (Frederick Herzberg)

Brain storming.

Systems analysis for computer systems.

Total quality management and kaizen (Deming)

Quality movement (Dr. Joseph M. Juran)

Systems theorists (Beer)

8
2

In search of excellence (Peter and waterman)

Value-added analysis (Porter)

Definisi dari rekayasa ulang proses bisnis adalah:

Analisa dan perancangan dari alur kerja dan proses yang ada di dalam dan

diantara organisasi ( Menurut Davenport & Short )

Process innovation, dimana melihat bisnis bukan sebagai fungsi, divisi, atau

produk, tetapi sebagai suatu proses yang dirancang ulang dengan menggunakan

tehnologi yang sekarang ini ada, untuk menghasilkan penghematan sumber daya

dan peningkatan kinerja.

Pemikiran kembali secara mendasar dan perancangan ulang secara radikal dari

bisnis proses untuk mendapatkan perbaikan yang dramatis pada saat kritis dan

saat sekarang ini dalam pengukuran kinerja, seperti: biaya, kualitas, jasa, dan

kecepatan ( Menurut Hammer & Champy )

Definisi dari proses bisnis adalah:

Organisasi yang logis dari orang, bahan, tenaga, peralatan, dan prosedur menjadi

kegiatan bekerja yang dirancang untuk membuat hasil akhir yang ditentukan atau

hasil dari bekerja ( Menurut Davenport & Short )

Sekumpulan dari kegiatan yang menggunakan satu jenis atau lebih input dan

menghasilkan suatu output yang memberikan nilai kepada konsumen ( Menurut

Hammer & Champy )


Berdasarkan definisi dari rekayasa ulang proses bisnis diatas dapat disimpulkan,

antara lain :

Fundamental yaitu mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar

mengenai perusahaan dan bagaimana kegiatan operasi perusahaan tersebut.

Radikal yaitu memulai dari sumber permasalahan dan menciptakan cara-cara

baru dalam menyelesaikan pekerjaan.

Dramatis yaitu rekayasa ulang tidak membuat perubahan secara marjinal atau

incremental tetapi merupakan suatu lompatan yang jauh.

Proses yaitu sekumpulan dari kegiatan yang menggunakan satu jenis atau lebih

input dan menghasilkan suatu output yang memberikan nilai kepada konsumen.

Menurut Manganelli-Klein (1994), rekayasa ulang adalah suatu perencanaan

ulang yang cepat dan radikal terhadap proses bisnis yang strategis dan mempunyai

nilai tambah dalam proses bisnis yang didukung oleh sistem, kebijakan, dan struktur

organisasi, untuk mengoptimalisasi alur kerja dan produktivitas di dalam organisasi.

Dari definisi ini dapat disimpulkan, antara lain:

Proses strategis yaitu proses-proses penting yang dapat mempengaruhi tujuan,

posisi, dan strategi yang ditetapkan.

Proses yang mempunyai nilai tambah yaitu proses-proses penting yang

berhubungan dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Aktivitas proses yang mendukung sistem, dimulai dari pemrosesan data dan

manajemen sistem informasi di satu sisi dengan sistem sosial budaya di sisi

lainnya.
Aktivitas proses yang mendukung kebijakan, meliputi batasan dan aturan yang

harus dipenuhi dalam menentukan bagaimana suatu pekerjaan akan dilaksanakan.

Aktivitas proses yang mendukung struktur organisasi, meliputi kelompok kerja,

departemen, divisi, unit, dan sebagainya dimana karyawan ditempatkan.

Rekayasa ulang proses bisnis merupakan salah satu pemecahan masalah

manajerial, pendekatan yang bisa mendorong dalam merekomendasikan metode dan

tehnik untuk merancang ulang proses operasional yang dapat mencerminkan bisnis

utamanya, mempunyai orientasi kepada konsumen.

Rekayasa ulang proses bisnis, meliputi:

Perubahan secara radikal.

Mempertimbangkan bisnis proses dan fungsi.

Menggunakan tehnologi informasi secara penuh.

Mengevaluasi kegiatan bisnis utama.

Bertujuan untuk meningkatkan secara menyolok kinerja yang ada.

2.1.1 Rekayasa Ulang Proses Bisnis VS Perbaikan Bisnis

(Business Improvement)

Menurut James A. OBrien, rekayasa ulang proses bisnis dapat dibedakan

dari perbaikan bisnis atau business improvement. Pada rekayasa ulang proses bisnis

dilakukan perencanaan ulang proses bisnis secara radikal, sedangkan dalam

perbaikan bisnis hanya dilakukan perbaikan pada proses yang sudah ada.
Dalam Tabel 2.1 dijelaskan secara lengkap perbedaan antara rekayasa ulang

proses bisnis dengan perbaikan bisnis atau business improvement.

