Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial adalah salah satu mata pelajaran di sekolah dasar
yang dapat membantu siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan menemukan solusi untuk menyelesaikan setiap permasalahan sosial secara
baik. Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya
kemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk
menyelesaikan masalah. Siswa cenderung dijejali dengan berbagai informasi yang
menuntut hapalan saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki
siswa tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi.
Sudah sering mendengar keluhan siswa betapa beratnya mereka mengikuti
beban dari sekolah. Mereka dituntut untuk mengetahui segala hal yang dituntut
oleh kurikulum. Walaupun kapasitas intelektualnya dapat menjangkau beban
tersebut, siswa seperti telepas dari dunianya. Padahal yang mereka hadapi harus
dapat diselesaikan dengan kemampuan sendiri. Oleh karena itu, pendidikan harus
membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan yang dapat digunakan untuk
mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Kemampuan tersebut adalah
kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan ini dapat dikembangkan melalui
pembelajaran dimana masalah dihadirkan di kelas dan siswa diminta untuk
menyelesaikannya dengan segala pengetahuan dan keterampilan yang mereka
miliki.
Di lapangan banyak ditemukan kenyataan yang menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran IPS siswa cenderung kurang aktif dan kreatif dalam belajar
dikarenakan guru masih banyak menggunakan teknik menghafal yaitu siswa
mencatat penjelasan guru dan atau buku serta kurang melibatkan sumber belajar
yang nyata. Selain itu strategi yang digunakan guru dalam pembelajaran masih
bersifat konvensional, teacher centered yang cenderung otoriter dan tidak
merangsang aktivitas belajar siswa secara optimal. Bentuk proses pembelajaran
IPS seperti yang banyak ditemukan dilapangan ini menjadi salah satu hambatan
tercapainya tujuan pembelajaran IPS sebagaimana telah digariskan dalam Standar
Kompetensi Lulusan.

1
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) merupakan
salah satu model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran
IPS. Sesuai dengan namanya, pembelajaran berbasis masalah merupakan model
pembelajaran yang berdasar pada masalah-masalah yang dihadapi siswa terkait
dengan Kompetensi Dasar (KD) yang sedang dipelajari siswa. Model
pembelajaran berbasis masalah akan berlangsung dengan baik apabila para siswa
sudah memiliki kemampuan berpikir kritis terhadap suatu fenomena. Siswa
memiliki keleluasaan untuk berpendapat, tanpa terbebani oleh berbagai tekanan.
Juga diliputi oleh suasana yang penuh dengan toleransi akan kemungkinan
munculnya beragam tanggapan yang saling bertentangan.
Untuk menuju tahap seperti itu, para siswa terlebih dahulu perlu memiliki
pengetahuan mendalam ataupun referensi yang banyak sehingga mereka bisa
membedakan benar salahnya suatu konsep, peristiwa, keadaan, dan yang lainnya.
Apabila menganggap adanya sesuatu yang salah, berarti siswa itu sudah
menemukan suatu masalah dan hal ini perlu ditindaklanjuti dengan merumuskan
pemecahannya (Kosasih, 2014).
Dengan memperhatikan uraian di atas kami memandang bahwa menarik
untuk mengkaji implementasi model pembelajaran berbasis masalah (problem
based learning) pada mata pelajaran IPS dimulai dengan pengertian dan ciri-ciri
yang khas, serta menganalisis keunggulan dan kelemahan, dilanjutkan dengan
langkah-langkah implementasi dalam kegiatan pembelajaran berbasis masalah di
kelas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian model pembelajaran?
2. Bagaimana konsep model pembelajaran berbasis masalah?
3. Apa saja teori belajar yang melandasi model pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimana karakteristik model pembelajaran berbasis masalah?
5. Bagaimana peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah?
6. Bagaimana proses belajar kognitifnya?
7. Bagaimana desain masalah dalam pembelajaran berbasis masalah?
8. Bagaimana perencanaan kurikulum dalam pembelajaran berbasis masalah?

