SKRIPSI
RINI HAPSARI
F24070088
ABSTRACT
Statistical Process Control (SPC) is one of method thats widely used in industry to control
the production process. Process control is always associate with quality of finish products. PT.
Belfoods Indonesia as one of meat processing company with chicken nugget as main product has used
the quality system in each production process. The practice of this internship program used
application of SPC, including the use of check sheets, Pareto diagram, Ishikawa diagram, graphs and
control charts and scatter diagram for regression and correlation analysis. Chicken nugget B is the
product with highest defect between other nugget. Based on the interpretation of Pareto diagram,
there are many curved shape product. Ishikawa diagram showed that the main cause factor is
meatmix temperature setting and texture changes rapidly during storage. From result of the control
chart, we knew that the temperature of dough after the mixing process, before forming and when
forming process are out of control. This condition indicated that process production had loss
controlled. Some of data collected also showed the temperature conditions are out of the company's
specifications. Based on analysis of regression and correlation, the increased of dough temperature
during forming process was very influential to product defect. The result of data collections and
observation about meatmix texture and dough temperature during storage used to determine the place
and time limits of storage should be done. Meatmix cant be put on cold storage more than one hour.
The final results of this study can be used to evaluate of production process control and prevent
product defect.
RINGKASAN
Perkembangan industri pangan nasional menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Saat
ini industridituntut untuk dapat menyediakan produkproduk pangan olahan yang menarik dengan
mutu yang baik, bergizi dan aman melalui tindak pengawasan maupun pengendalian proses produksi.
PT. Belfoods Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di sektor pengolahan daging
dan produk olahannya yang paling terkenal adalah chicken nugget.
Chicken nugget merupakan salah satu produk olahan daging ayam yang cukup digemari di
masyarakat. Kandungan gizi tinggi serta cita rasanya yang khas menjadi alasan masyarakat untuk
memilih produk ini menjadi menu makanan sehari-hari. Sebagai salah satu perusahaan besar yang
mengutamakan dan menjaga konsistensi mutu produk yang dihasilkan, pengendalian mutu proses
produksi secara statistikal sangat penting untuk dilakukan. Metode ini dikenal dengan nama Statistical
Process Control (SPC).SPC merupakan suatu metode pengumpulan dan analisis data menggunakan
data statistik berupa bagan pengendalian untuk memantau dan meningkatkan performansi proses
dalam menghasilkan produk yang bermutu. Dalam analisanya, metode SPC menggunakan alat bantu
statistika yang dikenal dengan istilah seventools. SPC dapat memperlihatkan kecenderungan akan
timbulnya masalah pada proses produksi tersebut sehingga tindakan pencegahan dapat dilakukan.
Kegiatan magang ini dilakukan untuk menganalisis permasalahan yang terjadi sepanjang
proses produksi chicken nugget terkait dengan tindakan pengendalian mutu proses yang selama ini
terus ditingkatkan perusahaan. Pengendalian mutu difokuskan pada penerapan teknik-teknik statistik
seperti diagram Pareto, diagram sebab akibat (Ishikawa diagram), bagan kendali serta analisis korelasi
dan regresi linier untuk melihat hubungan antara dua variabel yang dianalisis.
Hasil identifikasi awal permasalahan melalui kegiatan observasi lapang adalah ditemukannya
banyak produk chicken nugget jenis B yang mengalami kerusakan. Kategori kerusakan produk
meliputi bengkok, kecil, menempel, hancur, terkelupas dan patah. Hasil analisis data menggunakan
diagram Pareto menunjukkan bahwa produk bengkok merupakan kategori kerusakan yang paling
sering terjadi, yaitu mencapai 57,5%. Persentase tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan jenis
kerusakan lainnya. Setelah dilakukan pengamatan dan brainstorming bersama para karyawan
produksi, diperoleh kesimpulan bahwa penyebab utama produk bengkok adalah suhu adonan
campuran (meatmix) yang tidak teratur dan karakteristik meatmix yang sering berubah saat
penyimpanan.
Analisis pengendalian dilakukan dengan menganalisis pengendalian parameter suhu meatmix
selama 25 batch produksi yang dilakukan di tiga titik proses yaitu setelah proses mixing, sebelum
proses pencetakan dan saat proses pencetakan. Bagan kendali X-R yang dihasilkan memperlihatkan
bahwa suhu meatmix setelah proses mixing, sebelum proses pencetakan dan saat proses pencetakan
dalam kondisi tidak terkendali. Hasil analisa ini menjadi perhatian utama pihak produksi karena data-
data yang dihasilkan merupakan pertanda awal terjadinya penurunan mutu produk akhir. Langkah
pengendalian yang efektif sangat diperlukan untuk dapat mengurangi terjadinya kerusakan produk
nugget bentuk bengkok atau melengkung. Hal ini terkait pada resiko kerugian yang dapat dialami
perusahaan.
Hasil analisis korelasi dan regresi linier yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang kuat antara suhu meatmix saat proses pencetakan dengan persentase produk bengkok.
Hubungan antara kedua variabel dapat dikatakan berkorelasi positif. Garis regresi yang dihasilkan
adalah y= 7,367x + 38,89 dengan nilai R = 0,92. Karakteristik meatmix dianggap salah satu faktor
yang menjadi penyebab suhu meatmixlebih cepat naik saat pencetakan. Melalui kegiatan pengamatan
dan pendataan, dapat disimpulkan bahwa kondisi meatmix yang berair akan lebih cepat mengalami
kenaikan suhu saat pencetakan. Dengan menggunakan analisa grafik diperoleh data kondisi terjadinya
kenaikan suhu yaitu pada saat proses pencetakan. Langkah selanjutnya adalah melakukan pendataan
suhu meatmix setiap 30 menit saat penyimpanan untuk menentukan batas waktu penyimpanan
meatmix. Hasil akhir pendataan yang diinterpretasikan dalam bentuk grafik dan tabel menunjukkan
bahwa suhu tengah meatmix cenderung stabil pada penyimpanan di suhu 4C maupun pada suhu -
20C, sedangkan bagian luar menunjukkan perubahan suhu yang berbeda pada masing-masing tempat
penyimpanan. Pada penyimpanan 4C, suhu meatmix cenderung semakin meningkat dan karakteristik
meatmix semakin lembek dan berair, sedangkan pada penyimpanan -20C, suhu meatmix cenderung
terus menurun dan karakteristik meatmix semakin keras bahkan beku (frozen).
Meatmix yang bersifat lembek mengalami perubahan suhu yang cukup cepat dibandingkan
meatmix normal (padat) sehingga lebih beresiko menyebabkan produk bengkok. Oleh karena itu, hasil
analisa grafik dapat digunakan untuk menentukan waktu dan kondisi penyimpanan yang sebaiknya
dilakukan. Agar dapat mempertahankan suhu dan kondisi meatmix sebelum proses penyimpanan,
sebaiknya meatmix disimpan dalam ruangan bersuhu 4C dengan waktu penyimpanan kurang lebih 60
menit (1 jam)atau dapat disimpan pada ruangan bersuhu -20C dalam waktu kurang lebih 30 menit.
Tindakan pengendalian yang dapat dilakukan adalah mencegah penyimpanan adonan atau meatmix
terlalu lama karena akan menyebabkan perubahan suhu dan karakteristik meatmix yang tidak
diinginkan,serta pengaturan tekanan nitrogen dan waktu mixing yang tepat dan penyesuaian waktu
penuangan adonan ke dalam mesin forming. Tindakan lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan pengecekan mesin, penyetingan posisi dan kecepatan konveyor serta pelatihan mengenai
metode penyortiran pada pekerja.
PENERAPAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) DALAM ANALISIS
PENGENDALIAN PROSES PRODUKSI CHICKEN NUGGET DI PT. BELFOODS
INDONESIA, BOGOR JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
RINI HAPSARI
F24070088
Menyetujui,
Mengetahui,
Plt Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Rini Hapsari
F24070088
Hak cipta milik Rini Hapsari, tahun 2011
Hak cipta dilindungi
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan segala rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan praktek kerja magang selama 4 bulan dan
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Penerapan Statistical Process Control (SPC) dalam
Analisis Pengendalian Proses Produksi Chicken Nugget di PT. Belfoods Indonesia, Bogor Jawa
Barat.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan, serta dorongan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Tante, kakak dan adik serta seluruh keluarga atas limpahan kasih
sayang dan dukungan moril serta materiil selama ini.
2. Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS sebagai dosen pembimbing akademik atas segala arahan,
dukungan, bimbingan, serta ilmu yang diberikan kepada penulis selama penulis menempuh
pendidikan di ITP sampai terselesaikannya skripsi ini.
3. Nandang Hikmat, S.TP selaku pembimbing dan penguji skripsi atas bimbingan dan masukannya
dalam perbaikan skripsi.
4. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc selakupenguji skripsi atas waktu dan kesediaannya serta masukan yang
bermanfaat untuk perbaikan skripsi.
5. Bapak Sobary selaku pembimbing lapang atas bimbingan dan arahannya selama penulis
melaksanakan praktek kerja magang.
6. Bapak Iwan B. Indrawan, Ibu Rita Syafia, Ibu Irma Surmalia dan Ibu Lismawati atas bantuan dan
perhatiannya selama 4 bulan. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis
sehingga penulis dapat belajar banyak hal selama ini.
7. Seluruh dosen dan staf pengajar Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), terima kasihatas ilmu dan
pengetahuan yang diberikan selama 3 tahun di ITP.
8. Para karyawan produksi dan tim QC serta seluruh staf dan karyawan PT. Belfoods Indonesia atas
bantuan, dukungan dan persahabatanselama 4 bulan sehingga penulis dapat banyak belajar dan
berhasil mencapai target yang diinginkan selama melaksanakan magang.
9. Teman-teman seperjuangan di ITP. Terima kasih atas kebersamaan dan dorongan semangatnya
yang telah membuat penulis merasa bangga menjadi keluarga besar ITP IPB
10. Para sahabat di Wisma Zulfa, Babakan Tengah atas dukungan dan kebersamaannya selama ini.
11. Para sahabat dan teman seperjuangan selama magang dan kuliah, Nadea, Chintia, Septiani, Dahlia,
Andini, Yudha, Deswanti, Vanya, Reisa, Puji, Imel, Chyntia Dewi, Elvita, Marvin, Hanna dan
teman-teman lainnya yang turut membantu serta memberikan dukungan selama masa kuliah dan
praktek kerja magang.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi informasi bagi pembaca mengenai
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi kemajuan perusahaan kedepannya.
Rini Hapsari
iii
DAFTAR ISI
........................................................................................................................ Halaman
iv
D. IDENTIFIKASI LANGKAH PERBAIKAN PROSES .......................................................... 53
VI. SIMPULAN DAN SARAN....................................................................................................... 54
A. SIMPULAN ........................................................................................................................ 54
B. SARAN .............................................................................................................................. 55
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 56
LAMPIRAN ..................................................................................................................................... 59
v
DAFTAR TABEL
Halaman
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
viii
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring pesatnya perkembangan industri sektor makanan olahan di Indonesia, diperlukan
upaya untuk terus mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas suatu produk
merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan daya saing produk, selain biaya
produksi dan ketepatan waktu produksi (Nasution 2005). Industri pengolahan pangan yang
mengutamakan kualitas tentunya akan melakukan tindakan pengendalian proses untuk terus
menjaga kualitas produk yang dihasilkannya. Atas dasar inilah, permasalahan kerusakan produk
chicken nugget di PT. Belfoods Indonesia menjadi permasalahan yang diangkat dalam praktek
kerja magang terkait resiko penurunan mutu yang dapat terus terjadi tanpa dilakukannya tindak
pengendalian yang efektif.
Mutu merupakan faktor utama yang harus manjadi perhatian suatu industri pengolahan
pangan. ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk
atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi 2001 diacu dalam
Muhandri dan Kadarisman 2006). Untuk dapat menghasilkan produk yang bermutu, kegiatan
pengendalian mutu perlu ditingkatkan. Pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan
kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu. Kegiatan ini
mencakup: (1) monitoring suatu proses, (2) melakukan tindakan koreksi bila terdapat
ketidaksesuaian dan (3) menghilangkan penyebab timbulnya ketidaksesuaian.
Salah satu prosedur pengendalian mutu yang dapat digunakan oleh industri pengolahan
adalah pengendalian proses secara statistika (Statistical Process Control/SPC). Menurut Bhuyan
(2007), pengendalian proses merupakan suatu teknik pengaturan output jika terjadi
penyimpangan dari level yang diinginkan. SPC menurut Gaspersz (1998) adalah suatu
metodologi pengumpulan dan analisa data kuantitatif, serta penentuan dan interpretasi dari
pengukuran-pengukuran yang telah dilakukan yang dapat menjelaskan proses dalam peningkatan
kualitas produk untuk memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.
Statistik pada dasarnya merupakan alat bantu untuk memberi gambaran atas suatu
kejadian melalui bentuk sederhana, baik berupa angka-angka maupun grafik-grafik (Irianto
2008). Penggunaan statistik memungkinkan evaluasi terhadap proses produksi dapat dilakukan
secara logis dan obyektif serta memudahkan pengambilan kesimpulan tentang perlunya
dilakukan suatu tindakan untuk menjaga proses produksi tetap dalam kondisi yang dikehendaki.
Menurut Saefuddin et al. (2010), dalam menghadapi persaingan di dunia industri dan bisnis,
statistika menjadi ujung tombak yang dapat diandalkan.
Kegiatan praktek kerja magang di PT. Belfoods Indonesia dititikberatkan pada
permasalahan kerusakan produk chicken nugget yang belakangan ini menjadi keluhan pihak
produksi. Terjadinya kerusakan produk dapat disebabkan kondisi proses produksi di beberapa
titik yang tidak terkendali. Kondisi ini dapat berakibat pada terjadinya penurunan mutu produk
yang dihasilkan. Tentunya hal ini sangat tidak diinginkan oleh perusahaan karena dapat
menimbulkan kerugian. Melalui pengumpulan data-data statistika yang biasa digunakan
perusahaan untuk mengidentifikasi masalah sampai tingkat perbaikan, maka diharapkan hasil
akhir penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan dalam meningkatkan mutu
produknya.
1
B. TUJUAN
1. Umum
Mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di perguruan
tinggi untuk mengidentifikasi permasalahan sepanjang proses produksi, menganalisa faktor
penyebab terjadinya permasalahan yang terjadi serta mampu memberikan langkah
penyelesaian yang dapat dilakukan perusahaan untuk melakukan evaluasi maupun perbaikan
proses produksi ke depannya.
2. Khusus
- Mempelajari aspek produksi chicken nugget baik dari bahan baku serta teknologi proses
produksi yang digunakan sampai pada proses penyimpanan produk akhir (finish product).
- Melakukan observasi lapang untuk menentukan ruang lingkup permasalahan yang akan
dibahas melalui pengamatan kondisi proses produksi chicken nugget sampai produk akhir
yang dihasilkan.
- Melakukan pengumpulan data dan analisis sumber penyebab terjadinya kerusakan serta
analisis pengendalian menggunakan data-data statistika.
C. MANFAAT
Setelah tujuan dari kegiatan magang tercapai, maka diharapkan pihak pelaksana maupun
perusahaan dapat memperoleh manfaat antara lain :
1. Mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya dalam menganalisis
masalah yang terjadi di suatu industri pengolahan pangan.
2. Perusahaan dapat mengambil tindakan dari langkah perbaikan yang telah disusun untuk
diaplikasikan sebagai solusi perbaikan proses.