Tabel 2.1 How Business Process Reengineering Differs From Business Improvement
Business Improvement Business Reengineering
Definition Incrementally improving existing Radically redesigning business
processes processes
Target Any process Strategic business processes
Primary Enabler IT and work simplification IT and organizational redesign
Potential Payback 10%-50% improvements 10-fold improvements
What Changes ? Same jobs, just more efficient Big job cuts; new jobs; major job
redesign
Risk of Failure and Low High
Level of Disruption

Ada beberapa pandangan mengenai rekayasa ulang atau biasa dikenal dengan

The Re-engineering Spectrum (Gambar 2.1), yang menurut Champy, James (1995)

dibedakan menjadi:

1. Perbaikan proses (Process improvement tidak selalu merupakan rekayasa ulang

proses bisnis)

Memperbaiki bagian dari proses yang meliputi fungsi yang terutama.

Memusatkan untuk mengerjakan tugas dengan baik dan bukan memindahkan

tugas atau menghilangkan penundaan diantara tugas.

Penilaian yang sedikit kritis atas proses secara keseluruhan atau analisa

kebutuhan dari proses secara keseluruhan.

Tipe perbaikan 5-20 %


2. Rekayasa ulang proses (Process re-engineering merupakan rekayasa ulang

proses bisnis)

Memulai dengan pertanyaan mengenai kebutuhan dari proses secara

keseluruhan.

Melibatkan pemikiran ulang atas proses.

Merancang ulang setiap elemen dari proses.

Mengarahkan kepada perbaikan secara bertahap atas proses (50 %)

3. Rekayasa ulang bisnis (Business re-engineering merupakan rekayasa ulang

proses bisnis)

Mengarahkan kepada perbaikan diantara semua proses.

Memberikan perubahan bertahap dalam kinerja keseluruhan dari organisasi.

Memberikan perhatian pada perancangan ulang dari keseluruhan arsitektur

bisnis.

4. Perubahan (Transformation - merupakan rekayasa ulang proses bisnis)

Menciptakan kembali bisnis secara keseluruhan.

Memulai dengan pertanyaan mengenai kebutuhan dari bisnis.

Pertimbangan atas proses.


Dalam Gambar 2.1 diberikan penjelasan mengenai proses yang dilakukan

dalam batasan yang sempit sampai kepada transformasi dalam batasan bisnis yang

luas dan tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup perusahaan.

Local & Limited Risk Threat To Survival

Paradigm Shift Sustainable Step Change

Transformation

Business
Reengineering
Gains
Mindset Change
Process
Reengineering

Process
Incremental
None
Local Scope Business Wide

Gambar 2.1 The Re-engineering Spectrum

Menurut Thomas H. Davenport, 1993, Process Innovation: Reengineering

Work Through Information Technology, yang menjadi persamaan dan perbedaan

antara rekayasa ulang dengan perbaikan yang terus menerus, seperti dalam Tabel 2.2.

Persamaan antara rekayasa ulang dengan perbaikan yang terus menerus

adalah keduanya menganalisa proses, mengutamakan pengukuran kinerja, merubah

organisasi dan perilaku secara signifikan, sedangkan perbedaan antara keduanya

lebih kepada tingkat perubahan, partisipasi dari karyawan, batasan, resiko, dan jenis

perubahan yang terjadi.


Tabel 2.2 Reengineering Versus Continuous Improvement
Reengineering Continuous Improvement
Similarities:
Basis of analysis Processes Processes
Performance measurement Rigorous Rigorous
Organizational change Significant Significant
Behavioral change Significant Significant
Time investment Substantial Substantial
Differences:
Level of change Radical Incremental
Starting point Clean slate Existing process
Participation Top-down Bottom-up
Typical of scope Broad, cross-functional Narrow, within functions
Risk High Moderate
Primary enabler Information technology Statistical control
Type of change Cultural and structural Cultural

2.1.2 Tujuan Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Tujuan, proses, dan hasil dari rekayasa ulang proses bisnis merupakan

sumber efisiensi, produktivitas, dan meningkatkan keunggulan bersaing bagi

organisasi. Suatu perusahaan yang menganalisa gejala persaingan dan pilihan

strategis akan memusatkan pada peningkatan produktivitas, rasio dari input terhadap

output, peningkatan pelayanan kepada konsumen, diversifikasi produk dan jasa.