2
9. Bagaimana pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di SD?
10. Bagaimana contoh implementasi model pembelajaran berbasis masalah dalam
pembelajaran IPS di SD?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertian model pembelajaran.
2. Memahami konsep model pembelajaran berbasis masalah.
3. Memahami teori belajar yang melandasi model pembelajaran berbasis
masalah.
4. Memahami karakteristik model pembelajaran berbasis masalah.
5. Memahami peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah.
6. Memahami proses belajar kognitif pada pembelajaran berbasis masalah.
7. Memahami desain masalah dalam pembelajaran berbasis masalah.
8. Memahami perencanaan kurikulum dalam pembelajaran berbasis masalah.
9. Memahami pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) di SD.
10. Memahami contoh implementasi model pembelajaran berbasis masalah dalam
pembelajaran IPS di SD.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Memberikan penjelasan dan deskripsi teoritis tentang tentang implementasi
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) pada mata pelajaran
IPS, meliputi:pengertian, ciri-ciri, keunggulan dan kelemahan, langkah-
langkah implementasi dan contoh desain pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
2. Manfaat Praktis
Bagi sekolah diperoleh gambaran tentang efektivitas pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning) sebagai salah satu model alternatif dalam
pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran IPS disamping
model-model pembelaran lainnya. Dengan bervariasinya model pembelajaran
yang diimplementasikan oleh sekolah maka diharapkan dinamika
pembelajaran siswa lebih terasa dan dapat tumbuh budaya belajar di sekolah.

3
Sekolah diharapkan dapat memperkaya model-model pembelajaran dengan
pendekatan pembelajaran berpusat siswa (student centered learning) untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dan lulusan yang unggul.
Bagi guru diperoleh pemahaman yang mendalam tentang keunggulan
implementasi pembelajaran berbasis masalah pada mata pelajaran IPS,
sehingga guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Model Pembelajaran


Dewey (Joyce & Weil, 1986), mendefinisikan model pembelajaran
sebagai, a plan or pattern that we can use to design face-to-face teaching in
classroom or tutorial settings and to shape instructional material.(suatu rencana
atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang tatap muka di kelas atau
pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk menyusun materi pembelajaran).
Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa (1) model pembelajaran
merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam muatan
mata pelajaran, sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya; (2) model
pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan
landasan filosofis dan pedagogik yang melatarbelakanginya.
Joyce & Weil (1986) dalam bukunya bertajuk Models of Teaching
mengidentifikasi sebanyak 28 model pembelajaran. Dari jumlah tersebut tidak
semua model bisa dipakai dalam satu bidang studi, namun disesuaikan dengan
karakteristik bidang studi yang hendak diajarkan, karena beberapa model
pembelajaran yang diketengahkan dalam buku tersebut, lebih berorientasi pada
pemecahan masalah-masalah yang bersifat kasuistik, sehingga penggunaannya
harus disesuaikan dengan tipikal isi pembelajaran. Model-Model Pembelajaran,
Suyanto dan Asep Jihad, Bagaimana Menjadi Calon Guru dan Guru Profesional.
(Yogyakarta : MULTI PRESSINDO, 2013), hlm 154.

B. Konsep Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Pendidikan pada abad ke-21 berhubungan dengan permasalahan baru yang
ada di dunia nyata. Model PBM berkaitan dengan penggunaan inteligensi dari
dalam diri individu yang berada dalam sebuah kelompok orang atau lingkungan
untuk memecahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual.
Hasil pendidikan yang diharapakan meliputi pola kompetensi dan
inteligensi yang dibutuhkan untuk berkiprah pada abad ke-21. Pendidikan bukan
hanya menyiapkan masa depan, tetapi juga bagaimana menciptakan masa depan.
Pendidikan harus membantu perkembangan terciptanya individu yang kritis
dengan tingkat kreativitas yang sangat tinggi dan tingkat keterampilan berpikir
yang lebih tinggi pula. Guru juga harus dapat memberi keterampilan yang dapat

5
digunakan di tempat kerja. Guru akan gagal apabila mereka menggunakan proses
pembelajaran yang tidak memengaruhi pembelajaran sepanjang hayat (life long
education).
1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan penggunaan berbagai macam
kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan
dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan
kompleksitas yang ada. (Tan, 2003)
Boud dan Feletti (1997) (dalam Rusman, 2015, hlm 209) mengemukakan
bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah inovasi yang paling signifikan
dalam pendidikan. Margetson (1994) mengemukakan bahwa kurikulum PBM
membantu untuk meningkatkan perkembangan keterampilan belajar
sepanjang hayat dalam pola pikir yang terbuka, reflektif, kritis dan belajar
aktif. Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan memecahkan masalah,
komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal dengan lebih
baik dibanding pendekatan yang lain.
Problem-Based Learning pertama kali diperkenalkan pada awal tahun
1970-an di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu
upaya menemukan solusi dalam diagnose dengan membuat pertanyaan-
pertanyaan seuai situasi yang ada.
2. Kekuatan Masalah
Masalah dapat mendorong keseriusan, inkuiri dan berpikir dengan cara
yang bermakna dan sangat kuat (powerfull). Pendidikan memerlukan
perspektif baru dalam menemukan berbagai permasalahan dan cara
memandang suatu permasalahan.
Berbagai terobosan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
hasil dari adanya ketertarikan terhadap masalah. Pada umumnya pendidikan
dimulai dengan adanya ketertarikan dengan masalah, dilanjutkan dengan
menentukan masalah dan penggunaan berbagai dimensi berpikir.
3. Masalah dan Pedagogi
Menurut Shulman (1991), pendidikan merupakan proses membantu orang
mengembangkan kapasitas untuk belajar bagaimana menghubungkan
kesulitan mereka dengan teka-teki yang berguna untuk membentuk masalah.
4. Masalah dan Multiple Perspective
Dalam memecahkan permasalahan yang ada di dunia nyata, kita perlu
menyadari bahwa seluruh proses kognitif dan aktivitas mental yang terlibat di