3. Terjalin kerjasama yang baik antara perusahaan dengan pihak institusi.
2
II. TINJAUAN PERUSAHAAN
B. LOKASI PERUSAHAAN
PT. Belfoods Indonesia terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian pabrik dan bagian kantor
pemasaran. Bagian pabrik berlokasi di Perumahan Citra Indah Kav. PA 2-3 Jl. Raya Jonggol km
23,3 Kecamatan Jonggol, Bogor Jawa Barat. Bagian kantor pemasaran berlokasi di Gedung
Plaza City lantai 2 Kemang Timur, Jakarta Selatan. Lokasi pabrik cukup berjauhan dengan jalan
raya. Bangunan pabrik berada di sekeliling hutan dan sungai dan berhadapan dengan bangunan
sekolah dan perumahan. Namun lokasi pabrik dengan perumahan penduduk berjarak sekitar 500
meter sehingga tidak mengganggu kegiatan produksi maupun kehidupan penduduk sekitarnya.
Pada bagian samping dan belakang pabrik terdapat hutan dan aliran Sungai Cibodas yang
digunakan sebagai pembuangan akhir limbah perusahaan setelah melalui unit proses pengolahan
limbah. Bangunan pabrik terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kantor dan bagian proses
pengolahan. Bagian kantor terletak di lantai atas dan sebagian di lantai bawah bagian depan.
3
Seluruh bagian pabrik utama berada di lantai bawah, namun terpisah dengan bagian kantor.
Bagian kantor meliputi semua departemen kecuali pemasaran (marketing). Selain bangunan
utama pabrik, terdapat juga bangunan dan fasilitas penunjang lainnya yang terletak di sekitar
bangunan pabrik seperti pos keamanan, mushola, kantin, koperasi, mess karyawan, laundry,
bangunan gudang, instalasi pengolahan air, kolam ikan, lapangan parkir dan unit pengolahan
limbah yang berada dekat dengan kolam-kolam ikan dan aliran sungai di belakang pabrik.
Penataan ruang produksi atau pengolahan diatur secara sistematis berdasarkan urutan
kerja, yaitu ruang penerimaan dan penyimpanan bahan baku atau disebut gudang bahan baku,
ruang preparasi I, ruang preparasi II, ruang pencetakan (forming), ruang penggorengan dan
pemanasan atau pemanggangan (frying dan baking), ruang pengemasan (packing) dan ruang
penyimpanan produk akhir (finish good warehouse). Gambaran umum denah penataan ruang
pengolahan chicken nugget terdapat pada Lampiran 2.
1. Kebijakan Mutu
Dalam sistem mutu perusahaan, terdapat suatu kebijakan mutu yang wajib diingat dan
diaplikasikan dalam setiap kegiatan. Kebijakan mutu perusahaan adalah: Menghasilkan
produk pangan halal yang dibuat dari bahan baku pilihan yang bernilai gizi sesuai dengan
standar kesehatan, cita rasa khas, variasi produk serta di dalam proses pembuatannya melalui
prosedur ketat dengan teknologi modern yang berpedoman kepada standar mutu dan
keamanan pangan.
4
2. Standar Kualitas
PT. Belfoods Indonesia memberikan jaminan kualitas yang dimulai dari pemilihan
supplier yang berkomitmen dalam menyediakan bahan baku bermutu tinggi. Semua bahan
baku yang akan digunakan terlebih dahulu telah melalui proses pemeriksaan sesuai dengan
target kualitas dan spesifikasinya. Proses produksi dilakukan dengan menggunakan mesin
berteknologi modern dan selama proses produksi dilakukan pengecekan kualitas secara
kontinyu oleh tim Quality Control, sehingga menjamin konsistensi kualitas produk yang
dihasilkan. Produk-produk yang dihasilkan selalu disimpan dalam cold storage dan
didistribusikan dengan kondisi beku bersuhu -20C sampai dengan -18C.
3. QCC
Dalam menerapkan sistem mutu dan perbaikan secara terus-menerus, PT. Belfoods
Indonesia telah melaksanakan sistem Quality Control Circle (QCC) yaitu suatu sistem
penanggulangan masalah yang ditemukan atau dihadapi melalui adanya kegiatan diskusi
berkesinambungan dan menerapkan teknik perbaikan dalam menyelesaikan permasalahan
tersebut. Dalam penerapannya, digunakan tujuh alat bantu dalam menganalisis penyebab
masalah sampai identifikasi langkah perbaikan yang harus dilakukan, meliputi penggunaan
lembar pengumpul data, stratifikasi, diagram Pareto, diagram sebab akibat, histogram,
diagram pencar (scatter diagram) serta grafik dan bagan kendali. Diadakannya kegiatan QCC
setiap tahun ini juga bertujuan memberikan sarana bagi para karyawan untuk berkembang
dengan belajar serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya di tempat kerja.
PT. Belfoods Indonesia telah melakukan kerjasama dengan berbagai restoran bertaraf
internasional di Indonesia. Untuk terus menjaga sistem mutu dan kualitas produk, pihak restoran
melakukan sistem audit secara rutin dan berkala melalui tindak pengontrolan mulai dari
persiapan bahan baku, proses produksi sampai penanganan produk akhir. Sistem audit juga
diterapkan secara internal setiap bulannya. Auditor merupakan karyawan di suatu departemen
yang melakukan audit di departemen lainnya. Sistem audit meliputi pengecekan kondisi ruang,
dokumentasi terkait tugas departemen yang diaudit dan wawancara terhadap karyawan dalam
departemen tersebut. Audit internal yang berhubungan dengan proses produksi juga dilakukan
untuk menjaga konsistensi proses sampai dengan produk akhir yang dihasilkan. Pihak auditor
juga melakukan pengecekan terhadap terlaksananya SOP dan SSOP di setiap tahap proses
produksi.
Diberlakukannya audit internal di perusahaan juga bertujuan membiasakan para karyawan
menghadapi kegiatan audit dari pihak luar baik pihak restoran, kegiatan kunjungan, auditor SJH
(Sistem Jaminan Halal) maupun audit ISO yang saat ini sedang berlangsung di perusahaan.
Sistem mutu PT. Belfoods Indonesia telah memenuhi standar GMP (Good Manufactring
Practices) dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai syarat mutu dan
keamanan pangan serta dalam tahap sertifikasi ISO 22000:2005 dalam rangka terus menjamin
keamanan produk dan sistem perbaikan yang berkesinambungan. ISO 22000:2005 merupakan
suatu sistem baru yang mencakup HACCP dan ISO 9001 serta beberapa sistem lain yang sejenis
dari standar berbagai negara di Eropa dan Amerika.
E. ORGANISASI PERUSAHAAN
PT. Belfoods Indonesia telah memiliki struktur organisasi yang jelas serta manajemen
organisasi yang baik sesuai dengan kebijakan perusahaan. Sistem organisasi sangat diperlukan
5
untuk pengaturan tugas, tanggung jawab dan wewenang terhadap operasi perusahaan. Struktur
organisasi di PT. Belfoods Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1.
Dalam melaksanakan seluruh kegiatannya, PT. Belfoods Indonesia dikepalai oleh seorang
Bussiness Unit Head (BUH) atau direktur utama yang bertanggung jawab terhadap pengawasan
keberlangsungan seluruh kegiatan. BUH dibantu oleh beberapa departemen utama, yaitu bagian
kesekretariatan, procurement, Human Resource and General Affair (HR & GA), bussiness
development dan unit finance control yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing
dalam menunjang kegiatan BUH. Secara langsung, BUH juga membawahi seorang general
manager yang bertanggung jawab terhadap kegiatan pemasaran dan penjualan produk dan dua
senior manager, yaitu senior manager Research and Development (R&D) yang secara langsung
bertanggung jawab terhadap kegiatan pengawasan proses serta pengembangan produk dan senior
manager manufacture yang bertanggung jawab terhadap berlangsungnya proses produksi mulai
dari persiapan bahan baku sampai produk akhir atau sering disebut plan manager.
Senior manager R&D secara langsung membawahi 3 departemen (4 bagian) yaitu R&D
bagian produk, R&D bagian premix dan QA/QC (bagian QA dan QC). Sedangkan senior
manager manufacture secara langsung membawahi 4 departemen yaitu produksi, PPIC
(production planning inventory control), engineering dan warehouse. Dalam menunjang setiap
kegiatannya, terdapat juga departemen lainnya seperti bagian Information Technology (IT) dan
accounting yang akan dijelaskan pada pembahasan berikutnya.
Ruang lingkup pembahasan organisasi perusahaan ini akan terfokus pada departemen-
departemen yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengolahan produk, pengawasan
sampai dengan pemasaran yang berada di pabrik pengolahan dan kantor pemasaran. Berikut ini
akan dijabarkan uraian singkat mengenai beberapa departemen di PT. Belfoods Indonesia serta
gambaran pengaturan tugas dan tanggung jawab-nya masing-masing.
1. Produksi
Departemen ini merupakan departemen utama yang bertanggung jawab atas proses
produksi. Departemen ini memiliki 5 bagian proses pengolahan yaitu pengolahan nugget dan
patty, produk bakery, kornet dan baso (line dim sum), produk beef dan produk sosis. Setiap
line proses memiliki seorang supervisor dan keseluruhan line pengolahan dikepalai oleh
seorang manager produksi. Departemen ini sangat bertanggung jawab terhadap
keberlangsungan proses produksi mulai dari persiapan bahan baku sampai penyimpanan
produk akhir. Departemen produksi juga harus mempertanggungjawabkan hasil produksi,
mutu produk, serta efisiensi waktu dan material sesuai target perusahaan. Oleh karena itu,
dilakukan kerja sama dengan departemen QA/QC untuk mendapatkan produk akhir yang
optimal, bermutu tinggi serta sesuai spesifikasi yang ditargetkan perusahaan.
6
a. R&D product
R&D bagian produk bertanggung jawab terhadap ide dan pengembangan produk
meliputi inovasi produk baru maupun pengembangan produk yang telah ada. Bagian ini
juga memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan trial baik dalam skala
laboratorium maupun skala produksi, menentukan parameter proses, penetapan komposisi
bahan-bahan serta metode kerja yang harus dilakukan terhadap produk baru, melakukan
presentasi hasil terhadap pengembangan produk yang dilakukan serta memberikan
training kepada pekerja dan operator terkait pelaksanaan produksi produk baru skala
produksi.
b. R&D premix
R&D bagian premix bertanggung jawab terhadap pengembangan serta konsistensi
formulasi bumbu maupun bahan penunjang produk. Bagian ini juga memiliki tugas dan
tanggung jawab terhadap trial penggunaan formulasi bahan atau bumbu baru terhadap
produk yang telah ada serta pengawasan terhadap cita rasa dan karakteristik produk yang
dihasilkan.
1. QC laboratorium
QC bagian laboratorium bertugas melakukan analisis di laboratorium meliputi
analisis mikrobiologi, kimia dan fisik dari bahan baku, penunjang sampai produk
akhir yang dihasilkan. Hasil pengujian akan menjadi data dokumentasi harian
sekaligus menjadi tolak ukur kelayakan bahan, keberlangsungan proses dan produk
akhir.
7
2. QC line proses
QC bagian line proses bertugas melakukan analisis yang harus dilakukan
secara langsung selama proses produksi berlangsung seperti pengukuran suhu bahan
baku, bahan penunjang sampai suhu produk, menimbang bobot produk sampel serta
melakukan pengecekan suhu proses seperti suhu penggorengan dan pembekuan untuk
memastikan suhu proses tidak drop atau berada di bawah standar maksimal
perusahaan. QC line proses juga bertugas melakukan analisis sensori meliputi
penampakan, tekstur, rasa dan aroma produk di ruang uji yang tersedia.
5. Engineering
Departemen ini bertanggung jawab terhadap teknologi fasilitas produksi berikut
penunjangnya seperti mesin, supply uap, air dan listrik agar tetap dalam keadaan baik dan
dapat berfungsi dengan optimal selama proses produksi berlangsung. Departemen ini
memiliki pembagian tugas untuk masing-masing staf yang tersusun dalam tabel pembagian
kerja. Dalam pembagian tugasnya, karyawan bagian engineering selalu berkeliling di
sepanjang line proses pengolahan untuk memantau kondisi proses. Jika terdapat
ketidakstabilan suhu atau kerusakan mesin, bagian ini harus dengan segera melakukan
penanganan melalui tindakan yang tepat agar proses produksi dapat kembali berjalan dengan
normal.
6. Warehouse
Departemen ini bertanggung jawab terhadap penerimaan, penyimpanan serta
pengeluaran barang seperti produk jadi, bahan baku dan pelengkap, bahan-bahan penunjang
produksi serta stock material maupun produkdari dalam gudang. Tugas lain dari departemen
ini adalah melakukan dokumentasi terkait sistem penggudangan meliputi keluar masuknya
barang serta memastikan berjalannya sistem FEFO (First Expired First Out) maupun FIFO
(First In First Out) yang harus diterapkan selama penyimpanan dan distribusi barang dalam
gudang.
7. HR-GA
Departemen ini terdiri dari bagian HRD (Human Resource Development), GA
(General Affair) dan Legal. Bagian HRD bertanggung jawab terhadap recruitment
(penerimaan tenaga kerja), pengembangan karyawan, industrial relations (sanksi karyawan,
PHK, sidang dan mediasi) dan payroll (biaya keuangan meliputi penggajian, benefit dan
asuransi). Bagian GA bertanggungjawab terhadap penjadwalan kegiatan kantor, maintenance
building, kendaraan, serta kondisi dalam dan luar bangunan. Bagian GA juga bertanggung
jawab terhadap hubungan dengan pihak luar maupun dengan kantor-kantor cabang,
8
sedangkan bagian Legal bertanggung jawab atas keseluruhan aspek hukum yang
berhubungan dengan perusahaan, terkait dengan kegiatan maupun dokumentasi. Aspek
hukum antara lain mengenai perizinan dengan pemerintah, sewa tanah dan gedung.
Departemen ini dikepalai oleh seorang manajer yang bertanggung jawab atas
penerapan kedisiplinan karyawan secara berkesinambungan, mengkoordinasikan pembukuan
keluar masuk barang, melakukan koordinasi dengan security dan seluruh karyawan serta
menyusun laporan administrasi keuangan pabrik secara lengkap.
8. Accounting
Departemen ini bertanggung jawab atas keuangan perusahaan meliputi pembiayaan,
pembayaran pajak, kegiatan pembukuan dan hal-hal yang terkait dengan administrasi kantor.
Kegiatan departemen ini meliputi pengaturan cash flow perusahaan, memproses perpajakan
perusahaan, menyiapkan laporan keuangan, analisis keuangan serta mengatur neraca
keuangan dan account perusahaan secara rutin. Selain itu, departemen ini juga bertanggung
jawab terhadap kegiatan penentuan biaya mutu perusahaan melalui kerjasama dengan pihak
pembelian barang departemen produksi dan engineering.
F. KETENAGAKERJAAN
PT. Belfoods Indonesia memiliki total 682 karyawan yang tersebar di berbagai
departemen dan tingkatan dalam perusahaan baik kantor pemasaran maupun pabrik pengolahan.
Di pabrik pengolahan sendiri terdapat 458 karyawan dengan status tetap maupun kontrak.
Dalam melaksanakan seluruh kegiatannya, perusahaan ini menerapkan waktu kerja
sebanyak 8 jam per hari selama hari kerja yaitu Senin sampai Jumat khusus untuk karyawan
bagian kantor dan beberapa karyawan pabrik. Sedangkan untuk karyawan yang berhubungan
dengan proses produksi diberlakukan sistem shift. Dalam satu hari (24 jam) dibagi menjadi 3
shift. Pada hari Sabtu dilaksanakan setengah hari kerja pada shift 1 dan shift 2 dan untuk hari
9
minggu diterapkan setengah hari kerja pada shift 2 dan shift 3. Pengaturan jam kerja ini
bertujuan untuk tetap menjaga tercapainya target permintaan dari pihak pemasaran (marketing).
Pengaturan jam kerja karyawan dapat dilihat pada Tabel 1.