Tujuan utama dari rekayasa ulang proses bisnis, menurut Colin Armistead dan Philip

Rowland (1996) adalah:

Pengurangan waktu siklus.

Pengurangan biaya dan peningkatan keuntungan.


Peningkatan efisiensi, melalui peningkatan produktivitas dan utilitas dari sumber

daya, perancangan ulang yang strategis, cepat dan radikal, menambah nilai

proses bisnis dan merubah sistem, kebijakan dan struktur yang mendukung

proses bisnis serta mengoptimalisasi alur kerja dan produktivitas dalam suatu

organisasi.

Untuk mencapai tujuan utama dari rekayasa ulang proses bisnis perlu dilakukan

perubahan terhadap proses yang ada dengan cara, sebagai berikut:

Menghilangkan bagian proses yang tidak penting.

Menggunakan tehnologi pada bagian yang memungkinkan.

Memberi kuasa dengan mengalihkan tanggungjawab pengambilan keputusan dan

pengawasan kepada tingkat dimana pekerjaan tersebut dilakukan.

Memperbaiki alur kerja dengan menekankan pada fungsi yang memberikan nilai

tambah.

Menetapkan kriteria pengukuran yang berguna untuk melakukan analisa dan

pembuatan rencana strategis.

2.1.3 Karakteristik dari Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Karakteristik dari rekayasa ulang proses bisnis adalah:

Rekayasa ulang harus dilakukan secara cepat.

Rekayasa ulang harus memberikan perubahan yang radikal terhadap hasil yang

diharapkan.
Rekayasa ulang harus melakukan perancangan ulang dengan memperhatikan

pada identifikasi dan perbaikan aktivitas yang memberikan nilai tambah dan

mencoba menghilangkan semua aktivitas lainnya.

Rekayasa ulang berbeda dengan perbaikan dan perubahan secara perlahan dalam hal:

Rekayasa ulang bukan sekedar otomatisasi.

Rekayasa ulang bukan sekedar reorganisasi perusahaan.

Rekayasa ulang bukan sekedar pengurangan tenaga kerja.

Rekayasa ulang bukan sekedar perbaikan kualitas.

Menurut Hammer dan Champy (1993), ada beberapa kesamaan atau karakteristik

yang biasanya dihadapi dalam rekayasa ulang proses bisnis, yaitu:

Beberapa pekerjaan dikombinasikan menjadi satu.

Proses yang terintegrasi dapat mengurangi biaya administrasi, karena karyawan

dilibatkan dalam proses, dengan asumsi tanggungjawab untuk memastikan

bahwa kebutuhan konsumen terpenuhi tepat waktu dan tidak ada kerusakan,

untuk itu kebutuhan akan pengawasan berkurang. Perusahaan harus memotivasi

karyawan yang sudah diberikan kuasa untuk mencari penemuan baru dan cara

kreatif untuk menurunkan waktu yang dibutuhkan dan biaya dalam memproduksi

barang dan jasa yang bebas dari kerusakan. Memperbaiki pengawasan adalah

keuntungan lainnya dari proses yang terintegrasi, karena juga melibatkan sedikit

karyawan, memberikan tanggungjawab kepada karyawan, dan memudahkan

pengawasan kinerja.
Pekerja membuat keputusan.

Perusahaan yang melakukan rekayasa ulang proses tidak hanya menjalankan

proses secara horisontal; dimana pekerja atau sebuah tim melakukan pekerjaan

yang bermacam-macam, terus menerus, tetapi juga menjalankan proses vertikal.

Proses vertikal berarti bahwa satu tahap dalam proses dimana pekerja dapat

mengambil keputusan sendiri dan tidak meminta nasihat atau petunjuk dari

atasannya. Tidak disarankan untuk memisahkan proses pengambilan keputusan

dengan pekerjaan yang dilakukan, melainkan proses pengambilan keputusan

merupakan bagian dari pekerjaan. Pekerja sekarang dapat melakukan satu bagian

pekerjaan yang dahulunya dilakukan oleh manajer. Keuntungan daripada proses

vertikal adalah pengurangan waktu yang tertunda untuk melakukan pekerjaan,

biaya overhead yang rendah, respon konsumen yang semakin baik, dan kualitas

tenaga kerja yang berkembang.