6
dalamnya. Otak bekerja dengan siklus tertentu dan literasi dari berpikir
sistematis, sistemik, analisis general dan divergen.
Abad ke-21 ditandai dengan tingginya konektivitas karena realita yang
tidak dapat dipisahkan. Isu-isu yang ada di dunia nyata merupakan disiplin
silang dan melibatkan perspektif yang saling berhubungan. Kita
membutuhkan pandangan yang luas tentang berbagai hal dan perpaduan dari
setiap perbedaan pengetahuan dasar yang saling berhubungan.
5. Teori Belajar Konstruktivisme dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Dari segi pedagogis, pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada teori
belajar konstruktivisme (Schmidt, 1993; Savery & Duffy, 1995; Hendry &
Murphy, 1995) dengan ciri:
a) Pemahaman diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan
lingkungan belajar.
b) Pergulatan dengan masalah dan proses inkuiri masalah menciptakan
disonansi kognitif yang menstimulasi belajar.
c) Pengetahuan terjadi melalui proses kolaborasi negosiasi sosial dan
evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.

C. Teori Belajar yang Melandasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah


Selain teori belajar konstruktivisme, ada beberapa teori belajar lainnya
yang melandasi model PBM, yakni :
1. Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel
Ausubel (Suparno, 1997) membedakan antara belajar bermakna
(meaningfull learning) dengan belajar menghafal (rote learning). Belajar
bermakna merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan
dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang
belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi
baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang
telah diketahuinya. Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
2. Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan
pengalaman baru dan menantang ketika mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu
berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah
dimilikinya kemudian membangun pengertian baru. Ibrahim dan Nur (2000 :
19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu

7
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Kaitan dengan PBM dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur
kognitif yang telah dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam
interaksi sosial dengan teman lain.
3. Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan merupakan metode dimana siswa menemukan kembali,
bukan menemukan sama sekali benar-benar baru. Belajar penemuan sesuai
dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dengan sendirinya
memberikan hasil yang lebih baik, berusaha sendiri mencari pemecahan
masalah serta didukung oleh pengetahuan yang menyertainya dan
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989 :103).
Bruner juga menggunakan konsep Scaffolding dan interaksi sosial di kelas
maupun di luar kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa
menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya
melalui bantuan guru, teman atau orang lain yang memiliki kemampuan
lebih.
Kaitan dengan PBM dalam hal siswa menemukan kembali, bukan
menemukan yang sama sekali benar-benar baru. Informasi baru dikaitkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dan adanya Scaffolding;
tahapan menemukan solusi.
D. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Ciri utama pembelajaran berbasis masalah adalah pengajuan pertanyaan
atau masalah, memusatkan keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik,
kerjasama, serta menghasilkan karya dan peragaan. Menurut Rusman (2015)
dalam bukunya bertajuk Pembelajaran Tematik Terpadu (Teori, Praktik dan
Penilaian), hlm 210, mengemukakan karakteristik pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut :
a) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
b) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstuktur;
c) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);
d) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap dan
kompetisi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar
dan bidang baru dalam belajar;
e) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

8
f) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;
g) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif;
h) Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah sama
pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan;
i) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar dan
j) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar;
Studi kasus pembelajaran berbasis masalah, meliputi : 1) penyajian
masalah; 2) menggerakkan inkuiri; 3) langkah-langkah PBM, yaitu analisis inisial,
mengangkat isu-isu belajar, iterasi kemandirian dan kolaborasi pemecahan
masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian solusi dan evaluasi.
Alur proses pembelajaran berbasis masalah dapat dilihat pada flowchart
berikut ini.