Bagian
Shift 2 15.00 - 23.00 WIB 12.00 - 17.00 WIB 15.00 - 23.00 WIB
Produksi
Perusahaan juga memberlakukan sistem lembur dengan adanya surat perintah dan
pemberlakuan waktu cuti yang berhak diperoleh karyawan sesuai dengan masa kerjanya. Seluruh
karyawan baik karyawan tetap maupun kontrak mendapatkan fasilitas dan tunjangan dari
perusahaan berupa tunjangan gaji, makan siang, fasilitas bis jemputan atau penggunaan mobil
kantor, mess serta tunjangan kesehatan.
10
Gambar 1. Logo produk Belfoods
11
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. CHICKEN NUGGET
Menurut Standar Nasional Indonesia tahun 2002, chicken nugget (naget ayam) adalah
produk olahan ayam yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging ayam
giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Kandungan gizi chicken nugget meliputi protein, lemak dan
karbohidrat. Secara lengkap, persyaratan mengenai chicken nugget sesuai SNI terdapat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan chicken nugget (naget ayam) sesuai SNI 01-6683-002 (Badan Standardisasi
Nasional 2002)
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Aroma - normal, sesuai label
1.2 Rasa - normal, sesuai label
1.3 Tekstur - Normal
2 Benda asing tidak boleh ada
3 Air %, b/b maks. 60
4 Protein %, b/b min. 12
5 Lemak %, b/b maks. 20
6 Karbohidrat %, b/b maks. 25
7 Kalsium (Ca) mg/100 g
8 Bahan tambahan makanan
8.1 Pengawet - sesuai dengan
8.2 Pewarna - SNI 01-0222-1995
9 Cemaran logam
9.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 2,0
9.2 Tembaga mg/kg maks. 20,0
9.3 Seng (Zn) mg/kg maks 40,0
9.4 Timah mg/kg maks 40,0
9.5 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,03
10 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks 1,0
11 Cemaran mikroba
11.1 Angka Lempeng Total koloni/g maks. 5 x 104
11.2 Coliform APM/g maks. 10
11.3 E. Coli APM/g <3
11.4 Salmonella /25 g Negatif
11.5 Staphylococcus aureus koloni/g maks. 1 x 102
12
Proses Pembuatan Chicken Nugget
Nugget merupakan salah satu bentuk produk beku siap saji, yaitu produk yang telah
mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Astawan
2008). Pada dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu
emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging
giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak menjadi bentuk tertentu,
dikukus, dipotong dan diselimuti perekat tepung (battering) dan dilumuri tepung roti (breading)
(Astawan 2008).
Alat yang digunakan untuk pembuatan emulsi berupa mesin chopper, alat yang sama
dalam pembuatan pasta bakso. Selanjutnya emulsi dan daging giling dicampur bersamaan
dengan bumbu lain sehingga terbentuk adonan (meatmix). Pada skala industri tahapan ini kadang
digunakan gas CO2 atau yang sejenis untuk mendapatkan meatmix dengan suhu tertentu agar
mudah untuk dicetak atau disimpan terlebih dahulu di ruangan dingin (Anonim 2008).Menurut
Owens (2010), tujuan penggilingan ini adalah meningkatkan luas permukaan daging untuk
membantu ekstraksi protein. Tahap ini sangat penting karena jika tidak ada protein yang
terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan selama proses pemasakan dan
menghasilkan produk dengan tekstur yang tidak kuat. Dalam proses penggilingan dan sebelum
pencetakan, suhu harus diturunkan untuk memudahkan proses pencetakan. Jika suhu tidak cukup
dingin, maka adonan akan menjadi terlalu lembek dan tidak akan memberikan bentuk yang
diinginkan saat dicetak (Owens 2010).
Setelah proses penggilingan, pencampuran dan pendinginan, produk siap untuk dicetak.
Adonan yang telah terbentuk kemudian dicetak sesuai bentuk dan ukuran yang diinginkan
(Astawan 2008). Selanjutnya dilakukan pelapisan (coating) adonan yang telah dicetak dengan
tepung berbumbu. Proses pelapisan dapat dilakukan berulang sesuai ketebalan yang diinginkan
(Syamsir et al. 2010). Fellows (2000) menjelaskan bahwa pelapis atau coating dapat
memberikan barrier untuk perubahan kelembaban dan gas juga melindungi produk makanan dari
kerusakan mekanik. Coating juga diaplikasikan pada makanan untuk memperbaiki penampakan,
memodifikasi tekstur, menguatkan cita rasa, serta meningkatkan variety dan nilai tambah pada
produk dasar.
Setelah produk terlapisi, produk kemudian dimasak. Produk tercetak secara khas dimasak
penuh dengan proses penggorengan dan pemanggangan (baking), tergantung spesifikasi produk
(Sams 2001). Penggorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak goreng panas
selama beberapa saat. Hasilnya berupa nugget yang belum mengalami pematangan penuh. Oleh
karena itu, nugget harus dilewatkan ke dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap ini,
nugget diberi uap jenuh panas sehingga mengalami pematangan penuh. Selain untuk
mematangkan produk, proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada
produk akhir (Astawan 2008). Tahap selanjutnya nugget dibekukan dengan mesin pembeku
individual quick freezing (IQF) sampai membeku sempurna. Suhu pembekuan memegang peran
penting terhadap daya simpan nugget. Selanjutnya nugget yang telah beku dilakukan
pengemasan sesuai yang diinginkan (Anonim 2008). Pembekuan mempunyai efek menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Suhu beku memberikan efek membunuh terhadap
mikroorganisme tertentu (Jay 2000). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2002) mengenai
naget ayam, produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau
mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
13
B. STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC)
Pengendalian proses secara statistikal (Statistical Process Control=SPC) merupakan satu
tipe dari sistem umpan balik. SPC adalah suatu metodologi pengumpulan dan analisa data
kuantitatif, serta penentuan dan interprestasi dari pengukuran-pengukuran yang telah dilakukan
yang dapat menjelaskan proses dalam peningkatan kualitas produk untuk memenuhi kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan (Gaspersz 1998). Menurut Nasution (2005), terdapat empat hal penting
yang harus diperhatikan dalam sistem pengendalian proses di industri, yaitu proses, informasi
tentang kinerja, tindakan pada proses dan tindakan pada output. Agar pelaksanaan pengendalian
proses statistikal (Statistical Process Control) dapat berhasil secara efektif dan efisien, para
pelaksana harus memiliki pemahaman tentang proses (statistical thinking) dan menguasai
penerapan metode statistika dalam pengendalian proses industri itu (statistical tools) (Gaspersz
2003).
Menurut Metasari (2008), dalam pengendalian proses secara statistik dikenal adanya
seven tools. Seven tools dari pengendalian proses statistik ini adalah metode grafik paling
sederhana untuk menyelesaikan masalah. Seven tools tersebut adalah:
1. Lembar pengamatan (check sheet)
2. Stratifikasi (run chart)
3. Histogram
4. Grafik kendali (control chart)
5. Diagram Pareto
6. Diagram sebab akibat (cause and effect diagram)
7. Diagram sebar (scatter diagram)
Menurut Goetsch dan Davis (2000), Statistical Process Control (SPC) adalah suatu
metode statistikal yang memisahkan variasi yang dihasilkanspecial causes dari variasi alami,
untuk menghilangkan special causes dan untuk membuat dan menetapkan konsistensi selama
proses, memungkinkan perbaikan proses. SPC tidak menghilangkan semua variasi selama proses
tetapi terkadang memang pada dasarnya membuat suatu proses menjadi konsisten dan
memungkinkan proses untuk diperbaiki. Tujuan pengawasan kualitas secara statistik adalah
untuk menunjukkan tingkat reliabilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi resiko. Hal ini
memungkinkan para manajer membuat keputusan apakah akan menanggung biaya akibat banyak
produk rusak dan menghemat biaya inspeksi atau sebaliknya (Nasution 2005).
C. DIAGRAM PARETO
Diagram Pareto atau Pareto chart adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli
ekonomi Italia yang bernama Vilfredo Pareto pada abad ke 19. Pareto merupakan seorang
ilmuwan dari Italia yang menemukan teori bahwa 20% kondisi dapat menjadi penyebab bagi
80% akibat. Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik garis yang
menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Dengan
memakai diagram Pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan (vital view) dan masalah
yang banyak tetapi kurang dominan (trivial many) (Muhandri dan Kadarisman 2006).
Diagram Pareto merupakan diagnostik kasar yang dapat membantu dalam pembuatan
diagram sebab akibat (diagram Ishikawa) dan merupakan pelengkap dalam bagan kendali.
Dengan bantuan Pareto chart tersebut, kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian
pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada
14
meninjau berbagai sebab pada suatu ketika (Nasution 2004). Dalam mengadakan analisis Pareto,
harus diatasi sebab kejadian, bukan gejalanya.
Diagram Pareto dapat dengan cepat mengidentifikasi jenis kerusakan produk yang sering
terjadi. Nasution (2004) menjelaskan bahwa kegunaan Pareto chart antara lain:
1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani
2. Pareto chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus
ditangani dalam upaya perbaikan
3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan
4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna
D. BRAINSTORMING
Brainstorming adalah suatu cara yang digunakan untuk membantu membangkitkan ide-
ide alternatif dan persepsi dalam suatu tim kerja (team work) yang bersifat terbuka dan bebas.
Brainstorming mencakup pembangkitan ide-ide secara sistemastis dan terstruktur, berdasarkan
kreatifitas pemikiran sejumlah orang (Rampersad 2001). Muhandri dan Kadarisman (2008)
mendefinisikan brainstorming sebagai suatu teknik sumbang saran yang digunakan untuk
memunculkan ide-ide permasalahan mutu dan perbaikannya.
Brainstorming dilakukan dengan para pekerja yang mampu mengetahui faktor-faktor
penyebab dari masalah yang terjadi dan setiap peserta memiliki kebebasan dalam
mengemukakan pendapat, sedangkan peserta lain tidak boleh membantahnya. Dalam
pelaksanaannya, perlu diperhatikan titik-titik khusus, diantaranya penataan ruang, ketentuan
peraturan yang berlaku, menggunakan alat tulis, menuliskan ide-ide tersebut, menjaga suasana
agar kondusif, melakukan evaluasi terhadap ide dan kumpulkan ide-ide tersebut berdasarkan
kategori (Kadarisman dan Muhandri 2008).
Menurut Gasperz (1998), langkah-langkah dalam melakukan brainstorming adalah
sebagai berikut:
1. Menyatakan masalah secara jelas
2. Semua anggota kelompok harus berpikir dan memberikan ide dan tidak boleh mengkritik
atau mengomentari serta langsung dicatat
3. Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu ranking dari ide-ide atau respon yang diterima
4. Memprioritaskan untuk memilih ide-ide terbaik dari berbagai ide atau respon yang
dikemukakan
15
Ishikawa menjelaskan bagaimana bermacam-macam faktor dapat disortir dan dihubungkan satu
sama lain (Nasution 2004).
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang digunakan untuk menunjukkan faktor-
faktor penyebab (sebab) dan karakterisktik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor
penyebab itu (Gaspersz 1998). Tujuan akhirnya adalah menemukan beberapa sumber kunci yang
berkontribusi secara signifikan terhadap permasalahan, sehingga dapat dijadikan target dalam
upaya peningkatan/perbaikan. Selain itu diagram ini juga digunakan untuk mengetahui alasan
yang mungkin ketika suatu proses mulai bermasalah, tidak menunjukkan kinerjanya secara tepat
atau tidak memberikan hasil yang diharapkan (Anonim 2008).
Kategori penyebab umum yang digunakan adalah 5M yang meliputi Material (bahan
baku), Machine (mesin/peralatan), Man (tenaga kerja), Methods (metode) dan Mother nature
(lingkungan). Terkadang faktor manajemen juga ikut menjadi faktor penyebab timbulnya suatu
permasalahan (problem) pada suatu perusahaan. Faktor-faktor tersebut dapat diubah sesuai
dengan kebutuhan, namun pada intinya adalah membuat kategori penyebab yang dapat
mencakup keseluruhan kemungkinan. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
pembuatan diagram ishikawa ini adalah brainstorming. Semakin spesifik suatu penyebab
dirumuskan, maka akan semakin mudah mengetahui upaya perbaikan yang harus dilaksanakan
(Anonim 2008). Contoh struktur diagram sebab akibat ditunjukkan pada Gambar 3.
Penyebab Akibat
Masalah
Penyebab
sekunder
Penyebab primer
Perlu diingat bahwa diagram di atas hanya merupakan alat untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang berpeluang menjadi penyebab masalah. Penyusunannya dilakukan dengan teknik
brainstorming (sumbang saran). Langkah-langkah penyusunannya dijelaskan sebagai berikut
(Muhandri dan Kadarisman 2006) :
1. Gambarkan garis panah dengan kotak di ujung garis sebelah kanan dan tuliskan masalah
(kondisi) yang akan diperbaiki itu di dalam kotak.
2. Tuliskan faktor-faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah
(kondisi) tersebut dalam kotak yang telah dibuat di atas atau di bawah garis panah.
3. Tuliskan faktor-faktor yang lebih rinci yang berpengaruh terhadap faktor utama di kiri atau di
kanan panah penghubung dan buatlah panah di bawah faktor rinci tersebut menuju garis
penghubung.
4. Dari diagram yang sudah lengkap carilah penyebab-penyebab utama dengan menganalisa
data yang sudah ada dan buatlah urutannya dengan menggunakan diagram Pareto.
16
F. BAGAN KENDALI
Bagan kendali (control chart) merupakan grafik garis yang mencantumkan batas
maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas pengendalian. Bagan ini
menunjukkan perubahan data dari waktu ke waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab
munculnya penyimpangan. Bagan ini hanya memberikan tanda (aba-aba) kepada kita terjadinya
penyimpangan dalam proses (Muhandri dan Kadarisman 2006). Tabel 4 menunjukkan beberapa
jenis bagan kendali yang dapat digunakan di Industri.
Dari keempat jenis bagan kendali tersebut, yang paling banyak digunakan di industri
adalah Bagan kendali X-R. Bagan kendali X-R merupakan bagan kendali yang sekaligus
menyatakan harga rata-rata (X) dan selang/range (R). Bagan X menunjukkan adanya perubahan
pada harga rata-rata sedangkan bagan R menunjukkan adanya perubahan dispersi. Bagan kendali
yang telah dibuat nantinya akan digunakan sebagai alat untuk pengendalian proses (Muhandri
dan Kadarisman 2006).
Menurut Ishikawa (1988) yang diacu dalam Muhandri dan Kadarisman (2006), langkah-
langkah pembuatan bagan kendali adalah sebagai berikut:
1. Kumpulkan data, umumnya diperlukan lebih dari 100 buah data. Data dan cara
pengambilannya harus sama dengan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang
2. Bagi data tersebut ke dalam beberapa sub grup
3. Tabelkan data yang ada dan rencanakan lembarannya sehingga hasil perhitungan X (harga
rata-rata sub grup) dan R (range) dapat dengan mudah dicantumkan
4. Hitung rata-rata X yaitu = X. Perhitungan X dilakukan sebagai berikut:
X=
5. Hitung harga R (selisih terbesar dan terkecil)
6. Hitung harga rata-rata total, yaitu jumlah harga X dibagi k (jumlah sub grup)
X=
7. Hitung harga rata-rata R yaitu jumlah R seluruh sub grup dibagi dengan k.
R=
17
8. Hitung batas-batas pengendalian. Tabel 5 menunjukkan beberapa nilai koefisien yang
diperlukan dalam perhitungan batas-batas pengendalian menurut Muhandri dan Kadarisman
(2006).