Langkah-langkah dalam proses ditampilkan dalam suatu urutan tertentu

Dalam proses konvensional, pekerja A harus menyelesaikan pekerjaan A, setelah

itu pekerja B dapat melanjutkan pekerjaan B. Proses in sangat lamban. Proses

delinearizing adalah suatu proses yang terdiri dari 2 tahap, yaitu banyak

pekerjaan dilakukan secara bersamaan dan pengurangan waktu kerja antara tahap

awal dan akhir dari proses.

Proses dengan banyak cara.

Karakteristik lainnya dari rekayasa ulang proses adalah akhir dari standarisasi.

Proses tradisional dimaksudkan untuk menyediakan produksi masal untuk pasar


dalam jumlah banyak Semua input seragam, maka perusahaan dapat

memproduksi output yang seragam dan konsisten. Untuk memenuhi permintaaan

sekarang, perusahaan membutuhkan banyak cara untuk proses yang sama.

Tradisional proses adalah suatu bentuk untuk memenuhi semua proses yang

biasanya sangat komplek, karena mereka harus menggabungkan beberapa

prosedur khusus dan pengecualian untuk menyelesaikan berbagai macam situasi.

Proses dengan banyak cara sangat jelas dan mudah, karena setiap cara kerja

memerlukan penanganan khusus.

Pekerjaan disesuaikan dengan keadaan.

Karakteristik lainnya adalah pemindahan kerja ke seluruh bagian dalam

perusahaan. Dalam organisasi tradisional, pekerjaan dikelola oleh seorang ahli.

Setelah rekayasa ulang proses, hubungan antara proses dan organisasi berbeda

dari sebelumnya. Pekerjaan berpindah dari satu divisi ke divisi lain untuk

meningkatkan proses.

Pemeriksaan dan pengawasan berkurang.

Rekayasa ulang proses menggunakan pengawasan dalam batasan yang berguna

secara ekonomis.

Rekonsiliasi dikurangi.

Proses rekonsiliasi dikurangi dengan cara mengurangi jumlah pihak ketiga yang

terlibat dalam proses yang menyebabkan kemungkinan data menjadi tidak

mempunyai konsistensi yang tinggi. Case Manager merupakan pemecahan

masalah dalam mengurangi rekonsiliasi. Case Manager berfungsi sebagai


buffer atau cadangan antara proses yang komplek dan konsumen. Case

Manager bertindak seperti konsumen dan bertanggung jawab atas seluruh proses.

Penggabungan sentralisasi atau desentralisasi operasi umum dilakukan.

Perusahaan yang sudah melakukan rekayasa ulang proses bisnisnya mempunyai

kemampuan untuk mengkombinasikan keuntungan dari sentralisasi dan

desentralisasi pada proses yang sama.

2.1.4 Tingkatan dalam Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Tingkatan dalam rekayasa ulang proses bisnis, menurut Champy, James (1995)

sebagai berikut:

Pembentukan kelompok pembuat kebijakan rekayasa ulang proses bisnis (Form a

BPR policy group)

Tim dari senior manajemen dapat mengidentifikasi proses yang diharapkan

konsumen, yang menjadi aspirasi manajemen, dan kinerja dari pesaing.

Kelompok pembuat kebijakan ini yang merencanakan keseluruhan rekayasa

ulang proses bisnis, dan memutuskan proses yang akan di rekayasa ulang dan

urutannya. Kesulitan yang biasanya dihadapi adalah:

1. Pemilihan proses yang akan dirancang ulang.

2. Identifikasi proses dari pada departemen, seperti: penjualan, piutang,

penyimpanan, dan pengiriman, yang merupakan sub sistem dari suatu proses

pemesanan.
Pengajuan arah kinerja dan target yang memungkinkan untuk setiap proses

(Propose performance directions and possible targets)

Penentuan pemilik dan tim proyek rekayasa ulang proses bisnis (Appoint BPR

process owners and build the BPR project team)

Sebelum membuat rancangan proses baru, tim rekayasa ulang proses bisnis

membutuhkan informasi yang menyeluruh dan mengerti proses yang ada

sekarang dan tujuannya. Jika rekayasa ulang dilihat dari sudut pandang

konsumen, maka penyelidikan akan kebutuhan konsumen secara khusus dan

harapan dari konsumen sangat penting. Untuk mengevaluasi kepuasan konsumen

dan kesuksesan perancangan ulang diperlukan data melalui survei, interview,

observasi, dan pengukuran kebutuhan user.