Menemukan Masalah Belajar Pengarahan Diri

Analisis Masalah dan


Isu Belajar
Belajar Pengarahan Diri

Penemuan dan
Laporan
Belajar Pengarahan Diri

Penyajian Solusi dan


Refleksi
Belajar Pengarahan Diri

Kesimpulan, Integrasi
dan Evaluasi

9
Gambar 9.2 Alur Proses Pembelajaran Berbasis Masalah

Keberagaman Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran berbasis masalah digunakan tergantung dari tujuan yang
ingin dicapai apakah berkaitan dengan : (1) penguasaan isi pengetahuan yang
bersifat multidisipliner; (2) penguasaan keterampilan proses dan disiplin heuristik;
(3) belajar keterampilan pemecahan masalah ; (4) belajar keterampilan
kolaboratif; dan (4) belajar keterampilan kehidupan yang lebih luas.
Ketika tujuan PBM lebih luas, maka permasalahan pun menjadi lebih
kompleks dan proses PBM membutuhkan siklus yang lebih panjang. Jenis PBM
yang akan dimasukkan dalam kurikulum tergantung pada profil dan kematangan
siswa, pengalaman masa lalu siswa, fleksibilitas kurikulum yang ada, tuntutan
evaluasi, waktu dan sumber yang ada.

E. Peran Guru dalam Pembelajaran Berbasis Masalah


1. Menyiapkan Perangkat Berpikir Siswa
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam
PBM adalah:
1) Membantu siswa mengubah cara berpikir
2) Menjelaskan apakah PBM itu? Pola apa yang akan dialami oleh
siswa?
3) Memberi siswa ikhtisar siklus PBM, struktur dan batasan waktu
4) Mengomunikasikan tujuan, hasil dan harapan
5) Menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan
mengahadang
6) Membantu siswa merasa memiliki masalah
2. Menekankan Belajar Kooperatif
Pembelajaran Berbasis Masalah menyediakan cara untuk inkuiri yang
bersifat kolaboratif dan belajar. Bray, et.al (2009) menggambarkan inquiry
kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan refleksi dan kegiatan
secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan
penting. Dalam proses PBM, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan
kolaborasi itu penting untuk mengembangkan proses kognitif yang berguna
untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan
menganalisis data penting dan mengelaborasi solusi.

10
3. Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam PBM
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota
berkisar antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang
guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk
menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang
beragam dalam siklus PBM untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar dan
penyajian ide.
4. Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru mengatur liingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan
pelibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam
memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.
F. Proses Belajar Kognitif
1. Memfasilitasi Berpikir
Memfasilitasi inquiry untuk belajar yang lebih dalam merupakan
tantangan yang paling utama. Pembimbingan PBM yang efektif
menggunakan urutan yang luas dan teknik menjawab yang baik. Ilmuwan,
pengusaha dan pengambil keputusan yang efektif tahu bagaimana meminta
jawaban yang baik untuk membantu penemuan solusi. Tujuan inquiry dalam
PBM adalah untuk membantu siswa melakukan internalisasi beberapa dialog.
2. Menengahi Belajar dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Mediator yang efektif membantu para siswa menemukan signifikansi dari
bekerja memecahkan masalah dan menjadikan proses PBM itu mempunyai
nilai manfaat.
Mediasi meliputi, pertama,mediasi reflektif praktis (RP) yang
berhubungan dengan pe ngaturan diri dan perilaku metakognitif. Kedua,
Mediasi kemandirian dan berbagi (IS), menunjuk pada rasa memiliki dan
perilaku berbagi. T berhubungan dengan peningkatan inteligensi untuk
melakukan konfrontasi terhadap struktur yang salah.
Interaksi dalam PBM meliputi tiga karakteristik, yaitu adanya tujuan yang
disengaja dan timbal balik (IR), mediasi belajar (ME) dan sangat penting (T).
Formulasi isu-isu belajar dalam PBM, kebutuhan untuk mengajar satu
sama lain dan tantangan memecahkan masalah yang ada di dunia nyata
memberikan tujuan yang mengarahkan perilaku.Peran tutor adalah untuk
membimbing dan menemukan tujuan dan penguasaan perilaku PBM
berhubungan dengan peningkatan inteligensi untuk mengkonfrontir struktur
yang tidak sehat dan masalah yang baru muncul.