Bagan Kendali X:
Garis Tengah (GT) = X
BPA = X + A2R
BPB = X A2R
Bagan Kendali R:
Garis Tengah (GT) = R
BPA = D4 x R
BPB = D3 x R
9. Gambarkan rangka Bagan kendali
10. Gambarlah titik-titik X dan R yang sudah dihitung untuk masing-masing sub grup pada
Bagan kendali
11. Tuliskam keterangan-keterangan yang perlu, di sebelah kiri tuliskan jenis bagannya (X atau
R), sedangkan n di kiri atas
Bagan kendali memberikan suatu pelajaran mengenai variasi dan sumbernya. Bagan
kendali dapat memberikan bukan hanya pengendalian dan monitoring proses, tetapi juga
petunjuk untuk tindak perbaikan (Breyfogle 2003).
18
Diagram pencar (scatter diagram) adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan
hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam variabel. Scatter diagram mempunyai sumbu
horizontal X yang menunjukkan ukuran satu variabel dan sumbu vertikal Y menunjukkan ukuran
variabel yang lain (Nasution 2005). Persamaan matematik yang memungkinkan kita meramalkan
nilai-nilai suatu peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas disebut persamaan
regresi. Data atau variabel yang ditebarkan atau diplotkan menghasilkan diagram pencar.
Analisis korelasi mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah demikian melalui
sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi (Walpole 1993). Berbagai derajat korelasi yang
ditunjukkan diagram pencar dapat terlihat pada Gambar 4.
y y
x x
(a) korelasi positif dan tinggi (b) korelasi negatif dan rendah
y y
x x
(c) korelasi nol (d) korelasi nol
Gambar 4. Berbagai derajat korelasi yang ditunjukkan diagram pencar (Walpole 1993)
Dalam analisis korelasi dikenal adanya koefisien korelasi atau nilai R. Menurut Hasan
(2001), koefisien korelasi R digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel
yang datanya berbentuk data interval atau rasio. Nilai dari koefisien korelasi (R) terletak antara -
1 dan +1 (-1 R +1).
1. Jika R = +1, terjadi korelasi positif sempurna antara variabel X dan Y
2. Jika R= -1, terjadi korelasi negatif sempurna antara variabel X dan Y
3. Jika R = 0, tidak terdapat korelasi antara variabel X dan Y
4. Jika 0 < R < +1, terjadi korelasi positif antara variabel X dan Y
5. Jika -1 < R < 0, terjadi korelasi negatif antara variabel X dan Y
19
IV. ASPEK PRODUKSI
PT. Belfoods Indonesia merupakan perusahaan pengolahan daging dengan produk utamanya
yaitu chicken nugget. Bahan pembuatnya terdiri dari bahan baku utamanya yaitu karkas ayam. Selain
bahan baku utama, digunakan juga bahan pelengkap yang terdiri dari bahan pengisi nugget dan bahan
penunjang. Bahan pelengkap adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap untuk memproduksi
chicken nugget. Bahan pelengkap terdiri dari bahan pengisi berupa tepung dan protein dan bahan
penunjang seperti air, garam, bumbu-bumbu dan fosfat.
Dibandingkan jenis produk lainnya. Produk chicken nugget PT. Belfoods Indonesia merupakan
produk yang paling banyak diproduksi. Kapasitas produksinya mencapai kurang lebih 500 kg/jam
dengan menggunakan mesin forming-plate (formax).
2. Bahan Pelengkap
a. Tepung terigu
Tepung terigu merupakan bahan pelengkap utama dalam pengolahan chicken
nugget. Selain sebagai bahan pencampur adonan, tepung terigu juga digunakan sebagai
bahan baku pelapis batter. Pencampuran dilakukan dalam sebuah alat yang dinamakan
batter mixer. Pemakaian tepung terigu bertujuan sebagai pemberi tekstur nugget dan
mengurangi biaya produksi.
20
b. Bahan pelapis (coating)
Bahan pelapis untuk proses coating yang digunakan dalam pembuatan chicken
nugget terbagi menjadi dua, yaitu pelapis basah dan pelapis kering. Pelapis basah yaitu
larutan batter yang merupakan campuran tepung yang dilarutkan dengan air dingin
sehingga membentuk viskositas yang diinginkan. Sedangkan untuk pelapis kering
digunakan tepung roti (bread crumb) yang ditaburkan setelah produk diberi lapisan
batter.
c. Air dan es
Air yang digunakan dalam pengolahan chicken nugget di PT. Belfoods Indonesia
adalah air yang telah memenuhi standar air minum dan telah melewati water treatment.
Air digunakan sebagai media pelarut dan media pencampur bahan-bahan yang digunakan
dalam proses produksi chicken nugget. Penambahan es pada proses pembuatan chicken
nugget ini bertujuan untuk menjaga suhu emulsi agar tetap rendah sehingga terjadi
pembentukan gel yang baik dan mencegah pecahnya emulsi akibat denaturasi protein. Ice
flake ini berbentuk serpihan es.
Air pada umumnya merupakan bahan tambahan utama dalam produk olahan
lanjutan yang digunakan sebagai bahan pelarut atau bahan pembawa (carrier). Kualitas
air sangat penting sebagai bahan tambahan fungsional yang efektif dan untuk produk
yang dihasilkan, tetapi sering kali diabaikan (Owens 2010). Air dalam pengolahan nugget
berperan sebagai pengikat dan pelarut campuran bahan. Dalam proses pengolahan nugget,
air ditambahkan untuk melarutkan garam dan STPP sehingga ekstraksi protein maksimum
dapat terjadi (Owens 2010).
d. Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu merupakan substansi aromatik yang berasal dari bagian tanaman
atau herba (Owens 2010). Untuk mendapatkan rasa chicken nugget yang disukai, maka
diperlukan penambahan bumbu tertentu. Bumbu yang digunakan disebut sebagai premix,
yang merupakan campuran rempah dan bahan penyedap yang berfungsi untuk
memberikan cita rasa pada produk sesuai dengan yang diinginkan. Premix yang
berbentuk bubuk ini diambil dari ruang premix yang merupakan tempat untuk membuat
campuran premix.
e. Garam
Garam merupakan salah satu bahan penunjang yang berperan sebagai pengikat
selama proses pembuatan adonan. Garam dan bumbu berperan dalam memberikan
citarasa yang diinginkan pada produk nugget. Garam harus ada karena selain berfungsi
membentuk citarasa, garam juga membantu mengekstrak protein miofibrilar daging
(Syamsir 2010).
f. Polifosfat
Polifosfat yang umumnya ditambahkan dalam proses pengolahan chicken nugget
adalah sodium tripolyphosphate (STPP). Menurut Owens (2010) selama pengecilan
ukuran partikel dalam pengolahan nugget, penambahan bahan seperti garam dan sodium
trypolyphosphate (STPP) akan membantu dalam proses ekstraksi protein myofibrilar.
21
g. Protein
Protein kedelai berperan dalam membantu pembentukan tekstur nugget.
Penggunaan protein kedelai sebagai salah satu bahan pengisi sudah sejak lama digunakan
di industri pengolahan nugget. Menurut Owens (2010), isolat maupun konsentrat protein
umumnya digunakan sebagai bahan pengikat, meningkatkan ketahanan kadar garam
dalam produk, menurunkan biaya dan mempertahankan tekstur dan penampakan seperti
daging (meat-like texture).
B. BAHAN PENGEMAS
Bahan pengemas yang umumnya digunakan di perusahaan pengolahan nugget adalah
plastik PE (Poly Ethylene) atau LLDP (Laminated Low Density Polyethilen), sedangkan untuk
kemasan sekunder digunakan bahan carton box. Kemasan primer yaitu plastik memiliki disain
kemasan berbeda sesuai jenis produk nugget yang dikemas. Kemasan produk nugget terdiri atas
3 ukuran yaitu ukuran 250 gram, 500 gram dan 1000 gram. Pada kemasan tercantum nama
produk, nama brand, bobot bersih, nama dan alamat pabrik atau tempat pengolahan, nomor MD,
logo halal, informasi nilai gizi, komposisi serta cara pemasakan. Satu karton terdiri dari beberapa
produk kemasan sesuai dengan ukurannya.
2. Grinder
Mesin ini digunakan untuk menggiling daging yang telah dipotong-potong. Proses
penggilingan daging disebut juga sebagai proses grinding. Proses ini bertujuan untuk
memperoleh daging giling yaitu daging berbentuk halus untuk dicampur dengan bahan lain
sehingga dapat meningkatkan efisiensi pencampuran dan pengadukan dalam pembuatan
adonan. Mesin ini memiliki kapasitas 150 kg. Hasil penggilingan daging ayam ini
selanjutnya akan dicampur dengan emulsi untuk tahap proses pencampuran selanjutnya.
3. Bowl Cutter
Mesin bowl cutter merupakan mesin pencampur yang berbentuk mangkuk besar
dengan mata pisau tajam di dalamnya. Mesin ini digunakan untuk membentuk adonan berupa
emulsi dari campuran daging dengan tepung, emulsifier, air dan bumbu-bumbu sebelum
dilakukan pembentukan meatmix pada mesin pencampuran (twin mixer).
4. Twin Mixer
Mesin ini digunakan untuk menurunkan suhu adonan hingga mencapai suhu yang
diinginkan yaitu -7C sampai (-6)C, sehingga memudahkan pada saat pencetakan. Agar
dapat menurunkan suhu campuran, dilakukan penyemprotan nitrogen cair (dalam bentuk gas)
22
selama proses pengadukan sampai batas waktu yang telah ditentukan. Kapasitas maksimum
mesin ini sebesar 500 kg. Hasil akhir yang dikehendaki dari proses pencampuran pada mesin
ini adalah terbentuknya adonan (meatmix) yang homogen dan bersifat padat sehingga mudah
dicetak.
6. Battering Machine
Mesin ini digunakan untuk mengalirkan batter yang akan melapisi produk sebelum
proses breading. Mesin ini memiliki tangki penampung yang juga digunakan untuk
melakukan pencampuran bahan tepung, bumbu dan air dingin untuk mendapatkan adonan
batter dengan suhu dan karakteristik yang diinginkan. Tujuan proses battering adalah untuk
memberi lapisan basah pada adonan yang telah dicetak sehingga dapat merekatkan bread
crumb dengan baik.
7. Breading Machine
Mesin ini digunakan untuk melapisi permukaan produk dengan tepung roti setelah
dilakukan pelapisan dengan batter. Pelapisan dengan bread crumb ini selain untuk melapisi
produk juga dapat menambah berat produk (pick up) sebelum proses penggorengan. Mesin
ini menggunakan prinsip aliran yang bersirkulasi sehingga bahan tepung yang digunakan
tidak banyak terbuang.
9. Oven
Mesin pemanas yang mirip dengan sistem pengovenan ini digunakan untuk membuat
produk matang sempurna. Proses pemanasan yang dilakukan juga berfungsi untuk
mengawetkan dan memperbaiki karakteristik produk. Suhu pemanas berkisar antara 75C
sampai 80C. Produk dijalankan melewati ruangan dalam oven menggunakan continous
conveyor belt. Sumber panas dari oven ini biasanya pemanasan udara langsung di dalam oven
(Owens 2010).
23
10. Freezer
Produk yang telah melewati proses penggorengan dan pemanasan dihubungkan
dengan konveyor menuju mesin pembekuan yang disebut individual quick freezing machine
(IQF machine). Mesin ini membekukan produk dengan sistem pembekuan cepat (quick
freezing) sehingga tujuan pengawetan produk dapat tercapai. Waktu pembekuan berkisar
antara 45 sampai 60 menit. Suhu produk berkisar antara -18C sampai -25C.
D. SARANA PENUNJANG
PT. Belfoods Indonesia telah memiliki sarana penunjang produksi yang lengkap meliputi
instalasi air, supply tenaga listrik, supply tenaga uap dari boiler, sarana pendingin atau fan,
sarana penyimpanan beku, sarana sanitasi, gudang penyimpanan serta sarana transportasi.
Keseluruhan sarana penunjang ini digunakan untuk mendukung kegiatan produksi.
1. Instalasi Air
Air merupakan sarana penunjang yang sangat penting dalam suatu industri, terutama
industri pengolahan pangan. Air yang digunakan harus dipastikan bersih dan terbebas dari
residu atau kandungan lain yang dapat mengkontaminasi produk. Oleh karena itu, air yang
akan digunakan untuk proses produksi terlebih dahulu diuji di laboratorium untuk
memastikan air yang digunakan telah memenuhi standar air untuk pengolahan.
Sumber air yang digunakan untuk proses produksi berasal dari PAM. Sebelum air
dinyatakan layak untuk digunakan maka air harus melewati proses filtrasi atau penyaringan
terlebih dahulu. Penanganan ini bertujuan agar diperoleh air yang sesuai dengan standar
menurut perusahaan yang mengacu pada standar air untuk pengolahan pangan. PT. Belfoods
Indonesia memiliki tangki penampung air bersih berkapasitas lebih dari 200 m3 yang
digunakan untuk proses produksi. Air bersih untuk proses produksi digunakan sebagai bahan
pencampur dan pelarut, media proses maupun media sanitasi.
24
2. Tenaga Listrik
PT. Belfoods Indonesia menggunakan sumber tenaga listrik utama dari PLN
berkapasitas 1730 KVA yang terbagi dalam dua trafo dan tenaga listrik cadangan dengan
menggunakan generator set yang digunakan jika terjadi pemadaman listrik dari PLN.
Sumber listrik dialirkan melalui panel-panel penghubung untuk penerangan dan menuju
staker-staker di setiap ruangan untuk menggerakkan mesin.
3. Tenaga Uap
Tenaga uap melalui mesin boiler digunakan untuk menghasilkan uap panas (steam)
yang akan digunakan untuk proses pemanasan selama proses produksi. Terdapat satu unit
boiler besar di PT. Belfoods Indonesia bertekanan 5 bar. Uap panas yang dihasilkan berasal
dari air dalam tangki besar yang disupply menggunakan pompa. Uap ini akan ditampung
dalam ketel uap. Dari ketel uap, uap akan dikeluarkan melalui pipa pengeluaran utama yang
dilengkapi dengan kran utama, selanjutnya melalui pressure reducer/reducing valve (Subarna
et al. 2009). Uap panas yang dihasilkan kemudian disalurkan ke ruang produksi untuk alat
atau mesin produksi yang menggunakan steam, seperti frying dan oven melalui pipa-pipa
penyalur khusus dengan menggunakan katup pembuka dan penutup untuk mengatur
pengeluaran uap.
4. Sarana Pendingin
Sarana pendingin terutama dibutuhkan untuk menurunkan suhu ruang produksi
kecuali ruang penggorengan dan pemanasan. Unit penghasil udara dingin ini diperlukan bagi
ruang produksi dan gudang untuk penyimpanan bahan baku dan produk jadi. Unit ini berupa
sistem kompresor dengan menggunakan gas amonia sebagai refrigerant-nya dan masing-
masing unit pendingin di setiap ruangan digunakan untuk keperluan tertentu.
25
sampah akhir. Produk kadaluarsa dibuang dengan cara dikubur langsung di belakang pabrik
dengan kedalaman tertentu agar tidak merusak atau mencemari lingkungan disekitarnya.
2. Pencampuran Bahan
Tahap 1
Setelah tahap persiapan, proses selanjutnya yang dilakukan adalah pencampuran
bahan baku dengan bahan tambahan seperti tepung, air, fosfat beserta bumbu-bumbu dalam
mesin bowl cutter untuk membuat adonan emulsi.
Tahap 2
Adonan emulsi dipindahkan ke dalam mesin twin mixer untuk dicampur dengan bahan
pengisi. Kemudian dilakukan proses mixing dengan penambahan nitrogen yang diberikan
dengan tekanan 6 sampai 8 bar dalam waktu 45 menit. Proses pencampuran ini terjadi dalam
kondisi tertutup dan dengan kecepatan putaran mesin mencapai 3000 rpm. Proses
pencampuran dalam twin mixer ini juga bertujuan menurunkan suhu adonan (meatmix)
dengan memasukkan gas nitrogen sebagai media pendingin sehingga meatmix menjadi lebih
padat dan mudah untuk dicetak. Pemberian nitrogen pada campuran adonan (meatmix)
26
dilakukan dengan cara penyemprotan (spraying). Suhu akhir meatmix yang diinginkan adalah
-7 (-6)C.