Tim yang memusatkan perhatian pada rekayasa ulang proses bisnis dan

pengembangan (Team focusing and development)

Sangat berguna bagi tim untuk melakukan benchmarking untuk membandingkan

proses yang ada sekarang dengan proses yang akan diajukan maupun dengan

proses yang ada di perusahaan lain, baik yang ada di industri yang sama dan

industri yang berbeda.

Komunikasi dan konsultasi (Communication and consultation)

Kelompok pembuat kebijakan rekayasa ulang proses bisnis perlu melakukan

komunikasi secara menyeluruh di perusahaan untuk mempromosikan dan

menjual pendekatan rekayasa ulang. Rekayasa ulang proses bisnis memerlukan

pemecahan masalah bersama di dalam tim. Komunikasi yang terbuka sangat


penting, karena organisasi harus berubah dan perubahan ini akan berpengaruh

pada setiap orang di dalam organisasi.

Perumusan ulang proses (Process re-formulation)

Proses baru harus dicontohkan dan diuji coba, melalui prototype. Tim rekayasa

ulang harus meyakinkan mereka yang bekerja dengan metode yang lama, bahwa

metode yang baru lebih menguntungkan bagi mereka.

Perencanaan untuk implementasi (Implementation planning)

Perencanaan secara menyeluruh untuk memperkenalkan dan menanamkan proses

baru perlu dilakukan, seperti: panduan, menyiapkan staff, mengembangkan

perubahan melalui strategi dan menjual pengaturan cara kerja baru.

Bentuk-bentuk implementasi:

1. Pilot and then phased implementation.

Dimulai dengan pilot process (Economis) dan mengembangkan ke tahap

pengenalan. Cara ini lebih mengacaukan dari pada implementasi secara

menyeluruh.

2. Parallel running.

Menjalankan proses baru secara parallel atau bersamaan dengan proses lama.

Cara ini mahal, karena harus ada duplikasi staff, peralatan, dsb. Kehilangan

integritas data dapat terjadi ketika proses yang lama dan baru harus dipakai

bersama-sama dan diperbaharui pada data yang sama.


3. Immediate Cut-over

Resiko tinggi, tetapi cukup layak dipergunakan untuk sistem yang secara

menyeluruh sudah ditempatkan dan staff sudah diberi pelatihan mengenai

metode proses yang baru.

4. Post-Cut-over

Pengawasan dan evaluasi. Sekali proses yang baru sudah di implementasi dan

berfungsi, tim rekayasa ulang harus mengawasi kinerja dalam melakukan

perubahan secara terus menerus sampai kepada proses baru.

Menurut Davenport dan Short, ada 5 langkah dalam rekayasa ulang proses bisnis,

yaitu:

1. Mengembangkan visi bisnis dan tujuan dari proses.

2. Mengidentifikasi proses yang akan dirancang ulang.

3. Mengerti dan mengukur proses yang ada sekarang ini.

4. Mengidentifikasi mutu dari IT.

5. Merancang dan membuat prototype dari proses.

Menurut Davenport (1993), ada 5 langkah dalam rekayasa ulang proses bisnis, yaitu:

1. Mengidentifikasi proses untuk pembaharuan.

2. Mengidentifikasi pembawa perubahan.

3. Mengembangkan visi dari proses.

4. Mengerti proses yang ada sekarang ini.

5. Merancang dan membentuk proses baru.


Perbandingan diantara kedua langkah diatas, sebagai berikut:

Davenport dan Short Davenport (1993)


1. Mengembangkan visi bisnis dan 1. Mengidentifikasi proses untuk
tujuan dari proses. pembaharuan.
2. Mengidentifikasi proses yang akan 2. Mengidentifikasi pembawa
dirancang ulang. perubahan.
3. Mengerti dan mengukur proses yang 3. Mengembangkan visi dari proses.
ada sekarang ini. 4. Mengerti proses yang ada sekarang
4. Mengidentifikasi mutu dari IT. ini.
5. Merancang dan membuat protoype 5. Merancang dan membentuk proses
dari proses baru.

Gambar 2.2 Comparison Davenport and Short with Davenport (1993)

Menurut Coulson-Thomas, ada 23 langkah dalam rekayasa ulang proses

bisnis, yaitu:
1. Stimulus 13. Agree design principles
2. Sponsor(s) 14. What can be achieved ?
3. Capability check 15. Dont rush into detail
4. Organisational goals 16. Remember learning/refinement
5. Core BPR team 17. Economic case
6. Select area/process 18. Detailed design
7. Establish portfolio 19. Phased implementation ?
8. Encourage re-think 20. Pilot test
9. Identify customer 21. Full roll-out
10. Re-examine policies 22. Review learning
11. Environmental scan 23. Monitoring
12. Specific vision

Gambar 2.3 Coulson-Thomass 23 Steps

Rekayasa ulang proses bisnis lebih mudah dilakukan pada organisasi yang sudah

menjalankan total quality management sebagai bagian dari budaya bisnisnya.