11
G. Desain Masalah dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Akar Desain Masalah
Akar desain masalah adalah masalah yang riil berupa kenyataan hidup,
seperti halnya penguasaan terhadap terhadap permesinan dalam rangka
menghadapi tuntutan perkembangan industri. Dalam mata pelajaran IPS SD,
siswa diajari untuk menemukan masalah sosial di lingkungan setempat.
Menurut Michael Hicks (dalam Rusman, 2015), ada empat hal yang harus
diperhatikan ketika membicarakan masalah, yaitu :
1) Memahami masalah
2) Kita tidak tahu bagaimana memecahkan masalah tersebut
3) Adanya keinginan memecahkan masalah
4) Adanya keyakinan mampu memecahkan masalah tersebut.
Dalam PBM sebuah masalah yang dikemukakan kepada siswa harus dapat
membangkitkan pemahaman siswa terhadap masalah, sebuah kesadaran akan
adanya kesenjangan, pengetahuan, keinginan memecahkan masalah dan
adanya persepsi bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut.
2. Menentukan Tujuan PBM
PBM adalah sebuah cara memanfaatkan masalah untuk menimbulkan
motivasi belajar. Suksesnya pelaksanaan PBM sangat bergantung pada
seleksi, desain dan pengembangan masalah. Bagaimanapun juga, pertama-
tama perlu memperkenalkan PBM pada kurikulum atau berpikir tentang jenis
masalah yang digunaka. Hal penting adalah menentukan tujuan yang ingin
dicapai dalam penggunaan PBM.
Tujuan PBM adalah untuk memberikan kemampuan dasar dan teknik
kepada peserta didik agar mampu memecahkan masalah, ketimbang hanya
dicekoki dengan sejumlah data dan informasi yang harus dihafalkan. Dengan
metode mengajar ini, pendidik memberikan bekal kepada peserta didik
tentang kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan
kaidah ilmiah tentang teknik dan langkah-langkah berpikir kritis dan rasional.
Bekal kemampuan tentang kaidah dasar dan teknik-teknik pemecahan
masalah tersebut akan sangat bermanfaat bagi peserta didik untuk diterapkan
dalam proses pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya pada siswa, Ibrahim dan Nur
(2000) mengemukakan tujuan PBM secara lebih rinci, yaitu: (a) membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan

12
masalah, (b) belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka
dalam pengalaman nyata, dan (c) menjadi para siswa yang otonom. PBM juga
berhubungan dengan belajar tentang kehidupan yang lebih luas (lifewide
learning), keterampilan memaknai informasi, kolaboratif dan belajar tim dan
keterampilan berpikir reflektif dan evaluatif.
3. Desain Masalah
Pada dasarnya kompleksitas masalah yang dihadapi sangat tergantung
pada latar belakang dan profil para siswa. Desain masalah memiliki ciri-ciri :
1) Karakteristik; masalah nyata dalam kehidupan, adanya relevansi dengan
kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas masalah, masalah
memiliki kaitan dengan berbagai disiplin ilmu, keterbukaan masalah,
sebagai produk akhir.
2) Konteks; masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, memiliki
elemen baru.
3) Sumber dan Lingkungan Belajar; masalah dapat memberikan dorongan
untuk dipecahkan secara kolaboratif, independen untuk bekerja sama,
adanya bimbingan dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan
sumber, adanya sumber informasi dan hal-hal yang diperlukan dalam
proses pemecahan masalah.
4) Presentasi; penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip, audio,
jurnal dan majalah, website.

H. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Perencanaan Kurikulum


Langkah pertama dalam perencanaan kurikulum kaitannya dengan PBM
adalah menentukan tujuan dalam memanfaatkan PBM dan tujuan program
kurikulum. Seperti halnya proses pengembangan kurikulum, adanya standar
dalam pengembangan, dimulai dengan menentukan tujuan sesuai kebutuhan,
kemudian perlu mempersiapkan sebuah dokumen yang meliputi : 1) rasional
penggunaan PBM; 2) apa PBM dan apa yang diperlukan; 3) tujuan PBM dan hasil
yang ingin dicapai.
Dengan sebuah ide yang jelas dimana PBM akan dimasukkan dan
kaitannya dengan ruang lingkup PBM, kemudian tujuan pembelajaran
dikembangkan yang meliputi pemecahan masalah, kerja tim, pengembangan
kemampuan dan materi belajar yang spesifik pula. Struktur pembelajaran biasanya
digambarkan dalam sebuah bentuk formulasi seperti berikut :

13
a. Menemukan Masalah Analisis Masalah Penemuan dan Pelaporan
Integrasi dan Evaluasi
b. Menemukan Masalah Inquiry Masalah Mengangkat Issue Belajar
Penemuan dan Peer Teaching Menyajikan Solusi Review
c. Menemukan Masalah Analisis Penelitian dan Kerja Lapangan
Pelaporan dan Peer Teaching Menyajikan Temuan Refleksi dan
Evaluasi.
Sebenarnya variasi pola pengembangan ini cukup beragam, karena
sifatnya relatif dan tergantung pada bagian mana yang akan ditekankan.

I. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah


Dalam pelaksanaannya, PBM tentunya memiliki kelebihan dan
kelemahannya. Berikut ini adalah kelebihan dan kekurangan dari PBM.
1. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata.
b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar.
c. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa.Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal ataumenyimpan informasi.
d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok.
e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara dan observasi.
f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri.
g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka.
h. Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui
kerja kelompok dalam bentuk peer teaching.

2. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah


a. PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian
guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentuyang kaitannya dengan
pemecahan masalah.
b. Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi
akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

14
c. PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga
dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan
walapun PBM berfokus pada masalah bukan kontenmateri.
d. Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa
dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik.
e. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

J. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Dalam Seminar Nasional dengan tema Pendidikan IPS dan Implementasi
Kurikulum 2013 untuk Mewujudkan Generasi Emas, Sardiman, AM., M.Pd
menyampaikan tentang mengapa perlu pembaharuan dan apa urgensi
pengembangan kurikulum 2013, yaitu bahwa kurikulum Indonesia belum pernah
berubah. Artinya ending-nya tetap rapot. Hal ini berarti bahwa perilaku guru dari
mulai adanya kurikulum tahun 1947 hingga kurikulum 2006 sama. Itulah yang
menjadi salah satu alasan adanya pengembangan kurikulum.
Sardiman menambahkan, adanya persepsi masyarakat bahwa kurikulum
pendidikan saat ini terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, selain itu beban
siswa untuk mata pelajaran terlalu berat namun kurang bermuatan karakter.
Sardiman menyampaikan tentang tema pengembangan kurikulum 2013 adalah
kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif,
inovatif dan afektif melalui penguatan sikap, ketrampilan dan pengetahuan yang
terintegrasi. Dalam kurikulum 2013, posisi guru tidak hanya sebagai pengajar dan
pendidik seperti yang telah kita kenal bersama, namun di kurikulum ini posisi
guru juga sebagai fasilitator, leader, motivator, dan sebagai pelayan dan diver-
nya peserta didik.
Pada kesempatan yang sama, Hamid Hasan menyatakan bahwa konten
pendidikan IPS dalam kurikulum 2013, meliputi:
a) Pengetahuan tentang kehidupan masyarakat di sekitarnya, bangsa, dan umat
manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan lingkungannya.

15
b) Ketrampilan berpikir logis dan kritis, membaca, belajar (learning skills,
inquiry), memecahkan masalah, berkomunikasi dan bekerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat-berbangsa.
c) Nilai-nilai kejujuran, kerja keras. Sosial, budaya, kebangsaan, cinta damai
dan kemanusiaan serta kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai tersebut.
d) Sikap: Rasa ingin tahu, manidri, menghargai prestasi, kompetitif, kreatif dan
inovatif serta bertanggung jawab.

K. Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Pembelajaran


IPS di SD
Siswa memahami konsep dan prinsip dari suatu materi dimulai dari
bekerja dan belajar terhadap situasi atau masalah yang diberikan melalui
investigasi, inkuiri dan pemecahan masalah. Siswa membangun konsep atau
prinsip dengan kemampuannya sendiri yang mengintegrasikan keterampilan dan
pengetahuan yang sudah dipahami sebelumnya.
Pierce dan Jones (Howey, 2001 : 69) mengemukakan bahwa kejadian-
kejadian yang harus muncul dalam implementasi PBM, adalah :
a) Keterlibatan (engagement) : mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai
pemecah masalah dengan bekerja sama.
b) Inkuiri dan investigasi : mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi.
c) Performansi : menyajikan temuan
d) Tanya jawab : (debriefing) : menguji keakuratan dari solusi
e) Refleksi terhadap pemecahan masalah.
Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Penetapan Tujuan
Pertama kali guru mendeskripsikan bagaimana pembelajaran
berbasis masalah direncanakan untuk membantu mencapai tujuan seperti
keterampilan menyelidiki, memahami peran guru membantu siswa
mandiri. Dalam pelaksanaannya PBM bisa saja diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah disebutkan tadi.
b. Merancang Situasi Masalah
Beberapa guru dalam pembelajaran berbasis masalah lebih suka
memberikan siswa suatu keleluasaan dalam memilih masalah untuk
diselidiki karena cara ini terbukti dapat meningkatkan motivasi siswa.
Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki
dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama,
bermakna bagi siswa dan konsisten dengan tujuan kurikulum.
c. Organisasi Sumber Daya dan Rencana Logistik