Pemilihan nitrogen cair didasarkan atas pertimbangan ekonomis, mampu
mempercepat proses pendinginan, bersifat inert dan tidak meninggalkan residu pada
campuran adonan. Setelah suhu ini tercapai adonan dimasukkan kembali ke dalam kontainer
penampung dan siap untuk dicetak.
.
3. Pencetakan (Forming)
Meatmix yang telah dikeluarkan dari mesin twin mixer selanjutnya dicetak pada mesin
forming. Mesin pencetak chicken nugget yang digunakan di PT. Belfoods Indonesia adalah
mesin forming-plate (stork). Alur proses kerja mesin pencetak forming-plate dapat dilihat
pada Gambar 5.
Selama proses pencetakan, adonan dimasukkan ke dalam hooper (1) dan terdorong
melalui gerakan ulir (2) menuju katup (3) yang mendorong adonan memasuki area press
block. Alat press block (4) akan mendorong adonan (meatmix) menuju papan pencetak atau
moldplate (5). Setelah lubang-lubang cetakan pada moldplate terisi adonan, moldplate akan
bergerak kedepan dan ejector (6) akan menekan adonan pada moldplate sehingga adonan
yang telah tercetak (produk cetakan) akan jatuh dan berjalan pada konveyor untuk proses
selanjutnya yaitu coating. Agar dapat mengantisipasi lengketnya adonan pada moldplate,
dilakukan sistem penyemprotan air melalui alat penyemprot (7) yang tersambung di dekat
ejector sehingga semprotan air akan menuju moldplate.
2
4
6
3
4. Coating
Hasil cetakan dari mesin pencetak selanjutnya dilapisi dengan adonan batter
(battering). Proses pembuatan batter dilakukan dalam batter tank dengan mencampur tepung,
air dan pemberi rasa pada perbandingan tertentu agar mencapai viskositas yang diinginkan.
Selanjutnya dilakukan tahap pelapisan kering menggunakan tepung roti atau bread crumb
27
pada produk yang telah dilapisi batter. Lapisan batter berfungsi untuk melekatkan bubuk
tepung bread crumb pada hasil cetakan dari mesin pencetak. Skema aplikasi mesin batter dan
mesin breader berturut-turut pada proses coating chicken nugget di PT. Belfoods Indonesia
ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7. Terdapat beberapa karakteristik yang dapat
mempengaruhi hasil penampakan dan tekstur produk yang dihasilkan, salah satunya adalah
total pick up. Pick up adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan total pelapisan
yang diaplikasikan pada produk (Owens 2010). Menurut Syamsir (2010), salah satu yang
harus diperhatikan pada mutu produk nugget adalah kondisi pick up terlalu banyak atau
kurang, tergantung pada lapisan coating (terlalu kental atau terlalu encer).
Gambar 6. Skema aplikasi mesin batter pada proses coating produk chicken nugget
di PT. Belfoods Indonesia
Gambar 7. Skema aplikasi mesin breader pada proses coating produk chicken nugget
di PT. Belfoods Indonesia
28
penggunaan panas dalam proses frying akan menurunkan jumlah mikroba pada produk.
Proses penggorengan ini menghasilkan chicken nugget setengah matang.
Proses selanjutnya adalah proses pemanasan dalam hot air dengan melewatkan
chicken nugget dalam sebuah oven yang menggunakan uap panas (hot air). Proses
pemanasan produk menggunakan uap panas ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang
matang sempurna dan mematikan mikroba patogen. Proses pindah panas dalam proses
pemanasan ini terjadi secara konduksi dan radiasi. Konduksi adalah transfer panas dari suatu
bagian padat pada temperatur yang lebih tinggi ke bagian padat lain di suhu yang lebih
rendah, atau dari satu padatan dengan temperatur yang lebih tinggi ke bentuk padat lain
dalam suatu kontak fisik dengan temperatur yang lebih rendah. Pada proses radiasi tidak
dibutuhkan presence(Rohsenow et al. 1998). Radiasi termal merupakan proses panas yang
ditransfer dari suatu bagian (padat) dengan temperatur tertentu tanpa ada campur tangan
media apapun (Kreith dan Bohn 2001).
Proses penuangan
minyak baru
Gambar 8. Skema aplikasi continous deep frying pada proses produk penggorengan nugget
di PT. Belfoods Indonesia
29
V. METODOLOGI
1. Observasi Lapang
Kegiatan ini meliputi pengamatan terhadap keseluruhan aspek produksi chicken
nugget serta melakukan pengamatan proses produksi chicken nugget dan kondisi produk
yang dihasilkan. Observasi lapang dilakukan dalam satu sampai dua minggu yang juga
dilakukan dengan terjun langsung dalam kegiatan produksi dan Quality Control (QC). Ruang
lingkup permasalahan yang dibahas pada penelitian ini mencakup kualitas produk nugget di
PT. Belfoods Indonesia.
2. Pengumpulan Data
Tahapan kedua dalam pelaksanaan praktek magang ini adalah melakukan
pengumpulan data. Pengumpulan data meliputi data kuantitatif dan kualitatif yang bersumber
30
dari data sekunder perusahaan maupun pengambilan data aktual (primer). Pengumpulan data
dilakukan melalui pengamatan, diskusi, pengambilan data aktual maupun pengolahan data
yang telah ada di perusahaan.
Berbeda dengan metode pengumpulan data yang dilakukan perusahaan dalam
melakukan analisa penyelesaian masalah, metode pengumpulan data yang dominan dilakukan
dalam praktek magang ini adalah data-data aktual yang diambil dengan cara-cara tertentu
sesuai dengan tahapan analisis yang akan dilakukan. Tujuannya adalah untuk menghasilkan
data-data yang lebih akurat yang dapat dibandingkan dengan data-data perusahaan
sebelumnya.
3. Analisis Data
Tahap ini merupakan tahap utama dan terpenting dari keseluruhan kegiatan. Pada
tahap inilah dilakukan analisa data dengan menggunakan penerapan teknik-teknik statistika
yang meliputi penggunaan diagram Pareto untuk melihat permasalahan yang paling dominan
terjadi, bagan kendali untuk melihat konsistensi kondisi proses serta diagram pencar dan
garis regresi untuk melihat hubungan dua variabel yang diduga saling berkaitan.
Dalam menganalisa faktor penyebab permasalahan dilakukan teknik brainstorming
dan pengamatan yang hasilnya dapat terinterpretasi dalam suatu diagram sebab akibat.
Analisis data dilakukan menggunakan program Ms. Excel dan program pengolah data
statistik Minitab 14. Analisis data ditekankan pada penggunaan bagan kendali dalam
pengendalian parameter proses. Analisa menggunakan bagan kendali tersebut diharapkan
dapat memberikan masukan bagi pihak produksi dan QC untuk penanganan masalah
pengendalian proses kedepannya. Parameter proses yang paling berpengaruh dianalisis
kondisi pengendaliannya untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan yang dapat dilakukan
perusahaan.
Penggunaan Statistical Process Control (SPC) dalam analisa permasalahan ini dilakukan
dengan menggunakan tujuh alat bantu penyelesaian masalah secara sistematis. Analisa pengendalian
proses dititikberatkan pada penggunaan bagan kendali (control chart). Dengan menggunakan bagan
kendali ini diharapkan perusahaan dapat terus-menerus melakukan tindak pengendalian terkait adanya
resiko perubahan mutu produk yang diakibatkan ketidakterkendalian parameter proses. Dengan
adanya langkah-langkah yang terarah dalam setiap tahap analisis ini juga diharapkan dapat memberi
masukan jika akan dilakukan penelitian lanjutan oleh pihak perusahaan maupun pihak lainnya.
Diagram alir metode kerja yang dilakukan selama praktek kerja magang di PT. Belfoods Indonesia
ditunjukkan pada Gambar 9.
31
Observasi Lapang
Pengumpulan Data
Pengolahan data
dokumentasi produksi
Analisis Data
Pengamatan
Brainstorming
32
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. OBSERVASI LAPANG
Ruang lingkup observasi di lapangan terfokus pada proses pengolahan chicken nugget.
Observasi lapang meliputi kegiatan pengamatan proses pembuatan chicken nugget di PT.
Belfoods Indonesia dan kegiatan identifikasi permasalahan sepanjang proses produksi dan mutu
produk akhir. PT. Belfoods Indonesia selama ini telah menggunakan tujuh alat bantu atau seven
tools untuk menganalisa permasalahan kerusakan produk maupun loss bahan yang terjadi
sepanjang proses produksi melalui kegiatan Quality Control Circle (QCC). Kerusakan produk
yang dianalisa meliputi produk customer atau produk baru. Dengan melakukan pemisahan jenis
kerusakan produk, perusahaan melakukan analisa faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan.
Chicken nugget merupakan produk utama yang paling banyak diproduksi di PT. Belfoods
Indonesia. Sebagai perusahaan yang mengutamakan kualitas produk maupun proses produksi,
permasalahan kerusakan produk menjadi hal penting yang harus dibahas untuk dianalisa faktor
penyebabnya. Kerusakan produk akhir tentunya berhubungan dengan kondisi proses
produksinya, terutama kondisi pengendalian parameter proses. Pihak perusahaan selama ini
masih terfokus untuk memonitor parameter proses maupun produk akhir dengan spesifikasi yang
telah ditetapkan selama ini. Pihak produksi maupun QC juga menganalisa permasalahan
kerusakan produk baru secara kualitatif dengan melakukan modifikasi bahan maupun
pengamatan secara terus-menerus untuk menurunkan kerusakan produk yang terjadi.
Penerapan pengendalian mutu menggunakan teknik-teknik statistika atau Statistical
Process Control merupakan metode yang paling mudah digunakan untuk menjelaskan
bagaimana kondisi proses yang terjadi sehingga menimbulkan kerusakan produk. Hasil analisis
data akan menghasilkan kondisi aktual yang diinterpretasikan melalui bentuk bagan maupun
grafik sehingga lebih mudah untuk dipahami dan hasilnya diharapkan dapat menjadi langkah
awal untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan para pekerja di lapangan, dihasilkan
suatu kesimpulan bahwa beberapa bulan belakangan ini terjadi kerusakan bentuk produk chicken
nugget selama proses produksi berlangsung. Semakin meningkatnya jumlah produk akhir yang
mengalami kerusakan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Hasil identifikasi permasalahan melalui observasi di lapangan ini menjadi dasar dilakukannya
pengumpulan beberapa data yang berkaitan dengan kerusakan produk nugget untuk dianalisis
sesuai dengan metode statistikal yang selama ini diterapkan oleh perusahaan melalui pelaksanaan
Quality Control Circle (QCC).
B. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan setelah kegiatan observasi lapang. Data yang dikumpulkan
bersumber dari data dokumentasi perusahaan atau data sekunder dan data aktual di lapangan baik
berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. Dari hasil observasi lapang, pihak produksi
menyatakan bahwa sering terjadi kerusakan produk chicken nugget terutama chicken nugget B.
Kerusakan produk yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan tindak analisis terhadap permasalahan melalui data-data aktual yang
terkumpul.
33
Langkah awal pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengolahan terhadap data
dokumentasi produksi selama 3 bulan terakhir untuk melihat persentase kerusakan yang terjadi
terhadap beberapa jenis produk chicken nugget yang paling banyak diproduksi di PT. Belfoods
Indonesia. Berdasarkan grafik perbandingan tingkat kerusakan ketiga jenis produk tersebut yang
ditunjukkan pada Gambar 10, terlihat bahwa chicken nugget B terus mengalami peningkatan
persentase kerusakan lebih tinggi dibandingkan kedua jenis chicken nugget lainnya.
Gambar 10. Perbandingan persentase kerusakan 3 jenis produk chicken nuggetdi PT. Belfoods
Indonesia
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisa jenis kerusakan yang terjadi
pada produk chicken nugget B melalui pengamatan di ruang pengemasan. Kerusakan produk
chicken nugget B terbagi menjadi beberapa kategori dan setiap kategori atau jenis kerusakan
dapat terjadi pada titik proses yang berbeda. Spesifikasi produk chicken nugget B yang
diinginkan (produk standar) adalah produk chicken nugget yang memiliki bentuk memanjang (7-
8 cm) dengan bobot 11-13 gram per piece dan memiliki lapisan coating yang sempurna.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 jenis kerusakan produk
chicken nugget B, yaitu bentuk bengkok, kecil atau pendek, menempel, hancur, terkelupas dan
patah. Jenis kerusakan chicken nugget B ini dapat dilihat pada Gambar 11. Berikut adalah
deskripsi jenis kerusakan produk chicken nugget B.
Produk bengkok
Produk nugget bengkok adalah produk nugget yang tidak berbentuk lurus dan standar,
tetapi melengkung dengan sudut tertentu (<160). Standar produk nugget dengan sudut 160
sampai 180 masih dalam batas toleransi untuk lolos dalam proses penyortiran.
Produk kecil
Produk nugget kecil adalah produk nugget yang masih berbentuk lurus dan
terlapisi/tercoating dengan sempurna namun memiliki ukuran panjang yang kurang dari standar
(7-8 cm) dengan batas toleransi sampai dengan 6 cm dan memiliki bobot kurang dari 10 gram.
Produk menempel
Produk nugget menempel merupakan dua atau lebih produk nugget yang saling menempel
menjadi satu bagian. Biasanya produk yang menempel tercoating menjadi satu bagian dan
mengalami pengelupasan jika dipisahkan.
34
Produk hancur
Produk nugget hancur adalah produk nugget yang mengalami kerusakan fisik seperti
memiliki bentuk tidak beraturan, gepeng atau pecah pada sebagian atau di seluruh bagiannya
sehingga sangat tidak layak untuk dikemas.
Produk terkelupas
Produk nugget terkelupas adalah produk yang mengalami pengelupasan pada satu atau
beberapa bagian. Terlihat dari lapisan atau coating produk nugget yang tidak sempurna sehingga
bagian dalam produk nugget terlihat dengan jelas.
Produk patah
Produk nugget patah adalah produk yang memiliki ukuran yang lebih pendek dari standar
dan memiliki bekas patahan di salah satu ujungnya sehingga bagian dalam nugget dapat terlihat
dengan jelas.
C. ANALISIS DATA
Teknik analisis data menggunakan penerapan metode-metode statistika dengan
menerapkan tujuh alat bantu (seventools). Analisis data yang digunakan dalam pembahasan ini
antara lain dengan menggunakan diagram Pareto untuk mengetahui jenis kerusakan paling
dominan, diagram sebab akibat untuk mengetahui akar penyebab melalui teknik brainstorming,
bagan kendali, analisis korelasi dan regresi linier dengan penggunaan diagram pencar dan garis
regresi serta analisa grafik yang merupakan tahap lanjutan untuk perbaikan proses. Pengolahan
data untuk teknik analisis ini menggunakan program pengolah data statistik Minitab 14 yang
merupakan salah satu program analisis statistika modern saat ini. Paket program Minitab
merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan sebagai media pengolahan data yang
menyediakan berbagai jenis perintah yang memungkinkan proses pemasukan data, manipulasi
data, pembuatan grafik, peringkasan nilai-nilai numerik, dan analisis statistika (Mattjik dan
Sumertajaya 2002).