2.1.5 Peran Tehnologi Informasi

Tehnologi informasi memainkan peran utama dalam rekayasa ulang proses

bisnis. Kecepatan, kemampuan proses informasi, dan penghubung jaringan komputer

dapat meningkatkan efisiensi dari proses bisnis, sebaik komunikasi dan kerja sama

diantara karyawan yang bertanggungjawab dalam operasi dan manajemen. Proses

manajemen pesanan merupakan yang utama dalam mencapai kesuksesan di beberapa

perusahaan, yang melakukan rekayasa ulang proses dengan bantuan dari tehnologi

informasi.

Business Processes
Commitment Configuration Credit Delivery Billing Collections
Proposal
Checking

Business Functions Sales Manufacturing Finance Logistic


Gambar 2.4 The Order Management Process Consists of Several Business Processes
and Crosses The Boundaries of Traditional Business Functions.

Tehnologi informasi yang menunjang rekayasa ulang pada proses manajemen

penjualan dan pesanan, antara lain:

Penelusuran kembali dan sistem manajemen yang menggunakan intranet

perusahaan.

Sistem otomatisasi portable untuk tenaga penjualan yang menggunakan intranet

dan ekstranet.

Jaringan portable untuk media dan tempat konsumen berkomunikasi.

Tempat kerja konsumen untuk memasukan pesanan dan memeriksa status.


Sistem ahli yang cocok dengan kebutuhan konsumen akan barang dan jasa.

Electronic data interchange dan electronic funds transfer diantara perusahaan.

Gudang data konsumen, produk, dan produksi.

Menurut Talwar, ada beberapa Key Technologies, yaitu:

Business and process modelling tools.

Document image processing and workflow.

Electronic data interchange.

Common customer data bases.

Distributed systems / client-server.

Knowledge-based systems.

Menurut Davenport dan Short, ada beberapa peluang dari tehnologi informasi, yaitu:

Automational, mengeliminasi tenaga kerja manusia dari suatu proses.

Informational, menangkap proses informasi dengan tujuan untuk mengetahui.

Sequential, merubah proses sequence atau memungkinkan parallelism.

Tracking, mengawasi secara ketat status proses dan obyek.

Analytical, meningkatkan analisa atas informasi dan pengambilan keputusan.

Geographical, mengkoordinasikan proses lintas jarak.

Disintermediating, mengeliminasi perantara dari suatu proses.

Intellectual (Knowledge management), menangkap dan mendistribusikan

kekayaan intelektual.

Integrative (Transactional), koordinasi diantara tasks dan proses.


2.1.6 Masalah-Masalah Dalam Rekayasa Ulang Proses Bisnis

Masalah-masalah yang dihadapi dalam melakukan rekayasa ulang proses bisnis,

yaitu:

Masalah budaya, seperti:

1. Komitmen dari individu yang kurang bersungguh-sungguh.

2. Kurangnya visi organisasi.

3. Perubahan radikal membawa resiko yang semakin besar.

4. Melihat rekayasa ulang proses bisnis secara tehnik dari pada pemusatan

orang.

Masalah bisnis, seperti:

1. Tujuan yang kurang sesuai.

2. Tujuan yang terlalu sederhana.

3. Agenda yang tersembunyi.

Masalah memusatkan perhatian kepada konsumen, seperti:

1. Kehilangan arah dari konsumen eksternal.

2. Belum berani bertanya kepada konsumen mengenai apa yang belum bisa

diberikan.

3. Kegagalan dalam mengenal konsumen yang bermacam-macam.

Masalah dalam melakukan pekerjaan, seperti:

1. Keengganan untuk memikirkan terlebih dahulu.

2. Mencoba untuk melakukan rekayasa ulang langkah dari proses atau fungsi

dari pada akhir ke akhir dari proses.


3. Menghabiskan waktu untuk menggambarkan dan menganalisa proses yang

sudah terjadi.

Masalah membuat sesuatu terjadi, seperti:

1. Retorika tidak cocok dengan sesungguhnya, khususnya mengenai pemberian

kuasa.

2. Implementasi sumber daya yang diminta tidak tersedia.

3. Mengabaikan kebutuhan dalam memberikan pelatihan yang memadai kepada

staff.