16
Dalam PBM dimungkinkan bekerja dengan beragam material dan
peralatan dan pelaksanaanya bisa dilakukan di dalam kelas, bisa juga
dilakukan di perpustakaan atau laboratorium, bahkan dapat pula
dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu, tugas mengorganisasikan
sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa
haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama begi guru yang
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Fibrayir (2012), berbgai pengembang pembelajaran
berbasis masalah telah menunjukkkan ciri-ciri pengajaran berbasis
masalah sebagai berikut :
1. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan
prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar
pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi
kehidupan nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana,
dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi
itu. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan
masalah yang diajukan haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan
dunia nyata siswa dari pada berakar pada prinsip-prinsip disiplin
ilmu tertentu.
b. Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti
tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada
akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
c. Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya
mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan
dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu masalah
yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas,
artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran
yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber
yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut
harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

17
e. Bermanfaat. Yaitu masalah yang telah disusun dan
dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah
masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah
yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada
mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu Sosial),
masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih benar-benar
nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik
Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan
dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan.
Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah
yang sedang dipelajari.
4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan
peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian
masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip
debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.Pengajaran
berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama
lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara
berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan
memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk
mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.

18
Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning)

FASE INDIKATOR AKTIVITAS/KEGIATAN GURU


Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
Orientasi siswa menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
1
kepada masalah memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Guru membantu siswa mendefinisikan
Mengorganisasikan dan mengorganisasikan tugas belajar
2
siswa untuk belajar yang berhubungan dengan masalah
yang akan dipecahkan.
Guru mendorong siswa untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
penyelidikan melaksanakan eksperimen, untuk
3
individual maupun mendapatkan penjelasan dan
kelompok pemecahan masalah yang dihadapi
siswa.
Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan merencanakan dan menyiapkan karya
4 dan menyajikan nyata yang sesuai seperti laporan, video,
hasil karya dan model dan membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya.
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap hasil
Menganalisis dan penyelidikan mereka dan proses-proses
5 mengevaluasi proses yang mereka gunakan berupa langkah-
pemecahan masalah langkah pemecahan masalah dari
masalah yang muncul dan dihadapi oleh
siswa.

Kosasih (2014: 91) menyatakan bahwa secara umum model


pembelajaran berbasis masalah dalam implementasi kurikulum 2013 tetap
berkerangka pendekatan saintifik, yakni: diawali dengan langkah langkah
pengamatan terhadap teks ataupun fenomena tert entu dan diakhiri dengan

19
mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut kemudian diisi dengan strategi
yang berlaku dalam pembelajaran berbasis masalah. Pada bagian awal
pembelajaran, sebelum memasuki inti kegiatan pembelajaran berbasis masalah,
siswa terlebih dahulu mengobservasi suatu fenomena yang ada
lingkungannya, yang relevan pula dengan kompetensi dasar yang telah
ditentukan. Kemudian, siswa mengajukan masalah berupa pertanyaan-pertanyaan
terkait dengan fenomena yang mereka amati. Dalam hal ini tugas guru adalah
menstimulus siswa untuk bisa berpikir kritis terhadap fenomena yang
diamatinya.Hasil berpikir kritis siswa akan terlihat dari kemauan mereka untuk
mengajukan pertanyaan. Kemudia, pertanyaanpertanyaan ini dijadikan bahan
pemecahan masalah dalam langkahlangkah pembelajaran berbasis masalah
sebagaimana ditunjukkan tabel 2.
Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Langkah-langkah Aktivitas Guru dan Siswa


Fase 1: Guru meminta siswa untuk melakukan
Mengamati, kegiatan pengamatan terhadap fenomena
mengorientasikan siswa tertentu, terkait dengan KD yang akan
terhadap masalah dikembangkannya.
Guru mendorong siswa untuk merumuskan
Fase 2:
suatu masalah terkait dengan fenomena
Menanya, memunculkan
yang diamatinya. Masalah itu dirumuskan
permasalahan
berupa pertanyaan yang bersifat problematis.
Guru mendorong siswa untuk mengumpukan

Fase 3: informasi (data) dalam rangka menyelesaikan


Menalar, mengumpulkan masalah, baik secara individu
data ataupun berkelompok, dengan membaca
berbagai referensi, pengamatan lapangan,
wawancara, dan sebagainya.
Guru meminta siswa untuk melakukan
Fase 4: analisis data dan merumuskan jawaban
Mengasosiasi,
Merumuskan jawaban terkait dengan masalah yang mereka ajukan
sebelumnya.
Fase 5: Guru memfasilitasi siswa untuk
Mengomunikasikan
mempresentasikan jawaban atas
permasalahan yangmereka rumuskan
sebelumnya. Guru juga membantu siswa

20
melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
proses pemecahan masalah yang dilakukan.