35
1. Diagram Pareto
Diagram Pareto dirancang untuk mengetahui jenis kerusakan yang paling banyak
terjadi. Berbeda dengan metode yang diterapkan perusahaan, yaitu menggunakan data
dokumentasi produksi untuk mengetahui jenis kerusakan tertinggi produk customer, metode
kerja yang digunakan dalam analisa ini adalah dengan mengumpulkan data aktual selama 10
kali produksi dalam waktu 2 jam (2 batch) setiap kali produksinya. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mengumpulkan produk rusak sebelum proses pengemasan. Produk
rusak yang telah dikumpulkan kemudian dipisahkan berdasarkan jenis kerusakannya. Data
yang telah dikumpulkan selama 10 kali produksi tersebut kemudian ditansformasikan ke
dalam diagram Pareto. Pengolahan data menggunakan program aplikasi pengolah data
statistik Minitab 14 yang sudah umum digunakan pada setiap industri pengolahan.
Gambar 12 memperlihatkan diagram Pareto yang menunjukkan bahwa jenis
kerusakan paling dominan adalah bentuk bengkok yaitu sebesar 57,5%. Jenis kerusakan
lainnya yaitu produk patah sebesar 14,8%, produk hancur sebesar 10,5 %, produk menempel
sebesar 7,4%, produk terkelupas sebesar 5,4 % dan sisanya yaitu produk berbentuk kecil atau
pendek sebesar 4,3%. Rincian perolehan data dapat dilihat pada Lampiran 5.
500 100
400 80
Percent
300
Count
60
200 40
100 20
0 0
Defect Bengkok Patah Hancur Menempel Terkelupas Other
Count 279 72 51 36 26 21
Percent 57,5 14,8 10,5 7,4 5,4 4,3
Cum% 57,5 72,4 82,9 90,3 95,7 100,0
Gambar 12. Diagram Pareto untuk jenis kerusakan chicken nugget B di PT. Belfoods
Indonesia
Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006), salah satu tujuan pembuatan diagram
Pareto adalah untuk menyatakan perbandingan masing-masing masalah terhadap
keseluruhan. Diagram ini juga dapat digunakan dalam menentukan jenis permasalahan yang
paling dominan dan memerlukan penanganan terlebih dahulu. Berdasarkan interpretasi
diagram Pareto pada Gambar 12, dapat disimpulkan bahwa jenis kerusakan produk chicken
nugget B yang paling banyak terjadi adalah bentuk bengkok. Persentase produk bengkok
yang terjadi mencapai 57,5%, jauh lebih tinggi dibandingkan jenis kerusakan lainnya.
Berdasarkan hasil analisa tersebut, permasalahan terjadinya produk bengkok dianggap harus
mendapatkan penanganan terlebih dahulu. Oleh karena itu, produk chicken nugget B bentuk
bengkok menjadi permasalahan yang diangkat untuk dicari faktor-faktor penyebabnya selama
proses produksi berlangsung dengan menggunakan diagram sebab akibat (Ishikawa diagram)
melalui pengamatan dan teknik brainstorming.
36
Pengamatan
Kegiatan pengamatan ini dilakukan selama 5 batch produksi dimana setiap batch-nya
dilakukan penelusuran proses dari awal hingga akhir. Pengamatan proses dilakukan secara
detail dan dilakukan pencatatan kondisi setiap titik proses yang diamati. Tujuan utama
dilakukannya pengamatan ini adalah untuk menemukan titik proses mana saja yang
merupakan sumber terjadinya produk bengkok. Dari hasil pengamatan ini diharapkan
pelaksana telah memahami proses mana saja yang menjadi sumber terjadinya produk chicken
nugget B yang bengkok sehingga akan memudahkan terlaksananya kegiatan brainstorming.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh 4 titik proses terjadinya produk bengkok yaitu:
moldplate
Gambar 13. Proses jatuhnya produk tercetak dari moldplate (papan pencetak) saat
proses pencetakan
Gambar 14. Skema perpindahan produk nugget antar konveyor setelah proses pencetakan
37
c. Masuknya produk ke dalam continous frying
Proses masuknya produk cetakan ke dalam mesin frying (continous frying) terjadi
setelah proses coating (battering dan breading). Selama proses pengamatan terlihat
bahwa pada proses ini, produk sering sekali menjadi bengkok. Gambar 15 menunjukkan
skema terjadinya proses produk nugget saat memasuki continous frying.
Konveyor
Gambar 15. Skema proses masuknya produk nugget ke dalam continous frying selama
proses penggorengan
IQF
Konveyor
Gambar 16. Skema produk nugget yang bertumpuk sebelum memasuki mesin IQF
Keempat titik proses produksi tersebut menjadi gambaran aktual sebagai langkah awal
dalam melakukan persiapan kegiatan brainstorming bersama para pekerja yang bertugas di
bagian line proses pengolahan chicken nugget.
2. Brainstorming
Kegiatan brainstorming mencakup pengembangan struktur ide-ide yang
memungkinkan secara sistemastis berdasarkan pemikiran kreatif sekelompok orang
(Rampersad 2001). Teknik brainstorming dilakukan untuk mengumpulkan pendapat dari para
pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi mengenai penyebab terjadinya
kerusakan produk. Berdasarkan pengumpulan dan analisis data menggunakan diagram
Pareto, maka tema brainstorming adalah menentukan penyebab produk akhir chicken
38
nugget B bentuk bengkok. Kegiatan brainstorming atau sumbang saran yang dilakukan di
PT. Belfoods Indonesia ini melibatkan 6 orang karyawan produksi yang telah berpengalaman
menangani proses pengolahan nugget. Kegiatan brainstorming ini dilaksanakan pada 29
April 2011 pukul 10.00-10.45 di ruang departemen produksi PT. Belfoods Indonesia.
Teknik brainstorming dilaksanakan dengan menerapkan teknik brainstorming pada
umumnya, yaitu setiap anggota bebas mengeluarkan pendapatnya dan pada akhir kegiatan
brainstorming, dibuat rangkuman pendapat yang telah dikemukakan. Berbagai macam
pendapat dari peserta brainstorming dicatat dan dibuat prioritas berupa pemilihan pendapat
yang dianggap menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan produk chicken nugget B
bentuk bengkok. Hasil brainstorming dituangkan ke dalam bentuk diagram sebab akibat atau
diagram Ishikawa.
Beberapa pendapat para peserta brainstorming mengenai penyebab terjadinya produk
bengkok antara lain:
1. Meatmix yang lengket di moldplate (papan pencetak) saat proses pencetakan
2. Meatmix yang cepat lembek akibat pengaturan suhu yang kurang sesuai
3. Terjadinya perubahan karakteristik meatmix selama penyimpanan sehingga meatmix
cepat lembek
4. Komposisi bahan membuat meatmix cepat lembek
5. Pengaturan posisi dan kecepatan antar konveyor
6. Penyortiran yang kurang ketat
7. Kurangnya tenaga penyortiran selama proses produksi terutama ruang forming
8. Penumpukan produk setelah proses pemanasan
9. Penyemprotan air yang kurang merata selama proses pencetakan
10. Pelatihan khusus mengenai metode penyortiran
11. Mati listrik mendadak mengakibatkan terjadinya downtime
12. Down time akibat kerusakan mesin
a. Material
Faktor material meliputi formulasi bahan yang diduga menghasilkan meatmix yang
bersifat lengket dan cepat lembek. Sifat dan karakteristik meatmix setiap jenis produk
39
chicken nugget berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini berhubungan dengan
penggunaan komposisi bahan masing-masing produk yang berbeda. Faktor ini dianggap
cukup mempengaruhi. Namun demikian ketetapan bahan atau formulasi yang digunakan
telah menjadi standar perusahaan yang sangat sulit untuk dilakukan identifikasi lebih
lanjut.
b. Metode
Selama proses produksi berlangsung, terdapat suatu proses pencampuran adonan
(emulsi) dengan bahan pengisi dan nitrogen yang disemprotkan dalam bentuk uap dingin.
Proses ini berlangsung pada mesin twin mixer dan disebut proses mixing. Proses mixing
ini berlangsung selama 25-30 menit dengan tekanan 6-8 bar sehingga menghasilkan
meatmix yaitu adonan berbentuk padat yang siap dicetak. Meatmix yang dikeluarkan
harus memiliki suhu yang sesuai dengan spesifikasi perusahaan yaitu -7- (-6)C. Adonan
yang dihasilkan ini harus terus memiliki suhu yang stabil sampai memasuki proses
pencetakan sehingga pada saat proses pencetakan, suhu target perusahaan (-5C) dapat
tercapai. Jika suhu meatmix berada di atas suhu tersebut, maka meatmix akan memiliki
tekstur yang lebih lembek dan menghasilkan produk cetakan yang tidak lurus (bengkok).
Oleh karena itu pengontrolan suhu meatmix selama proses pencetakan harus dilakukan
dan jika terjadi downtime akibat mati listrik atau kerusakan mesin, maka adonan harus
segera dipindahkan atau disimpan kembali ke ruang penyimpanan (chiller) untuk menjaga
agar suhunya tetap sesuai dengan suhu yang diinginkan.
Faktor-faktor lain seperti pengaturan posisi dan kecepatan konveyor serta
kurangnya penyemprotan air selama proses pencetakan juga mempengaruhi terjadinya
produk bengkok. Adonan yang masuk ke dalam mesin pencetak pertama kali dimasukkan
ke dalam hooper. Pada saat berada dalam hooper, meatmix akan berputar sesuai gerakan
ulir di dalamnya dan akan terdorong menuju papan pencetak (moldplate). Produk yang
telah tercetak pada moldplate dijatuhkan ke konveyor dengan menggunakan ejektor.
Untuk mengatasi lengketnya adonan pada moldplate maka dilakukan penyemprotan air
pada papan pencetak. Penyemprotan air yang tidak merata ini dapat menyebabkan adonan
sulit terlepas dari moldplate sehingga produk yang tercetak menjadi bengkok. Konveyor
rantai yang membawa produk hasil cetakan menuju proses coating harus memiliki
kecepatan yang sama dengan konveyor pembawa produk saat produk coating. Jika
konveyor pertama memiliki kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan konveyor
selanjutnya (kedua) maka hasil cetakan akan tertekan dan mengalami bentuk bengkok.
Oleh sebab itu, penyetelan belt conveyor harus dilakukan dengan tepat dan pengontrolan
belt pun harus dilakukan secara teratur.
c. Manusia (pekerja)
Faktor manusia (pekerja) yang dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan
adalah belum adanya metode penyortiran yang efektif sehingga penyortiran belum
dilakukan secara ketat. Dalam kegiatan penyortiran, perhatian pekerja sangat dibutuhkan
karena jika kegiatan penyortiran tidak dilakukan dengan baik maka akan terdapat banyak
produk rusak yang lolos dari penyortiran dan terbawa sampai proses pengemasan. Hal
tersebut tentunya tidak diinginkan pihak perusahaan karena dapat menimbulkan complain
dari pihak konsumen. Oleh sebab itu, dibutuhkan kesadaran dan perhatian dari pekerja
selama proses penyortiran untuk mencegah lolosnya produk yang rusak selama proses
40
produksi berlangsung. Pengetahuan dan motivasi dari pekerja sangat dibutuhkan untuk
dapat melakukan penyortiran dengan baik dan benar.
Operator yang bertugas mengawasi mesin seharusnya selalu berada di line proses
pengolahan nugget untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin mendadak akibat
kesalahan pekerja di ruang pencetakan.
d. Mesin
Faktor mesin berpengaruh secara tidak langsung dan tidak terduga. Terjadinya
kerusakan mesin secara mendadak dan mati listrik secara mendadak dapat menimbulkan
down time atau waktu tunggu yang menyebabkan adonan dalam mesin mengalami
kenaikan suhu. Meskipun jarang terjadi, faktor yang berkaitan dengan mesin ini harus
mendapat perhatian dari perusahaan terkait pemeliharaan mesin dan tindakan-tindakan
yang harus segera diambil saat terjadi pemadaman listrik mendadak.
Penanganan dengan melakukan pemeriksaan secara rutin dapat dilakukan setiap
saat. Jika tidak dilakukan penanganan secara tepat, maka resiko terjadinya downtime akan
semakin tinggi sehingga suhu adonan (meatmix) selama proses pencetakan dapat tidak
terkendali. Suhu meatmix yang tidak terkendali dapat beresiko tinggi menimbulkan
kerusakan produk karena meatmix dapat menjadi lembek atau tidak dapat dicetak. Jika hal
ini sudah terjadi, maka cara mengantisipasinya adalah dengan melakukan proses mixing
ulang, yaitu kembali melakukan penyemprotan nitrogen terhadap adonan pada mesin twin
mixer. Namun apabila proses ini sering dilakukan akan terjadi pemborosan nitrogen. Oleh
karena itu, perawatan mesin dan sarana penunjang sangat penting untuk dilakukan secara
berkala.
Hasil analisa faktor-faktor penyebab terjadinya kerusakan produk chicken nugget ini
selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk diagram sebab akibat atau diagram Ishikawa.
Diagram sebab akibat yang menggambarkan penyebab terjadinya produk chicken nugget
bengkok dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil akhir kegiatan brainstorming menyimpulkan
bahwa pengaturan suhu meatmix selama proses produksi dan perubahan karakteristik
meatmix selama penyimpanan diduga kuat merupakan faktor utama penyebab tingginya
persentase produk chicken nugget B bentuk bengkok yang banyak ditemukan di ruang
pengemasan.
41
Metode Material
Karakteristik campuran
bahan
pengaturan suhu meatmix Penyemprotan air di
mesin kurang merata
Karakteristik meatmix
Pengaturan posisi dan berubah saat penyimpanan
kecepatan antar konveyor
Banyaknya produk
chicken nugget B
yang bengkok selama
proses pengemasan
Penyortiran kurang
ketat dan efektif Downtime mesin
Kurangnya tenaga
pekerja penyortiran Downtime sarana
penunjang
Kerusakan mesin secara
mendadak
Mati listrik mendadak
Manusia Mesin
Gambar 17. Diagram sebab akibat untuk produk chicken nugget B bentuk bengkok di ruang pengemasan berdasarkan hasil brainstorming
42
Kondisi pengaturan suhu meatmix yang tidak benar dapat mengakibatkan suhu
meatmix selama proses produksi tidak stabil dan menjadi pemicu meatmix menjadi lembek
akibat suhu yang tidak sesuai sebelum proses pencetakan. Proses penyimpanan meatmix
sebelum dicetak sebagai langkah antisipasi kenaikan suhu juga diduga kurang efektif
sehingga diperlukan adanya analisa lebih lanjut untuk menentukan kondisi maupun lama
waktu penyimpanan meatmix sebelum dicetak.
Kedua faktor tersebut kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan statistical tools
berupa bagan kendali untuk menganalisa pengendalian suhu meatmix selama proses produksi,
penggunaan diagram pencar (scatter diagram) dan garis regresi untuk melihat korelasi antara
suhu meatmix terhadap kerusakan produk yang terjadi (analisis korelasi dan regresi linier)
serta penggunaan grafik untuk melihat kecenderungan perubahan suhu dan karakteristik
meatmix selama proses penyimpanan.
4. Bagan Kendali
Berdasarkan hasil analisa penyebab terjadinya produk chicken nugget bengkok
melalui teknik brainstorming, kondisi ketidakstabilan suhu meatmix selama proses produksi
merupakan salah satu penyebab utama yang diduga kuat menyebabkan terjadinya produk
bengkok. Pada proses pengolahan chicken nugget, terdapat beberapa tahap proses produksi
dimana kestabilan suhu sangat berpengaruh terhadap kondisi produk yang dihasilkan, antara
lain: suhu bahan baku, suhu air yang digunakan, suhu meatmix, suhu ruang, suhu
penggorengan, pemanasan dan suhu pembekuan.
Kondisi terkendalinya suhu selama proses dapat dianalisa menggunakan bagan
kendali. Pengaturan suhu meatmix yang merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan
produk dipilih sebagai parameter yang harus dianalisa. Penggunaan bagan kendali dalam
pengendalian proses produksi ini bertujuan untuk menganalisis kondisi pengendalian suhu
meatmix selama proses produksi. Kondisi pengendalian suhu meatmix sangat penting untuk
diketahui karena berhubungan dengan konsistensi kualitas produk yang akan dihasilkan.