Masalah apa yang terjadi setelah itu, seperti:

1. Pertentangan antara rekayasa ulang proses bisnis dengan inisiatif dari

departemen.

2. Arah pengembangan menjadi tertinggal.

Stakeholder
Aspects

Organizational Control
Aspects Aspects

Gambar 2.5 Pitfalls of Doing BPR

Elemen dari sukses dan gagalnya rekayasa ulang, antara lain:

Elemen dari kesuksesan

1. Penentuan target pelaksanaan yang agresif dalam rekayasa ulang.


2. Chief Executive harus meluangkan waktu 20 sampai 50 persen untuk proyek

rekayasa ulang.

3. Memimpin comprehensive review atas kebutuhan pelanggan, economic leverage

points, dan market trends.

4. Menugaskan Senior Executive untuk bertanggungjawab dalam implementasi.

5. Memimpin comprehensive pilot atas desain yang baru.

Elemen dari kegagalan

1. Menugaskan average performer untuk melakukan proyek rekayasa ulang.

2. Pengukuran hanya pada rencana dan tidak pada implementasi proses aktual.

3. Menyelesaikan hanya status quo dari pada perubahan secara radikal.

4. Mengabaikan komunikasi dari pada implementasi atas program komunikasi yang

sudah ada.

2.2 Sistem Kerja Perusahaan

Menurut Raymond McLeod, Jr., sistem adalah sekumpulan elemen yang

terintegrasi dengan maksud untuk mencapai tujuan. Organisasi memiliki sumber

daya yang harus diidentifikasi terlebih dahulu dan dipergunakan untuk mencapai

tujuan tertentu yang ditetapkan oleh pemilik atau manajemen.


Elemen dari sistem, menurut Everatt E. Adam, Jr. dan Ronald J. Ebert (1992),

sebagai berikut:

Objectives

Control
Mechanism

Input Trans- Output


formation

Gambar 2.6 Component Parts of a System That Can Control Its Own Operations

Definisi operasi atau kerja, adalah kegiatan bisnis sehari-hari dari perusahaan

untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan oleh manajemen, dimana setiap fungsi

dari perusahaan saling berintegrasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Definisi perusahaan, adalah organisasi yang terdiri dari sekumpulan orang

yang berusaha bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama yang berupa

keuntungan atau laba secara maksimal.

Definisi sistem kerja perusahaan, adalah sekumpulan elemen yang

dipergunakan oleh perusahaan untuk melakukan aktivitas bisnisnya setiap hari yang

dapat menunjang setiap fungsi yang ada dalam memenuhi kebutuhan dari konsumen.

Elemen tersebut dapat berupa kebijakan, prosedur, alur kerja, aplikasi sistem

komputer, dan perangkat keras maupun perangkat lunak yang dipergunakan.


Menurut Jeffrey L. Whitten, Lonnie D. Bentley, Kevin C. Dittman, systems

operation adalah hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan dan tahun ke tahun

eksekusi dari sistem informasi proses bisnis dan program aplikasi.

Menurut Richard B. Chase and Nicholas J. Aguilano, operations system

adalah bagian dari organisasi yang menghasilkan secara phisik barang dan jasa.
Random
Adjustment Fluctuations Monitor
Needed ? Output
Outputs
Inputs
Services
Labor Mgt. Process

Comparison:
Actual vs
Desired

Feedback

Gambar 2.7 The Basic Elemen Of Operations System.

Conversion process adalah proses yang merubah input seperti: tenaga kerja,

modal, tanah, dan manajemen menjadi output seperti: barang dan jasa.

Value added terjadi ketika mengolah input menjadi barang dan jasa

menimbulkan peningkatan nilai dari output dibandingkan dengan sejumlah nilai dari

input.

Random fluctuations adalah pengaruh lingkungan yang tidak direncanakan

atau tidak dapat di control, seperti: kerusuhan, dan banjir, yang menyebabkan

rencana dan aktual output harus disesuaikan.

Feedback adalah informasi dalam proses control yang mengijinkan

manajemen untuk memutuskan apakah aktivitas organisasi perlu disesuaikan.


Tehnologi adalah tingkat ilmu pengetahuan yang berpengalaman dalam

tenaga kerja, peralatan, keahlian dalam proses konversi.

Karakteristik perbedaan antara aktivitas operasi perusahaan industri dengan

jasa, antara lain:

Output yang tangible dan intagible.

Konsumsi atas output.

Dasar dari pekerjaan.