21
Contoh pengimplementasiannya :
Pada materi IPS di kelas IV semester 1 yaitu tentang karakteristik ruang
dan pemanfaatan sumber daya alam untuk kesejahteraan masyarakat dari tingkat
kota/kabupaten sampai tingkat provinsi.
Sebelumnya siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok yang heterogen.
Fase 1: Mengamati, mengorientasikan siswa terhadap masalah
Siswa mengamati gambar dan baca teks tentang tanaman padi dan teh yang
terdapat dalam buku siswa.
Guru menugaskan siswa untuk diskusi kelompok merumuskan masalah
terkait dengan gambar dan baca teks yang diamatinya.
Fase 2: Menanya, memunculkan permasalahan
Perwakilan siswa dari masing-masing kelompok menyampaikan pertanyaan-
pertanyaan terkait gambar dan baca teks tentang tanaman padi dan teh yang
telah diamati.
Pertanyaan-pertanyaan dari siswa masing-masing kelompok diinventarisir
dan dirumuskan berupa pertanyaan yang bersifat problematis melalui
mekanisme diskusi kelas.
Rumusan masalah problematis yang diajukan siswa menjadi dasar yang akan
dinalar dan dicarikan data untuk diselesaikan dalam kegiatan pembelajaran
kelompok.
Fase 3: Menalar, mengumpulkan data
Siswa dalam kelompok mengumpulkan informasi terkait masalah
problematik perbedaan antara tempat hidup tanaman padi dan teh, melalui:
buku pegangan, referensi di perpustakaan, dan internet.
Siswa menuliskan hasil temuan mereka.
Fase 4: Mengasosiasi, Merumuskan jawaban
Siswa dalam kelompok mendiskusikan secara intensif dasar teori dari
referensi teks untuk menyelesaikan masalah problematik berkaitan dengan
mengapa padi dan teh tumbuh di tempat yang berbeda (sawah dan
pegunungan).
Hasil analisis diskusi dituliskan dalam laporan dan disiapkan untuk
dipresentasikan dalam kelas.
Fase 5: Mengomunikasikan
Siswa masing-masing mengomunikasikan/mempresentasikan pemecahan
masalah berdasarkan referensi teoritis. Siswa lain memperhatikan.

22
Siswa lain bertanya atau menanggapi hasil presentasi hasil pemecahan
masalah kelompok untuk selanjutnya pertanyaan-pertanyaan yang muncul
juga didiskusikan dalam kelas.
Dari hasil diskusi guru memperdalam bahasan dengan pertanyaan esensial
tentang kondisi dan karakteristik alam yang berbeda mempengaruhi jenis
tumbuhan yang hidup di sekitar wilayah tersebut.

23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah
menggunakan kecerdasan diri individu yang berada dalam sebuah kelompok atau
lingkungan untuk memcahkan masalah yang bermakna, relevan dan kontekstual.
Penerapan PBL dalam pembelajaran menuntut kesiapan baik dari pihak
guru yang harus berperan sebagai fasilitatir sekligus sebagai pembimbing. Guru di
tuntut dapat memahami secara utuh dari setiap bagian dan konsep PBL dan
menjadi penengah yang mampu merangsang kemampuan berpikir siswa.
Siswa harus siap untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Siswa
menyiapkan diri untuk mengoptimalkan kemampuan berfikir.Masalah yang
dibahas harus relevan dengan tuntutan kehidupan pada masa sekarang dan masa
yang akan datang.

B. Saran
Bagi guru, pemahaman terhadap berbagai pendekatan yang berpusat pada
siswa yaitu PBM, perlu ditingkatkan karena tantangan kehidupan masa
sekarng dan masa depan semakin kompleks.
Promblem Based Learning lebih ditepkan lagi dalam pembelajaran terutama
IPS SD kelas tinggi supaya siswa lebih aktif dalam berfikir.

24

Anda mungkin juga menyukai