Dalam kegiatan magang ini, dilakukan analisa penggunaan bagan kendali dalam
pengendalian parameter suhu meatmix pada tiga tahapan proses, yaitu setelah proses mixing,
sebelum proses pencetakan dan saat proses pencetakan.
Pembuatan bagan kendali memerlukan beberapa data yang telah ada atau pra-
spesifikasi untuk menguji hipotesis bahwa proses dalam kondisi terkendali (Tapiero 1996).
Parameter yang dianalisa adalah suhu meatmix. Suhu meatmix setelah proses mixing, sebelum
pencetakan dan saat pencetakan diplot dengan menggunakan bagan kendali. Bagan kendali
digunakan untuk menganalisis keterkendalian proses yang berlangsung selama pengambilan
atau pengukuran sampel. Spesifikasi produk dan proses harus disusun pada setiap tahap
proses dan dikendalikan agar selalu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
(Muhandri dan Kadarisman 2006). Sampel suhu meatmix yang diambil adalah sebanyak 25
batch dengan 4 kali ulangan setiap batch-nya (setiap satu batch proses menghasilkan 4
kontainer kecil meatmix).
Bagan kendali yang digunakan adalah bagan kendali X-R atau X bar R. Bagan
kendali X-R merupakan bagan kendali yang paling sering digunakan di industri, termasuk
industri pangan. Bagan kendali X-R merupakan bagan kendali yang sekaligus menyatakan
harga rata-rata (X) dan selang/range (R). Bagan X menunjukkan adanya perubahan pada
harga rata-rata sedangkan bagan R menunjukkan adanya perubahan pada dispersi. Bagan
kendali yang telah dibuat nantinya akan digunakan sebagai alat untuk pengendalian proses
43
(Muhandri dan Kadarisman 2006). Gambar 18, Gambar 19 dan Gambar 20 berturut-turut
menunjukkan bagan kendali X-R untuk suhu meatmix setelah proses mixing, sebelum
pencetakan dan saat proses pencetakan.
Bagan kendali digunakan untuk mengevaluasi stabilitas proses dan untuk melakukan
pengaturan terhadap proses (Rampersad 2001). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006),
dalam pembuatan serta pemakaian bagan kendali terdapat beberapa kasus (kejadian) posisi
titik-titik pengukuran yang perlu mendapat perhatian, karena ada kemungkinan muncul
permasalahan dalam proses produksi. Beberapa kasus tersebut diantaranya:
Pengolahan data untuk analisis pengendalian suhu proses ini menggunakan program
pengolah data statistik Minitab 14. Uji keterkendalian yang digunakan meliputi semua uji
yang terdapat pada program tersebut. Pada uji kendali yang terdapat dalam program pengolah
data statistik Minitab 14 terdapat 8 titik yang digolongkan dalam ketidakterkendalian proses
dan dapat menimbulkan permasalahan dalam proses produksi, antara lain:
1. Satu titik lebih dari tiga standar deviasi dari garis tengah (di luar batas kendali)
2. Sembilan titik berturut-turut pada sisi yang sama dari garis tengah
3. Enam titik berturut-turut terus meningkat atau terus menurun
4. Empat belas titik berturut-turut naik dan turun secara berulang (membentuk gelombang)
5. Dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang
sama)
6. Empat dari lima titik berada lebih dari 1 standar deviasi dari garis tengah (pada sisi
yang sama)
7. Lima belas titik berturut-turut dalam 1 standar deviasi dari garis tengah (pada sisi yang
berbeda)
8. Delapan titik berturut-turut lebih dari satu standar deviasi dari garis tengah (pada sisi
yang berbeda)
Kriteria 1, 2, 3 dan 4 harus diterapkan secara rutin setiap membuat bagan kendali.
Sedangkan, kriteria 5 dan 6 dapat memberikan peringatan ketidakterkendalian proses lebih
awal (earlier warning). Kriteria 7 dan 8 dapat digunakan apabila pengamatan dalam subgrup
berasal dari dua atau lebih sumber dengan rata-rata proses yang berbeda (Farnum 1994).
Selama praktek kerja magang berlangsung, pembahasan mengenai pengendalian suhu
meatmix selama proses produksi merupakan hal utama yang menjadi perhatian pihak
produksi. Pengambilan data suhu meatmix dilakukan pada 3 titik proses, yaitu setelah proses
pencampuran (mixing), sebelum proses pencetakan dan saat proses pencetakan tepatnya 15
menit setelah adonan memasuki hooper. Pada setiap titik proses dilakukan pengukuran suhu
meatmix selama 25 batch dengan 4 kali pengukuran setiap batch-nya sesuai jumlah kontainer
penampung meatmix yang digunakan. Berikut akan dibahas mengenai hasil pengolahan data
menggunakan bagan kendali X-R untuk suhu meatmix di setiap tahap proses.
44
a. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmix chicken nugget B setelah proses
pencampuran (mixing)
-6,00 UCL=-6,020
-6,25
_
_
Mean
X=-6,426
-6,50
6
-6,75
LCL=-6,833
-7,00
1 1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
2,0 1
1,5
UCL=1,273
Range
1,0
_
0,5 R=0,558
0,0 LCL=0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Keterangan:
(1) satu titik atau lebih berada di luar batas kendali
(6) empat dari lima titik berada lebih dari 1 standar deviasi dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
Gambar 18. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmixchicken nugget B setelah proses
mixing
Bagan kendali X pada Gambar 18 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar -
6,462, artinya rata-rata suhu meatmix selama pengambilan sampel (25 batch produksi)
adalah -6,462C. Batas kendali atas (UCL) sebesar -6,020C dan batas kendali bawah
(LCL) sebesar -6,833C. Artinya batas kendali suhu meatmix setelah proses mixing
(selama 25 batch) berada pada kisaran -6,833C sampai -6,020C. Bagan kendali X-R
tersebut menunjukkan empat titik di luar batas kendali (tiga titik di bagan X dan satu titik
di bagan R) yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut poin 1. Terdapat satu
titik pada bagan X yang memenuhi kriteria nomor 6 yaitu empat dari lima titik berada
lebih dari 1 standar deviasi dari garis tengah pada sisi yang sama. Kriteria yang muncul
menunjukkan adanya ketidakterkendalian dan poin nomor 6 merupakan peringatan
ketidakterkendalian proses lebih awal (earlier warning) menurut Farnum (1994).
Pada bagan kendali R nilai UCL, X-bar dan LCL berturut-turut adalah 1,273,
0,558 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel (dari 4 kali pengukuran) memiliki
batas kendali rentang antara 0 sampai 1,273 dengan rentang rata-rata 0,558. Bagan
kendali R menunjukkan satu titik yang berada di luar batas kendali. Bagan kendali X-bar
R tersebut memperlihatkan bahwa suhu meatmix chicken nugget B setelah proses mixing
dalam kondisi tidak terkendali.
45
b. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmix chicken nugget B sebelum proses
pencetakan
1
-5,7
5 UCL=-5,739
5 5
-6,0
_
_
Mean
X=-6,244
-6,3
-6,6
5 LCL=-6,749
1 1
-6,9
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
1,6 UCL=1,580
1,2
Range
0,8 _
R=0,693
0,4
0,0 LCL=0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Keterangan:
(1) satu titik atau lebih berada di luar batas kendali
(5) dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
Gambar 19. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmixchicken nugget B sebelum proses
pencetakan
Bagan kendali X pada Gambar 19 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar -
6,244, artinya rata-rata suhu meatmix selama pengambilan sampel (25 batch produksi)
adalah -6,244C. Batas kendali atas (UCL) sebesar -5,739 dan batas kendali bawah (LCL)
sebesar -6,749. Artinya batas kendali suhu meatmix setelah proses mixing (selama 25
batch) berada pada kisaran -6,749C sampai -5,739C. Bagan kendali X menunjukkan
tiga titik di luar batas kendali yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut
poin 1 dan terdapat empat titik yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut
poin 5 yaitu dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah pada
sisi yang sama. Kriteria yang muncul juga menunjukkan adanya ketidakterkendalian dan
poin 5 merupakan peringatan awal ketidakterkendalian menurut Farnum (1994).
Pada bagan kendali R nilai UCL, X-bar dan LCL berturut-turut adalah 1,580,
0,693 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel (dari 4 kali pengukuran) memiliki
batas kendali rentang antara 0 sampai 1,580 dengan rentang rata-rata 0,693. Bagan
kendali R semua rentang pengukuran berada dalam batas kendali. Dari bagan kendali X-
bar R tersebut, dapat terlihat bahwa suhu meatmix chicken nugget B sebelum proses
pencetakan dalam kondisi tidak terkendali.
46
c. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmix chicken nugget B saat proses pencetakan
-3,5
1
-4,0 5 UCL=-4,011
Mean
_
_
-4,5 X=-4,445
LCL=-4,879
-5,0 1
1
1 1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
1,5
UCL=1,360
1,0
Range
_
R=0,596
0,5
0,0 LCL=0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25
Keterangan
(2) Satu titik atau lebih berada di luar batas kendali
(5) Empat dari lima titik berada lebih dari 1 standar deviasi dari garis tengah
(pada sisi yang sama)
Gambar 20. Bagan kendali X-R untuk suhu meatmixchicken nugget B saat proses
pencetakan
Bagan kendali X pada Gambar 20 menunjukkan nilai tengah atau X-bar sebesar -
4,445, artinya rata-rata suhu meatmix selama pengambilan sampel (25 batch produksi)
adalah -4,445C. Batas kendali atas (UCL) sebesar -4,011 dan batas kendali bawah (LCL)
sebesar -4,879. Artinya batas kendali suhu meatmix saat proses pencetakan (selama 25
batch) berada pada kisaran -4,879C sampai -4,011C. Bagan kendali X menunjukkan
tiga titik di luar batas kendali yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut
poin 1 dan terdapat empat titik yang memenuhi kriteria proses tidak terkendali menurut
poin 5 yaitu dua dari tiga titik berada lebih dari 2 standar deviasi dari garis tengah pada
sisi yang sama.
Kriteria yang muncul juga menunjukkan adanya ketidakterkendalian dan poin 5
merupakan peringatan awal ketidakterkendalian menurut Farnum (1994). Bagan kendali
X untuk suhu meatmix saat pencetakan memiliki titik-titik di luar batas kendali yang
paling banyak dibandingkan kedua bagan kendali lainnya, yaitu bagan kendali suhu
meatmix setelah proses mixing dan bagan kendali suhu meatmix sebelum proses
pencetakan.
Pada bagan kendali R, besarnya nilai UCL, X-bar dan LCL berturut-turut adalah
1,360, 0,596 dan 0. Artinya setiap batch pengambilan sampel (dari 4 kali pengukuran)
47
memiliki batas kendali rentang antara 0 sampai 1,360 dengan rentang rata-rata 0,596.
Bagan kendali R semua rentang pengukuran berada dalam batas kendali. Bagan kendali
X-R tersebut memperlihatkan bahwa suhu meatmix chicken nugget B saat proses
pencetakan dalam kondisi tidak terkendali.
Berdasarkan ketiga bagan kendali tersebut, dapat disimpulkan bahwa suhu meatmix
selama proses produksi tidak terkendali. Spesifikasi suhu meatmix yang diinginkan
perusahaan setelah proses mixing dan sebelum proses pencetakan adalah -7 - (-6)C dengan
suhu target -6,5C. Sedangkan spesifikasi suhu meatmix saat proses pencetakan adalah -6 - (-
4)C dengan suhu target -5C. Hasil pengambilan data selama 25 batch proses produksi
menunjukkan masih banyak suhu meatmix yang berada di luar spesifikasi. Hasil pengambilan
data dapat dilihat pada Lampiran 6, 7 dan 8. Pada pengambilan data suhu meatmix setelah
proses mixing terdapat tiga titik yang berada di luar spesifikasi yaitu pada batch 13, 15 dan
24. Pada hasil pengambilan data suhu meatmix sebelum proses pencetakan terdapat 6 titik
yang berada di bawah spesifikasi perusahaan yaitu pada batch 10, 11, 12, 21, 23 dan 24
sedangkan pada hasil pengambilan data suhu meatmix saat proses pencetakan terdapat 1 titik
yang berada di bawah spesifikasi perusahaan yaitu pada batch 11.
Pembahasan mengenai pengendalian suhu proses ini hanya dibatasi pada kondisi
pengendalian suhu yang terlihat pada bagan kendali. Kondisi pengendalian parameter proses
selama proses produksi adalah hal utama yang dapat mempengaruhi proses serta kualitas
produk yang dihasilkan. Ketiga bagan kendali suhu meatmix pada tiga tahapan proses di atas
sama-sama menunjukkan adanya nilai yang berada di luar batas kendali. Menurut Hubeis
(1991), jika nilai pada grafik terletak di luar batas atas dan bawah kendali, maka dapat
diartikan ciri keragaman mutu adalah tidak terkendali, sehingga diperlukan suatu tindakan
untuk mencari penyebabnya. Kondisi suhu meatmix selama proses produksi yang tidak
terkendali dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh sebab itu kegiatan diskusi dan
pengamatan selama pengambilan data kembali menjadi dasar untuk mengidentifikasi faktor
penyebab ketidakterkendalian suhu meatmix selama proses produksi.
48
Kurva Hubungan Suhu Meatmix saat Proses
Pencetakan dengan Persentase Produk Bengkok
( %)
8
6
4
2
0 Linear (Series1)
-6 -4 -2 0
Suhu meatmix saat pencetakan ( C)
Gambar 21. Kurva korelasi dan regresi linier suhu meatmix dengan terjadinya produk
bengkok
Grafik di atas memperlihatkan hubungan antara suhu meatmix saat pencetakan dengan
persentase produk bengkok dari sampel yang diambil. Diagram pencar (scatter diagram)
memperlihatkan titik-titik yang menggerombol dengan kemiringan positif. Menurut Walpole
(1993), bila titik-titik menggerombol mengikuti sebuah garis lurus dengan kemiringan positif,
maka ada korelasi positif yang tinggi antara kedua peubah. Hal ini menandakan bahwa
kenaikan suhu meatmix saat proses pencetakan sangat berhubungan dengan meningkatnya
persentase produk bengkok yang terjadi.
Persamaan regresi yang diperoleh yaitu y = 7,367 x + 38,89 dengan nilai R2= 0,84
atau nilai R = 0,92. Karena nilai R mendekati 1, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh
suhu adonan saat proses pencetakan terhadap persentase kerusakan yang terjadi sangat besar.
Tabel hasil pengambilan data dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari tabel hasil pengambilan
data dapat terlihat jelas berapa persentase produk rusak per batch-nya. Suhu target meatmix
yang diinginkan saat proses pencetakan (15 sampai 20 menit dalam hooper) adalah 5C.
Berdasarkan hasil analisis korelasi dan regresi ini dapat terlihat bahwa suhu adonan yang
semakin tinggi selama proses pencetakan berhubungan dengan produk bengkok yang
cenderung semakin meningkat. Pada suhu 5C atau mendekati 5C, persentase produk
bengkok yang terjadi dari pengambilan sampel adalah 1-3% sedangkan pada suhu jauh dari
target yaitu yang terjadi pada batch 11 suhu meatmix mencapai -3,4C dan produk bengkok
yang terjadi mencapai 16,93%. Ini berarti suhu meatmix yang ditargetkan perusahaan sudah
tepat, hanya saja diperlukan tindakan pengendalian proses untuk mengendalikan suhu
meatmix sebelum proses pencetakan agar saat pencetakan suhu tidak cepat naik.