Frekuensi ketemu dengan konsumen.

Partisipasi konsumen dalam konversi.

Pengukuran kinerja.

2.2.1 Ketentuan Strategik Dari Operasi

Manajemen operasi dapat didefinisikan sebagai disain, operasi, dan perbaikan

dari sistem produksi yang menghasilkan barang dan jasa bagi perusahaan. Strategi

operasi adalah bagaimana perusahaan menggunakan kapasitas produksinya untuk

menunjang strategi perusahaan. Pilihan paling mendasar untuk melakukan kompetisi

di industri memiliki 4 karakteristik yang menjadi prioritas, antara lain:

Kualitas (Kinerja produk).

Efisiensi biaya (Harga produk yang rendah).

Dapat diandalkan (Tepat waktu, ketepatan pengiriman atas pesanan pelanggan).

Fleksibel (Mengeluarkan produk baru atau perubahan jumlah output)


Strategi operasi menekankan pada pengaturan kebijakan secara luas dan

perencanaan untuk menggunakan sumber daya produksi dari perusahaan untuk

mendukung strategi kompetisi dalam jangka panjang. Beberapa permasalahan dalam

strategi operasi, yaitu:

Kapasitas yang dibutuhkan: jumlah, waktu, dan tipe.

Fasilitas: ukuran, lokasi, dan spesialisasi.

Tehnologi: peralatan, otomatisasi, dan jaringan.

Integrasi vertikal: memperluas penggunaan supplier dari luar.

Tenaga kerja: tingkat kemampuan, kebijakan penggajian, dan keamanan kerja.

Kualitas: pencegahan kerusakan, pengawasan, dan intervensi.

Perencanaan produksi atau pengawasan material: kebijakan, sentralisasi, dan

ketentuan pengambilan keputusan.

Organisasi: struktur, sistem pengawasan atau penghargaan, peraturan dari

kelompok staff.

Customer Needs Corporate Strategy

Alignment

Operation Strategy
Core
Competencies
Decisions

Processes, Infrastructure, and Capabilities

Gambar 2.8 Strategi Operasi (Richard B. Chase, Nicholas J. Aguilano (1995))


Ada 4 tingkatan kompetitif dari perusahaan jasa, yaitu:

1. Available for service (Menyediakan pelayanan)

Reactive, non-performance-based survival.

2. Journeyman.

Firm neither sought nor avoided.

Reliable but uninspired operation.

3. Distinctive competence achieved.

Reputasi untuk sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

Customer-focused operations--management support.

4. World class service delivery.

Nama perusahaan identik dengan pelayanan yang baik yang menitikberatkan

pada menyenangkan dari pada memuaskan pelanggan.

Terus menerus belajar dan memperbaiki operasi.

NO JUDUL PENELITI VARIABEL ALAT TEORI HASIL


PENELITIAN UKUR

1 Analisis dan Agus Metode


rekayasa ulang Sulaiman kuantitatif,
proses bisnis pendekatan
system metode BPR
pembelianpada
PT.XYZ

No 1
Judul : REKAYASA ULANG PROSES BISNIS UNTUK MEMBANGUN SISTEM
INFORMASI PERIJINAN PADA UNIT PELAYANAN TERPADU KABUPATEN
GIANYAR

Peneliti: I Kadek Agus Krisna Adi


Variabel : Bussiness Proses Reengineering, metodologi Revision Reengineering, system
informasi
Alat ukur :
Hasil : Ijin lokasi terjadi pengurangan waktu siklus sebesar 76.23%, Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB) terjadi pengurangan waktu siklus sebesar 66.85%, Ijin Tempat Usaha
(SITU) terjadi pengurangan waktu siklus sebesar 78.49%, Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
terjadi pengurangan waktu siklus sebesar 66.34 %.

No 2
Judul : ANALISIS BUSINESS PROCESS REENGINEERING UNTUK
MENGEVALUASI, MEREKAYASA ULANG, DAN MEMPERBAIKI MONITORING
KONTRAK PADA PT PLN (PERSERO) DIST. JATIM AREA MALANG.

Peneliti : Ni Luh Wisayani Kertahadi Riyadi


Variabel : Proses Bisnis, Monitoring Kontrak, BPR.
Alat ukur : penelitian kualitatif, Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data
spiral Creswell (2007:150):

Hasil : Dengan menggunakan Rancangan Proses Bisnis Baru dapat mencapai penghematan
waktu pada Proses Bisnis Monitoring Kontrak 31,39 % - 44,51%

Teori :

Anda mungkin juga menyukai