Selain pengaruh suhu awal dan sebelum proses pencetakan, faktor karakteristik
meatmix sebelum dicetak juga dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan produk nugget yang
dicetak. Produk bengkok terjadi akibat meatmix yang cepat lembek. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa semakin tingginya suhu adonan selama proses
pencetakan disebabkan karena berubahnya tekstur meatmix yang cepat terjadi terutama jika
terbentuk titik-titik air yang membuat meatmix mudah sekali lembek.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan pendataan untuk melihat
perubahan suhu yang terjadi selama proses pencetakan pada dua karakteristik meatmix yang
berbeda, yaitu meatmix dengan karakteristik normal dan meatmix dengan karakteristik berair.
Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali. Tabel 6 menunjukkan data perubahan suhu meatmix
sebelum dan saat 15 menit saat pencetakan selama 5 batch dengan karakteristik berbeda.
49
Tabel 6. Perubahan suhu meatmix dengan karakteristik berbeda
Meatmix normal Meatmix berair
Suhu 1 Suhu 2 Range Suhu 1 Suhu 2 Range
-6,5 -5,1 1,4 -6,3 -4,1 2,2
-6,1 -4,9 1,2 -5,8 -3,4 2,4
-6,4 -4,9 1,5 -5,9 -4,1 1,8
-6,3 -5 1,3 -6,1 -4,2 1,9
-6,3 -5,1 1,2 -6,4 -4,4 2
rataan 1,3 rataan 2,1
Berdasarkan data pada Tabel 6, terlihat bahwa meatmix dengan karakteristik berair
memiliki perubahan suhu yang lebih besar antara sebelum proses pencetakan (suhu 1) dan
suhu saat pencetakan (suhu 2). Perubahan suhu yang cukup tinggi ini merupakan suatu
peringatan bagi pihak produksi untuk dapat melakukan tindak pengendalian dalam mencegah
terjadinya pengeluaran air pada meatmix sebelum proses pencetakan.
Meatmix dengan karakteristik lembek dan berair terjadi pada saat proses
penyimpanan. Meatmix yang akan dicetak harus dimasukkan secara bertahap setiap satu
kontainer. Meatmix yang belum dicetak akan disimpan pada ruang pendingin bersuhu 4C
(chiller) untuk mempertahankan suhunya agar tetap stabil. Jika terjadi hal yang tidak
diinginkan, yaitu penundaan proses pencetakan yang cukup lama, meatmix akan disimpan
dalam ruang beku bersuhu -20C (freezer). Namun setelah dilakukan pengamatan pada batas
waktu tertentu, meatmix yang disimpan pada ruang penyimpanan chiller mengalami
perubahan karakteristik yang tidak diinginkan. Suhu meatmix meningkat dan karakteristik
meatmix menjadi lebih lembek dan berair. Oleh karena itu dilakukan suatu pengamatan dan
pendataan untuk mengetahui batas simpan adonan (meatmix) pada ruang penyimpanan untuk
mencegah perubahan karakteristik meatmix yang tidak diinginkan.
50
meatmix di masing-masing ruangan setiap 30 menit selama 5 jam. Selain pencatatan suhu,
dilakukan juga pengamatan terhadap kondisi karakteristik meatmix selama penyimpanan.
Grafik perubahan suhu selama penyimpanan di ruang chiller dan freezer berturut-turut
ditunjukkan pada Gambar 22 dan Gambar 23, sedangkan hasil pengamatan perubahan
karakteristik meatmix yang terjadi selama penyimpanan di ruang chiller dan freezer berturut-
turut ditunjukkan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Hasil pengambilan data suhu meatmix di tempat
penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tengah -5
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 Waktu (menit)
-5,2
-5,4
-5,6 Sampel 1
Suhu (C)
-5,8 Sampel 2
-6
-6,2
-6,4
-5
0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300
Waktu (menit)
Atas -5,2
-5,4
Suhu (C)
-5,6 Sampel 1
-5,8 Sampel 2
-6
-6,2
-6,4
51
selama 90 menit. Ini menandakan bahwa meatmix yang disimpan selama lebih dari satu jam
pada ruang chiller bersuhu 4C dapat menyebabkan meatmix mudah lembek dan cepat
mengalami kenaikan suhu saat pencetakan.
-5,6
Sampel 2
-5,8
-6
-6,2
-6,4
-6,2 Sampel 1
-6,4
-6,6
Sampel 2
-6,8
-7
-7,2
-7,4
-7,6
52
satu jam penyimpanan bahkan rapuh setelah 4 jam penyimpanan. Mengerasnya meatmix di
permukaan menyebabkan meatmix tidak dapat dituang ke alat pencetakan.
53
VII. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
PT. Belfoods Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan dan
pemasaran produk olahan daging dengan produk chicken nugget sebagai produk utamanya.
Dalam kegiatan analisa permasalahan selama beberapa bulan terakhir di perusahaan, ditemukan
banyaknya produk chicken nugget yang mengalami kerusakan bentuk. Diantara beberapa produk
tersebut, produk chicken nugget B merupakan jenis produk yang paling banyak mengalami
kerusakan bentuk. Hasil pengumpulan data yang digambarkan dalam suatu diagram Pareto
menunjukkan bahwa jenis kerusakan yang paling sering terjadi adalah bentuk produk bengkok.
Berdasarkan hasil brainstorming dan pembuatan diagram Ishikawa, diperoleh beberapa faktor
yang diduga menjadi penyebab terjadinya produk bengkok antara lain faktor material meliputi
karakteristik adonan (meatmix) dan campuran bahan, faktor metode meliputi pengaturan suhu
meatmix, penyemprotan air dan konveyor, faktor manusia meliputi efektivitas penyortiran dari
pekerja dan kurangnya tenaga penyortir, sedangkan faktor mesin meliputi kondisi mesin dan
sarana penunjang yang dapat mengakibatkan down time (waktu tunggu). Hasil brainstorming
menyatakan bahwa faktor suhu dan perubahan karakteristik meatmix saat penyimpanan
merupakan faktor penyebab utama yang menyebabkan produk bengkok saat pencetakan.
Hasil analisa bagan kendali suhu bahan setelah proses mixing, sebelum proses pencetakan
dan saat proses pencetakan menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa titik yang berada di
luar batas kendali yang menandakan bahwa suhu selama proses masih berada dalam kondisi
tidak terkendali. Pengendalian suhu meatmix ini menjadi perhatian utama pihak produksi terkait
visualisasi dari konsistensi suhu selama proses yang sangat penting dan merupakan alat yang
dapat dijadikan indikasi ketidakstabilan proses. Ketidakstabilan proses selama ini menjadi
penyebab dominan terjadinya kerusakan produk selama proses. Berdasarkan hasil analisis
korelasi dan regresi linier, dapat disimpulkan bahwa suhu meatmix saat pencetakan memiliki
pengaruh yang besar terhadap terjadinya kerusakan produk.
Hasil pengamatan pada kondisi meatmix sebelum pencetakan menyimpulkan bahwa
kenaikan suhu yang cepat terjadi dikarenakan kondisi meatmix yang berubah, yaitu
mengeluarkan air selama proses penyimpanan. Berdasarkan hasil pengambilan data suhu dan
pengamatan karakteristik meatmix di ruang penyimpanan dapat disimpulkan bahwa
penyimpanan yang terlalu lama dapat mempengaruhi suhu dan tekstur dari meatmix. Pada
penyimpanan chiller, suhu bagian atas meatmix cenderung terus naik dan menyebabkan tekstur
berair dan lebih lunak sedangkan suhu tengahnya mengalami kenaikan suhu dan perubahan
tekstur lebih lambat dibandingkan suhu atas. Pada penyimpanan freezer, suhu bagian atas
meatmix cenderung mengalami penurunan suhu yang cukup cepat dan tekstur luar berubah
menjadi semakin keras bahkan rapuh, dan tidak memungkinkan untuk dicetak sedangkan suhu
tengahnya relatif stabil dengan tekstur yang tidak berubah.Tindak perbaikan berdasarkan faktor-
faktor penyebab yang ditemukan sangat penting untuk dilakukan dalam upaya perbaikan proses
dan mengurangi kerusakan produk yang terjadi.
54
B. SARAN
Dalam mengatasi kerusakan produk chicken nugget yang terjadi, perlu adanya tindakan-
tindakan perbaikan yang dilakukan selama proses produksi berlangsung.
1. Mengendalikan suhu dan waktu proses terutama waktu penyimpanan meatmix agar
karakteristik meatmix tidak berubah sehingga menyebabkan kenaikan suhu yang cepat selama
pencetakan.
2. Menerapkan Statistical Process Control secara berkala untuk mengendalikan proses selama
produksi chicken nugget sehingga diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya
kerusakan produk pada bagian akhir proses.
3. Diperlukan adanya pengecekan setiap saat untuk mengontrol posisi dan kecepatan antar
konveyor, kondisi penyemprotan air saat pencetakan dan kestabilan mesin.
4. Perlu dilakukannya peningkatan motivasi atau kegiatan pelatihan kepada pekerja terutama
yang berhubungan dengan penyortiran produk. Pekerja penyortiran sebaiknya harus selalu
ada untuk menyortir dan diperlukan adanya penyortiran bergilir setiap satu atau dua jam.
5. Melakukan inspeksi proses secara ketat, terutama pada titik-titik terjadinya kerusakan
produk.
55
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI. 01-6683: Naget Ayam (Chicken nugget). Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bhuyan M. 2007. Measurement and Control in Food Processing. France: CRC Press.
Breyfogle FW. 2003. Implementing Six Sigma: Smarter Solutions Using Statistical Methods, Second
Edition. New Jersey: John Willey and Sons, Inc.
Company Profile PT. Belfoods Indonesia. 2010. PT. Belfoods Indonesia Introduction. PT. Belfoods
Indonesia, Bogor.
Crocker OL, Charney S dan Leung Cheu JS. 2007. Gugus Kendali Mutu: Pedoman, Partisipasi dan
Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Farnum NR. 1994. Modern Statistical Quality Control & Improvement. California: Duxbury Press.
Fellows JP. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practise. 2nd ed. Cambridge:
Woodhead Publ Lim.
Gaspersz V. 2003. Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Goetsch DL dan Davis SB. 2000. Quality Management Introduction to Total Quality Management
for Production, Processing and Services: 3rd ed. New Jersey: Prentice Hall.
Hasan I. 2001. Pokok Pokok Materi Statistik 2: Statistik Inferensif: Edisi Kedua. Jakarta: Bumi
Aksara.
56
Hubeis M. 1991. Control Chart: Materi Pelatihan Singkat Pengendalian Mutu dalam Industri
Pangan. Modul QC-B Statistika Pengendalian Mutu. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Ishikawa K. 1988. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu (Terjemahan). Di dalam Muhandri T dan
Kadarisman D. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Jay JM. 2000. Modern Food Microbiology. 6th ed. Gaithersburg: Aspen Publishers, Inc.
Kreith F dan Bohn MS. 2001. Principles of Heat Transfer. 6th ed. USA: Brooks/Cole.
Mattjik AA dan Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab:
Jilid I Edisi Kedua. Bogor: IPB Press.
Muchtadi TR. 2008. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: IPB Press.
Muhandri T dan Kadarisman, D. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Muhandri T dan Kadarisman D. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Nasution MN. 2005. Manajemen Mutu Terpadu: Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.
Owens CM, Alvarado CZ dan Sams AR. 2010. Poultry Meat Processing. 2nd ed. London: CRC Press.
Rampersad HK. 2001. Total Quality Management: An Executive Guide to Continuous Improvement.
Germany: Springer.
Rohsenow WM, Hartnett JP dan Cho YI. 1998. Handbook of Heat Exchanger. 3rd ed. USA: McGraw
Hill.
Saefuddin A, Sartono B dan Setiabudi NA. 2010. Pengenalan Umum Analisis Statistika dengan SAS
9.2 sesi 2: Analisis Statistika Sederhana. Bogor: Departemen Statistika FMIPA IPB.
Suardi R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000: Penerapannya untuk Mencapai TQM. Di dalam
Muhandri T dan Kadarisman D. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press.
Subarna, Kusnandar F, Adawiyah DR, Wulandari N, Hariyadi P dan Syamsir E. 2009. Penuntun
Praktikum Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: IPB Press.
57
Tapiero C. 1996. The Management of Quality and Its Control. London: St Edmundsbury Press.
Usman H dan Akbar PS. 2006. Pengantar Statistika: Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Belfoods Indonesia
Sekretaris
Supervisor
Procurement HR & GA
GM Senior Manager
RnD product RnD premix QA/QC Marketing& Production PPIC Engineering Warehouse
Sales
Information Technology
60
Lampiran 2. Denah penataan ruang pengolahan chicken nugget PT. Belfoods Indonesia
Corridor
Frying room Forming room Preparation room (2) Preparation room (1)
Packaging
room
Corridor
(Cold storage)
61
Lampiran 3. Diagram alir proses pengolahan chicken nugget di PT. Belfoods Indonesia
Tempering
Pengecilan ukuran
Penggilingan
Pencampuran bahan
Adonan emulsi
Pencetakan
Pelapisan
Penggorengan
Pemanasan
Pembekuan
Produk Chicken
Nugget
Pengemasan
Metal Detector
Cold Storage
62
Lampiran 4. Lembar pengumpul data (check sheet)
Check sheet 1
Kerusakan Produk Chicken Nugget B PT. Belfoods Indonesia
Mengetahui,
Supervisor Produksi Manager Produksi
( ) ( )
No. Jenis Kerusakan Produk Total Produk Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
63
Check sheet 2
1. Pendataan suhu meatmix setelah proses mixing
Rata- Keterangan
Tanggal Batch Kt1 Kt2 Kt3 Kt4 Range
Rata
Kt1 = Kontainer 1
Kt2 = Kontainer 2
Kt3 = Kontainer 3
Kt4 = Kontainer 4
Pelaksana Mengetahui,
64
Check sheet 2
2. Pendataan suhu meatmix sebelum proses pencetakan
Rata- Keterangan
Tanggal Batch Kt1 Kt2 Kt3 Kt4 Range
Rata
Kt1 = Kontainer 1
Kt2 = Kontainer 2
Kt3 = Kontainer 3
Kt4 = Kontainer 4
Pengukuran suhu
meatmix menggunakan
thermometer digital
Departemen QA/QC PT.
Belfoods Indonesia
Pelaksana Mengetahui,
65
Check sheet 2
3. Pendataan suhu meatmix dalam saat proses pencetakan
Rata- Keterangan
Tanggal Batch Kt1 Kt2 Kt3 Kt4 Range
Rata
Kt1 = Kontainer 1
Kt2 = Kontainer 2
Kt3 = Kontainer 3
Kt4 = Kontainer 4
Pelaksana Mengetahui,
66
Check sheet 3
Tanggal Batch Kontainer Total Produk Total Produk Bengkok Persentase Produk Bengkok Pengambilan sampel produk
1 1 chicken nugget dilakukan selama
2 25 sampai 30 batch produksi di
3 ruang frying menggunakan dua
buah loyang di sisi konveyor.
4
Total
2 1
2
3
4
Total
3 1
2
3
4
Total
4 1
2
3
4
Total
5 1
2
3
4
Total
67
Lampiran 5. Hasil pengambilan data total jenis kerusakan produk chicken nugget B di PT. Belfoods Indonesia
68
Lampiran 6. Tabel data pengukuran suhu meatmix setelah proses mixing
69
Lampiran 7. Tabel data pengukuran suhu meatmix sebelum proses pencetakan
70
Lampiran 8. Tabel data pengukuran suhu meatmix saat proses pencetakan
71
Lampiran 9. Tabel data persentase sampel produk chicken nugget B bentuk bengkok
72
Lampiran 10. Contoh perhitungan nilai CL, UCL dan LCL untuk bagan kendali X-R
Bagan kendali X
Bagan kendali R
Bagan kendali X
73
- Lower Control Limit (LCL) = X - A2R
= -6,244 0,729 (0,693)
= -6,749
Bagan kendali R
Bagan kendali X
Bagan kendali R
74
Lampiran 11. Data pengukuran suhu meatmix di ruang penyimpanan
75